"Kenapa aku nggak boleh menikah cepat?" tanya Inez akhirnya, dengan degup jantungnya yang tak karuan.
Bersitatap dengan Papanya yang masih diam, meletakkan piring nasi di atas meja menegakkan duduk menatapnya dingin.
"Mama juga pernah bilang bukan? sewaktu Tante Ratih datang ke rumah dan menanyakan mengenai pernikahan?" lanjut Inez.
Menatap lekat papanya yang membisu, tak ingin terintimidasi dengan sorot mata dingin dan juga tajam Papanya yang tak kan pernah berubah.
"Untuk masalah pernikahan tergantung dari Inez nya Bu, kami selaku orang tua mengikuti saja. Begitu jawaban Mama,"
"Tapi kenapa Papa nggak sependapat dengan Mama? dan menolak, saat aku bilang ingin menikah enam bulan lagi?"
"Setidaknya hasilkan uang dulu, rasakan kerasnya dunia kerja, baru kamu boleh menikah sama Agam,"
Masih menatap lekat putrinya mencoba untuk menjelaskan.<
"Masuk Nez, hujan, tunggu saja di dalam." Suara Abian, menghampiri adiknya yang sedang gelisah.Berdiri menunggu kedatangan Agam di teras rumah, mengacuhkan hawa dingin dari derasnya hujan yang sedang mengguyur."Sebentar lagi Kak,"Sebelum mengalihkan pandangannya, mendengar suara klakson mobil di luar pagar rumahnya yang menutup mengulaskan senyumnya."Kenapa di luar semua?" tanya Agam, sudah berdiri di depan Inez dan juga Abian meletakkan payungnya di atas lantai."Nungguin kamu, khawatir katanya," sahut Abian.Mencebikkan bibir Ines, menciptakan seulas senyum di bibir Agam."Harusnya kamu nggak maksain kesini sekarang Gam, besok juga bisa," lanjut Abian."Aku sedang penilaian Bi, jangan sampai nilaiku di kurangi, hanya karena hujan aku menunda kesini," kekeh Agam,Kompak bersama Abian yang ter
Waktu beranjak siang, bertemankan sinar mentari yang semakin terik menyengat kulit tepat di pukul 01:00.Terlihat mobil sedan hitam Agam, melesat dengan kecepatan sedang, menembus jalanan yang begitu lenggang baru keluar dari butik tempat mereka berdua fitting baju pengantin.Masih belum mengetahui kemana arah dan tujuan, karena jawaban terserah dari keduanya lebih memutuskan untuk mengikuti kemana arah mobil mereka akan berjalan."Kita makan dulu saja Yang," tawar Agam, menganggukkan kepala Inez yang sedang duduk di sampingnya menyetujui."Ada restoran seafood yang baru buka, katanya Andien enak,""Dimana?""Di dekat kampus,"Membulatkan mata Agam, "Kampus kamu?""Iya," jawab Inez mengangguk mantap."Sekalian ke luar kota gimana?"Mengingat posisinya sekarang, lumayan jauh da
Alunan suara gendhing ketawang mijil, bersuara kan sinden yang terdengar begitu merdu menyentuh kalbu. Menguasai suasana bahagia dan juga haru di halaman kediaman Papa Raimon.Yang terlihat begitu ramai, di hias dengan sedemikian cantiknya hendak melakukan prosesi siraman Inez, tepat di satu hari sebelum akad nikah di laksanakan.Terlihat si calon pengantin wanita, sangat begitu cantik dengan riasan yang sempurna. Mengenakan roncean melati yang menjuntai indah hingga ke dada, tak terkecuali bandana melati yang di pakainya seolah menghilangkan kesan tomboy yang selama ini di sandangnya.Sama sekali tak bisa menghilangkan senyum di bibirnya, sedang mengayunkan langkahnya perlahan, menikmati debaran di dada oleh rasa gugupnya yang melanda.Menuju tempat dilangsungkannya acara siraman, mendekati kedua orang tuanya yang sedang menunggu di atas kursi duduk bersebelahan.Terkecuali Abia
Tok tok tok Suara ketukan pintu di kamar Inez, menghentikan lumatan bibir Agam, mengalihkan pandangan keduanya.Yang sedang menikmati kebersamaan di dalam kamar, untuk yang pertama kalinya bersama dengan cumbuan. Sama sama sudah mengganti pakaian pernikahan menjadi pakaian santai.Mengenakan celana pendek selutut dengan warna yang hampir sama dan dipadukan dengan kaos putih duduk di atas ranjang.Tok tok tokSuara ketukan pintu kembali terdengar, bersama dengan suara Mama Desi yang memanggil nama Inez mengedikkan dagu Agam."Buka dulu Yang," suara Agam, menahan hasratnya baru memulai jamahan nya."Sebentar Ma," teriak Inez, turun dari ranjangnya, mengayunkan langkahnya cepat membuka pintu kamar."Lho! kok sudah di ganti bajunya?" membulatkan mata Mama Desi
Musik menggema, bersuara kan merdu penyanyi pria yang sedang berdiri di atas panggung, di iringi band pemusik di dalam ballroom hotel tempat resepsi pernikahan Agam dan juga Alira dilangsungkan.Demi untuk membuai telinga para tamu yang telah hadir, yang sudah terlihat begitu ramai, sedang berjajar panjang guna untuk mengantri ingin memberi selamat kepada kedua mempelai.Yang sedang berdiri tegak di atas pelaminan, di temani masing masing orang tua di sisi kanan dan juga kiri singgasana utama.Tak terkecuali tamu yang sedang menikmati hidangan, tampak semringah, tak ada yang berwajah sendu bersama sama menikmati suasana yang membahagiakan.Tak ada yang menyadari gurat kesedihan yang ada di gurat wajah mempelai, terlebih lagi mempelai Putri. Masih berusaha menahan rasa sakit di daerah kewanitaan mencoba untuk berdiri tegak memberikan senyuman menyembunyikan beban."Yang, baik baik
Author mau tanya nih, kalau bab selanjutnya di kunci koin berapa hari dan candy setelahnya bagaimana? boleh?***Malam semakin larut, sudah berada di tengah malam, namun Agam, masih belum bisa memejamkan matanya.Karena hatinya yang gelisah, hingga membuat pikirannya melayang, berpetualang entah kemana.Hanya di penuhi oleh pemikiran negatifnya, mengenai hubungan seksualnya yang tak bisa berjalan lancar. Sedang berbaring di samping istrinya yang sudah terlelap menatap sayang.Sebelum memutuskan untuk beranjak bangun dari tidurnya, sesaat setelah mengecup dalam dahi istrinya meraih ponselnya yang ada di atas nakas.Hendak mengayunkan langkahnya masuk ke dalam kamar mandi, ingin menghubungi sahabatnya Haikal.Meskipun harus menahan rasa malunya, tapi tak apa, demi untuk mencari kete
ZzzzzzzzzrrrrrrrrsssssssssssZzzzzzzzzrrrrrrrrsssssssssssssSuara guyuran air shower di malam hari, tepat di pukul sebelas malam, menimpa tubuh polos Agam yang sedang berguyur di bawahnya.Setelah memastikan istrinya tertidur setelah menangis merasa bersalah, kini waktunya untuk dirinya menghilangkan denyutan di kepalanya.Memberi kepuasan kepada dirinya sendiri, berusaha untuk tak kecewa dengan kondisi Inez yang tak bisa melayaninya secara sempurna.Masih memejamkan matanya, sesaat setelah menuntaskan hasratnya. Kembali mengingat kondisi mahkota istrinya yang menolak.Dengan rasa sakit yang begitu sangat menyakiti Inez, hanya bisa menerka sendiri, namun masih belum bisa menemukan jawabannya.
Waktu semakin bergulir, melewati hari dan juga Minggu. Setelah tiga bulan pernikahan Inez dan Agam.Di lalui keduanya dengan perasaan bahagia dan kecewa. Inez yang merasa bersalah, dan juga Agam yang masih setia dengan kebingungannya.Masih belum bisa membobol pertahanan mahkota istri yang sangat di cintainya, masih merapat sangat kuat, bahkan kuat sekali.Sama sekali tak ingin memberikannya tempat, meskipun hanya sedikit cela untuk senjatanya yang telah bersiap tempur. Lagi lagi harus menuntaskan hasratnya tanpa p*netrasi.Di tambah dengan perasaan tak teganya, akibat rasa sakit yang dirasakan istrinya. Selalu saja membuatnya menyerah, tak ingin memaksakan kehendaknya, dan memaksanya untuk melepaskan keinginannya, dalam mencapai puncak dari rasa yang sungguh sempurna."Kenapa sih Yang, susah sekali untuk kamu nyaman dan relax?" lirih Agam suatu malam. Masih dengan pemikirannya s