Sang singa membawa Zahra mendaki bukit. Ia berlari sangat kencang. Bahkan hewan yang sedang melintas bergegas menyingkir. Rambut Zahra berkibar mengikuti arah angin. Ia tidak tahu kemana singa itu membawanya. Namun ia telah terlanjur memberikan kepercayaan kepada singa tersebut.
Perlahan singa itu mulai bergerak lebih lambat. Zahra mengerutkan kening, perasaan was-was hinggap di hatinya.
"Aku mencium aromanya," kata singa. Zahra turun dari atas tubuh sang Singa. Ia mengelus rambut singa itu dengan lembut. "Jangan perlakukan aku seperti hewan lainnya. Kau tidak ingin menyesal, bukan?"
Zahra mencebik. Namun ia terperangah ketika melihat tangannya berubah tembus pandang. Zahra meraih tangan kanannya, kemudian tangan itu mulai kembali ke bentuk semula.
Aku berkaca pada dunia. Tentang kenangan yang ia bawa. Menyimpan cerita di balik luka. Menghapus luka pada rintik hujan yang ia tinggalkan. Mengajarkanku tersenyum dengan menengadah ke atas langit. Dunia yang luar biasa dengan segala isinya. Allah menuntunku dalam dunia ini. Mengajarkan ku banyak hal tentang arti mencintai. Juga melepaskan serta mengikhlaskan. Allah tahu apa yang ada di balik senyumku. Mendekapku yang diam ketakutan pada ketidakmampuan.Kini aku mencoba berdiri. Berlari ke tempat yang ku mau. Jika aku butuh, aku takkan berlari ke muara hatinya lagi. Cukup Allah yang menjagaku. Tiada tempat yang paling aman selain disisinya.Jujur, jika aku tak percaya pada Allah, sudah sejak dulu aku tak mampu. Aku lemah, hidup dalam am
Orang lain sering berkata jika hidup ini tak pernah pasti. Namun mereka lupa jika ada Dzat yang sudah menentukan garis takdir di hidup tiap insan. Kita lalai, tak acuh, menganggap segalanya dapat kita kendalikan. Lantas, apa yang dapat kita buat untuk bangkit dari kenyataan yang tak diinginkan? ~ZAHRA~Hujan turun dengan deras. Membelah dedaunan lebat. Menepis angin yang bertiup kencang. Zahra duduk di bawah pohon besar. Ia tidak sedang berteduh. Hanya lelah untuk melangkah. Pandangannya kosong, ia tak dapat mengeluarkan air mata lagi.Zahra menatap tangannya , melihat bayangan putih di sana. Tepat dua jam yang lalu setelah ia memutuskan pergi dari kawasan Demak satu-persatu bagaian tubuhnya mengalami perubahan. Ia tak dapat merasakan sakit ketika terjatu
Siang itu matahari bersinar dengan terik. Entah ia sedang labil atau kah bumi yang sedang bimbang? Baru saja ia menurunkan air bah yang datang dengan derasnya. Kini ia menghujani permukaan dengan sengatan yang terasa panas. Bahkan tanah yang basah pun kering dengan cepat. Sulit menemukan jejak jika barusan di tempat itu hujan turun beberapa jam yang lalu.Bahkan tubuh Zahra kini sudah mengering. Ia merasa normal kembali ketika sengatan matahari menyentuh kulit. Ia terjatuh di antara dedaunan kering. Bibirnya sangat pucat dan pecah di beberapa tempat. Ia kehausan, tak dapat berjalan, hingga akhirnya menutup mata sembari terbaring di bakar sinar matahari."Apakah kau ingin pulang?" Zahra membuka matanya perlahan. Ia menyipit, namun masih dapat melihat dengan jelas siapa o
Angin menyisir dedaunan dengan lembut. Membawa sehelai daun kering ke arah jendela yang terbuka. Meniupnya ke atas tubuh yang terbaring lemah di atas ranjang putih. Suara mesin peralatan medis berbunyi lembut. Menghantarkan suasana hening sesaat sebelum seorang lelaki sampai membuka pintu. Ia menutup pintu kembali. Membawa sebuah buku dan duduk di sebelah perempuan yang sedang terbaring itu."Ra, aku bawa komik kesukaan kamu lagi, nih. Edisi terbaru dari komik kemarin yang aku bacain." Lelaki itu terdiam beberapa saat. Ia mengambil sehelai daun kering yang menempel di atas selimut. "Bahkan kamu masih enggak mau buka mata walaupun udah aku bawain semua yang kamu suka."Ant, sahabat Zahra yang selalu setia menjenguk Zahra setiap minggunya di rumah sakit. Ia tidak tau apa yang terjadi dengan gadis itu setelah kejadian tiga bulan yang lalu.
Ant turun dari mobil. Berjalan ke samping dan membukakan pintu untuk Zahra. Keduanya berjalan masuk ke palataran Masjid. Ant sedikit ragu dengan tatapan Zahra yang nampak menyedihkan. Bahkan gadis itu kini menitihkan air mata tanpa sebab. Ant pun membiarkan Zahra berkeliling seorang diri. Gadis itu seperti orang yang baru saja ditinggalkan kekasih.Zahra terdiam beberapa menit. Ia menyapu wajahnya dengan tangan. Namun, perlahan bayangan seseorang hadir di kepalanya. Dia seorang pria, tersenyum dengan bajunya yang berkibar di terpa angin.Zahra mengirup napas sesak. Ia kembali melihat pria yang sama. Ia menarik tangan seorang wanita ke atas kuda. Saat melihat wanita itu Zahra terhenyak. Itu dirinya! Napas Zahra semakin terdengar lirih. Ia terjatuh dan membuat Ant terkejut hebat."Zahra!
Gemericik air bertanding bebatuan melintas mengikis lemut tebing yang mulai menghijau. Suara kicau burung dalam lebatnya dedaunan di hutan meramaikan riuh angin bercampur suara gemuruh. Terpelanting kemudian terseok-seok bak nenek renta yang dihajar massa. Gadis ringkih dengan bola mata besar berlari tidak tahu arah. Ditertawai oleh riuhan kepakan sayap kalelawar.Di ujung pepohan randu lelaki bertudung putih mengusap kulit pohon. Raungan para makhluk hutan menyibak kesenyapan dalam waktu yang tidak sepatutnya digunakan untuk beramai-ramai menunjukkan harmoni perang antar pedang. Matanya menyipit ketika melihat siluet seorang gadis ringkih berambut ikal yang tengah berlari dikejar puluhan prajurit berpedang. Tumbuh-tumbuhan yang baru bertunas terkena imbas ganasnya kericuhan malam itu."Jinbum!" Gadis itu mengulurkan tangan ke atas. Pedang bersahutan di belakang membelah halang rintang untuk memporak-porandakan isi perut gadis tidak beralas kaki yang mer
Iringan nyayian dalam bus menemani perjalanan wisata sebagai salah satu agenda pembelajaran kelas XI IPS A. Beberapa murid bersenandung merdu menunjukkan bakat vokal yang mereka miliki. Ada pun yang hanya sibuk menatap gadget--berselancar di sosial media, bermain game, dan berselfie ria di dalam bus. Para murid yang tidak mengikuti kegiatan selama perjalanan dikarenakan rasa pusing dan mual yang melanda."Hueekkk!"Tidak jarang pula suara orang muntah terdengar. Mereka saling membatu memberikan minyak angin pada teman mereka yang tidak dapat menikmati perjalanan dengan tenang. Teman sebangku berbaik hati memijat leher ketika teman yang muntah sibuk mengeluarkan isi makanan ke dalam kantong plastik.Berbagai momen dalam bus itu diabadikan oleh para fotografer dadakan yang tak lain adalah para murid itu sendiri. Hingga, kegiatan mereka terhenti ketika salah satu seorang murid berteriak histeris."Aaaaaa!""Zahra!" Ibu Tina memanggil salah satu m
Suara kicau burung nyaring terdengar di tengah lautan lepas. Sebuah kapal dagang yang mengangkut barang-barang berlayar menuju daratan terdekat. Kapten kapal memberikan intrupsi untuk membentangkan selayar. Mereka butuh dorongan angin yang lebih kuat agar cepat sampai ke tempat tujuan."Kapten, ada surat dari tuan Putri Tang."Lelaki berkumis tipis dengan rambut panjang sepinggang itu mengambil sebuah amplop dari tangan pelayannya."Kembalilah bekerja.""Baik, Kapten."Satu-satunya lelaki paling dihormati dalam kapal itu berjalan menuju kamarnya. Ia begitu gembira mendapat surat dari orang yang ia cinta. Sudah setahun lamanya ia pergi dari Cina mengembara ke beberapa wilayah di dunia. Ia berniaga dan bertemu dengan orang-orang penting tiap singgah ke daerah mereka. Kendati demikian, tidak membuatnya lupa akan cinta yang ia tinggal di tempat asal."Kian," panggilnya. Ia membuka amplop tersebut. Barisan huruf mandarin m