Beranda / Historical / LORO / 27. Dikucilkan

Share

27. Dikucilkan

Penulis: Itari Raiansa
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-05 06:29:33

Jika aku mati, aku ingin kembali dimana seharusnya aku berada, Tuhan. Ini bukan tempatku. Aku tidak sanggup menahan penderitaan yang seharusnya bukan tanggunganku. Ini lebih sulit ketika semuanya masih di atas putih abu-abu. Aku tidak tahu siapa yang salah dan siapa yang benar.

Perasaanku sudah rapuh. Sudah sepatutnya perasaan ini berlabuh sampai disini. Aku tidak dapat menahan rasa sakit itu. Aku jatuh cinta kepada orang yang salah, Tuhan. Dia bukan milikku, namun kuingin memilikinya. Aku tak kuasa bila harus melepasnya dengan mata yang sekarang aku lihat. Aku tidak sanggup! Aku ingin semua ini selesai ketika aku tidak lagi bernapas di dunia ini.

Tapi kenapa?! Sekalipun dadaku sudah sesesak ini aku masih ingin menangisinya? Airmataku sudah bersatu dengan lautmu, tapi mengapa engkau masih menghidupiku dengan perasaan ini?! Kapten, Bibi Galih, pelayan, semuanya pergi meninggalkan Zahra. Harus bagaimana aku menahan rasa yang sama untuk orang yang aku cintai?

Tuhan, b

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • LORO   28. Angan

    Senja menanti malam. Langit Jingga pun perlahan menghilang. Raja Brawijaya menutup pintu akses pintu balkon menuju kamarnya. Ia menghidangkan senyum kepada Amarawati yang sedang duduk di pinggiran ranjang."Dinda sudah pulang?"Amarawati mengangguk khidmat. Dua bulan ini ia memang sengaja pergi ke salah satu pulau Sumatra untuk meninjau komoditi gula pasir dan rempah-rempahan."Saya mendengar jika Kanda baru saja tiba ke Istana tadi pagi. Ada urusan apa yang membuat Kanda pulang selambat itu?""Penting." Brawijaya tidak menanggapi secara panjang lebar. Ia bahkan duduk di atas kursi dan dilanjutkan dengan pergantian busana oleh beberapa dayang yang datang."Boleh saya tau sepenting apa urusan Kanda?"Brawijaya mengangkat tangannya setengah tiang. Para dayang lekas pergi dari dalam kamar Raja setelah mendapatkan isyarat tersebut."Kanda menelusuri jejak pemberantasan keluarga Kapten Bumyen yang rumornya dihabisi oleh prajuri

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-07
  • LORO   29. Tawaran

    Suara tapak kuda mengalun serempak dengan roda kereta yang membawa seorang gadis bercadar. Pelan-pelan gadis itu mengeluarkan tangannya dari dalam kereta menikmati hawai angin senja yang membentangkan jingga di langit angkasa. Manik matanya terpejam selembut sutra yang ia kenakan bulu mata lentik itu perlahan naik dibantu kelopak matanya yang menyipit jelita."Zahra? Kau sudah sadar?!""Chan! Kemari, cepat!"Gadis dengan pakaian indah senada bunga melati itu meletakkan dagunya diantara sekat jendela. Sudah seminggu sejak ia siuman dan mengingat wajah Ling dan Chan yang begitu terpana dengan kesadarannya."Tidak, Zahra! Kau tidak boleh pergi! Raja Brawijaya akan memberikan kami sanksi jika sampai sesuatu terjadi padamu!"Bahkan wajah keputus asaan yang dia lihat beberapa hari yang lalu masih terbayang jelas di kepala. Berputar bak gasing baru dan bagaimana Ling Yie menjelaskan pola kronologi yang mengakibatkan dirinya terdampar di wilayah sunyi tida

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-09
  • LORO   30. Pulang

    Rintik hujan selalu membawa cerita di tiap kedatangannya. Ia datang dan pergi secepat itu. Tidak membiarkan seseorang menyelesaikan urusannya yang begitu penting. Baginya, tugas yang ia bawa telah tersampai dan terserap akar tanaman di muka bumi. Dia tidak akan peduli sekali pun seseorang menangis darah memintanya kembali dengan apa yang telah ia bawa."Jinbun ...." Walaupun ia tahu jika rintik itu datang kembali. Tetapi apa yang sudah pergi mengapa begitu sulit kembali? Nyatanya Zahra sudah datang dalam wujud nyata. Sejauh ini ia mengorbankan nyawa orang yang begitu kekeh melindungi ia dari keegoan manusia serakah. Raden Patah mengeluarkan mimik yang begitu ia damba. Senyum yang ia imajinasikan melalui taburan bintang di langit."Boleh kan aku ikut mengantarmu? Kebetulan pula aku berniat pergi ke Demak.""Raden?" Sayyidah nampak tidak menyetujui usulan Patah. Zahra tahu dari bagaimana bibir perempuan itu melipat ke dalam. "Para santri disini masih perlu ilmu

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-14
  • LORO   31. Kilas Balik

    Chan sedang duduk di depan pendopo. Ia meneguk teh buatan istrinya dengan senyap. Sejak sejam yang lalu, Chan setia menemani Ling Yie yang nampak mondar-mandir menunggu Zahra yang tidak lain adalah amanah dari Raja Brawijaya. Padahal, perempuan itu sudah berjanji akan pulang hari ini. Namun, sudah larut malam pun batang hidungnya belum terlihat jua."Kenapa dirisaukan? Zahra bukan anak kecil lagi yang harus ditunggu waktu kepulangannya." Begitulah Chan. Semenjak diamanahkan Raja tentang Zahra sebenarnya dia kurang setuju. Mau bagaimana pun, Zahra masih memegang sebutan 'kutukan' yang benar-benar mencelaikai beberapa orang di sekitarya. Jika bukan karena Ling Yie yang memaksa ia tidak akan mungkin bermukim di wilayah terpencil sambil merawat perempuan berlogo 'kutukan'."Chan!" Mata Ling hampir keluar jika saja urat sarafnya tidak bekerja dengan baik. "Zahra adalah perempuan biasa! Kemampuan bela dirinya masih sangat minim! Bagaimana jika sesuatu di dalam hutan me

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-17
  • LORO   32. Siapa yang Punya Rasa

    Tidak ada yang mengetahui letak ruangan tersembunyi yang menyimpan rahasia besar dari seorang permaisuri Majapahit. Tengah malam dia datang membawa sebuah obor. Ruangan gelap nan sunyi lekas menjadi terang benderang dan dipenuhi derap kaki dari sepatu kulit yang ia kenakan. Gaunnya menyeret tanah. Namun tidak membuatnya terganggu sedikit pun. Ia berbelok ke arah kanan mengikuti alur tumbuhan merambat yang menjadi penutup sebuah ruangan rahasia. Tepat di balik semak, ia membuka sebongkah kayu. Permaisuri masuk ke dalam lubang kayu tersebut. Ia kembali melangkah ke bawah yang memiliki lebih dari dua terowongan."Dia sudah makan?"Salah satu penjaga di dalam ruangan itu mengangguk khidmat."Sudah, Permaisuri."Dewi Amarawati melanjutkan langkahnya. Ia membuka salah satu pintu menuju sel rahasia yang ada di dalam. Setelah mendapati orang yang dituju Dewi pun membuka sel penjara tersebut. Disana seorang lelaki berkulit putih duduk me

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-20
  • LORO   33. Sangkar Emas

    Seorang perempuan melintasi petak sawah di tengah malam. Kakinya telanjang dengan rambut yang urak-urakan. Dia nampak begitu tergesa-gesa hingga lebih terlihat setengah berlari. Sesekali kepalanya menoleh ke belakang. Tangannya memegang perut yang sudah membesar.Sret"Akh!" pekik perempuan itu tertahan. Sebuah anak panah menembus lengannya yang hanya ditutupi selendang. Dia mempercepat langkah, namun puluhan anak panah kembali datang menerjang tubuh ringkih itu."Kinara!"Perempuan itu kini berlari. Dia menembus perkebunan tebu yang bersebelahan dengan persawahan. Derap kaki di belakang sana semakin menghujam. Kinara--nama perempuan yang menjadi buruan itu tertarik oleh sebuah tangan yang tiba-tiba muncul di balik rimbunnya batang tebu. Mulutnya di bekap dan pergerakkannya benar-benar dikunci."Aku tidak akan melepaskanmu. Sampai kapan pun, sampai aku bisa melindungimu dan mengenalkanmu kepada rakyatku."***"Dia tidur lagi?"

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-24
  • LORO   34.Perempuan Misterius

    Keadaan Istana terbilang cukup damai dengan datangnya tamu dari Ampeldenta. Dua orang tersohor itu menyambangi Raja Brawijaya yang baru saja tiba dari pemukiman penduduk. Ia baru saja melakukan pengecekan terhadap komoditi beras dan beberapa rempah yang akan dikirim ke luar kerajaan Majapahit.Raja begitu bergembira melihat dua pemuda di hadapannya yang memajang senyum sarat akan kerinduan. Bukan tanpa alasan. Dua orang pemuda itu ialah Sunan Kalijaga yang merupakan sahabat Raja Brawijaya dan Raden Patah, anak kesayangan. Tidak membutuhkan basa-basi bagi Raja untuk memeluk dua orang yang begitu berarti. Ia sedikit menumpahkan tangisan ke bahu Raden Patah. Kendati demikian, Raden tetap menerima ayahandanya dengan tangan terbuka."Menangislah, tidak apa. Tumpahkan semua." Raden Patah tertawa kecil diakhir. Brawijaya menepuk pundak anaknya sejenak, lalu melepas pelukan. "Ayahanda tidak berubah sama sekali. Tetap tampan dan masih cengeng," komentar Raden, disambu

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-24
  • LORO   35. Lepas

    Sunan kalijaga meneguk teh bersama Raden Patah di salah satu warung milik penduduk di Demak. Dia baru saja bertemu dengan Raden Patah malam tadi dan berencana berkunjung ke pelabuhan Demak sore harinya. Siang ini usai melaksanakan solat dzuhur bersama santri mereka menyambangi warung dan berbincang di sana."Bagaimana pertemuanmu dengan Gusti Brawijaya?""Ayahanda menyerahkan seluruh niat itu kepadaku, tapi tidak diberikan untuk Majapahit. Anggaran pembangunan pelabuhan mungkin berasal dariku. Inilah yang masih kupikirkan Sunan. Apakah aku sanggup membangun rencana besar itu?""Insya Allah, jika niatmu sudah bulat, dan kau bersunguh-sungguh untuk melakukannya, Allah akan memudahkan niat baikmu."Raden Patah masih tampak ragu dengan dirinya sendiri. Mengingat bagaimana luasnya Demak dan besarnya pelabuhan yang akan menjadi dermaga pusat pemberhentian kapal dari seluruh wilayah ke Demak."Menurut Sunan, apakah Ayahanda memiliki rencana yang begitu b

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-26

Bab terbaru

  • LORO   63 : Mengangkut Ingatan Tentangmu

    Ant turun dari mobil. Berjalan ke samping dan membukakan pintu untuk Zahra. Keduanya berjalan masuk ke palataran Masjid. Ant sedikit ragu dengan tatapan Zahra yang nampak menyedihkan. Bahkan gadis itu kini menitihkan air mata tanpa sebab. Ant pun membiarkan Zahra berkeliling seorang diri. Gadis itu seperti orang yang baru saja ditinggalkan kekasih.Zahra terdiam beberapa menit. Ia menyapu wajahnya dengan tangan. Namun, perlahan bayangan seseorang hadir di kepalanya. Dia seorang pria, tersenyum dengan bajunya yang berkibar di terpa angin.Zahra mengirup napas sesak. Ia kembali melihat pria yang sama. Ia menarik tangan seorang wanita ke atas kuda. Saat melihat wanita itu Zahra terhenyak. Itu dirinya! Napas Zahra semakin terdengar lirih. Ia terjatuh dan membuat Ant terkejut hebat."Zahra!

  • LORO   62 : Beku dalam Mimpi

    Angin menyisir dedaunan dengan lembut. Membawa sehelai daun kering ke arah jendela yang terbuka. Meniupnya ke atas tubuh yang terbaring lemah di atas ranjang putih. Suara mesin peralatan medis berbunyi lembut. Menghantarkan suasana hening sesaat sebelum seorang lelaki sampai membuka pintu. Ia menutup pintu kembali. Membawa sebuah buku dan duduk di sebelah perempuan yang sedang terbaring itu."Ra, aku bawa komik kesukaan kamu lagi, nih. Edisi terbaru dari komik kemarin yang aku bacain." Lelaki itu terdiam beberapa saat. Ia mengambil sehelai daun kering yang menempel di atas selimut. "Bahkan kamu masih enggak mau buka mata walaupun udah aku bawain semua yang kamu suka."Ant, sahabat Zahra yang selalu setia menjenguk Zahra setiap minggunya di rumah sakit. Ia tidak tau apa yang terjadi dengan gadis itu setelah kejadian tiga bulan yang lalu.

  • LORO   61. Akhir Kesedihan

    Siang itu matahari bersinar dengan terik. Entah ia sedang labil atau kah bumi yang sedang bimbang? Baru saja ia menurunkan air bah yang datang dengan derasnya. Kini ia menghujani permukaan dengan sengatan yang terasa panas. Bahkan tanah yang basah pun kering dengan cepat. Sulit menemukan jejak jika barusan di tempat itu hujan turun beberapa jam yang lalu.Bahkan tubuh Zahra kini sudah mengering. Ia merasa normal kembali ketika sengatan matahari menyentuh kulit. Ia terjatuh di antara dedaunan kering. Bibirnya sangat pucat dan pecah di beberapa tempat. Ia kehausan, tak dapat berjalan, hingga akhirnya menutup mata sembari terbaring di bakar sinar matahari."Apakah kau ingin pulang?" Zahra membuka matanya perlahan. Ia menyipit, namun masih dapat melihat dengan jelas siapa o

  • LORO   60 : Tusukan Pedang dalam Perang

    Orang lain sering berkata jika hidup ini tak pernah pasti. Namun mereka lupa jika ada Dzat yang sudah menentukan garis takdir di hidup tiap insan. Kita lalai, tak acuh, menganggap segalanya dapat kita kendalikan. Lantas, apa yang dapat kita buat untuk bangkit dari kenyataan yang tak diinginkan? ~ZAHRA~Hujan turun dengan deras. Membelah dedaunan lebat. Menepis angin yang bertiup kencang. Zahra duduk di bawah pohon besar. Ia tidak sedang berteduh. Hanya lelah untuk melangkah. Pandangannya kosong, ia tak dapat mengeluarkan air mata lagi.Zahra menatap tangannya , melihat bayangan putih di sana. Tepat dua jam yang lalu setelah ia memutuskan pergi dari kawasan Demak satu-persatu bagaian tubuhnya mengalami perubahan. Ia tak dapat merasakan sakit ketika terjatu

  • LORO   59 : Yang Paling Berarti Untukku

    Aku berkaca pada dunia. Tentang kenangan yang ia bawa. Menyimpan cerita di balik luka. Menghapus luka pada rintik hujan yang ia tinggalkan. Mengajarkanku tersenyum dengan menengadah ke atas langit. Dunia yang luar biasa dengan segala isinya. Allah menuntunku dalam dunia ini. Mengajarkan ku banyak hal tentang arti mencintai. Juga melepaskan serta mengikhlaskan. Allah tahu apa yang ada di balik senyumku. Mendekapku yang diam ketakutan pada ketidakmampuan.Kini aku mencoba berdiri. Berlari ke tempat yang ku mau. Jika aku butuh, aku takkan berlari ke muara hatinya lagi. Cukup Allah yang menjagaku. Tiada tempat yang paling aman selain disisinya.Jujur, jika aku tak percaya pada Allah, sudah sejak dulu aku tak mampu. Aku lemah, hidup dalam am

  • LORO   58 : Memperjuangkan Rasa ini dan Negara ini

    Sang singa membawa Zahra mendaki bukit. Ia berlari sangat kencang. Bahkan hewan yang sedang melintas bergegas menyingkir. Rambut Zahra berkibar mengikuti arah angin. Ia tidak tahu kemana singa itu membawanya. Namun ia telah terlanjur memberikan kepercayaan kepada singa tersebut.Perlahan singa itu mulai bergerak lebih lambat. Zahra mengerutkan kening, perasaan was-was hinggap di hatinya."Aku mencium aromanya," kata singa. Zahra turun dari atas tubuh sang Singa. Ia mengelus rambut singa itu dengan lembut. "Jangan perlakukan aku seperti hewan lainnya. Kau tidak ingin menyesal, bukan?"Zahra mencebik. Namun ia terperangah ketika melihat tangannya berubah tembus pandang. Zahra meraih tangan kanannya, kemudian tangan itu mulai kembali ke bentuk semula.

  • LORO   57 : Cinta datang Terlambat

    Langkah derap kaki pasukan berkuda memecah keheningan di malam hari. pasukan Demak bertambah setelah Sunan Kalijaga sengaja mengirimkan tambahan pasukan untuk menjaga Raja mereka. kini kuda yang tadinya diletakkan di tengah lapangan di depan kawasan hutan dibawa masuk oleh pasukan yang menyusul.Walaupun sedikit kesal namun Raden patah terpaksa menaiki kuda itu. Sebab iya tahu sunan Kalijaga sangat mengerti apa yang terbaik untuk dirinya. Raden tahu jika Sunan pun menyimpan rasa terhadap Zahra, namun ia tidak dapat merestui hubungan itu. Zahra adalah wanita di masa lalu ayahnya, lalu jiwanya bersemayam di sana. Entahlah, namun hati Raden mentoleransi persepsi itu.Belum sampai masalah selesai, Raden dikejutkan dengan kehadiran Sunan Kalijaga. Lelaki itu dengan gagah berani menunggangi kudanya. Raden terpana, juga prajurit yang lain. Bah

  • LORO   56 : Masih Adakah Rasa itu Untukku?

    Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Gimana uts kalian, guys? Semoga dapat hasil yang maksimal ya, aamiin.Happy reading ❤️❤️❤️....Ratusan anak panah beterbangan di langit. Bak pasukan burung yang siap bermigrasi. Kali ini panah itu mengincar seorang perempuan saja. Sayangnya, ratusan panah itu seakan tak mampu untuk menjangkau target mereka. Perempuan itu berlari tanpa peduli lelah, ia mengangkat gaunnya, sesekali menoleh ke belakang untuk memastikan jika jaraknya sudah sangat jauh dari para pengejar."Hei, mau kemana kau?!" Salah seorang lelaki tiba-tiba menghadang. Ia tersenyum licik ketika melihat wajah perempu

  • LORO   55. Tergugu dengan Sekutu?

    Manusia seringkali lupa jika apa yang terjadi saat ini akan menjadi masa lalu di esok hari. Bahkan ketika ia sadar jika waktu tidak pernah diam ia masih memilih untuk mengabaikan hal-hal yang begitu penting untuk saat-saat di penghujung hari nanti. Lantas ia mengeluhkan waktu yang begitu sempit ketika ingin menuntaskan pekerjaan yang padat. Tugas menumpuk, sedangkan waktu hanya melambai saja menantinya. Ada penyesalan di saat seperti itu, namun entah mengapa kita sering mengulangi hal yang sama. Apakah kesalahan itu sengaja dilakukan karena bujuk rayu setan yang begitu kuat? Ataukah, diri kita sendiri yang dengan sengaja melalaikan waktu?Pertanyaan semacam ini seharusnya dipikirkan Zahra sejak dulu. Mungkin alasan ia tersesat di lorong waktu karena sikapnya yang acuh pada kehidupan. Mengabaikan semua hal demi kepentingan pribadi yang sudah cukup membuatnya senang. Katakan saja ia egois,

DMCA.com Protection Status