Stenly Sebastian Miller pria tampan berusia 28 tahun melangkahkan kakinya dengan penuh semangat memasuki ruangan VVIP sebuah restoran di mana wanita kesayangannya —Kimberly Manopo yang sudah lebih dulu menunggunya.
Ia sudah terlambat setengah jam dari janji temunya bersama wanita kesayangannya. Bukan salahnya sebenarnya. Kekasihnya yang mendadak ingin bertemu. Padahal, hari ini jadwalnya sangat padat. Beberapa rapat sampai harus ia tinggalkan karena tak ingin mengecewakan sang kekasih. Stenly rela melakukan apa saja demi membuat wanita kesayangannya bahagia.
“Sayang, maaf. Aku terlambat,” ucap Stenly lalu mengecup singkat bibir Kimberly yang tiba-tiba mendorong tubuhnya agar menjauh.
“Stenly, cukup!”
Stenly mengerutkan keningnya. Heran, karena merasa aneh dengan tingkah wanita kesayangannya. “Apa kamu marah karena aku datang terlambat?” tanya Stenly akhirnya.
Kimberly menggeleng. “ Aku mau kita putus!”
"Putus?" Stenly bertanya berharap Kimberly hanya bercanda.
"Iya, PUTUS!" jawab Kimberly memperjelas ucapannya dengan menekan kata putus.
"Apa yang membuat kamu ingin kita putus? Apa aku melakukan kesalahan? Coba beritahu aku, agar aku bisa memperbaiki semuanya." Stenly kalap. Ia langsung memberondong Kimberly dengan beberapa pertanyaan.
Kimberly memberi senyum meremehkan sebelum menjawab pertanyaan Stenly. "Aku enggak mau punya pacar miskin! Paham kamu!” ujar Kimberly dengan angkuhnya.
“Maksud kamu apa Sayang? Memangnya siapa yang jatuh miskin?” tanya Stenly sambil menyentuh kedua bahu wanita kesayangannya.
"Cukup, Sten!" bentak Kimberly langsung mendorong tubuh Stenly agar menjauh darinya. Ia seolah tak sudi lagi mendapatkan sentuhan pria blasteran yang sudah sering berasa di atasnya. "Jangan kamu kira aku enggak tahu kalau kamu sekarang sudah bangkrut dan jatuh miskin!"
"Kamu tahu dari mana kalau aku bangkrut?" Stenly akhirnya bertanya dengan raut wajah yang sulit ditebak.
Kimberly tertawa. "Halo, Bapak Stenly Sebastian Miller yang terhormat! Kebangkrutan Anda sudah menjadi topik teratas minggu ini. Baik di media cetak ataupun media online. Jadi, mana mungkin aku enggak tahu!" lanjutnya menyindir lagi-lagi dengan senyum meremehkan.
Stenly langsung meraup wajahnya gusar. Tak menyangka Kimberly akan bereaksi sampai seperti ini saat mendengar kabar tentang kebangkrutannya. "Ely, aku memang bangkrut. Tapi, aku yakin bisa membahagiakan kamu,” kata Stenly berusaha membujuk wanita yang saat ini menggunakan mini dress berwarna toska. Rasanya ia tak siap jika haus berpisah dengan wanita yang sudah dua tahun selalu menemani hari-harinya.
"Dengan apa kamu akan membahagiakan aku, Sten? Cinta ..., iya? Apa kamu pikir cukup hanya dengan cinta?" tanya Kimberly semakin meremehkan Stenly.
“Salah satunya, iya," jawab Stenly. "Selain itu, aku janji sama kamu akan membangun lagi bisnisku ini agar bisa selalu membuat kamu bahagia. Tapi, tolong ... beri aku kesempatan," ucap Stenly masih mencoba meyakinkan Kimberly yang sudah tak peduli.
“Enggak! Aku nggak mau! Kamu kira hanya dengan cinta kita bisa hidup!" tolak Kimberly tanpa perasaan. "Silakan kamu cari wanita yang bersedia hidup sama kamu hanya dengan cinta tanpa ada materi!”
“Kimberly, ka —”
"Dan susah jelas kalau wanita itu bukan aku, Stenly! Lanjutnya segera memotong ucapan Stenly. "Bagiku materi adalah segala-galanya dan karena kamu sudah tidak punya apa-apa ... jadi sudah pasti aku akan pergi meninggalkan kamu," ucap Kimberly dengan sangat kejamnya.
"Jadi, apa artinya hubungan kita selama dua tahun ini buat kamu, Ely?" Stenly bertanya dengan rasa sakit hati yang mati-matian ia tahan.
Kimberly lagi-lagi menyunggingkan senyum mengejek . "Jujur, waktu dua tahun itu sudah jelas sangat berarti. Karena kamu masih memiliki segalanya," jawabnya tanpa berpikir. "Tapi, kalau sekarang, itu sudah pasti tidak ada artinya karena kamu sudah tidak memiliki apa-apa! Paham!”
“Ely! Selama ini hubungan kita sudah seperti suami — istri. Kita sudah terlalu jauh dalam berhubungan sampai kita tidak memikirkan lagi batasan," terang Stenly. "Apa kamu tidak berpikir jauh ke sana?”
"Bagiku itu adalah hal yang wajar, Sten. Selama kamu punya uang dan bisa memberiku segalanya, itu enggak akan jadi masalah buat aku."
"Termaksud memberikan tubuh kamu ke aku?" tanya Stenly. Ia kaget Kimberly bisa berkata seperti itu.
“Tentu saja, iya!" jawab Kimberly tanpa ragu. "Anggap saja itu sebagai imbalan," lanjutnya berbicara tanpa beban. Setelah itu Kimberly langsung pergi meninggalkan Stenly tanpa pamit. Bagi Kimberly semua sudah selesai.
“Kimberly!" panggil Stenly tapi tidak mendapat jawaban.
Wanita itu tetap pergi dengan angkuhnya meninggalkan ruang VVIP restoran tidak peduli lagi dengan Stenly 'sang mantan' yang sudah jatuh miskin.
Arghhh!
Stenly yang emosi lalu berteriak. "Kamu akan menyesal Kimberly. Aku bersumpah tidak akan pernah memberi kamu kesempatan kedua, setelah apa yang kamu lakukan hari ini!”.
Stenly adalah pria berwajah blasteran dengan segala kesempurnaan fisik yang ia punya. Ia memiliki darah campuran Indonesia -Jerman. Darah Indonesianya berasal dari mommy-nya. Sementara Daddy-nya adalah asli orang Jerman.
Hari ini adalah hari terburuk baginya. Kisah cinta yang sudah terjalin selama dua tahun harus kandas di tengah jalan karena berita kebangkrutannya.
Stenly adalah seorang pengusaha muda. Ia memiliki perusahaan startup bernama Stentup. Perusahaan yang didirikan Stenly dari nol kini sudah bertransformasi menjadi unicorn yang berpengaruh tidak hanya di Indonesia saja tapi juga di Asia Tenggara.
Tapi, belakangan ini merebak kabar kebangkrutannya di seluruh media online maupun cetak. Hal ini menjadi topik terhangat di kalangan pengusaha. Tanpa mereka sadari ini hanyalah sebuah berita palsu yang sengaja dibuat oleh Stenly. Ia sengaja membuat berita seperti itu untuk menguji kesetiaan kekasihnya — Kimberly yang ternyata tidak setia dan bisa dibilang selama ini hanya memanfaatkan dirinya.
Satu fakta lagi yang tidak diketahui oleh banyak orang termasuk Kimberly. Stenly sebenarnya adalah anak dari pengusaha sukses di Jerman-Andreas Miller. Daddy-nya memiliki perusahaan dengan nama Miller Medical Care yang memproduksi alat-alat kesehatan, terutama untuk dialisis. Tidak hanya itu, keluarganya juga memiliki rumah sakit ternama di Jerman. Jadi bangkrut atau tidak dirinya sebenarnya tidak masalah. Ia sudah memiliki semuanya bahkan sebelum dilahirkan ke dunia Stenly adalah sultan. Fakta ini tidak banyak diketahui oleh banyak orang karena daddynya menetap di Jerman bersama dengan mommy dan adik perempuannya.
Stenly memilih menetap di Indonesia dengan alasan ingin hidup mandiri dan merintis usahanya sendiri .
Dengan keadaannya yang sangat kacau Stenly mengambil gawai di saku celananya dan segera menghubungi seseorang.
"Segera kamu ikuti Kimberly ke mana ‘pun dia pergi dan beritahu saya apa saja yang sedang ia lakukan!" perintah Stenly kepada seseorang di seberang sana. Setelahnya ia langsung mengakhiri panggilan itu secara sepihak.
Stenly menjatuhkan tubuhnya di atas sofa. Ia memejamkan mata mencoba menenangkan diri. Sungguh, Stenly tak menyangka selama dua tahun ia sudah menjadi pria bodoh yang hanya dimanfaatkan oleh wanita bernama Kimberly.
Stenly membuka mata lalu menegapkan posisi duduknya. Lalu ia mengambil sebotol red win yang sudah tersedia di atas meja dan langsung menegaknya. Stenly ingin mabuk agar bisa melupakan kesedihan dan kemarahannya. Sebotol red win langsung tandas dengan sekali tegak.
Prankkk!
Stenly membuang botol red win yang sudah kosong hingga menghantam dinding. Seketika pecahan beling memenuhi lantai ruangan VVIP restoran yang ia sewa. Tapi, Stenly tak peduli. Nanti ia akan membayar lebih.
"Kenapa baru sekarang aku mengikuti saran dari Daddy," ucapnya pada diri sendiri. "Dasar bodoh kamu, Stenly!" lanjutnya memaki diri sendiri.
Stenly yang dari dulu tidak pernah mendengarkan apa yang dikatakan Daddy-nya tentang Kimberly yang hanya mencintainya karena harta mulai merasa menyesal. Stenly masih ingat ditahun pertama hubungannya dengan Kimberly, Daddy sudah mengatakan itu dan ia sama sekali tidak percaya. Stenly sudah terlalu cinta dengan kekasihnya sama halnya yang dirasakan Kimberly, setidaknya begitu yang dirasakan Stenly. Tapi sekarang semua sudah terbukti bahwa apa yang dikatakan Daddy memanglah benar.
Stenly kembali mengeluarkan gawai dari saku celana. Kali ini ia ingin menghubungi Daddy-nya.
"Halo, Boy," jawab Daddy dari kejauhan.
"Dad ... maafin, Sten," ucapnya Stenly tanpa basa-basi.
“Hey, Boy! Are you okay? Ada masalah?" tanya Andreas khawatir.
"Apa yang selama ini Daddy katakan tentang Kimberly ternyata benar. Dia hanya memanfaatkan Stenly!” lirihnya tanpa semangat.
"Puji Tuhan. Akhirnya kau percaya dengan apa yang daddy katakan?"
"Iya, Dad. Stenly sudah membuktikannya sendiri. Daddy tahu, Stenly sengaja membuat berita bohong tentang kebangkrutan Stentup. Mendengar itu Kimberly langsung mengakhiri hubungan kita." Stenly bercerita panjang lebar kepada Daddy-nya.
“Kau patah hati?"
“yes, Dad!"
"Ayolah, Boy! Dunia tidak akan berhenti berputar hanya karena wanita itu mengakhiri hubungannya dengan kau. Kau itu laki-laki, masih banyak wanita yang mau dan pantas kau cintai!”
“Tapi, Stenly cinta sama Ely, Dad!”
"Daddy yakin kamu bisa melupakan wanita itu, Boy!"
"Semoga, Dad!" jawabnya tak bersemangat.
Stenly mengembuskan napas lelah, setelah panggilan dengan Daddy berakhir. Ia memikirkan kembali kata demi kata yang diucapkan Daddy-nya tadi dan akhirnya Stenly memutuskan untuk melupakan Kimberly-wanita yang selama dua tahun ini selalu mengisi hari-harinya.
"Selamat tinggal Kimberly Manopo!" Steven berteriak dari balkon kamar apartemennya yang berada di lantai lima puluh dan saat itulah gawainya kembali berdering. Setelah melihat nama si penelpon Stenly langsung menggeser ke atas icon hijau yang terus berkedip di gawainya.
"Ada berita apa?" Stenly bertanya dengan suara datar.
Si penelpon langsung menyampaikan apa yang harus ia katakan. Sehingga, membuat Stenly mengerutkan kening berkali-kali.
"Kirim buktinya ke email saya sekarang juga!" perintah Stenly dan mengakhiri panggilannya.
Dengan langkah tergesa, Stenly berjalan masuk ke dalam kamarnya dan menuju meja kerja yang tidak jauh dari ranjang. Ia langsung duduk di kursi dan segera membuka laptop-nya. Stenly tampak serius saat membuka email dari orang suruhannya. Seketika ia membanting laptop itu hingga hancur, berserakan di lantai.
"Brengsek kamu, Kimberly!" teriak Stenly penuh dengan amarah. Apa yang dilakukan Kimberly berhasil menyulut amarahnya.
Stenly berdiri, dengan langkah tergesa ia berjalan ke luar apartemen hanya untuk mencari angin segar. Pikirannya yang sangat kacau membuatnya memilih untuk berjalan kaki di trotoar, menikmati udara malam yang cukup berhasil menenangkan pikirnya. Sayang, ketenangan itu tidak bertahan lama. Ia melihat dari jarak seratus meter ada sekelompok pria sedang mengelilingi seorang wanita yang terlihat sangat ketakutan.
Stenly yang tidak tahu apa penyebabnya memilih untuk duduk di kursi yang memang tersedia di tepian jalan sambil mengamati. Dia tak ingin ikut campur dulu sekarang.
"Aku nggak mau! Lepasin aku!" teriak wanita itu.
"Seruni! Aku bilang ikut aku sekarang!" salah satu dari sekelompok pria itu membentak sambil mencengkram kuat tangan wanita itu hingga merintih kesakitan.
"Sakit, Dante! Tolong ... lepasin aku!" ucapnya memelas
"Aku bakalan lepasin kamu, tapi kamu harus ikut aku. Malam ini kita akan bersenang-senang, Sayang,” ucapnya dengan senyum menyeringai.
"Udah deh, Seruni. Ikut saja sama Bang Dante, ribet amat jadi cewek!" ucap salah satu dari kelompok pria itu.
"Aku nggak mau!"
"Dasar keras kepala," kata pria bernama Dante lalu berniat menarik paksa Seruni.
Stenly sudah merasa cukup hanya dengan memperhatikan. Akhirnya ia berdiri, berjalan dengan santai menghampiri mereka.
"Lepaskan dia!"
Bersambung...
“Lepaskan dia!”Stenly yang sudah tidak tahan akhirnya mencoba menghentikan sekelompok pria tak memiliki perasaan yang berhasil membuat ia merasa muak.Sontak saja sekelompok pria itu menoleh ke sumber suara di mana Stenly dengan santainya berjalan ke arah mereka. Tangannya ia masukkan ke dalam saku celana. Matanya tanpa berkedip menatap ke arah gerombolan seolah sedang memberikan peringatan.“Lo, siapa! Berani-beraninya ikut campur urusan kita!” bentak salah satu pria saat Stenly sudah berjarak 1 meter dari mereka. Diperlihatkan wajah garangnya bertujuan untuk menakuti Stenly yang sama sekali tak bereaksi.“Saya adalah manusia yang kebetulan lewat dan kebetulan juga melihat tingkah laku tak ber — etika kalian kepada wanita ini,” jawab Stenly tanpa rasa takut.Diamatinya satu persatu wajah sekelompok pria itu agar jika terjadi sesuatu padanya nanti, ia bisa menuntut balas. Setidaknya itu yang dipi
Seruni langsung membantu Stenly berbaring di pangkuannya saat Dante dan gerombolannya sudah pergi. Sungguh keadaan pria yang sudah menolongnya sangat memprihatinkan. “Maafkan aku. Ka—kamu jadi begini karena aku!” gumam Seruni dengan suara bergetar. Lagi-lagi tangisnya sudah hampir pecah melihat keadaan Stenly yang sangat memprihatinkan. Stenly mengerutkan kening menahan sakit. Tapi, entah mengapa ia merasa nyaman berbaring di atas pangkuan wanita yang ditolongnya. Stenly merasa ada yang salah dengan dirinya. Bagaimana tidak! Stenly tak seperti biasanya. Ia yang biasanya cuek dan tak peduli dengan urusan orang lain, tiba-tiba mau membantu seorang wanita yang sama sekali belum ia kenal. Lebih, parahnya, ia sampai rela babak belur karena wanita itu. “Tidak masalah, ini hanya luka kecil. Lain kali berhati-hatilah. Jangan sampai kejadian seperti ini terjadi lagi!” “Harusnya kamu enggak usah menolong saya tadi!” keluh Seruni. “Kalau tadi saya
Mereka berjalan menuju kontrakan yang diakui Stenly sebagai miliknya. Seruni mengikuti dari belakang dengan perasaannya kian cemas saat mengingat kata-kata pria yang sudah menolongnya tadi."Di sini tempatnya?" Stenly berbisik kepada William dengan suara sangat pelan saat sudah berada di teras sebuah kontrakan berukuran 3x3 meter tersebut.Bangunan itu tak lebih luas dari pos satpam di rumahnya. Dindingnya terbuat dari kayu dengan beberapa lubang terlihat di sana. Sungguh Stenly ingin sekali mengutuk asisten sekaligus sahabatnya yang tak betul mencarikan kontrakan."Jangan protes! Hanya tempat ini yang bisa aku dapatkan dalam waktu sesingkat ini!" kata William juga ikut berbisik.“Setidaknya carilah tempat yang lebih layak. Tempat ini lebih pantas dibilang kandang daripada kontrakan!” lanjut Stenly berbisik.“Salah sendiri kenapa kau tidak mengajaknya pulang ke apartemen saja tadi. Malah memilih ribet mencari kontrakan segala.&rdq
Seruni merasa kepayahan memapah Stenly yang tubuhnya jauh lebih besar daripada dirinya. Ia langsung saja membantu Stenly untuk duduk di kursi yang ada di ruang tamu. Napasnya ngos-ngosan karena kelelahan. "Aduh!" Stenly mengaduh karena kaget saat terduduk di kursi yang material terbuat dari kayu. Ia yang terbiasa duduk di atas sofa empuk jadi salah tingkah saat sadar sudah memberikan reaksi berlebihan di hadapan Seruni. "Kamu kenapa? Mana yang sakit?" tanya Seruni khawatir. “Tidak ada yang sakit. Hanya saja kursi ini keras sekali. Saya merasa tidak nyaman duduk di sini.” Seruni mengerutkan keningnya. "Kamu berbicara seolah tidak terbiasa duduk di kursi ini?" "Bukan begitu! Tentu saja saya terbiasa duduk di sini. Hanya saja kali ini beda rasanya karena tubuh saya sekarang sedang sakit semua," kata Stenly memberi alasan."Oh!” Singkat Seruni memberi respon. “Jadi, sekarang mana dapurnya?” tanya Seruni tiba-ti
"Tunggu apa lagi, cepat obati seluruh tubuh saya!" perintah Stenly tanpa rasa malu dengan posisi sudah berbaring di atas kasur busa."Mengobati seperti apa maksud kamu?" tanya Seruni gugup. Ia bahkan sampai menjatuhkan kotak P3K dari tangannya. Entah mengapa ada rasa takut berlebih. Ia selalu berpikir jika Stenly akan melakukan hal yang sama seperti Dante.“Apa perlu saya memberikan contoh sama kamu cara mengobati tubuh saya?” ujar Stenly. Ia sedikit kesal melihat respon yang diberikan Seruni.“Perlu. Agar saya tidak salah paham,” jawab Seruni sambil mengambil kotak P3K yang dijatuhkannya di lantai.Stenly mendengus mendengar jawaban Seruni. “Cepat lanjutkan mengompres semua luka dan memar yang ada di seluruh tubuh dan wajah saya," ucap Stenly akhirnya.Seruni mengembuskan napas lega. Setidaknya apa yang ditakutkannya tidak menjadi kenyataan. Itulah yang ia tangkap dari ucapan Stenly dan entah mengapa dirinya per
Plakkk!Awww!Seruni berteriak kesakitan sambil memegangi pipinya. Ia menangis.Tanpa sadar Stenly mengepalkan kedua tangannya saat melihat Seruni diperlakukan kasar oleh Ayahnya sendiri."Cukup, Jali!" bentak wanita paruh baya sambil mendorong tubuh ayah Seruni. "Jaga bicara Anda! Anak saya bukan orang seperti itu!" lanjutnya penuh amarah."Dia juga anak saya, Dewi!" ucap Jali tak mau kalah."Anda bilang anak? Saya tanya sama Anda! Orang tua seperti apa yang tega menuduh anaknya sendiri menjual diri! Dan lagi, orang tua seperti apa yang tega memaksa anaknya berhubungan dengan lelaki tak punya sopan santun hanya demi uang, hah!" teriak Dewi sambil menangis.Jali mendengus. "Apakah wajar anak perempuan seperti dia pulang hampir pagi seperti ini!" bentak pria paruh baya tidak mau kalah."Dia pasti punya alasan. Lagi pula, lebih baik Runi pulang terlambat daripada harus menuruti kemauan Anda yang pasti mema
“Apa?”“Ini, tentang Kimberly!” ucapan William berhasil membuat Stenly seketika melupakan Seruni.“Ki—Kimberly? Apalagi yang kamu tahu tentang dia, Will?”William tak langsung menjawab pertanyaan Stenly. Ia lebih memilih melajukan mobilnya terlebih dahulu, meninggalkan rumah Seruni.“Will jawab aku!”“Sabar dulu, Sten,” ucap William. “Dari pengamatan Roy, sepertinya Kimberly memang sudah sejak lama berselingkuh. Aku yakin, selama ini dia hanya memanfaatkan harta kekayaan kamu saja dan sudah bisa disimpulkan kalau selama ini Kimberly tidak pernah cinta sama kamu, Sten,” ucap William dengan santai.William berbicara tanpa menoleh ke arah Stenly karena ia sedang fokus dengan jalanan di depannya.“Apa perkataan Roy bisa dipercaya seratus persen, Will?” tanya Stenly yang kembali memanas.“Roy, orang kepercayaanku, Sten.
Stenly duduk termenung di balkon apartemennya. Perkataan William tadi tentang Kimberly terus mengganggu pikirannya. Ia tak menyangka Kimberly selama ini hanya memanfaatkannya dan bodohnya ia percaya itu."Will, datang ke apartemenku sekarang!" ucap Stenly memerintah melalui sambungan telepon. Sejak kabar kebangkrutannya mencuat Stenly lebih memilih untuk bekerja dari rumah untuk sementara."Tidak bisa kalau sekarang, Sten. Pekerjaan di kantor sangat menumpuk!" tolak William.Kamu itu aku yang gaji, jadi datang sekarang juga atau gajimu bulan ini kupotong,” kata Stenly mengancam."Astaga, Sten, bisa nggak sih, jangan ngancam? Entar siang deh, aku ke sana. Sebentar lagi ada rapat dengan pihak Perusahaan Welaku untuk membicarakan tentang pembatalan sementara rencana kerjasama kita dengan pihak mereka,” ucap William memberitahu."Oke!" jawab Stenly lalu mengakhiri pembicaraan mereka.“Kymberly!" lirih Stenly s
"Kamu mau kita ke hotel mana Tere?" tanya Stenly tanpa melihat ke arah Tere karena ia sedang fokus menyetir."Yakin, kamu tanya sama aku mau ke hotel mana?" tanya Tere dengan posisi duduk menghadap ke Stenly.Stenly mengangguk. "Yakin. Silakan pilih saja.”Bagi Stenly jangankan untuk menyewa hotel, langsung membelinya saja ia pasti mampu."Serius?" tanya Tere dengan mata berbinar. Wanita seksi ini bahkan sampai bergelayut manja di lengan Stenly saking girangnya."Serius!" jawab Stenly. "Pilih dan reservasi dari sekarang juga boleh. Jadi begitu kita sudah sampai sana, kita tidak perlu repot-repot lagi.”"Oke, kalau gitu aku mau kita ke Hotel Carton Rich dan aku reservasi dari sekarang. Aku harap kamu enggak akan menyesal karena sudah menawari aku," ucap Tere lalu segera membuka situs hotel tersebut untuk melakukan reservasi. Ia akan memesan k
Stenly turun dari mobil dan masuk ke sebuah pub ternama untuk bermain billiar."Buatkan aku brainwash," ucap Stenly kepada bartender tanpa basa-basi saat sudah berada di meja bar dan segera diberi acungan jempol 'oke' sang bartender. Sambil menunggu minuman favorit hasil racikan sang bartender jadi, Stenly mulai memperhatikan orang-orang yang sedang asik bermain billiar."Sepertinya akan sangat menyenangkan bila bermain billiar lawannya seorang wanita," ucap Stenly sambil memegang dagunya sambil fokus melihat dua orang wanita sedang asik bermain billiar dengan wajah sesekali serius dan sesekali tertawa. Membuat Stenly penasaran dan berhasil melupakan masalahnya untuk sesaat."Pasti asik, Bang. Coba, deh, ajakin mereka berdua main bareng, Bang,” kata bartender yang sudah selesai membuatkan minuman pesanan Stenly dan di sajikan di meja bar.Stenly menoleh ke arah bartender. "Kamu yakin mereka berdua tidak akan menolak ajakanku?"“Tentu sa
“Sekarang juga aku ke sana," ucap Stenly. Ia baru saja diberitahu William jika anak buahnya sudah berhasil menyekap selingkuhan Kimberly.“Akhirnya, sebentar lagi aku akan mengetahui siapa selingkuh Kimberly," ucap Stenly tersenyum devil. Ia langsung keluar dari apartemen dan turun ke bawah menuju basement di mana mobilnya terparkir. Stenly segera masuk ke dalam mobil, menyalakan dan melajukannya menuju rumah William.Hanya membutuhkan waktu lima belas menit untuk Stenly sampai ke rumah William. Ia segera turun dari mobil menghampiri William yang sudah menyambut kedatangannya."Selamat datang, Boss." William menyapa Stenly sambil membungkukkan badannya. Kali ini ia bersikap formal."Di mana dia?" tanya Stenly tanpa menghentikan langkah kakinya. Ia sudah tidak sabar bertemu dan melihat langsung seperti apa wajah selingkuhan Kimberly. Terlebih saat itu William sempat mengirimkan sebuah video di mana Kimberly dan selingkuhannya hendak masuk ke da
Stenly duduk termenung di balkon apartemennya. Perkataan William tadi tentang Kimberly terus mengganggu pikirannya. Ia tak menyangka Kimberly selama ini hanya memanfaatkannya dan bodohnya ia percaya itu."Will, datang ke apartemenku sekarang!" ucap Stenly memerintah melalui sambungan telepon. Sejak kabar kebangkrutannya mencuat Stenly lebih memilih untuk bekerja dari rumah untuk sementara."Tidak bisa kalau sekarang, Sten. Pekerjaan di kantor sangat menumpuk!" tolak William.Kamu itu aku yang gaji, jadi datang sekarang juga atau gajimu bulan ini kupotong,” kata Stenly mengancam."Astaga, Sten, bisa nggak sih, jangan ngancam? Entar siang deh, aku ke sana. Sebentar lagi ada rapat dengan pihak Perusahaan Welaku untuk membicarakan tentang pembatalan sementara rencana kerjasama kita dengan pihak mereka,” ucap William memberitahu."Oke!" jawab Stenly lalu mengakhiri pembicaraan mereka.“Kymberly!" lirih Stenly s
“Apa?”“Ini, tentang Kimberly!” ucapan William berhasil membuat Stenly seketika melupakan Seruni.“Ki—Kimberly? Apalagi yang kamu tahu tentang dia, Will?”William tak langsung menjawab pertanyaan Stenly. Ia lebih memilih melajukan mobilnya terlebih dahulu, meninggalkan rumah Seruni.“Will jawab aku!”“Sabar dulu, Sten,” ucap William. “Dari pengamatan Roy, sepertinya Kimberly memang sudah sejak lama berselingkuh. Aku yakin, selama ini dia hanya memanfaatkan harta kekayaan kamu saja dan sudah bisa disimpulkan kalau selama ini Kimberly tidak pernah cinta sama kamu, Sten,” ucap William dengan santai.William berbicara tanpa menoleh ke arah Stenly karena ia sedang fokus dengan jalanan di depannya.“Apa perkataan Roy bisa dipercaya seratus persen, Will?” tanya Stenly yang kembali memanas.“Roy, orang kepercayaanku, Sten.
Plakkk!Awww!Seruni berteriak kesakitan sambil memegangi pipinya. Ia menangis.Tanpa sadar Stenly mengepalkan kedua tangannya saat melihat Seruni diperlakukan kasar oleh Ayahnya sendiri."Cukup, Jali!" bentak wanita paruh baya sambil mendorong tubuh ayah Seruni. "Jaga bicara Anda! Anak saya bukan orang seperti itu!" lanjutnya penuh amarah."Dia juga anak saya, Dewi!" ucap Jali tak mau kalah."Anda bilang anak? Saya tanya sama Anda! Orang tua seperti apa yang tega menuduh anaknya sendiri menjual diri! Dan lagi, orang tua seperti apa yang tega memaksa anaknya berhubungan dengan lelaki tak punya sopan santun hanya demi uang, hah!" teriak Dewi sambil menangis.Jali mendengus. "Apakah wajar anak perempuan seperti dia pulang hampir pagi seperti ini!" bentak pria paruh baya tidak mau kalah."Dia pasti punya alasan. Lagi pula, lebih baik Runi pulang terlambat daripada harus menuruti kemauan Anda yang pasti mema
"Tunggu apa lagi, cepat obati seluruh tubuh saya!" perintah Stenly tanpa rasa malu dengan posisi sudah berbaring di atas kasur busa."Mengobati seperti apa maksud kamu?" tanya Seruni gugup. Ia bahkan sampai menjatuhkan kotak P3K dari tangannya. Entah mengapa ada rasa takut berlebih. Ia selalu berpikir jika Stenly akan melakukan hal yang sama seperti Dante.“Apa perlu saya memberikan contoh sama kamu cara mengobati tubuh saya?” ujar Stenly. Ia sedikit kesal melihat respon yang diberikan Seruni.“Perlu. Agar saya tidak salah paham,” jawab Seruni sambil mengambil kotak P3K yang dijatuhkannya di lantai.Stenly mendengus mendengar jawaban Seruni. “Cepat lanjutkan mengompres semua luka dan memar yang ada di seluruh tubuh dan wajah saya," ucap Stenly akhirnya.Seruni mengembuskan napas lega. Setidaknya apa yang ditakutkannya tidak menjadi kenyataan. Itulah yang ia tangkap dari ucapan Stenly dan entah mengapa dirinya per
Seruni merasa kepayahan memapah Stenly yang tubuhnya jauh lebih besar daripada dirinya. Ia langsung saja membantu Stenly untuk duduk di kursi yang ada di ruang tamu. Napasnya ngos-ngosan karena kelelahan. "Aduh!" Stenly mengaduh karena kaget saat terduduk di kursi yang material terbuat dari kayu. Ia yang terbiasa duduk di atas sofa empuk jadi salah tingkah saat sadar sudah memberikan reaksi berlebihan di hadapan Seruni. "Kamu kenapa? Mana yang sakit?" tanya Seruni khawatir. “Tidak ada yang sakit. Hanya saja kursi ini keras sekali. Saya merasa tidak nyaman duduk di sini.” Seruni mengerutkan keningnya. "Kamu berbicara seolah tidak terbiasa duduk di kursi ini?" "Bukan begitu! Tentu saja saya terbiasa duduk di sini. Hanya saja kali ini beda rasanya karena tubuh saya sekarang sedang sakit semua," kata Stenly memberi alasan."Oh!” Singkat Seruni memberi respon. “Jadi, sekarang mana dapurnya?” tanya Seruni tiba-ti
Mereka berjalan menuju kontrakan yang diakui Stenly sebagai miliknya. Seruni mengikuti dari belakang dengan perasaannya kian cemas saat mengingat kata-kata pria yang sudah menolongnya tadi."Di sini tempatnya?" Stenly berbisik kepada William dengan suara sangat pelan saat sudah berada di teras sebuah kontrakan berukuran 3x3 meter tersebut.Bangunan itu tak lebih luas dari pos satpam di rumahnya. Dindingnya terbuat dari kayu dengan beberapa lubang terlihat di sana. Sungguh Stenly ingin sekali mengutuk asisten sekaligus sahabatnya yang tak betul mencarikan kontrakan."Jangan protes! Hanya tempat ini yang bisa aku dapatkan dalam waktu sesingkat ini!" kata William juga ikut berbisik.“Setidaknya carilah tempat yang lebih layak. Tempat ini lebih pantas dibilang kandang daripada kontrakan!” lanjut Stenly berbisik.“Salah sendiri kenapa kau tidak mengajaknya pulang ke apartemen saja tadi. Malah memilih ribet mencari kontrakan segala.&rdq