August kembali berbalik ke arah Pak Sumardi dengan tatapan penasaran, ia belum terlalu lama mengenal Maman namun pertanyaan Pak Sumardi membuatnya seolah-olah telah cukup mengenal sosok pria itu.
Ia tahu bahwa Maman adalah seseorang yang unik. Pria itu terlihat sangat lemah, namun saat ia diprovokasi maka saat itu pula pria itu menjadi seseorang yang tak mudah untuk ditaklukkan.
"Saya hanya tau sedikit tentang Pak Maman, tapi yang jelas ia orang yang sangat baik."
Pak Sumardi hanya mengangguk, ia kemudian memberikan kode ke August untuk segera keluar ruangan.
"Bagaimana wawancaranya?." Tiba-tiba suara seorang pria langsung menyambut August begitu ia sudah berada diluar ruang kerja Pak Sumardi. Spontan ia menoleh ke arah sumber suara, dan menemukan sosok Maman telah berdiri dengan sikap tenangnya namun tetap mendominasi lawan bicara.
August buru-buru menjawab. "Semuanya lanc
Maman memperhatikan dengan seksama ekspresi Winda yang begitu gembira."Kamu terlihat ceria sekali malam ini!."Winda mengangguk sambil memberikan senyuman manisnya ke Maman."Aku ceria karena bahagia." Ujar Winda.Maman hanya bisa mendesah bingung, ia masih belum memahami situasi sederhana yang mampu membuat Winda terlihat sangat bahagia."Ayo ikuti aku!." Ujar Winda setengah berteriak, dengan spontan tangan kanannya langsung menarik tangan Maman yang hanya terdiam mengikuti langkah Winda. Ini kali kedua Winda melakukan tindakan spontan seperti itu, tindakan yang membuat Maman seperti terhipnotis sehingga tak mampu berkata apa-apa.Sementara itu...Setelah mendapatkan laporan hasil pengintaian dari Hartomo yang sejak lama mengikuti Maman dan Winda. Pak Rudy kemudian melakukan sejumlah pengaturan, termasuk menghubungi Gordo. Kali ini rencana yang telah
Kata-kata August mampu membuat hati Maman sedikit tenang. "Baiklah aku tunggu info darimu secepatnya." Setelah menutup panggilan teleponnya ke August, Maman mengutak-atik kembali telepon genggamnya. Kali ini dia menghubungi Simon, dari temannya itu Maman berharap bisa mendapatkan sedikit bantuan. Memang cukup beresiko tapi layak untuk dilakukan dengan perhitungan yang matang. "Halo Simon!?." "Halo Pak Maman...ada tugas apa hari ini?." Simon belum tahu tentang situasi terkini yang dihadapi Maman. "Kali ini bukan soal pekerjaan, tapi tentang hidup mati seseorang." Maman kemudian menjelaskan ke Simon apa yang sedang ia hadapi. "Gila!...kelompok siapa yang melakukan itu?." Nada geram terdengar dari perkataan Simon. "Itu yang harus aku cari tau...aku minta tolong kepadamu untuk menghubungi Briptu Muthalib agar melakukan sesuatu untuk membantuku menyelamatkan Winda. Tapi buat semuanya secara rahasia dan rapi." "Baik aku paham...aku akan segera menghubungi Briptu Muthalib." Ujar Simo
Ketika ketiga orang anggota penculik tersebut mendekati Maman, terasa sekali aroma permusuhan yang tercipta. Maman bersiap untuk menghadapi segala kemungkinan.Dengan gaya arogan dan mengancam ketiga orang tersebut saat ini telah berdiri tepat dihadapan Maman, mereka memberikan tatapan tajam ke Maman. Namun mereka sedikit terkejut karena Maman membalas tatapan tersebut dengan hal yang sama, jika orang biasa mungkin akan langsung menundukkan kepala jika menerima tatapan seperti itu."Siapa kamu? Apa tujuanmu kemari?." Teriak salah satu dari mereka pada Maman."Saya Maman, saya diperintahkan oleh pimpinan kalian kesini!." Maman memperhatikan dengan seksama pada ketiga sosok tersebut. Dari profil kasar yang terlihat Maman berasumsi jika ketiganya hanya seorang preman biasa yang lebih sering menggunakan ancaman, ia sudah bisa menebak gaya bertarung apa yang dimiliki ketiga orang ini jika ia harus berkonflik secara fisik.
Setelah mengatakan itu, August mengalihkan pandangannya ke arah Winda yang sedang terikat di sebuah kursi dengan mulut tersumpal.Wajah August semakin menegang saat melihat hal tersebut, lalu dengan tegas memberikan perintah."Kamu!." Sambil menunjuk seorang pria dari keempat belas pria yang ada didepannya. "Dan kamu!." August menunjuk lagi pria yang berada disamping pria yang ditunjuknya tadi. "Bebaskan wanita itu, sekarang!."Dengan sigap kedua pria itu segera mendekati Winda. Mereka berdua dengan cepat mulai membuka ikatan yang membuat Winda tak berdaya."Hei, apa yang kalian lakukan!?." Teriak pimpinan mereka dengan nada frustasi. Ia tak rela jika rencana yang telah ia susun dengan rapi harus hancur berantakan. Ia dengan tergesa mencoba mendekati dua orang anak buahnya yang berusaha membebaskan Winda, namun tiba-tiba."Urusan kita belum selesai!." Kata Maman sambil memblokir langkah pemimpin kelompok penculik itu. Dengan san
Saat ini, Maman benar-benar fokus memperhatikan setiap gerakan yang dilakukan oleh sekelompok pria ini. Meskipun dia tidak tahu kenapa August menempatkan mereka di depan rumahnya, namun menurut Maman tindakan yang barusan terjadi sudah keterlaluan.Pria yang paling dominan diantara sekelompok pria tersebut memandangi Maman dengan berkacak pinggang sambil menggelengkan kepala. Sepertinya ia menganggap Maman orang yang tak tahu diri dan kepala batu. "Kau, jangan buat dirimu celaka hanya karena tak tau batasanmu. Sebaiknya kamu pergi sekarang!."Maman merasa sudah sangat tersudutkan, apapun alasan yang ia utarakan tidak akan diterima dengan baik oleh mereka. Dia semakin kesal karena sekelompok pria ini bersikap sangat arogan didepannya.Ketika Maman mencoba mendekati arah pintu rumah, tiba-tiba salah satu pria langsung melompat ke arahnya untuk menghalangi. Maman sudah mengantisipasi gerakan tersebut sehingga dengan tenang ia langsung menyambut lompatan pria
Berita tentang penculikan Winda menyebar begitu cepat, bahkan saat Maman sudah berhasil menyelamatkan Winda, berita itu masih saja terus menjalar.Pak Sumardi sendiri, yang pada awalnya begitu kaget saat mendengar apa yang menimpa Winda, saat ini masih terlihat cemas. Ia tidak bisa duduk dengan tenang di ruang kerjanya. "Bagaimana keadaan Winda?." Tanya Pak Sumardi pada dirinya sendiri, Winda bukan hanya sekedar karyawan bagi Pak Sumardi, ia sudah menganggapnya seperti anak sendiri.Pak Sumardi berkali-kali menatap layar ponselnya berharap ada informasi tentang Winda yang masuk, namun sampai saat ini hal yang ia tunggu-tunggu belum juga nampak. "Maman kok belum menginfokan apa-apa!?, Apa terjadi sesuatu dengan dia?." Baru kali ini dalam hidupnya Pak Sumardi merasakan kecemasan yang luar biasa. Ia sudah banyak menghadapi masalah dalam hidupnya, bahkan yang paling berbahaya sekalipun, namun belum pernah ia merasakan kecemasan seperti yang ia rasak
Di sudut sebuah kafe, Pak Sumardi sedang mengutak-atik ponselnya. Dia sebenarnya tidak terlalu suka menghabiskan waktu dengan menatap layar ponsel, namun ia tak punya kegiatan apa-apa lagi saat ini dimana dia harus menunggu kedatangan Pak Suryawan.Pak Sumardi menganggap Pak Suryawan seharusnya menelepon saja, tak usah mengajak bertemu. Tetapi sepertinya ada hal yang penting untuk dibahas oleh Pak Suryawan dan itu harus dengan tatap muka langsung.Selain itu, entah kenapa ia merasa keadaan semakin tidak menentu sejak Maman terus mendapatkan posisi penting di perusahaan."Ini pasti saling berkaitan, jika begini terus, bukan hanya Maman yang kehidupannya terancam, tapi juga orang-orang terdekatnya."Pak Sumardi meletakkan ponsel diatas meja, ia akhirnya merasa bosan sendiri sedari tadi hanya memandangi layar ponselnya. Segelas lemon tea yang ada dihadapannya ia minum dengan perlahan.Pada saat ini, Pak Suryawan nampak masuk ke dalam kafe.
Hari telah berganti, Maman kembali disibukkan dengan tugasnya sebagai kepala bagian produksi. Ada beberapa pekerjaan yang belum sempat ia selesaikan karena belakangan ini fokusnya masih tertuju ke kasus penculikan Winda. Ia masih belum mengerti mengapa Winda diculik hanya untuk membuat Maman menandatangani sebuah surat yang ia sendiri tidak tahu apa maksudnya.Saat ini Simon telah ada di depannya, koodinator data control itu datang untuk melaporkan pekerjaannya sekaligus menanyakan soal peristiwa yang menimpa Winda."Jadi Winda diculik hanya karena ingin kamu menandatangani sesuatu?." Tanya Simon."Yah begitulah, sayangnya orang yang menjadi pemimpin penculik itu tidak mau buka mulut. Bahkan Briptu Muthalib pun belum bisa mendapatkan keterangan yang jelas dari orang itu." Jawab Maman.Pada saat ini, ponsel Maman berdering. Melihat id pemanggil adalah Pak Sumardi ia segera mengangkat telepon tersebut."Halo Pak Sumardi." Sapa Maman."Halo Man...kamu ke ruanganku sekarang." Balas Pak Sum