Mereka berjalan menuju kontrakan yang diakui Stenly sebagai miliknya. Seruni mengikuti dari belakang dengan perasaannya kian cemas saat mengingat kata-kata pria yang sudah menolongnya tadi.
"Di sini tempatnya?" Stenly berbisik kepada William dengan suara sangat pelan saat sudah berada di teras sebuah kontrakan berukuran 3x3 meter tersebut.
Bangunan itu tak lebih luas dari pos satpam di rumahnya. Dindingnya terbuat dari kayu dengan beberapa lubang terlihat di sana. Sungguh Stenly ingin sekali mengutuk asisten sekaligus sahabatnya yang tak betul mencarikan kontrakan.
"Jangan protes! Hanya tempat ini yang bisa aku dapatkan dalam waktu sesingkat ini!" kata William juga ikut berbisik.
“Setidaknya carilah tempat yang lebih layak. Tempat ini lebih pantas dibilang kandang daripada kontrakan!” lanjut Stenly berbisik.
“Salah sendiri kenapa kau tidak mengajaknya pulang ke apartemen saja tadi. Malah memilih ribet mencari kontrakan segala.”
“Aku rasa kau sudah tahu alasannya!”
“Tentu saja. Maka dari itu harusnya kau berterima kasih padaku karena bisa mendapatkan tempat yang cocok buat kau mengelabui dia!” ucap William merasa punya kesempatan untuk membela diri. Ia lalu menoleh ke belakang, melirik Seruni yang sedang melamun.
“Hai ..., Mbak!" panggil William mengagetkan Seruni yang sedang melamun.
"I—iya, Mas!" jawab Seruni tergagap karena kaget.
"Jangan panggil saya dengan sebutan mas! Panggil William saja. Itu sudah cukup!”
“Ck! Masalah panggilan saja kau protes!” Stenly mencibir.
“Harus itu! Sudahlah, berhenti membelanya!” kata William tak mau kalah.
“Maaf, Mas William!” ucap Seruni gugup. Ia membuat Stenly dan William berhenti berdebat.
“William! Jangan kamu kasi embel-embel Mas!" Kata William kembali protesnya.
"I—ya, William, ada apa?"
"Cepat buka pintunya," perintah William dengan angkuh.
"Baik," jawab Seruni menurut. Ia lalu berjalan menuju pintu dan berniat langsung membukanya. “Terkunci!” ucapnya dengan polos.
“Enggak mungkin. Coba buka lagi!” perintah William.
Seruni menurut saja. Diputranya berulang knop pintu yang memang terkunci. “Enggak bisa. Terkunci pintunya,” lirih Seruni yang masih terus berusaha membuka pintu kontrakan.
“William! Berhenti mengerjai anak orang! Itu pintu memang terkunci!”
"Anggap saja ini hukuman buat dia! Karena dia, kau jadi babak belur,” bisik William membela diri.
"Bukan dia yang bikin aku babak belur seperti ini!" Lagi-lagi Stenly membela Seruni.
"Tetap saja semua ini terjadi karena dia! Gara-gara dia aku jadi ikutan repot!” sewot William.
William sungguh kesal karena waktu istirahat malamnya lagi-lagi terganggu. Terlebih, siang tadi dia sudah cukup kelah menghandle semua pekerjaan Stenly dan ditambah menjadi detektif dadakan untuk memata-matai Kimberly.
"Kau itu aku yang gaji jadi jangan banyak protes!" bisik Steven. Ia kesal dengan tingkah William yang terlihat sekali tidak menyukai Seruni.
"Tak perlu kau ingatkan aku juga paham.”
"Bagus! Kalau begitu jangan banyak protes. Aku bisa saja potong gaji kamu bulan ini!” kata Stenly dengan nada mengancam sampai membuat William mengumpat.
“Shitt! Bisa-bisanya kau mengancamku! Harusnya kau memberiku bonus bukan malah mau memotong gaji!” protes William dengan suara pelan. Ia tak ingin Seruni mendengar perdebatan antar dirinya dan Stenly. Bisa-bisa boss yang selalu menyusahkan ini benar-benar memotong gajinya.
Merasa sudah kelelahan terus mencoba membuka pintu namun tak ada hasil. Akhirnya Seruni memberanikan diri memanggil William.
"Mas! Eh, William, maksudnya!" Ralat Adiba cepat sebelum kena semprot. "Pintunya benar-benar terkunci. Coba lihat ini tidak bisa dibuka," kata Seruni sambil menggoyang gagang pintu dengan kuat dan berakhir rusak.
“Astaga, kau merusak gagang pintunya!” teriak William terdengar berlebihan di telinga Stenly.
“Maaf!” ucap Seruni tak enak hati.
“Sudah tak apa. Itu hanya gagang pintu,” ucap Stenly. “ Itu hanya gagang pintu. Jangan berlebihan kau, William!”
“Tapi, sekarang bagaimana caranya kita membuka pintu ini!" ucap Marcel kesal. Ia melihat ke arah Stenly yang ternyata sedang memberikan tatapan tajam kepadanya.
"Gampang. Tinggal kamu dobrak saja pintunya! Kamu bukan pria lemah ‘kan?" kata Stenly tanpa berpikir.
"Aku yang dobrak pintu ini?” William balik bertanya sambil menunjuk dirinya sendiri. Lagi-lagi ia yang terkena imbasnya.
"Tentu saja. Apa kau keberatan?” tanya Stenly memancing. Ia yakin sahabatnya ini tak akan berani menolak.
“Oh, tentu saja tidak!” jawab William dengan cepat. Gajinya sebagai jaminan sekarang.
"Tadi katanya kamu tinggal berdua sama teman. Kenapa enggak minta dia saja yang buka?" tanya Seruni. Ia mulai bosan mendengar perdebatan dua orang yang baru saja ia kenal.
"Dia sedang ada pekerjaan di luar kota. Kalau dia ada di dalam pasti dia sudah membukakan pintu dari tadi tanpa diminta," ucap Stenly mencari alasan.
Kontrakan ini sudah dibeli oleh William atas perintahnya tadi. Jadi, sudah pasti tidak ada orang di dalam.
Ja—jadi hanya ada kita bertiga di sini?” tanya Seruni takut-takut. Ia jadi membayangkan jika Stenly juga sama jahatnya dengan Dante.
“Aku jangan dihitung karena setelah ini aku akan pulang. Istriku sudah menunggu di rumah!” potong William cepat, membuat Stenly mati-matian menahan tawa sehingga membuatnya merasakan sakit di area wajah dan perutnya yang penuh lebam.
Stenly tak habis pikir William bisa memberikan alasan seperti itu. Jangankan istri, pacar saja sahabatnya tak punya.
“Apa tidak sebaiknya saya pulang saja?” tanya Seruni mencoba menawar. Jujur ia benar-benar tak berani jika harus berdua saja dengan pria yang baru dikenal tak lebih dari satu jam.
“No!" tolak Stenly tanpa bisa dibantah. “William! Tolong cepat dobrak pintunya! Jl" lanjut Stenly kali ini memerintah William. Ia tak ingin Seruni mendebatnya.
"Minggir, Mbak!” kata William sambil mengibaskan tangannya. Ia langsung memasang kuda-kuda.
Seruni reflek bergeser dari posisinya sekarang memberi jalan William untuk mendobrak pintu.
“Satu, dua, tiga!” William langsung berlari menghantamkan tubuhnya ke pintu.
Brakkk!
Hanya dengan sekali dobrak William sudah bisa membuat pintu kontrakan itu terbuka. Pintu yang hanya terbuat dari triplek itu bahkan terlepas dari engselnya dan seketika membuat William tersenyum bangga.
"Kuat kan aku!” ucap William dengan menepuk dadanya bangga.
"Kuat ... kamu hebat!" sahut Seruni dengan mata berbinar.
"Kau boleh pulang sekarang! Terima kasih karena sudah mau mengantar kita berdua," usir Stenly sama sekali tidak menanggapi ucapan William. Entah mengapa ada rasa tak suka saat wanita yang ditolongnya memuji William. Baginya itu sangat berlebihan.
"Baiklah, istriku juga sudah menunggu di rumah," ucap William. Tanpa bicara lagi ia langsung saja pergi dari tempat itu. Bahkan, berpamitan kepada Seruni saja tidak. Bagi William ia sama sekali tak memiliki urusan dengan wanita itu. "Sahabat sekaligus boss sendiri ya, begini!" gerutu William saat sudah berada di dalam mobil.
"Bantu saya masuk dan segera obati luka-luka saya!" Stenly memerintah dan langsung dituruti Seruni. Bagi Seruni makin cepat ia mengobati luka-luka Stenly, makin cepat ia pulang ke rumah.
Stenly tersenyum menyeringai saat dengan mudahnya Seruni menuruti perintahnya.
Seruni merasa kepayahan memapah Stenly yang tubuhnya jauh lebih besar daripada dirinya. Ia langsung saja membantu Stenly untuk duduk di kursi yang ada di ruang tamu. Napasnya ngos-ngosan karena kelelahan. "Aduh!" Stenly mengaduh karena kaget saat terduduk di kursi yang material terbuat dari kayu. Ia yang terbiasa duduk di atas sofa empuk jadi salah tingkah saat sadar sudah memberikan reaksi berlebihan di hadapan Seruni. "Kamu kenapa? Mana yang sakit?" tanya Seruni khawatir. “Tidak ada yang sakit. Hanya saja kursi ini keras sekali. Saya merasa tidak nyaman duduk di sini.” Seruni mengerutkan keningnya. "Kamu berbicara seolah tidak terbiasa duduk di kursi ini?" "Bukan begitu! Tentu saja saya terbiasa duduk di sini. Hanya saja kali ini beda rasanya karena tubuh saya sekarang sedang sakit semua," kata Stenly memberi alasan."Oh!” Singkat Seruni memberi respon. “Jadi, sekarang mana dapurnya?” tanya Seruni tiba-ti
"Tunggu apa lagi, cepat obati seluruh tubuh saya!" perintah Stenly tanpa rasa malu dengan posisi sudah berbaring di atas kasur busa."Mengobati seperti apa maksud kamu?" tanya Seruni gugup. Ia bahkan sampai menjatuhkan kotak P3K dari tangannya. Entah mengapa ada rasa takut berlebih. Ia selalu berpikir jika Stenly akan melakukan hal yang sama seperti Dante.“Apa perlu saya memberikan contoh sama kamu cara mengobati tubuh saya?” ujar Stenly. Ia sedikit kesal melihat respon yang diberikan Seruni.“Perlu. Agar saya tidak salah paham,” jawab Seruni sambil mengambil kotak P3K yang dijatuhkannya di lantai.Stenly mendengus mendengar jawaban Seruni. “Cepat lanjutkan mengompres semua luka dan memar yang ada di seluruh tubuh dan wajah saya," ucap Stenly akhirnya.Seruni mengembuskan napas lega. Setidaknya apa yang ditakutkannya tidak menjadi kenyataan. Itulah yang ia tangkap dari ucapan Stenly dan entah mengapa dirinya per
Plakkk!Awww!Seruni berteriak kesakitan sambil memegangi pipinya. Ia menangis.Tanpa sadar Stenly mengepalkan kedua tangannya saat melihat Seruni diperlakukan kasar oleh Ayahnya sendiri."Cukup, Jali!" bentak wanita paruh baya sambil mendorong tubuh ayah Seruni. "Jaga bicara Anda! Anak saya bukan orang seperti itu!" lanjutnya penuh amarah."Dia juga anak saya, Dewi!" ucap Jali tak mau kalah."Anda bilang anak? Saya tanya sama Anda! Orang tua seperti apa yang tega menuduh anaknya sendiri menjual diri! Dan lagi, orang tua seperti apa yang tega memaksa anaknya berhubungan dengan lelaki tak punya sopan santun hanya demi uang, hah!" teriak Dewi sambil menangis.Jali mendengus. "Apakah wajar anak perempuan seperti dia pulang hampir pagi seperti ini!" bentak pria paruh baya tidak mau kalah."Dia pasti punya alasan. Lagi pula, lebih baik Runi pulang terlambat daripada harus menuruti kemauan Anda yang pasti mema
“Apa?”“Ini, tentang Kimberly!” ucapan William berhasil membuat Stenly seketika melupakan Seruni.“Ki—Kimberly? Apalagi yang kamu tahu tentang dia, Will?”William tak langsung menjawab pertanyaan Stenly. Ia lebih memilih melajukan mobilnya terlebih dahulu, meninggalkan rumah Seruni.“Will jawab aku!”“Sabar dulu, Sten,” ucap William. “Dari pengamatan Roy, sepertinya Kimberly memang sudah sejak lama berselingkuh. Aku yakin, selama ini dia hanya memanfaatkan harta kekayaan kamu saja dan sudah bisa disimpulkan kalau selama ini Kimberly tidak pernah cinta sama kamu, Sten,” ucap William dengan santai.William berbicara tanpa menoleh ke arah Stenly karena ia sedang fokus dengan jalanan di depannya.“Apa perkataan Roy bisa dipercaya seratus persen, Will?” tanya Stenly yang kembali memanas.“Roy, orang kepercayaanku, Sten.
Stenly duduk termenung di balkon apartemennya. Perkataan William tadi tentang Kimberly terus mengganggu pikirannya. Ia tak menyangka Kimberly selama ini hanya memanfaatkannya dan bodohnya ia percaya itu."Will, datang ke apartemenku sekarang!" ucap Stenly memerintah melalui sambungan telepon. Sejak kabar kebangkrutannya mencuat Stenly lebih memilih untuk bekerja dari rumah untuk sementara."Tidak bisa kalau sekarang, Sten. Pekerjaan di kantor sangat menumpuk!" tolak William.Kamu itu aku yang gaji, jadi datang sekarang juga atau gajimu bulan ini kupotong,” kata Stenly mengancam."Astaga, Sten, bisa nggak sih, jangan ngancam? Entar siang deh, aku ke sana. Sebentar lagi ada rapat dengan pihak Perusahaan Welaku untuk membicarakan tentang pembatalan sementara rencana kerjasama kita dengan pihak mereka,” ucap William memberitahu."Oke!" jawab Stenly lalu mengakhiri pembicaraan mereka.“Kymberly!" lirih Stenly s
“Sekarang juga aku ke sana," ucap Stenly. Ia baru saja diberitahu William jika anak buahnya sudah berhasil menyekap selingkuhan Kimberly.“Akhirnya, sebentar lagi aku akan mengetahui siapa selingkuh Kimberly," ucap Stenly tersenyum devil. Ia langsung keluar dari apartemen dan turun ke bawah menuju basement di mana mobilnya terparkir. Stenly segera masuk ke dalam mobil, menyalakan dan melajukannya menuju rumah William.Hanya membutuhkan waktu lima belas menit untuk Stenly sampai ke rumah William. Ia segera turun dari mobil menghampiri William yang sudah menyambut kedatangannya."Selamat datang, Boss." William menyapa Stenly sambil membungkukkan badannya. Kali ini ia bersikap formal."Di mana dia?" tanya Stenly tanpa menghentikan langkah kakinya. Ia sudah tidak sabar bertemu dan melihat langsung seperti apa wajah selingkuhan Kimberly. Terlebih saat itu William sempat mengirimkan sebuah video di mana Kimberly dan selingkuhannya hendak masuk ke da
Stenly turun dari mobil dan masuk ke sebuah pub ternama untuk bermain billiar."Buatkan aku brainwash," ucap Stenly kepada bartender tanpa basa-basi saat sudah berada di meja bar dan segera diberi acungan jempol 'oke' sang bartender. Sambil menunggu minuman favorit hasil racikan sang bartender jadi, Stenly mulai memperhatikan orang-orang yang sedang asik bermain billiar."Sepertinya akan sangat menyenangkan bila bermain billiar lawannya seorang wanita," ucap Stenly sambil memegang dagunya sambil fokus melihat dua orang wanita sedang asik bermain billiar dengan wajah sesekali serius dan sesekali tertawa. Membuat Stenly penasaran dan berhasil melupakan masalahnya untuk sesaat."Pasti asik, Bang. Coba, deh, ajakin mereka berdua main bareng, Bang,” kata bartender yang sudah selesai membuatkan minuman pesanan Stenly dan di sajikan di meja bar.Stenly menoleh ke arah bartender. "Kamu yakin mereka berdua tidak akan menolak ajakanku?"“Tentu sa
"Kamu mau kita ke hotel mana Tere?" tanya Stenly tanpa melihat ke arah Tere karena ia sedang fokus menyetir."Yakin, kamu tanya sama aku mau ke hotel mana?" tanya Tere dengan posisi duduk menghadap ke Stenly.Stenly mengangguk. "Yakin. Silakan pilih saja.”Bagi Stenly jangankan untuk menyewa hotel, langsung membelinya saja ia pasti mampu."Serius?" tanya Tere dengan mata berbinar. Wanita seksi ini bahkan sampai bergelayut manja di lengan Stenly saking girangnya."Serius!" jawab Stenly. "Pilih dan reservasi dari sekarang juga boleh. Jadi begitu kita sudah sampai sana, kita tidak perlu repot-repot lagi.”"Oke, kalau gitu aku mau kita ke Hotel Carton Rich dan aku reservasi dari sekarang. Aku harap kamu enggak akan menyesal karena sudah menawari aku," ucap Tere lalu segera membuka situs hotel tersebut untuk melakukan reservasi. Ia akan memesan k
"Kamu mau kita ke hotel mana Tere?" tanya Stenly tanpa melihat ke arah Tere karena ia sedang fokus menyetir."Yakin, kamu tanya sama aku mau ke hotel mana?" tanya Tere dengan posisi duduk menghadap ke Stenly.Stenly mengangguk. "Yakin. Silakan pilih saja.”Bagi Stenly jangankan untuk menyewa hotel, langsung membelinya saja ia pasti mampu."Serius?" tanya Tere dengan mata berbinar. Wanita seksi ini bahkan sampai bergelayut manja di lengan Stenly saking girangnya."Serius!" jawab Stenly. "Pilih dan reservasi dari sekarang juga boleh. Jadi begitu kita sudah sampai sana, kita tidak perlu repot-repot lagi.”"Oke, kalau gitu aku mau kita ke Hotel Carton Rich dan aku reservasi dari sekarang. Aku harap kamu enggak akan menyesal karena sudah menawari aku," ucap Tere lalu segera membuka situs hotel tersebut untuk melakukan reservasi. Ia akan memesan k
Stenly turun dari mobil dan masuk ke sebuah pub ternama untuk bermain billiar."Buatkan aku brainwash," ucap Stenly kepada bartender tanpa basa-basi saat sudah berada di meja bar dan segera diberi acungan jempol 'oke' sang bartender. Sambil menunggu minuman favorit hasil racikan sang bartender jadi, Stenly mulai memperhatikan orang-orang yang sedang asik bermain billiar."Sepertinya akan sangat menyenangkan bila bermain billiar lawannya seorang wanita," ucap Stenly sambil memegang dagunya sambil fokus melihat dua orang wanita sedang asik bermain billiar dengan wajah sesekali serius dan sesekali tertawa. Membuat Stenly penasaran dan berhasil melupakan masalahnya untuk sesaat."Pasti asik, Bang. Coba, deh, ajakin mereka berdua main bareng, Bang,” kata bartender yang sudah selesai membuatkan minuman pesanan Stenly dan di sajikan di meja bar.Stenly menoleh ke arah bartender. "Kamu yakin mereka berdua tidak akan menolak ajakanku?"“Tentu sa
“Sekarang juga aku ke sana," ucap Stenly. Ia baru saja diberitahu William jika anak buahnya sudah berhasil menyekap selingkuhan Kimberly.“Akhirnya, sebentar lagi aku akan mengetahui siapa selingkuh Kimberly," ucap Stenly tersenyum devil. Ia langsung keluar dari apartemen dan turun ke bawah menuju basement di mana mobilnya terparkir. Stenly segera masuk ke dalam mobil, menyalakan dan melajukannya menuju rumah William.Hanya membutuhkan waktu lima belas menit untuk Stenly sampai ke rumah William. Ia segera turun dari mobil menghampiri William yang sudah menyambut kedatangannya."Selamat datang, Boss." William menyapa Stenly sambil membungkukkan badannya. Kali ini ia bersikap formal."Di mana dia?" tanya Stenly tanpa menghentikan langkah kakinya. Ia sudah tidak sabar bertemu dan melihat langsung seperti apa wajah selingkuhan Kimberly. Terlebih saat itu William sempat mengirimkan sebuah video di mana Kimberly dan selingkuhannya hendak masuk ke da
Stenly duduk termenung di balkon apartemennya. Perkataan William tadi tentang Kimberly terus mengganggu pikirannya. Ia tak menyangka Kimberly selama ini hanya memanfaatkannya dan bodohnya ia percaya itu."Will, datang ke apartemenku sekarang!" ucap Stenly memerintah melalui sambungan telepon. Sejak kabar kebangkrutannya mencuat Stenly lebih memilih untuk bekerja dari rumah untuk sementara."Tidak bisa kalau sekarang, Sten. Pekerjaan di kantor sangat menumpuk!" tolak William.Kamu itu aku yang gaji, jadi datang sekarang juga atau gajimu bulan ini kupotong,” kata Stenly mengancam."Astaga, Sten, bisa nggak sih, jangan ngancam? Entar siang deh, aku ke sana. Sebentar lagi ada rapat dengan pihak Perusahaan Welaku untuk membicarakan tentang pembatalan sementara rencana kerjasama kita dengan pihak mereka,” ucap William memberitahu."Oke!" jawab Stenly lalu mengakhiri pembicaraan mereka.“Kymberly!" lirih Stenly s
“Apa?”“Ini, tentang Kimberly!” ucapan William berhasil membuat Stenly seketika melupakan Seruni.“Ki—Kimberly? Apalagi yang kamu tahu tentang dia, Will?”William tak langsung menjawab pertanyaan Stenly. Ia lebih memilih melajukan mobilnya terlebih dahulu, meninggalkan rumah Seruni.“Will jawab aku!”“Sabar dulu, Sten,” ucap William. “Dari pengamatan Roy, sepertinya Kimberly memang sudah sejak lama berselingkuh. Aku yakin, selama ini dia hanya memanfaatkan harta kekayaan kamu saja dan sudah bisa disimpulkan kalau selama ini Kimberly tidak pernah cinta sama kamu, Sten,” ucap William dengan santai.William berbicara tanpa menoleh ke arah Stenly karena ia sedang fokus dengan jalanan di depannya.“Apa perkataan Roy bisa dipercaya seratus persen, Will?” tanya Stenly yang kembali memanas.“Roy, orang kepercayaanku, Sten.
Plakkk!Awww!Seruni berteriak kesakitan sambil memegangi pipinya. Ia menangis.Tanpa sadar Stenly mengepalkan kedua tangannya saat melihat Seruni diperlakukan kasar oleh Ayahnya sendiri."Cukup, Jali!" bentak wanita paruh baya sambil mendorong tubuh ayah Seruni. "Jaga bicara Anda! Anak saya bukan orang seperti itu!" lanjutnya penuh amarah."Dia juga anak saya, Dewi!" ucap Jali tak mau kalah."Anda bilang anak? Saya tanya sama Anda! Orang tua seperti apa yang tega menuduh anaknya sendiri menjual diri! Dan lagi, orang tua seperti apa yang tega memaksa anaknya berhubungan dengan lelaki tak punya sopan santun hanya demi uang, hah!" teriak Dewi sambil menangis.Jali mendengus. "Apakah wajar anak perempuan seperti dia pulang hampir pagi seperti ini!" bentak pria paruh baya tidak mau kalah."Dia pasti punya alasan. Lagi pula, lebih baik Runi pulang terlambat daripada harus menuruti kemauan Anda yang pasti mema
"Tunggu apa lagi, cepat obati seluruh tubuh saya!" perintah Stenly tanpa rasa malu dengan posisi sudah berbaring di atas kasur busa."Mengobati seperti apa maksud kamu?" tanya Seruni gugup. Ia bahkan sampai menjatuhkan kotak P3K dari tangannya. Entah mengapa ada rasa takut berlebih. Ia selalu berpikir jika Stenly akan melakukan hal yang sama seperti Dante.“Apa perlu saya memberikan contoh sama kamu cara mengobati tubuh saya?” ujar Stenly. Ia sedikit kesal melihat respon yang diberikan Seruni.“Perlu. Agar saya tidak salah paham,” jawab Seruni sambil mengambil kotak P3K yang dijatuhkannya di lantai.Stenly mendengus mendengar jawaban Seruni. “Cepat lanjutkan mengompres semua luka dan memar yang ada di seluruh tubuh dan wajah saya," ucap Stenly akhirnya.Seruni mengembuskan napas lega. Setidaknya apa yang ditakutkannya tidak menjadi kenyataan. Itulah yang ia tangkap dari ucapan Stenly dan entah mengapa dirinya per
Seruni merasa kepayahan memapah Stenly yang tubuhnya jauh lebih besar daripada dirinya. Ia langsung saja membantu Stenly untuk duduk di kursi yang ada di ruang tamu. Napasnya ngos-ngosan karena kelelahan. "Aduh!" Stenly mengaduh karena kaget saat terduduk di kursi yang material terbuat dari kayu. Ia yang terbiasa duduk di atas sofa empuk jadi salah tingkah saat sadar sudah memberikan reaksi berlebihan di hadapan Seruni. "Kamu kenapa? Mana yang sakit?" tanya Seruni khawatir. “Tidak ada yang sakit. Hanya saja kursi ini keras sekali. Saya merasa tidak nyaman duduk di sini.” Seruni mengerutkan keningnya. "Kamu berbicara seolah tidak terbiasa duduk di kursi ini?" "Bukan begitu! Tentu saja saya terbiasa duduk di sini. Hanya saja kali ini beda rasanya karena tubuh saya sekarang sedang sakit semua," kata Stenly memberi alasan."Oh!” Singkat Seruni memberi respon. “Jadi, sekarang mana dapurnya?” tanya Seruni tiba-ti
Mereka berjalan menuju kontrakan yang diakui Stenly sebagai miliknya. Seruni mengikuti dari belakang dengan perasaannya kian cemas saat mengingat kata-kata pria yang sudah menolongnya tadi."Di sini tempatnya?" Stenly berbisik kepada William dengan suara sangat pelan saat sudah berada di teras sebuah kontrakan berukuran 3x3 meter tersebut.Bangunan itu tak lebih luas dari pos satpam di rumahnya. Dindingnya terbuat dari kayu dengan beberapa lubang terlihat di sana. Sungguh Stenly ingin sekali mengutuk asisten sekaligus sahabatnya yang tak betul mencarikan kontrakan."Jangan protes! Hanya tempat ini yang bisa aku dapatkan dalam waktu sesingkat ini!" kata William juga ikut berbisik.“Setidaknya carilah tempat yang lebih layak. Tempat ini lebih pantas dibilang kandang daripada kontrakan!” lanjut Stenly berbisik.“Salah sendiri kenapa kau tidak mengajaknya pulang ke apartemen saja tadi. Malah memilih ribet mencari kontrakan segala.&rdq