Share

Cinta dan Luka

Author: Ji-Na
last update Last Updated: 2021-08-12 01:18:03

“Ansel, sampai kapan kamu menahan gadis itu di sini?” tanya Radhiti.

Ansel menghela napas panjang dan terdiam sesaat. Sejujurnya ia pun tak tahu jawabannya. Sulit baginya membiarkan gadis itu pergi darinya. Gadis yang telah mencuri hatinya sejak awal bertemu.

“Ansel suka sama Claretta, Bu. Ansel ga mau dia pergi dari sini.” Ansel menundukkan kepalanya dan tak berani memandang ibunya.

“Tapi kamu gak bisa memisahkan gadis itu dengan keluarganya. Kalian itu berbeda, Nak,” balas Radhiti, seorang wanita paruh baya yang kecantikannya terlihat tak memudar dan termakan usia.

“Cinta tak mengenal perbedaan, Bu. Lagipula Claretta juga menyukai Ansel,” bela Ansel. Ia menatap dalam pada ibunya,  berharap ibunya bisa mengerti perasaannya.

Kini terdengar helaan napas dari Radhiti. “Apa kamu yakin dia akan tetap menyukaimu setelah tahu siapa kita sebenarnya?”

Bukannya Radhiti tak mengerti perasaan anaknya, hanya saja ia cemas anaknya itu akan patah hati jika Claretta tahu keadaan yang sebenarnya.

Ansel memalingkan pandangan untuk mengusir kegelisahannnya. Perasaannya pun tak yakin Claretta akan tetap menyukainya, kalau Claretta tahu siapa ia sebenarnya. Tapi keinginannya untuk tetap bersama Claretta tak bisa ditahan.

Aku tertegun mendengar percakapan mereka. Sungguh tak disangka, Ansel ternyata menyukaiku, meskipun dalam hatiku ada sedikit rasa senang. Tak bisa kupungkiri bahwa aku merasa bahagia saat diperlakukan spesial olehnya dan merasa nyaman saat berada di dekatnya.

“Ehem…,” aku berdehem untuk memecah kesunyian di antara ibu dan anak itu. Mereka terkesiap melihatku sudah berdiri di belakang mereka. Ansel terlihat salah tingkah dan menghindariku.

“Bu, aku ke Rumah Sakit dulu ya. Ada janji sama Dokter Wisnu,” Ansel pamit tergesa-gesa dan menghindari tatapanku. Semakin aneh saja tingkahnya, membuatku semakin penasaran.

“Retta, kamu sudah bangun Nak? Ibu harus pergi ke pasar belanja kebutuhan dapur. Kamu kalau lapar, sarapan aja ya. Ibu dan Ansel sudah sarapan tadi.” Radhiti tersenyum dan meninggalkanku sendiri.

Aku heran, kenapa mereka menghindariku, sedangkan aku belum mendapatkan jawaban dari rasa penasaranku.

Lebih baik kuisi perutku  dulu, cacing-cacing di perutku ini sudah menggedor-gedor dinding perutku sejak tadi. Sepertinya mereka protes karena tidak diberikan haknya. Kuambil selembar roti dan kulapisi dengan selai kacang kesukaanku. Tak lupa kuminum segelas susu yang sudah disiapkan Bik Inah, asisten rumah tangga di sini.

Rumah ini terasa sepi. Tante Radhiti dan Bik Inah belum pulang juga dari pasar. Begitu juga dengan Ansel, biasanya ia yang selalu mengajakku jalan-jalan atau sekedar mengobrol untuk mengusir kejenuhan. Aku baru ingat, kemarin Ansel bilang ponselku sudah selesai diperbaiki. Sepertinya ia belum sempat memberikannya padaku. Lebih baik kucari saja di kamarnya, biasanya ia selalu menyimpan barang di kamarnya.

Kubuka pintu kamar Ansel, sepertinya tidak dikunci. Kulihat kamarnya terlihat rapi untuk seorang pria. Berbeda dengan kamar sahabatku Nathan, yang terlihat seperti kapal pecah. Baju berceceran di mana-mana, apalagi kasurnya yang sudah tidak jelas bentuknya. Entah bagaimana Nathan bisa tidur di kamar seperti itu. Tapi Nathan memang tipe orang yang mudah tidur di mana saja.

Kamar Ansel memiliki desain minimalis. Dinding yang diwarnai dengan warna cream berpadu putih membawa suasana hangat saat berada di kamar ini. Ada sebuah lukisan bergambar sebuah pulau di tepi pantai yang biru dengan pasir putih, di bawahnya tertulis Saranjana. Bahkan di lukisan pun Saranjana terlihat begitu indah.

Di meja samping tempat tidur, ada sebuah foto perempuan dengan bingkai berwarna putih.  Perempuan itu berambut panjang dengan kulit putih, berwajah oval dan bermata sipit dengan warna coklat.

“Kenapa perempuan ini mirip denganku?” ucapku dalam hati.

Perempuan dalam foto ini memiliki 95% kemiripan denganku, hanya berbeda rambutnya saja. Rambutku panjangnya sebahu, sedangkan rambutnya panjang bergelombang sampai mencapai punggung.

Kubalik foto itu, tertulis sebuah nama Felisha Elvira. Sepertinya perempuan ini orang yang spesial untuk Ansel. Walaupun sedikit using, tapi bingkai foto ini bersih tak berdebu, sepertinya Ansel setiap hari membersihkannnya.

Di luar terdengar derap langkah kaki semakin mendekat. Tak lama, pintu kamar terbuka. Aku terkejut melihat Ansel di depanku, begitu pun dengan Ansel yang tak kalah terkejutnya melihatku ada di kamarnya.

“Retta, kamu lagi apa?” Ansel menatapku seakan tak percaya aku bisa masuk ke kamarnya tanpa izin darinya.

“Emh, ini aku mau cari ponselku. Kamu bilang sudah selesai diperbaiki?” Aku merasa bersalah masuk ke kamar ini dan mencoba menutupi rasa gugup ini. Semoga saja Ansel tidak melihatnya.

“Oh, ponsel kamu … sebentar ya….” Ansel membuka pintu lemarinya dan membuka laci kecil di dalamnya. Setelah mencarinya sebentar, ia pun menemukannya dan memberikannya padaku.

“Makasih ya, aku mau ke kamar dulu,” pamitku. Aku tak mau berlama-lama dalam suasana canggung ini.

“Sebentar Retta, ada yang mau aku bicarakan.” Ansel menahanku dengan tangannya. Aku berbalik dan menatapnya.

“Ada apa, Sel? Apa yang mau kamu bicarakan?”

Ansel menggandeng tanganku dan mengajakku ke halaman belakang rumahnya dan menyuruhku duduk di kursi yang ada di sana. Aku mengikutinya dengan perasaan berdebar.

“Tadi kamu dengar apa yang aku bicarakan sama Ibu?” Ansel yang duduk di sampingku kini menghadapkan wajahnya padaku untuk meminta penjelasan. 

Aku terdiam sejenak, aku ragu untuk menjawabnya. “ Iya, tentang kamu menyukaiku, apa itu benar?” Kutatap Ansel dengan penuh selidik.

“Memang benar Retta, aku menyukaimu dari sejak awal kita bertemu. Saat aku menolongmu dari kecelakaan mobil dan membawamu ke Rumah Sakit.”

“Apa karena aku mirip dengan gadis di foto itu?” balasku.

Ansel terkesiap mendengar pertanyaanku. Tadi sebelum Ansel masuk ke kamar, aku telah lebih dulu menyimpan foto itu di meja seperti posisi semula. Jadi Ansel tidak menaruh curiga padaku.

“Awalnya iya, kamu mirip sekali dengan mantanku, Vira. Dia pergi dengan lelaki lain, satu bulan sebelum aku dan dia menikah.”

Aku terdiam mendengar pengakuannya, jujur aku merasa kecewa. Kupikir Ansel benar- benar menyukaiku. Tapi aku hanya pelariannya saja, karena wajahku mirip dengan mantannya. Kupandang langit di atasku, berharap bisa menahan air mata yang sejak tadi ingin keluar. Aku tak ingin terlihat lemah di matanya.

“Tapi itu dulu, Retta. Setelah aku mengenalmu lebih dalam, aku menyukaimu…, Claretta Elvina. Gadis yang keras kepala yang menyimpan luka di dalamnya.” Ansel menatap mataku dalam-dalam. Aku menemukan ada ketulusan terlihat di matanya.

“Saat melihatmu, aku bisa merasakan kesedihanmu. Kesedihan yang sama kurasakan saat aku kehilangan orang yang dicintai saat aku sedang sayang-sayangnya.”

"Kamu tahu darimana kalau aku sedih?" ucapku tak percaya.

"Saat kamu belum sadar, aku melihat kamu menangis dalam tidurmu sambil memanggil-manggil Bunda. Aku yakin kamu pasti kehilangan Bunda, tak ada tangisan yang lebih menyayat hati kecuali karena kehilangan orang yang kita sayangi," balas Ansel.

Kini aku tahu, alasan di balik sikapnya yang hangat padaku. Sikapnya yang membuatku jatuh hati padanya. Air mataku luruh juga, tak bisa kutahan lagi.

“Aku ingin selalu melindungimu, menjagamu, menghiburmu. Karena aku tahu rasanya kesepian.”

Aku mencoba mengatur nafasku dan mengumpulkan kekuatanku. “Jadi itu alasan kamu mengajakku ke sini?”

“Iya, karena aku gak mau kehilangan orang yang aku sayang lagi.” Untuk sesaat ia terdiam.

“Tapi sekarang, aku mau kamu pulang ke rumahmu. Di sini bukan tempatmu,” lanjut Ansel sambil beranjak pergi dan meninggalkanku yang termenung sendiri.

Aku bangkit dan menyusul Ansel dari belakang. Kutarik tangannya.  Plaaakk…! Suaranya terdengar begitu keras. Tanganku masih terasa kebas setelah menampar Ansel. Dia memegang pipinya yang memerah setelah kutampar, tapi aku tak peduli. Itu tak seberapa dengan rasa sakit yang kurasa.

Kutatap matanya dengan nyalang, teganya dia berbuat begitu. Setelah mengutarakan perasaannya padaku dan sekarang dengan mudahnya ia menyuruhku pergi. Bukankah ia sedang mempermainkan perasaanku? Tak akan kubiarkan lelaki gila ini pergi begitu saja.

Related chapters

  • LOVE IN A LOST CITY   Pulang

    Kuraih tangannya.“Ansel, kamu mau permainkan aku? Setelah kamu nyatain cinta,sekarang kamu ngusir aku?” tanyaku dengan penuh penekanan. “Kamu pikir aku mainan, yang bisa kamubuang begitu saja saat kamu bosan,hah?” aku berteriak kesal. “Retta, kamu sadar ga sih? Tempat kamu bukan di sini,” jawab Ansel. “Terus di mana tempatku? Kamu yang bawa aku ke sini!” balasku dengan ketus. “Kembali pada keluargamu.” Ansel menatapku dengan tatapan dingin. Ia melepaskan tanganku. Lantas ia berlalu begitu saja dan meninggalkanku seorang diri di taman ini. "Tadi kamu bilang ingin menjagaku dan melindungiku? belum satu jam berlalu dan sekarang kamu tiba-tiba berubah," sambungku. "Sekarang aku sadar, ternyata aku gak pernah benar-benar menginginkan kamu," jawab Ansel dan berlalu begitu saja. Sungguh sulit dipercaya, perkataanya barusan benar-benar membuat hatiku hancur berkeping-keping. Aku pernah merasa dicampakkan saat Ay

    Last Updated : 2021-08-12
  • LOVE IN A LOST CITY   Sosok yang Kukenal

    Dering di ponsel membuatku terbangun, kulihat jam sudah menunjukkan angka tujuh. Rupanya sejak semalam, aku tertidur. Kemarin memang hari yang melelahkan buatku. Kulihat nama Nathan sedang memanggil. “Halo, Nath...Ada apa sih pagi-pagi udah nelpon?” tanyaku malas. “Ya elah, bangun Non. Keburu rezeki dipatok ayam, jam segini baru bangun.” “Dipatok kamu tuh yang ada, jam segini udah nelpon” jawabku ketus “Beneran nih, mau dipatok sama aku?” Nathan menggodaku. Aku berdecak kesal, ‘Ini anak, kayaknya minta dipecat jadi sahabatku,’ aku mengomel dalam hati “Hari ini kita bimbingan lagi yuk! Judul skripsi kamu kan udah di acc, cuma keburu kamu menghilang aja jadinya mangkrak deh kayak pembangunan jalan provinsi,” ajak Nathan. Aku termenung, kejadian kemarin pasti telah membuat suasana geger di kampus. Seorang maha

    Last Updated : 2021-09-04
  • LOVE IN A LOST CITY   Keinginan yang Tertunda

    Sementara itu di kota Saranjana, Ansel merasa menyesal dengan keputusannya. Membiarkan Retta pergi kembali ke dunianya, membuat batinnya tersiksa sendiri. Waktu yang telah ia lewati bersama Retta, terasa begitu singkat. Hal yang paling ia sesali adalah bahwa ia telah menyakiti gadis yang dicintainya. ‘Aku harus meminta maaf pada Retta,’ kata Ansel dalam hati. Ia menyelinap keluar dari kamarnya, tak ingin langkahnya diketahui oleh ibunya. Jika Radhiti tahu, ia pasti akan melarang anaknya itu untuk berhubungan lagi dengan Retta. Ansel membuka pintu depan dengan perlahan dan berjalan dengan mengendap-endap. Namun ternyata Radhiti memergokinya dan mencurigainya. “Mau kemana kamu Ansel?” hardi Radhiti dengan sorot mata yang tajam. Keringat dingin membasahi pelipis Ansel, “Ansel mau ke rumah sakit Bu, sebentar lagi ada rapat internal.” Sesungguhnya pemuda itu tidak bera

    Last Updated : 2021-09-07
  • LOVE IN A LOST CITY   Gadis yang Sama

    “Kamu? Ngapain kamu ada disini?” tanya Ansel, Ia tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. Sedangkan sosok yang kini berada di depannya hanya menyeringai, tanpa sepatah katapun. “Ayolah Helena, kenapa kamu bisa ada disini?” Ansel masih penasaran dengan kedatangan sepupunya yang tiba-tiba saja datang di hadapannya. “Apa kamu terkejut dengan kedatanganku?” tanya Helena dengan senyum mengejek. “Tentu saja, kamu datang tiba-tiba lalu menculikku.” jawab Ansel. “Apa kamu kagum dengan kekuatanku? Hanya dengan satu gerakan, aku berhasil menculikmu,” cemooh Helena.

    Last Updated : 2021-09-11
  • LOVE IN A LOST CITY   Hari yang Buruk

    “Retta, tadi kamu cari siapa? Laki-laki itu?” tanya Nathan meminta penjelasan Aku mengangguk pelan, Nathan terlihat menghela nafasnya dengan berat. Mungkin ia kecewa padaku karena masih saja teringat tentang Ansel. Tapi bagaimana lagi, semua hal tentang Saranjana termasuk Ansel, masing terbayang-bayang di ingatanku. Sampai saat ini, aku merasa bahwa itu semua nyata. Meskipun aku sedikit ragu dengan perasaanku pada Ansel, entah nyata atau tidak. “Retta, bukankah kamu janji padaku?” tanya Nathan, “Untuk melupakan semua hal tentang Saranjana termasuk laki-laki itu.” “Tapi bukan salahku Nath, kalau bayangan Ansel tiba-tiba muncul di hadapanku.” tukasku. “Kenapa sih kamu selalu mikirin laki-laki itu?” keluh Nathan. Aku memalingkan muka, memilih untuk tak menjawab pertanyaan Nathan. Nathan menatapku dengan sorot mata yang tajam. “Kamu ada perasaan sama dia?”

    Last Updated : 2021-09-15
  • LOVE IN A LOST CITY   Persahabatan Claretta dan Nathan

    Teeeeeet … bel sekolah sudah berbunyi, seluruh siswa sudah masuk ke kelas masing-masing untuk memulai jam pelajaran. Seorang guru perempuan bernama Bu Sovia, memasuki kelas XII IPA 2, Ketua kelas memberikan aba-aba pada siswa lainnya untuk memberikan salam pada sang guru. Usai menjawab salam dari semua siswa, pandangan guru tersebut menyisiri seisi ruangan. Pandangannya berhenti pada seorang siswa yang duduk di dekat jendela, tampaknya siswa tersebut masih asyik didunia mimpinya. Ia tidak terbangun, meskipun jam pelajaran sudah dimulai. Bu Sovia menghampiri siswa tersebut, dan mengambil buku dari salah satu siswa. Alih-alih menghukum siswa tersebut, guru tersebut justru mengipasi siswa itu. Semua siswa tertawa melihat tingkah laku siswa laki-laki tersebut. Tapi ia tak kunjung bangun juga. Bu sovia duduk di kursi sampingnya yang memang kosong dan menepuk pipinya dengan lembut. “Nathan, banguu

    Last Updated : 2021-09-18
  • LOVE IN A LOST CITY   Bayangan di Paviliun

    ‘Kenapa jalan ini terasa asing bagiku?’ batinku. saat aku tiba di Pulau Laut. Kutepikan mobilku di dekat pantai, suasana disini terasa sepi. Terlebih lagi disini mulai senja, sejujurnya aku sedikit merasa takut berada di tempat ini seorang diri. Tapi aku tak punya tempat lagi untuk ku singgahi. Bodohnya aku berharap bisa menemui Ansel disini. Hanya dia satu-satunya yang orang yang membuatku merasa nyaman. Aku terduduk di tepi pantai, menertawakan nasibku sendiri. Aku merasa bodoh dan merasa dikhianati oleh orang-orang terdekatku. Tak terasa butiran-butiran kristal pun terjatuh dari sudut mataku. Kubenamkan kepala di antara tangan dan kakiku, melepaskan semua kesedihanyang menyesakkan dada. Setidaknya suara deburan ombak, menemaniku malam ini. Tiba-tiba sebuah tangan, membelai rambutku dengan lembut. Aku terkejut dan segera menoleh ke samping. Seorang pria bermata coklat tengah memandangku dengan tatapan matanya yang teduh.

    Last Updated : 2021-09-24
  • LOVE IN A LOST CITY   Dimana Nathan?

    Seorang pemuda terkapar tak sadarkan diri di pinggiran pantai, seorang gadis berambut pendek sebahu, menghampiri pemuda itu. Ia memeriksa denyut nadi pemuda tersebut untuk memeriksa keadaannya. Setelah memastikan kondisinya baik-baik saja, gadis itu memapah pemuda itu menuju mobil untuk membawanya pulang. Pemuda tersebut akhirnya mulai tersadar dan mengerjapkan matanya beberapa kali, saat menyadari dirinya berada di tempat yang asing. “Kamu udah bangun?” tanya gadis yang sedang duduk di kursi sebelahnya. Nathan mengangguk pelan, “kamu siapa?aku ada dimana?” “Aku Helena, sepupunya Ansel. Kamu tadi pingsan di pinggir pantai, jadinya aku bawa kamu kesini deh,” jawab Helena. “Ansel?” Nathan seperti tidak asing dengan nama itu. “Ya, Ansel yang saat ini bersama Claretta. Aku tahu semua tentang Claretta, termasuk soal sahabatnya yang diam-diam menc

    Last Updated : 2021-09-27

Latest chapter

  • LOVE IN A LOST CITY   Elvira?

    “Claretta … ,” panggil Ansel, membuatku tersadar dari lamunanku. Tubuhku masih kaku, tak percaya dengan kenyataan yang terjadi di hadapanku. Ansel masih saja berusaha mendekatiku, Namun kali ini aku merasa takut berada di dekatnya. Aku menghindarinya dengan mundur beberapa langkah, tanpa sadar aku sudah berada di tepi bukit ini. Hampir saja aku hilang keseimbangan, beruntungnya Ansel segera meraih tanganku. Ansel memang berhasil menyelamatkanku, tapi aku masih syok dengan kejadian barusan. Jika Ansel terlambat beberapa detik saja menyelamatkanku mungkin aku sudah jatuh ke jurang. Tubuhku bergetar, menahan sesak di dada. Aku menangis kencang, seperti anak kehilangan induknya. Ya, aku merasa kehilangan arah hidupku. Semua tidak seperti yang kuharapkan. Ansel memelukku dan berusaha menenangkanku tapi tangisku belum juga reda. Ansel segera membawaku pulang. Sesampainya di rumah, Helena menungguku dengan wajah yan

  • LOVE IN A LOST CITY   Cinta Claretta dan Ansel

    Aku masih penasaran, dengan paviliun itu. ‘Sebenarnya bayangan apa yang tadi kulihat?’ pikirku. Saat Helena sudah keluar, aku kembali membuka tirai di jendela. Kulihat Helena pergi menuju paviliun dengan mengendap-endap. Sungguh aneh, ia berjalan dengan mengendap-endap di rumahnya sendiri, tak mungkin ia bersembunyi dari seseorang. aku harus mengikuti Helena dan mencari tahu apa yang sedang Helena lakukan di luar sana. Aku membuka pintu kamar dengan hati-hati. Di dalam rumah, sudah sedikit gelap. Lampu di sekitar ruangan sudah padam, hanya beberapa lampu sudut yang dibiarkan menyala. Praang … aku mendengar suara benda jatuh dari arah dapur. Baru saja beberapa langkah menuju dapur, tiba-tiba terdengar suara mobil dari arah depan. Penasaran, kubuka tirai yang ada di ruang tamu, rupanya Ansel yang datang. Segera kuraih kenop pintu dan membukakan pintu untuk Ansel. “Ansel, kok balik lagi? Ada yang ket

  • LOVE IN A LOST CITY   Dimana Nathan?

    Seorang pemuda terkapar tak sadarkan diri di pinggiran pantai, seorang gadis berambut pendek sebahu, menghampiri pemuda itu. Ia memeriksa denyut nadi pemuda tersebut untuk memeriksa keadaannya. Setelah memastikan kondisinya baik-baik saja, gadis itu memapah pemuda itu menuju mobil untuk membawanya pulang. Pemuda tersebut akhirnya mulai tersadar dan mengerjapkan matanya beberapa kali, saat menyadari dirinya berada di tempat yang asing. “Kamu udah bangun?” tanya gadis yang sedang duduk di kursi sebelahnya. Nathan mengangguk pelan, “kamu siapa?aku ada dimana?” “Aku Helena, sepupunya Ansel. Kamu tadi pingsan di pinggir pantai, jadinya aku bawa kamu kesini deh,” jawab Helena. “Ansel?” Nathan seperti tidak asing dengan nama itu. “Ya, Ansel yang saat ini bersama Claretta. Aku tahu semua tentang Claretta, termasuk soal sahabatnya yang diam-diam menc

  • LOVE IN A LOST CITY   Bayangan di Paviliun

    ‘Kenapa jalan ini terasa asing bagiku?’ batinku. saat aku tiba di Pulau Laut. Kutepikan mobilku di dekat pantai, suasana disini terasa sepi. Terlebih lagi disini mulai senja, sejujurnya aku sedikit merasa takut berada di tempat ini seorang diri. Tapi aku tak punya tempat lagi untuk ku singgahi. Bodohnya aku berharap bisa menemui Ansel disini. Hanya dia satu-satunya yang orang yang membuatku merasa nyaman. Aku terduduk di tepi pantai, menertawakan nasibku sendiri. Aku merasa bodoh dan merasa dikhianati oleh orang-orang terdekatku. Tak terasa butiran-butiran kristal pun terjatuh dari sudut mataku. Kubenamkan kepala di antara tangan dan kakiku, melepaskan semua kesedihanyang menyesakkan dada. Setidaknya suara deburan ombak, menemaniku malam ini. Tiba-tiba sebuah tangan, membelai rambutku dengan lembut. Aku terkejut dan segera menoleh ke samping. Seorang pria bermata coklat tengah memandangku dengan tatapan matanya yang teduh.

  • LOVE IN A LOST CITY   Persahabatan Claretta dan Nathan

    Teeeeeet … bel sekolah sudah berbunyi, seluruh siswa sudah masuk ke kelas masing-masing untuk memulai jam pelajaran. Seorang guru perempuan bernama Bu Sovia, memasuki kelas XII IPA 2, Ketua kelas memberikan aba-aba pada siswa lainnya untuk memberikan salam pada sang guru. Usai menjawab salam dari semua siswa, pandangan guru tersebut menyisiri seisi ruangan. Pandangannya berhenti pada seorang siswa yang duduk di dekat jendela, tampaknya siswa tersebut masih asyik didunia mimpinya. Ia tidak terbangun, meskipun jam pelajaran sudah dimulai. Bu Sovia menghampiri siswa tersebut, dan mengambil buku dari salah satu siswa. Alih-alih menghukum siswa tersebut, guru tersebut justru mengipasi siswa itu. Semua siswa tertawa melihat tingkah laku siswa laki-laki tersebut. Tapi ia tak kunjung bangun juga. Bu sovia duduk di kursi sampingnya yang memang kosong dan menepuk pipinya dengan lembut. “Nathan, banguu

  • LOVE IN A LOST CITY   Hari yang Buruk

    “Retta, tadi kamu cari siapa? Laki-laki itu?” tanya Nathan meminta penjelasan Aku mengangguk pelan, Nathan terlihat menghela nafasnya dengan berat. Mungkin ia kecewa padaku karena masih saja teringat tentang Ansel. Tapi bagaimana lagi, semua hal tentang Saranjana termasuk Ansel, masing terbayang-bayang di ingatanku. Sampai saat ini, aku merasa bahwa itu semua nyata. Meskipun aku sedikit ragu dengan perasaanku pada Ansel, entah nyata atau tidak. “Retta, bukankah kamu janji padaku?” tanya Nathan, “Untuk melupakan semua hal tentang Saranjana termasuk laki-laki itu.” “Tapi bukan salahku Nath, kalau bayangan Ansel tiba-tiba muncul di hadapanku.” tukasku. “Kenapa sih kamu selalu mikirin laki-laki itu?” keluh Nathan. Aku memalingkan muka, memilih untuk tak menjawab pertanyaan Nathan. Nathan menatapku dengan sorot mata yang tajam. “Kamu ada perasaan sama dia?”

  • LOVE IN A LOST CITY   Gadis yang Sama

    “Kamu? Ngapain kamu ada disini?” tanya Ansel, Ia tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. Sedangkan sosok yang kini berada di depannya hanya menyeringai, tanpa sepatah katapun. “Ayolah Helena, kenapa kamu bisa ada disini?” Ansel masih penasaran dengan kedatangan sepupunya yang tiba-tiba saja datang di hadapannya. “Apa kamu terkejut dengan kedatanganku?” tanya Helena dengan senyum mengejek. “Tentu saja, kamu datang tiba-tiba lalu menculikku.” jawab Ansel. “Apa kamu kagum dengan kekuatanku? Hanya dengan satu gerakan, aku berhasil menculikmu,” cemooh Helena.

  • LOVE IN A LOST CITY   Keinginan yang Tertunda

    Sementara itu di kota Saranjana, Ansel merasa menyesal dengan keputusannya. Membiarkan Retta pergi kembali ke dunianya, membuat batinnya tersiksa sendiri. Waktu yang telah ia lewati bersama Retta, terasa begitu singkat. Hal yang paling ia sesali adalah bahwa ia telah menyakiti gadis yang dicintainya. ‘Aku harus meminta maaf pada Retta,’ kata Ansel dalam hati. Ia menyelinap keluar dari kamarnya, tak ingin langkahnya diketahui oleh ibunya. Jika Radhiti tahu, ia pasti akan melarang anaknya itu untuk berhubungan lagi dengan Retta. Ansel membuka pintu depan dengan perlahan dan berjalan dengan mengendap-endap. Namun ternyata Radhiti memergokinya dan mencurigainya. “Mau kemana kamu Ansel?” hardi Radhiti dengan sorot mata yang tajam. Keringat dingin membasahi pelipis Ansel, “Ansel mau ke rumah sakit Bu, sebentar lagi ada rapat internal.” Sesungguhnya pemuda itu tidak bera

  • LOVE IN A LOST CITY   Sosok yang Kukenal

    Dering di ponsel membuatku terbangun, kulihat jam sudah menunjukkan angka tujuh. Rupanya sejak semalam, aku tertidur. Kemarin memang hari yang melelahkan buatku. Kulihat nama Nathan sedang memanggil. “Halo, Nath...Ada apa sih pagi-pagi udah nelpon?” tanyaku malas. “Ya elah, bangun Non. Keburu rezeki dipatok ayam, jam segini baru bangun.” “Dipatok kamu tuh yang ada, jam segini udah nelpon” jawabku ketus “Beneran nih, mau dipatok sama aku?” Nathan menggodaku. Aku berdecak kesal, ‘Ini anak, kayaknya minta dipecat jadi sahabatku,’ aku mengomel dalam hati “Hari ini kita bimbingan lagi yuk! Judul skripsi kamu kan udah di acc, cuma keburu kamu menghilang aja jadinya mangkrak deh kayak pembangunan jalan provinsi,” ajak Nathan. Aku termenung, kejadian kemarin pasti telah membuat suasana geger di kampus. Seorang maha

DMCA.com Protection Status