Drrrtt drrrtt
Suara getar ponsel di saku jas kerja Agam, menghentikan langkah si empunya yang baru masuk ke dalam klinik, hendak menuju ke arah meja pendaftaran.
"Siapa?" tanya Inez.
"Mama, sebentar ya," jawab Agam, segera menggeser layar ponselnya menerima panggilan telepon dari Mamanya.
"Halo Ma,"
"Dimana Gam? kenapa jam tiga belum juga pulang?" suara Mama Ratih, mengerutkan kening Agam, beradu pandang dengan Inez yang terdiam.
"Kan memang belum waktunya pulang Ma?"
"Anak ini ya! kamu lupa ya nanti mau ada acara apa?"
"Ingat Ma,"
"Terus kenapa nggak pulang lebih awal? banyak persiapan yang harus kamu lakukan Gam"
"Persiapan apa sih Ma...," keluh Agam, menghela nafasnya panjang.
"Aku juga sudah beli ci
"Satu minggu setelah wisuda Inez, kita bisa melakukan acara lamaran kalian," kata Papa Raimon, tak ingin berbasa basi.Mengalihkan pandangan Agam, saling beradu pandang dengan Mamanya yang mengangguk samar."Baik Om,""Semua persiapan sudah siap, hotel, catering dan lainnya juga sudah beres. Hanya tinggal mengganti nama calon pengantin laki-lakinya saja, dan itu nanti biar Om yang mengurusnya,""Sudah mengetahui masalah batalnya pertunangan Andre dan juga Inez kan?""Sudah,""Jadi nggak ada masalah. Kamu hanya perlu bersiap untuk menjadi pasangan dan calon suami yang baik untuk Inez,"Dan tak membuat Agam bersuara, lagi lagi menganggukkan kepalanya mantap menyetujui.Kembali mengingat kalimat kekasihnya, saat menceritakan perihal persiapan pertunangan yang telah selesai 100% namun harus di batalkan.Hingga bisa membuatnya mengerti, mengenai keinginan calon Papa mertua
"Halo Yang, Yang!" suara Agam, tak lagi mendengar suara Inez dari dalam ponselnya yang telah dimatikan sepihak.Hanya bisa menghela nafasnya kasar, seraya menurunkan ponselnya dari telinga mendengus sesal.Sedang duduk di kursi penumpang belakang taksi, mencoba untuk menghubungi kembali kekasihnya namun tak bisa."Kenapa? Inez marah ya Kak?" suara Aura, mengalihkan pandangan Agam, hanya terdiam tak ingin menjawab.FlashbackDi kediaman rumah Agam di pagi hari tepat di pukul enam pagi, terlihat Agam, sudah begitu rapi dengan kemeja kerja yang di pakainya, menuruni anak tangga mencari keberadaan Mamanya.Hendak mengayunkan langkahnya menuju kamar mamanya, sebelum berhenti, mendengar suara tawa di dapur mengalihkan pandangannya."Kamu ini ya Ra, haha kok bisa seperti itu," tawa Mama Ratih, sedang menyeduh dua gelas teh hanga
CklekPintu mobil terbuka, bersamaan dengan Agam yang masuk ke dalam mobil mengulurkan sekantong plastik kecil ke depan Aura."Air putih,""Terimakasih," jawab Aura mengambil alih.Namun tak lagi membuat Agam bersuara, hanya membisu, menyalakan kembali mesin mobilnya hendak menuju ke alamat Aura, untuk mengambil barang yang ketinggalan."Kak," panggil Aura, sesaat setelah mobil berjalan mengalihkan pandangan Agam.Masih dingin, sama sekali tak ada sorot kehangatan membuatnya takut untuk berbicara."Anu, tadi ada telepon dari Inez," lanjut Aura, menyentakkan hati Agam, segera menepikan mobilnya, hendak meraih ponselnya yang bertengger tenang di dalam rak.Untuk di gesernya, sebelum membulatkan matanya, melihat panggilan masuk dari nomor kekasihnya, bukan panggilan tak terjawab seperti perkiraa
Waktu berganti dengan begitu cepatnya, membuat Inez semakin tak sabar menunggu hari H acara lamarannya yang kurang beberapa hari lagi.Tepatnya tiga hari, setelah dua hari kebelakang dia habiskan waktunya bersama dengan Mama Ratih dan juga Andien. Untuk mencari barang seserahan yang akan di berikan Agam untuk dirinya.Menikmati waktu bersama dengan calon mertua dan juga calon adik iparnya tanpa Agam yang menemani. Karena calon suaminya itu, harus mengurus dan menyelesaikan masalah proyek yang ada di Surabaya.Berbeda dengan hari ini, tak ada lagi acara belanja karena semuanya sudah di beli dengan lengkap, lebih memilih untuk menghabiskan waktunya di rumah Agam.Sedang belajar membuat kue kesukaan calon suaminya, bersama dengan Mama Ratih sebagai mentornya, membuatnya sedikit bingung menerima penjelasan."Nanti, kalau kamu buat nastar sendiri di rumah, jangan lupa Nez, tepungnya h
"Wah ... sepertinya aku kenal sama bau parfum ini," goda Agam, baru memasuki pintu mobilnya selepas acara, mengenduskan hidungnya ke arah Inez yang tersenyum."Harum ya?" sahut Inez.Sama sekali tak bisa menyembunyikan gurat kebahagiaannya, menganggukkan kepala Agam ."Banget,""Hahaha," tawa Inez mencebikkan bibirnya.Lebih memilih untuk pulang bersama Agam, daripada pulang bersama dengan orang tua maupun kakaknya, Abian.Yang sudah di perjalanan, mengantarkan calon kakak iparnya pulang, baru saja memastikan kepulangan Andien dan juga Mama Ratih, bersama dengan anggota keluarga yang lainnya."Suka nggak sama parfumnya? tanya Agam, sudah menjalankan mobilnya perlahan, semakin menjauhi loby keluar dari hotel."Suka, terimakasih ya atas kado wisudanya,"Menciptakan seulas senyum di bibir Agam, kembali fokus dengan pandangannya lurus ke depan."Mengenai pern
"Kenapa aku nggak boleh menikah cepat?" tanya Inez akhirnya, dengan degup jantungnya yang tak karuan.Bersitatap dengan Papanya yang masih diam, meletakkan piring nasi di atas meja menegakkan duduk menatapnya dingin."Mama juga pernah bilang bukan? sewaktu Tante Ratih datang ke rumah dan menanyakan mengenai pernikahan?" lanjut Inez.Menatap lekat papanya yang membisu, tak ingin terintimidasi dengan sorot mata dingin dan juga tajam Papanya yang tak kan pernah berubah."Untuk masalah pernikahan tergantung dari Inez nya Bu, kami selaku orang tua mengikuti saja. Begitu jawaban Mama,""Tapi kenapa Papa nggak sependapat dengan Mama? dan menolak, saat aku bilang ingin menikah enam bulan lagi?""Setidaknya hasilkan uang dulu, rasakan kerasnya dunia kerja, baru kamu boleh menikah sama Agam,"Masih menatap lekat putrinya mencoba untuk menjelaskan.
"Masuk Nez, hujan, tunggu saja di dalam." Suara Abian, menghampiri adiknya yang sedang gelisah.Berdiri menunggu kedatangan Agam di teras rumah, mengacuhkan hawa dingin dari derasnya hujan yang sedang mengguyur."Sebentar lagi Kak,"Sebelum mengalihkan pandangannya, mendengar suara klakson mobil di luar pagar rumahnya yang menutup mengulaskan senyumnya."Kenapa di luar semua?" tanya Agam, sudah berdiri di depan Inez dan juga Abian meletakkan payungnya di atas lantai."Nungguin kamu, khawatir katanya," sahut Abian.Mencebikkan bibir Ines, menciptakan seulas senyum di bibir Agam."Harusnya kamu nggak maksain kesini sekarang Gam, besok juga bisa," lanjut Abian."Aku sedang penilaian Bi, jangan sampai nilaiku di kurangi, hanya karena hujan aku menunda kesini," kekeh Agam,Kompak bersama Abian yang ter
Waktu beranjak siang, bertemankan sinar mentari yang semakin terik menyengat kulit tepat di pukul 01:00.Terlihat mobil sedan hitam Agam, melesat dengan kecepatan sedang, menembus jalanan yang begitu lenggang baru keluar dari butik tempat mereka berdua fitting baju pengantin.Masih belum mengetahui kemana arah dan tujuan, karena jawaban terserah dari keduanya lebih memutuskan untuk mengikuti kemana arah mobil mereka akan berjalan."Kita makan dulu saja Yang," tawar Agam, menganggukkan kepala Inez yang sedang duduk di sampingnya menyetujui."Ada restoran seafood yang baru buka, katanya Andien enak,""Dimana?""Di dekat kampus,"Membulatkan mata Agam, "Kampus kamu?""Iya," jawab Inez mengangguk mantap."Sekalian ke luar kota gimana?"Mengingat posisinya sekarang, lumayan jauh da