Home / Fantasi / LOVE IN A LOST CITY / Sosok yang Kukenal

Share

Sosok yang Kukenal

Author: Ji-Na
last update Last Updated: 2021-09-04 12:12:09

Dering di ponsel membuatku terbangun, kulihat jam sudah menunjukkan angka tujuh. Rupanya sejak semalam, aku tertidur. Kemarin memang hari yang melelahkan buatku. Kulihat nama Nathan sedang memanggil.

“Halo, Nath...Ada  apa sih pagi-pagi udah nelpon?” tanyaku malas.

“Ya elah, bangun Non. Keburu rezeki dipatok ayam, jam segini baru bangun.”

“Dipatok kamu tuh yang ada, jam segini udah nelpon” jawabku ketus

“Beneran nih, mau dipatok sama aku?” Nathan menggodaku. 

Aku berdecak kesal, ‘Ini anak, kayaknya minta dipecat jadi sahabatku,’ aku mengomel dalam hati

“Hari ini kita bimbingan lagi yuk! Judul skripsi kamu kan udah di acc, cuma keburu kamu menghilang aja jadinya mangkrak deh kayak pembangunan jalan provinsi,” ajak Nathan.

Aku termenung, kejadian kemarin pasti telah membuat suasana geger  di kampus. Seorang mahasiswi menghilang selama tiga bulan tanpa kabar. Pasti kehadiranku di sana akan menjadi pusat perhatian. Belum lagi berbagai pertanyaan dari teman-teman dan dosen yang menanyakan keberadaanku selama tiga bulan kemarin.

“Nanti kalau orang-orang kampus nanyain kejadian kemaren gimana?” tanyaku ragu

“Udah gak usah dipikirin, yang penting kita kerjain skripsi dan cepat lulus. Kita udah janji kan mau wisuda bareng?”

Aku tersenyum, memang benar aku dan Nathan pernah berjanji untuk lulus kuliah bersama. Ternyata Nathan masih mengingat itu, dia memang sahabat terbaikku. He’s my support system

“Nanti aku jemput jam delapan ya!”

“Ok, siap boss!”

Kututup telepon dan bergegas mandi, badan terasa lengket oleh keringat. Aku baru ingat, ternyata aku  belum mandi sejak kemarin. Menangis sepanjang hari membuatku lelah hingga tertidur.

Kunyalakan air dari shower  dan membasahi tubuh ini, terasa segar sekali.  Selepas mandi, aku bersiap pergi ke kampus, tak lupa kubawa draf skripsi yang akan kuajukan. Dosen pembimbing ku memang lebih suka bimbingan secara langsung, alasannya agar lebih detail dalam koreksi skripsi.

Perlahan,kubuka pintu kamar. Suasana di luar sudah sepi, sepertinya Ayah sudah berangkat kerja. ‘Lebih baik kutunggu Nathan di depan saja’ pikirku. Baru saja aku, melangkahkan kaki ke depan, Tante Sari memanggilku.

“Retta, mau ke kampus ya? Sarapan dulu yuk, Tante udah siapin sarapan di meja,” ajak Tante Sari.

Belum juga kujawab pertanyaan Tante Sari, sebuah suara membuatku tersentak. Entah sejak kapan datangnya, tiba-tiba Nathan datang dan seenaknya menyela pembicaraanku.

“Aku mau Tan, laper banget. Tante tahu aja deh aku belum sarapan,” ucapnya dengan wajah tanpa dosa.

Tante Sari tersenyum melihat tingkah Nathan, “Ayo Ta, ajak Nathan sarapan bareng!”

Nathan menarik tanganku ke ruang makan, aku heran sebenarnya tuan rumah disini siapa. Nathan lebih enjoy berada disini dibanding aku yang tuan rumahnya.

Tante Sari menyiapkan empat potong roti sandwich dan dua gelas susu untukku dan Nathan.

“Kalian makan aja ya, Tante udah makan bareng Ayah Retta tadi.” 

“Makasih ya Tan, jadi enak.” ucap pemuda tengil itu sambil menyeruput segelas susu.

 Aku menoyor kepala Nathan hingga tak sengaja membuat ia tersedak. Aku panik dan menepuk leher bawah Nathan dengan kencang.

“Uhuk … uhuk .... tega banget sih Ta bikin keselek. Perasaan Tante Sari ikhlas ngasih aku makan. Lah, malah kamu yang ga ikhlas,” protes Nathan.

“Maaf deh, abis kamu nyebelin banget sih. Buruan abisin makanannya, kita ke kampus!”

Nathan segera menghabiskan sarapannya dengan lahap sambil mengoceh memaksaku menghabiskan makananku juga.

“Yuk kita berangkat, tadi mobil diparkir di depan pagar biar ga repot keluarnya.” Nathan menggandeng tanganku dan berpamitan pada Tante Sari yang berada di teras sedang berjemur dengan bayinya.

“Tante, Nathan berangkat dulu ya,” sambil mencium tangan Tante Sari sedangkan aku hanya diam. Tapi Nathan lantas menarik tanganku dan menyuruhku untuk mencium tangan Tante Sari juga. Mulutku mengerucut kesal, Nathan masih bergeming menungguku melakukan perintahnya.

Terpaksa aku lakukan perintahnya, mencium tangan Tante Sari. Suasana canggung terjadi diantara kami berdua. Sedangkan sahabatku yang menyebalkan itu hanya tersenyum melihatku. Sepertinya dia ingin berlagak baik, untuk mendekatkanku dengan Tante Sari. Tapi takkan semudah itu.

Kini giliranku … dengan senyum menyeringai kutarik ransel Nathan hingga ia berjalan sambil terseret.  ‘Rasakan pembalasanku,’ ucapku dalam hati. Aku tak melepaskannya meskipun ia terus mengomel.

Sesampainya di kampus, sesuai dengan dugaanku. Semua perhatian tertuju kepadaku, mungkin mereka takjub melihat orang yang sudah hilang berbulan-bulan bisa kembali lagi. Tak cukup hanya itu, semua orang yang kukenal di kampus menanyakan kabarku. Aku hanya tersenyum dan Nathan lah yang mengorbankan diri untuk menjadi juru bicara dan menjawab pertanyaan mereka, tentu saja dengan jawaban kocaknya.

“Kamu darimana aja Retta? Ibu nungguin kamu udah lama. tanya dosen pembimbing ku saat kami berpapasan di ruangannya.

“Retta jenuh katanya Bu, abis KKN. Eh, dia malah liburan ke Bali. Sekarang dia baru sadar, gak bisa jauh dari saya aja Bu, makanya dia balik lagi kesini.” jawab Nathan percaya diri.

Dosenku terkekeh mendengarnya, “Hadeh, ya udah beres wisuda langsung bawa aja Retta ke KUA!”

“Siap, Bu.” balas Nathan dengan posisi tangan hormat.

Dosen pembimbingku masuk ke ruangannya, aku lekas masuk untuk bimbingan. Sedangkan Nathan masuk ke ruangan sebelah, karena dosen pembimbing kami berbeda. Usai bimbingan skripsi, aku mencari Nathan dan melihat ke ruangan sebelah. Sepertinya Nathan belum selesai bimbingan. Aku memutuskan keluar dan menunggunya di taman sebelah perpustakaan.

Aku duduk di kursi taman, tak lupa mengirim pesan pada Nathan agar ia tak kebingungan mencariku. Tiba-tiba ada sebuah pesan masuk dari nomor yang kemarin.

“Gimana bimbingannya? lancar?” 

‘Kok, dia tahu aku abis bimbingan? Apa ini Nathan? Tapi kan dia masih bimbingan,’ pikirku. Aku mengedarkan pandanganku ke sekitar tapi tak ada orang yang mencurigakan. Sampai aku melihat satu sosok yang sepertinya ku kenal, namun ia beranjak dari tempatnya dan menghindariku.

Aku segera mengejarnya hingga parkiran kampus, tapi tak juga menemukannya. Kupanggil namanya berkali-kali, tapi ia tak kunjung menampakkan dirinya. Beberapa orang melihatku dengan tatapan aneh. Aku memutuskan kembali ke taman, khawatir Nathan mencariku. Dari jauh kudengar Nathan sedang bicara dengan temanku.

“Tuh tadi aku liat Retta lari-lari gak tau ngejar apaan? Manggil-manggil orang gak jelas kayak gila.” Firly mencibirku.

“Kamu yang gila, kalau Retta cari orang dan gak nemuin orangnya, jelaslah dia panggil namanya. Mungkin Retta lagi cariin aku,” Nathan masih menjawabnya dengan santai.

“Gak kok, dia gak manggil nama kamu. Kayaknya dia aneh deh sejak menghilang kemaren.” Firly masih belum puas mengejekku.

“Kamu jangan ngomong kayak gitu ya! ngatain orang seenaknya,” seru Nathan tak terima. Rahangnya yang lancip mengatup dan menegang, menahan emosi. Untung saja Firly itu perempuan, kalau laki-laki mungkin sudah Nathan hajar.

Meskipun Nathan membelaku, tetap saja aku merasa sakit hati mendengar perkataan Firly. Aku pun pergi dari tempat itu, tak ingin mendengar perkataan menyakitkan lainnya. Nathan yang melihatku, segera berlari dan menghampiriku.

“Retta, tadi kamu cari siapa? Laki-laki itu?” tanya Nathan menatapku tajam dan meminta penjelasan.

Ji-Na

Salam kenal dari author, support aku terus ya! jangan lupa bintang dan gem nya, biar novelnya semakin bersinar. ^_^

| Like

Related chapters

  • LOVE IN A LOST CITY   Keinginan yang Tertunda

    Sementara itu di kota Saranjana, Ansel merasa menyesal dengan keputusannya. Membiarkan Retta pergi kembali ke dunianya, membuat batinnya tersiksa sendiri. Waktu yang telah ia lewati bersama Retta, terasa begitu singkat. Hal yang paling ia sesali adalah bahwa ia telah menyakiti gadis yang dicintainya. ‘Aku harus meminta maaf pada Retta,’ kata Ansel dalam hati. Ia menyelinap keluar dari kamarnya, tak ingin langkahnya diketahui oleh ibunya. Jika Radhiti tahu, ia pasti akan melarang anaknya itu untuk berhubungan lagi dengan Retta. Ansel membuka pintu depan dengan perlahan dan berjalan dengan mengendap-endap. Namun ternyata Radhiti memergokinya dan mencurigainya. “Mau kemana kamu Ansel?” hardi Radhiti dengan sorot mata yang tajam. Keringat dingin membasahi pelipis Ansel, “Ansel mau ke rumah sakit Bu, sebentar lagi ada rapat internal.” Sesungguhnya pemuda itu tidak bera

    Last Updated : 2021-09-07
  • LOVE IN A LOST CITY   Gadis yang Sama

    “Kamu? Ngapain kamu ada disini?” tanya Ansel, Ia tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. Sedangkan sosok yang kini berada di depannya hanya menyeringai, tanpa sepatah katapun. “Ayolah Helena, kenapa kamu bisa ada disini?” Ansel masih penasaran dengan kedatangan sepupunya yang tiba-tiba saja datang di hadapannya. “Apa kamu terkejut dengan kedatanganku?” tanya Helena dengan senyum mengejek. “Tentu saja, kamu datang tiba-tiba lalu menculikku.” jawab Ansel. “Apa kamu kagum dengan kekuatanku? Hanya dengan satu gerakan, aku berhasil menculikmu,” cemooh Helena.

    Last Updated : 2021-09-11
  • LOVE IN A LOST CITY   Hari yang Buruk

    “Retta, tadi kamu cari siapa? Laki-laki itu?” tanya Nathan meminta penjelasan Aku mengangguk pelan, Nathan terlihat menghela nafasnya dengan berat. Mungkin ia kecewa padaku karena masih saja teringat tentang Ansel. Tapi bagaimana lagi, semua hal tentang Saranjana termasuk Ansel, masing terbayang-bayang di ingatanku. Sampai saat ini, aku merasa bahwa itu semua nyata. Meskipun aku sedikit ragu dengan perasaanku pada Ansel, entah nyata atau tidak. “Retta, bukankah kamu janji padaku?” tanya Nathan, “Untuk melupakan semua hal tentang Saranjana termasuk laki-laki itu.” “Tapi bukan salahku Nath, kalau bayangan Ansel tiba-tiba muncul di hadapanku.” tukasku. “Kenapa sih kamu selalu mikirin laki-laki itu?” keluh Nathan. Aku memalingkan muka, memilih untuk tak menjawab pertanyaan Nathan. Nathan menatapku dengan sorot mata yang tajam. “Kamu ada perasaan sama dia?”

    Last Updated : 2021-09-15
  • LOVE IN A LOST CITY   Persahabatan Claretta dan Nathan

    Teeeeeet … bel sekolah sudah berbunyi, seluruh siswa sudah masuk ke kelas masing-masing untuk memulai jam pelajaran. Seorang guru perempuan bernama Bu Sovia, memasuki kelas XII IPA 2, Ketua kelas memberikan aba-aba pada siswa lainnya untuk memberikan salam pada sang guru. Usai menjawab salam dari semua siswa, pandangan guru tersebut menyisiri seisi ruangan. Pandangannya berhenti pada seorang siswa yang duduk di dekat jendela, tampaknya siswa tersebut masih asyik didunia mimpinya. Ia tidak terbangun, meskipun jam pelajaran sudah dimulai. Bu Sovia menghampiri siswa tersebut, dan mengambil buku dari salah satu siswa. Alih-alih menghukum siswa tersebut, guru tersebut justru mengipasi siswa itu. Semua siswa tertawa melihat tingkah laku siswa laki-laki tersebut. Tapi ia tak kunjung bangun juga. Bu sovia duduk di kursi sampingnya yang memang kosong dan menepuk pipinya dengan lembut. “Nathan, banguu

    Last Updated : 2021-09-18
  • LOVE IN A LOST CITY   Bayangan di Paviliun

    ‘Kenapa jalan ini terasa asing bagiku?’ batinku. saat aku tiba di Pulau Laut. Kutepikan mobilku di dekat pantai, suasana disini terasa sepi. Terlebih lagi disini mulai senja, sejujurnya aku sedikit merasa takut berada di tempat ini seorang diri. Tapi aku tak punya tempat lagi untuk ku singgahi. Bodohnya aku berharap bisa menemui Ansel disini. Hanya dia satu-satunya yang orang yang membuatku merasa nyaman. Aku terduduk di tepi pantai, menertawakan nasibku sendiri. Aku merasa bodoh dan merasa dikhianati oleh orang-orang terdekatku. Tak terasa butiran-butiran kristal pun terjatuh dari sudut mataku. Kubenamkan kepala di antara tangan dan kakiku, melepaskan semua kesedihanyang menyesakkan dada. Setidaknya suara deburan ombak, menemaniku malam ini. Tiba-tiba sebuah tangan, membelai rambutku dengan lembut. Aku terkejut dan segera menoleh ke samping. Seorang pria bermata coklat tengah memandangku dengan tatapan matanya yang teduh.

    Last Updated : 2021-09-24
  • LOVE IN A LOST CITY   Dimana Nathan?

    Seorang pemuda terkapar tak sadarkan diri di pinggiran pantai, seorang gadis berambut pendek sebahu, menghampiri pemuda itu. Ia memeriksa denyut nadi pemuda tersebut untuk memeriksa keadaannya. Setelah memastikan kondisinya baik-baik saja, gadis itu memapah pemuda itu menuju mobil untuk membawanya pulang. Pemuda tersebut akhirnya mulai tersadar dan mengerjapkan matanya beberapa kali, saat menyadari dirinya berada di tempat yang asing. “Kamu udah bangun?” tanya gadis yang sedang duduk di kursi sebelahnya. Nathan mengangguk pelan, “kamu siapa?aku ada dimana?” “Aku Helena, sepupunya Ansel. Kamu tadi pingsan di pinggir pantai, jadinya aku bawa kamu kesini deh,” jawab Helena. “Ansel?” Nathan seperti tidak asing dengan nama itu. “Ya, Ansel yang saat ini bersama Claretta. Aku tahu semua tentang Claretta, termasuk soal sahabatnya yang diam-diam menc

    Last Updated : 2021-09-27
  • LOVE IN A LOST CITY   Cinta Claretta dan Ansel

    Aku masih penasaran, dengan paviliun itu. ‘Sebenarnya bayangan apa yang tadi kulihat?’ pikirku. Saat Helena sudah keluar, aku kembali membuka tirai di jendela. Kulihat Helena pergi menuju paviliun dengan mengendap-endap. Sungguh aneh, ia berjalan dengan mengendap-endap di rumahnya sendiri, tak mungkin ia bersembunyi dari seseorang. aku harus mengikuti Helena dan mencari tahu apa yang sedang Helena lakukan di luar sana. Aku membuka pintu kamar dengan hati-hati. Di dalam rumah, sudah sedikit gelap. Lampu di sekitar ruangan sudah padam, hanya beberapa lampu sudut yang dibiarkan menyala. Praang … aku mendengar suara benda jatuh dari arah dapur. Baru saja beberapa langkah menuju dapur, tiba-tiba terdengar suara mobil dari arah depan. Penasaran, kubuka tirai yang ada di ruang tamu, rupanya Ansel yang datang. Segera kuraih kenop pintu dan membukakan pintu untuk Ansel. “Ansel, kok balik lagi? Ada yang ket

    Last Updated : 2021-10-06
  • LOVE IN A LOST CITY   Elvira?

    “Claretta … ,” panggil Ansel, membuatku tersadar dari lamunanku. Tubuhku masih kaku, tak percaya dengan kenyataan yang terjadi di hadapanku. Ansel masih saja berusaha mendekatiku, Namun kali ini aku merasa takut berada di dekatnya. Aku menghindarinya dengan mundur beberapa langkah, tanpa sadar aku sudah berada di tepi bukit ini. Hampir saja aku hilang keseimbangan, beruntungnya Ansel segera meraih tanganku. Ansel memang berhasil menyelamatkanku, tapi aku masih syok dengan kejadian barusan. Jika Ansel terlambat beberapa detik saja menyelamatkanku mungkin aku sudah jatuh ke jurang. Tubuhku bergetar, menahan sesak di dada. Aku menangis kencang, seperti anak kehilangan induknya. Ya, aku merasa kehilangan arah hidupku. Semua tidak seperti yang kuharapkan. Ansel memelukku dan berusaha menenangkanku tapi tangisku belum juga reda. Ansel segera membawaku pulang. Sesampainya di rumah, Helena menungguku dengan wajah yan

    Last Updated : 2021-10-18

Latest chapter

  • LOVE IN A LOST CITY   Elvira?

    “Claretta … ,” panggil Ansel, membuatku tersadar dari lamunanku. Tubuhku masih kaku, tak percaya dengan kenyataan yang terjadi di hadapanku. Ansel masih saja berusaha mendekatiku, Namun kali ini aku merasa takut berada di dekatnya. Aku menghindarinya dengan mundur beberapa langkah, tanpa sadar aku sudah berada di tepi bukit ini. Hampir saja aku hilang keseimbangan, beruntungnya Ansel segera meraih tanganku. Ansel memang berhasil menyelamatkanku, tapi aku masih syok dengan kejadian barusan. Jika Ansel terlambat beberapa detik saja menyelamatkanku mungkin aku sudah jatuh ke jurang. Tubuhku bergetar, menahan sesak di dada. Aku menangis kencang, seperti anak kehilangan induknya. Ya, aku merasa kehilangan arah hidupku. Semua tidak seperti yang kuharapkan. Ansel memelukku dan berusaha menenangkanku tapi tangisku belum juga reda. Ansel segera membawaku pulang. Sesampainya di rumah, Helena menungguku dengan wajah yan

  • LOVE IN A LOST CITY   Cinta Claretta dan Ansel

    Aku masih penasaran, dengan paviliun itu. ‘Sebenarnya bayangan apa yang tadi kulihat?’ pikirku. Saat Helena sudah keluar, aku kembali membuka tirai di jendela. Kulihat Helena pergi menuju paviliun dengan mengendap-endap. Sungguh aneh, ia berjalan dengan mengendap-endap di rumahnya sendiri, tak mungkin ia bersembunyi dari seseorang. aku harus mengikuti Helena dan mencari tahu apa yang sedang Helena lakukan di luar sana. Aku membuka pintu kamar dengan hati-hati. Di dalam rumah, sudah sedikit gelap. Lampu di sekitar ruangan sudah padam, hanya beberapa lampu sudut yang dibiarkan menyala. Praang … aku mendengar suara benda jatuh dari arah dapur. Baru saja beberapa langkah menuju dapur, tiba-tiba terdengar suara mobil dari arah depan. Penasaran, kubuka tirai yang ada di ruang tamu, rupanya Ansel yang datang. Segera kuraih kenop pintu dan membukakan pintu untuk Ansel. “Ansel, kok balik lagi? Ada yang ket

  • LOVE IN A LOST CITY   Dimana Nathan?

    Seorang pemuda terkapar tak sadarkan diri di pinggiran pantai, seorang gadis berambut pendek sebahu, menghampiri pemuda itu. Ia memeriksa denyut nadi pemuda tersebut untuk memeriksa keadaannya. Setelah memastikan kondisinya baik-baik saja, gadis itu memapah pemuda itu menuju mobil untuk membawanya pulang. Pemuda tersebut akhirnya mulai tersadar dan mengerjapkan matanya beberapa kali, saat menyadari dirinya berada di tempat yang asing. “Kamu udah bangun?” tanya gadis yang sedang duduk di kursi sebelahnya. Nathan mengangguk pelan, “kamu siapa?aku ada dimana?” “Aku Helena, sepupunya Ansel. Kamu tadi pingsan di pinggir pantai, jadinya aku bawa kamu kesini deh,” jawab Helena. “Ansel?” Nathan seperti tidak asing dengan nama itu. “Ya, Ansel yang saat ini bersama Claretta. Aku tahu semua tentang Claretta, termasuk soal sahabatnya yang diam-diam menc

  • LOVE IN A LOST CITY   Bayangan di Paviliun

    ‘Kenapa jalan ini terasa asing bagiku?’ batinku. saat aku tiba di Pulau Laut. Kutepikan mobilku di dekat pantai, suasana disini terasa sepi. Terlebih lagi disini mulai senja, sejujurnya aku sedikit merasa takut berada di tempat ini seorang diri. Tapi aku tak punya tempat lagi untuk ku singgahi. Bodohnya aku berharap bisa menemui Ansel disini. Hanya dia satu-satunya yang orang yang membuatku merasa nyaman. Aku terduduk di tepi pantai, menertawakan nasibku sendiri. Aku merasa bodoh dan merasa dikhianati oleh orang-orang terdekatku. Tak terasa butiran-butiran kristal pun terjatuh dari sudut mataku. Kubenamkan kepala di antara tangan dan kakiku, melepaskan semua kesedihanyang menyesakkan dada. Setidaknya suara deburan ombak, menemaniku malam ini. Tiba-tiba sebuah tangan, membelai rambutku dengan lembut. Aku terkejut dan segera menoleh ke samping. Seorang pria bermata coklat tengah memandangku dengan tatapan matanya yang teduh.

  • LOVE IN A LOST CITY   Persahabatan Claretta dan Nathan

    Teeeeeet … bel sekolah sudah berbunyi, seluruh siswa sudah masuk ke kelas masing-masing untuk memulai jam pelajaran. Seorang guru perempuan bernama Bu Sovia, memasuki kelas XII IPA 2, Ketua kelas memberikan aba-aba pada siswa lainnya untuk memberikan salam pada sang guru. Usai menjawab salam dari semua siswa, pandangan guru tersebut menyisiri seisi ruangan. Pandangannya berhenti pada seorang siswa yang duduk di dekat jendela, tampaknya siswa tersebut masih asyik didunia mimpinya. Ia tidak terbangun, meskipun jam pelajaran sudah dimulai. Bu Sovia menghampiri siswa tersebut, dan mengambil buku dari salah satu siswa. Alih-alih menghukum siswa tersebut, guru tersebut justru mengipasi siswa itu. Semua siswa tertawa melihat tingkah laku siswa laki-laki tersebut. Tapi ia tak kunjung bangun juga. Bu sovia duduk di kursi sampingnya yang memang kosong dan menepuk pipinya dengan lembut. “Nathan, banguu

  • LOVE IN A LOST CITY   Hari yang Buruk

    “Retta, tadi kamu cari siapa? Laki-laki itu?” tanya Nathan meminta penjelasan Aku mengangguk pelan, Nathan terlihat menghela nafasnya dengan berat. Mungkin ia kecewa padaku karena masih saja teringat tentang Ansel. Tapi bagaimana lagi, semua hal tentang Saranjana termasuk Ansel, masing terbayang-bayang di ingatanku. Sampai saat ini, aku merasa bahwa itu semua nyata. Meskipun aku sedikit ragu dengan perasaanku pada Ansel, entah nyata atau tidak. “Retta, bukankah kamu janji padaku?” tanya Nathan, “Untuk melupakan semua hal tentang Saranjana termasuk laki-laki itu.” “Tapi bukan salahku Nath, kalau bayangan Ansel tiba-tiba muncul di hadapanku.” tukasku. “Kenapa sih kamu selalu mikirin laki-laki itu?” keluh Nathan. Aku memalingkan muka, memilih untuk tak menjawab pertanyaan Nathan. Nathan menatapku dengan sorot mata yang tajam. “Kamu ada perasaan sama dia?”

  • LOVE IN A LOST CITY   Gadis yang Sama

    “Kamu? Ngapain kamu ada disini?” tanya Ansel, Ia tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. Sedangkan sosok yang kini berada di depannya hanya menyeringai, tanpa sepatah katapun. “Ayolah Helena, kenapa kamu bisa ada disini?” Ansel masih penasaran dengan kedatangan sepupunya yang tiba-tiba saja datang di hadapannya. “Apa kamu terkejut dengan kedatanganku?” tanya Helena dengan senyum mengejek. “Tentu saja, kamu datang tiba-tiba lalu menculikku.” jawab Ansel. “Apa kamu kagum dengan kekuatanku? Hanya dengan satu gerakan, aku berhasil menculikmu,” cemooh Helena.

  • LOVE IN A LOST CITY   Keinginan yang Tertunda

    Sementara itu di kota Saranjana, Ansel merasa menyesal dengan keputusannya. Membiarkan Retta pergi kembali ke dunianya, membuat batinnya tersiksa sendiri. Waktu yang telah ia lewati bersama Retta, terasa begitu singkat. Hal yang paling ia sesali adalah bahwa ia telah menyakiti gadis yang dicintainya. ‘Aku harus meminta maaf pada Retta,’ kata Ansel dalam hati. Ia menyelinap keluar dari kamarnya, tak ingin langkahnya diketahui oleh ibunya. Jika Radhiti tahu, ia pasti akan melarang anaknya itu untuk berhubungan lagi dengan Retta. Ansel membuka pintu depan dengan perlahan dan berjalan dengan mengendap-endap. Namun ternyata Radhiti memergokinya dan mencurigainya. “Mau kemana kamu Ansel?” hardi Radhiti dengan sorot mata yang tajam. Keringat dingin membasahi pelipis Ansel, “Ansel mau ke rumah sakit Bu, sebentar lagi ada rapat internal.” Sesungguhnya pemuda itu tidak bera

  • LOVE IN A LOST CITY   Sosok yang Kukenal

    Dering di ponsel membuatku terbangun, kulihat jam sudah menunjukkan angka tujuh. Rupanya sejak semalam, aku tertidur. Kemarin memang hari yang melelahkan buatku. Kulihat nama Nathan sedang memanggil. “Halo, Nath...Ada apa sih pagi-pagi udah nelpon?” tanyaku malas. “Ya elah, bangun Non. Keburu rezeki dipatok ayam, jam segini baru bangun.” “Dipatok kamu tuh yang ada, jam segini udah nelpon” jawabku ketus “Beneran nih, mau dipatok sama aku?” Nathan menggodaku. Aku berdecak kesal, ‘Ini anak, kayaknya minta dipecat jadi sahabatku,’ aku mengomel dalam hati “Hari ini kita bimbingan lagi yuk! Judul skripsi kamu kan udah di acc, cuma keburu kamu menghilang aja jadinya mangkrak deh kayak pembangunan jalan provinsi,” ajak Nathan. Aku termenung, kejadian kemarin pasti telah membuat suasana geger di kampus. Seorang maha

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status