Cklek
Pintu mobil terbuka, bersamaan dengan Agam yang masuk ke dalam mobil mengulurkan sekantong plastik kecil ke depan Aura.
"Air putih,"
"Terimakasih," jawab Aura mengambil alih.
Namun tak lagi membuat Agam bersuara, hanya membisu, menyalakan kembali mesin mobilnya hendak menuju ke alamat Aura, untuk mengambil barang yang ketinggalan.
"Kak," panggil Aura, sesaat setelah mobil berjalan mengalihkan pandangan Agam.
Masih dingin, sama sekali tak ada sorot kehangatan membuatnya takut untuk berbicara.
"Anu, tadi ada telepon dari Inez," lanjut Aura, menyentakkan hati Agam, segera menepikan mobilnya, hendak meraih ponselnya yang bertengger tenang di dalam rak.
Untuk di gesernya, sebelum membulatkan matanya, melihat panggilan masuk dari nomor kekasihnya, bukan panggilan tak terjawab seperti perkiraa
Waktu berganti dengan begitu cepatnya, membuat Inez semakin tak sabar menunggu hari H acara lamarannya yang kurang beberapa hari lagi.Tepatnya tiga hari, setelah dua hari kebelakang dia habiskan waktunya bersama dengan Mama Ratih dan juga Andien. Untuk mencari barang seserahan yang akan di berikan Agam untuk dirinya.Menikmati waktu bersama dengan calon mertua dan juga calon adik iparnya tanpa Agam yang menemani. Karena calon suaminya itu, harus mengurus dan menyelesaikan masalah proyek yang ada di Surabaya.Berbeda dengan hari ini, tak ada lagi acara belanja karena semuanya sudah di beli dengan lengkap, lebih memilih untuk menghabiskan waktunya di rumah Agam.Sedang belajar membuat kue kesukaan calon suaminya, bersama dengan Mama Ratih sebagai mentornya, membuatnya sedikit bingung menerima penjelasan."Nanti, kalau kamu buat nastar sendiri di rumah, jangan lupa Nez, tepungnya h
"Wah ... sepertinya aku kenal sama bau parfum ini," goda Agam, baru memasuki pintu mobilnya selepas acara, mengenduskan hidungnya ke arah Inez yang tersenyum."Harum ya?" sahut Inez.Sama sekali tak bisa menyembunyikan gurat kebahagiaannya, menganggukkan kepala Agam ."Banget,""Hahaha," tawa Inez mencebikkan bibirnya.Lebih memilih untuk pulang bersama Agam, daripada pulang bersama dengan orang tua maupun kakaknya, Abian.Yang sudah di perjalanan, mengantarkan calon kakak iparnya pulang, baru saja memastikan kepulangan Andien dan juga Mama Ratih, bersama dengan anggota keluarga yang lainnya."Suka nggak sama parfumnya? tanya Agam, sudah menjalankan mobilnya perlahan, semakin menjauhi loby keluar dari hotel."Suka, terimakasih ya atas kado wisudanya,"Menciptakan seulas senyum di bibir Agam, kembali fokus dengan pandangannya lurus ke depan."Mengenai pern
"Kenapa aku nggak boleh menikah cepat?" tanya Inez akhirnya, dengan degup jantungnya yang tak karuan.Bersitatap dengan Papanya yang masih diam, meletakkan piring nasi di atas meja menegakkan duduk menatapnya dingin."Mama juga pernah bilang bukan? sewaktu Tante Ratih datang ke rumah dan menanyakan mengenai pernikahan?" lanjut Inez.Menatap lekat papanya yang membisu, tak ingin terintimidasi dengan sorot mata dingin dan juga tajam Papanya yang tak kan pernah berubah."Untuk masalah pernikahan tergantung dari Inez nya Bu, kami selaku orang tua mengikuti saja. Begitu jawaban Mama,""Tapi kenapa Papa nggak sependapat dengan Mama? dan menolak, saat aku bilang ingin menikah enam bulan lagi?""Setidaknya hasilkan uang dulu, rasakan kerasnya dunia kerja, baru kamu boleh menikah sama Agam,"Masih menatap lekat putrinya mencoba untuk menjelaskan.
"Masuk Nez, hujan, tunggu saja di dalam." Suara Abian, menghampiri adiknya yang sedang gelisah.Berdiri menunggu kedatangan Agam di teras rumah, mengacuhkan hawa dingin dari derasnya hujan yang sedang mengguyur."Sebentar lagi Kak,"Sebelum mengalihkan pandangannya, mendengar suara klakson mobil di luar pagar rumahnya yang menutup mengulaskan senyumnya."Kenapa di luar semua?" tanya Agam, sudah berdiri di depan Inez dan juga Abian meletakkan payungnya di atas lantai."Nungguin kamu, khawatir katanya," sahut Abian.Mencebikkan bibir Ines, menciptakan seulas senyum di bibir Agam."Harusnya kamu nggak maksain kesini sekarang Gam, besok juga bisa," lanjut Abian."Aku sedang penilaian Bi, jangan sampai nilaiku di kurangi, hanya karena hujan aku menunda kesini," kekeh Agam,Kompak bersama Abian yang ter
Waktu beranjak siang, bertemankan sinar mentari yang semakin terik menyengat kulit tepat di pukul 01:00.Terlihat mobil sedan hitam Agam, melesat dengan kecepatan sedang, menembus jalanan yang begitu lenggang baru keluar dari butik tempat mereka berdua fitting baju pengantin.Masih belum mengetahui kemana arah dan tujuan, karena jawaban terserah dari keduanya lebih memutuskan untuk mengikuti kemana arah mobil mereka akan berjalan."Kita makan dulu saja Yang," tawar Agam, menganggukkan kepala Inez yang sedang duduk di sampingnya menyetujui."Ada restoran seafood yang baru buka, katanya Andien enak,""Dimana?""Di dekat kampus,"Membulatkan mata Agam, "Kampus kamu?""Iya," jawab Inez mengangguk mantap."Sekalian ke luar kota gimana?"Mengingat posisinya sekarang, lumayan jauh da
Alunan suara gendhing ketawang mijil, bersuara kan sinden yang terdengar begitu merdu menyentuh kalbu. Menguasai suasana bahagia dan juga haru di halaman kediaman Papa Raimon.Yang terlihat begitu ramai, di hias dengan sedemikian cantiknya hendak melakukan prosesi siraman Inez, tepat di satu hari sebelum akad nikah di laksanakan.Terlihat si calon pengantin wanita, sangat begitu cantik dengan riasan yang sempurna. Mengenakan roncean melati yang menjuntai indah hingga ke dada, tak terkecuali bandana melati yang di pakainya seolah menghilangkan kesan tomboy yang selama ini di sandangnya.Sama sekali tak bisa menghilangkan senyum di bibirnya, sedang mengayunkan langkahnya perlahan, menikmati debaran di dada oleh rasa gugupnya yang melanda.Menuju tempat dilangsungkannya acara siraman, mendekati kedua orang tuanya yang sedang menunggu di atas kursi duduk bersebelahan.Terkecuali Abia
Tok tok tok Suara ketukan pintu di kamar Inez, menghentikan lumatan bibir Agam, mengalihkan pandangan keduanya.Yang sedang menikmati kebersamaan di dalam kamar, untuk yang pertama kalinya bersama dengan cumbuan. Sama sama sudah mengganti pakaian pernikahan menjadi pakaian santai.Mengenakan celana pendek selutut dengan warna yang hampir sama dan dipadukan dengan kaos putih duduk di atas ranjang.Tok tok tokSuara ketukan pintu kembali terdengar, bersama dengan suara Mama Desi yang memanggil nama Inez mengedikkan dagu Agam."Buka dulu Yang," suara Agam, menahan hasratnya baru memulai jamahan nya."Sebentar Ma," teriak Inez, turun dari ranjangnya, mengayunkan langkahnya cepat membuka pintu kamar."Lho! kok sudah di ganti bajunya?" membulatkan mata Mama Desi
Musik menggema, bersuara kan merdu penyanyi pria yang sedang berdiri di atas panggung, di iringi band pemusik di dalam ballroom hotel tempat resepsi pernikahan Agam dan juga Alira dilangsungkan.Demi untuk membuai telinga para tamu yang telah hadir, yang sudah terlihat begitu ramai, sedang berjajar panjang guna untuk mengantri ingin memberi selamat kepada kedua mempelai.Yang sedang berdiri tegak di atas pelaminan, di temani masing masing orang tua di sisi kanan dan juga kiri singgasana utama.Tak terkecuali tamu yang sedang menikmati hidangan, tampak semringah, tak ada yang berwajah sendu bersama sama menikmati suasana yang membahagiakan.Tak ada yang menyadari gurat kesedihan yang ada di gurat wajah mempelai, terlebih lagi mempelai Putri. Masih berusaha menahan rasa sakit di daerah kewanitaan mencoba untuk berdiri tegak memberikan senyuman menyembunyikan beban."Yang, baik baik
Gerimis mulai menyapa, tepat di saat selesainya acara makan malam untuk merayakan hari jadi pernikahan Inez dan juga Agam yang kedua. Kini sepasang suami istri yang sedang berbahagia telah berada di dalam mobil yang di kendarai oleh Agam.Saling melempar senyuman, tak lagi bisa menyembunyikan binar kebahagiaan yang terlihat begitu jelas kentara dari binar di sorot mata keduanya, saling bergenggaman tangan, dan berkali kali, hampir tak berhenti Agam mencium punggung tangan Inez melampiaskan rasa beryukurnya."Terimakasih Yang, Ya Allah... apa kamu nggak tahu gimana bahagianya aku sekarang?" ucap Agam, kembali mencium punggung tangan istrinya yang telah merona tersenyum senang.Membagi fokusnya antara jalanan dan juga istrinya, akibat berita bahagia yang baru di sampaikan Inez kepadanya beberapa jam yang lalu, sewaktu masih menikmati makan malam sungguh berhasil membuncahkan rasa haru dan juga bahagia di dada Agam, bersora
"Halo Yang," suara Agam, sesaat setelah menggeser layar ponsenya. Merasa begitu bersalah, "Gagal lagi gagal lagi! gagal terus!" batin Agam berteriak, merasa kesal dengan kejutannya yang selalu saja gagal tak pernah bisa berhasil.Dan terdiam, mendengar suara isakan tangis istrinya yang terdengar khawatir menanyakan keadannya. "Kamu nggak papa kan Yang? masak ada orang kesini ngaku karyawan kamu dan bilang kamu pingsan Yang,"Entah kenapa, terdengar begitu melow, semakin mengembangkan rasa bersalah di hati Agam, meraup wajah tampannya frustasi."Aku...,""Kamu dimana? kamu baik baik saja kan Yang?"Semakin membuat Agam dilema, harus meneruskan sandiwaranya atau mengh
Minggu telah bergulir, bertemu dengan Minggu Minggu setelahnya menambahkan jumlah bulan yang telah di lewati oleh Agam dan juga Inez.Yang kini telah meneguk manisnya kesembuhan total, tanpa rasa sakit ataupun ketakutan yang menguasai sebelum melakukan hubungan intim.Sudah berganti menjadi gairah yang membahagiakan, yang harus segera di tuntaskan hampir setiap harinya dengan perasaan yang begitu bahagia sebelum di terbangkan ke awan oleh permainan Agam yang selalu saja luar biasa.Tepat di usia pernikahan keduanya yang sudah menginjak usia dua tahun, tepatnya sehari sebelum merayakan aniversary pernikahan yang ke dua, terlihat Inez, sedang mengayunkan langkahnya keluar dari kamar mandi.Terus saja memasang senyum di bi
Pagi mulai menyapa, di tandai dengan hangatya sinar mentari yang kembali bersinar, baru datang dari peraduan tepat di pukul tujuh pagi.Terlihat Agam, sedang tidur berbaring di atas ranjangnya, memeluk sayang istrinya yang masih memejamkan mata di dalam pelukan. Akhirnya bisa meneguk manisnya rasa klimaks yang sempat tertunda akibat gangguan dari Aga.Melakukan pertempuran yang begitu luar biasa nikmatnya, selepas shubuh setelah sempat ketiduran di kamar tamu bersama dengan Aga, berhasil membuat istrinya itu kelelahan."Selamat pagi Yang," goda Agam, memainkan bulu mata lentik Inez, mengecup dahi istrinya yang menggeliat merasa terganggu dengan sentuhannya."Apa sih Yang, aku capek," lirih Inez, masih memejamkan matanya
Hasrat yang menguasai, seolah tak mampu lagi di bendung oleh Agam yang kini sedang mempermainkan buah dada istrinya yang begitu kenyal dan menantang.Tak lagi menggunakan jemari tangannya yang sekarang sudah bergerilya menelusup dan membelai punggung putih Inez yang masih tertutup baju, namun sudah menggunakan bibir tebalnya untuk menghisap dan menggigit ujung buah dada yang kian menegang.Hampir berhasil memporak porandakan konsentrasi Inez yang masih melakukan panggilan telepon, berusaha keras untuk tetap sadar tak mengeluarkan desahan, mendorong kepala suaminya pelan. "Yang!" lirih Inez, dengan deru nafasnya yang hampir memburu menekankan. Harus bisa mengatasi gairah yang kini telah bersemayam, menjauhkan kembali ponselnya dari telinga.Namun Sayang, Agam yang tak lagi terkontrol, sama sekali tak menggubrisnya, mengacuhkan dirinya yang masih melakukan panggilan telepon tetap melakukan aktifitas yang membuatnya kian melayang."Ha
Suasana hening yang menyelimuti ruang tamu di unit apartemen Agam dan juga Inez, akibat rasa bingung yang melanda hati melihat gurat sendu di wajah tampan Aga. Membuat keduanya saling diam, hanya memperhatikan Aga yang terdiam masih menundukkan kepala."Jadi boleh nggak Kak?" tanya Aga, setelah beberapa menit membisu, kembali memandang Inez yang tersenyum mengangguk palan."Yang!" lirih Agam.Mengalihkan pandangan Aga, "Nggak boleh ya Om?""Bukannya begitu, tapi kami nggak mau di sangka menyembunyikan anak orang karena kamu yang nggak izin sama Papa kamu," sahut Agam.Menganggukkan kepala Inez membenarkan. "Benar kata Om Agam, Pak Dafa pasti khawatir,"Papa nggak mungkin khawatir Kak, harus berapa kali aku bilang, kalau Papa nggak mungkin khawatir," sahut Aga emosional, menampakkan kesenduhan di netra matanya yang berkaca kaca."Aga sudah makan malam?" tanya Inez, lebih memilih untuk mengalihk
Suasana yang sunyi, menyelimuti kamar presidential suite tempat Papa Raimon menginap, terlihat si empunya, sedang duduk di atas sofa menikmati secangkir kopi menunggu kedatangan menantunya, Agam."Duduk," dingin Papa Raimon, mengarahkan pandangannya ke aras sofa kosong di dekatnya, mempersilahkan Agam yang baru masuk ke dalam kamarnya memenuhi perintahnya. "Kopi buat kamu, minum kopi kan?"Baru pertama kalinya duduk dan ngobrol berdua dengan menantunya, setelah pernikahan Agam dan juga Inez. Selain karena dirinya yang lebih senang menyendiri, juga karena kepindahan Agam dan juga Inez ke Apartemen, semakin memperlebar jarak di antara keduanya."Terimakasih Pa," jawab Agam, menganggukkan kepalanya pelan, segera meraih kopi untuk di seruputnya perlahan, "kopi hitam kesukaan saya,"Dan tak membuat Papa Raimon bersuara, hanya membuang pandangan, kembali menikmati kopi di tangan."Terimakasih," suara Papa Raimon, setelah mem
Sang Surya kembali menyapa, membawa hangat sinarnya yang masih bersahabat, tak menyengat kulit.Tepat di pukul sembilan pagi, mobil Agam melaju dengan kecepatan sedang, menembus jalanan kota yang terlihat lenggang.Membawa Istrinya yang terlihat tegang, bersama dengan Mama dan juga Mama Mertuanya yang sedang duduk di kursi belakang.Di ikuti oleh mobil Abian yang melaju di belakangnya, ingin menemani Inez menjalani pengobatan."Meeting hari ini di pimpin sama Pak Raimon, kamu siapkan semua berkas dan materinya ya, berikan ke Pak Raimon sebelum jam setengah sepuluh," suara Abian, yang sedang melakukan panggilan telepon bersama dengan Sekretarisnya.Sesaat sebelum mematikan sambungan teleponnya, mendengar jawaban iya dari Sekretarisnya.Merasa begitu berdebar, di sela hatinya yang terus saja berdoa, meminta kelancaran di setiap proses pengobatan Adik kesayangannya.Pukul Sebelas siang, Inez suda
Sang Surya kembali menyapa, membawa hangat sinarnya yang masih bersahabat, tak menyengat kulit.Tepat di pukul sembilan pagi, mobil Agam melaju dengan kecepatan sedang, menembus jalanan kota yang terlihat lenggang.Membawa Istrinya yang terlihat tegang, bersama dengan Mama dan juga Mama Mertuanya yang sedang duduk di kursi belakang.Di ikuti oleh mobil Abian yang melaju di belakangnya, ingin menemani Inez menjalani pengobatan."Meeting hari ini di pimpin sama Pak Raimon, kamu siapkan semua berkas dan materinya ya, berikan ke Pak Raimon sebelum jam setengah sepuluh," suara Abian, yang sedang melakukan panggilan telepon bersama dengan Sekretarisnya.Sesaat sebelum mematikan sambungan teleponnya, mendengar jawaban iya dari Sekretarisnya.Merasa begitu berdebar, di sela hatinya yang terus saja berdoa, meminta kelancaran di setiap proses pengobatan Adik kesayangannya.Pukul Sebelas siang, Inez suda