Ketika ketiga orang anggota penculik tersebut mendekati Maman, terasa sekali aroma permusuhan yang tercipta. Maman bersiap untuk menghadapi segala kemungkinan.
Dengan gaya arogan dan mengancam ketiga orang tersebut saat ini telah berdiri tepat dihadapan Maman, mereka memberikan tatapan tajam ke Maman. Namun mereka sedikit terkejut karena Maman membalas tatapan tersebut dengan hal yang sama, jika orang biasa mungkin akan langsung menundukkan kepala jika menerima tatapan seperti itu.
"Siapa kamu? Apa tujuanmu kemari?." Teriak salah satu dari mereka pada Maman.
"Saya Maman, saya diperintahkan oleh pimpinan kalian kesini!." Maman memperhatikan dengan seksama pada ketiga sosok tersebut. Dari profil kasar yang terlihat Maman berasumsi jika ketiganya hanya seorang preman biasa yang lebih sering menggunakan ancaman, ia sudah bisa menebak gaya bertarung apa yang dimiliki ketiga orang ini jika ia harus berkonflik secara fisik.
Setelah mengatakan itu, August mengalihkan pandangannya ke arah Winda yang sedang terikat di sebuah kursi dengan mulut tersumpal.Wajah August semakin menegang saat melihat hal tersebut, lalu dengan tegas memberikan perintah."Kamu!." Sambil menunjuk seorang pria dari keempat belas pria yang ada didepannya. "Dan kamu!." August menunjuk lagi pria yang berada disamping pria yang ditunjuknya tadi. "Bebaskan wanita itu, sekarang!."Dengan sigap kedua pria itu segera mendekati Winda. Mereka berdua dengan cepat mulai membuka ikatan yang membuat Winda tak berdaya."Hei, apa yang kalian lakukan!?." Teriak pimpinan mereka dengan nada frustasi. Ia tak rela jika rencana yang telah ia susun dengan rapi harus hancur berantakan. Ia dengan tergesa mencoba mendekati dua orang anak buahnya yang berusaha membebaskan Winda, namun tiba-tiba."Urusan kita belum selesai!." Kata Maman sambil memblokir langkah pemimpin kelompok penculik itu. Dengan san
Saat ini, Maman benar-benar fokus memperhatikan setiap gerakan yang dilakukan oleh sekelompok pria ini. Meskipun dia tidak tahu kenapa August menempatkan mereka di depan rumahnya, namun menurut Maman tindakan yang barusan terjadi sudah keterlaluan.Pria yang paling dominan diantara sekelompok pria tersebut memandangi Maman dengan berkacak pinggang sambil menggelengkan kepala. Sepertinya ia menganggap Maman orang yang tak tahu diri dan kepala batu. "Kau, jangan buat dirimu celaka hanya karena tak tau batasanmu. Sebaiknya kamu pergi sekarang!."Maman merasa sudah sangat tersudutkan, apapun alasan yang ia utarakan tidak akan diterima dengan baik oleh mereka. Dia semakin kesal karena sekelompok pria ini bersikap sangat arogan didepannya.Ketika Maman mencoba mendekati arah pintu rumah, tiba-tiba salah satu pria langsung melompat ke arahnya untuk menghalangi. Maman sudah mengantisipasi gerakan tersebut sehingga dengan tenang ia langsung menyambut lompatan pria
Berita tentang penculikan Winda menyebar begitu cepat, bahkan saat Maman sudah berhasil menyelamatkan Winda, berita itu masih saja terus menjalar.Pak Sumardi sendiri, yang pada awalnya begitu kaget saat mendengar apa yang menimpa Winda, saat ini masih terlihat cemas. Ia tidak bisa duduk dengan tenang di ruang kerjanya. "Bagaimana keadaan Winda?." Tanya Pak Sumardi pada dirinya sendiri, Winda bukan hanya sekedar karyawan bagi Pak Sumardi, ia sudah menganggapnya seperti anak sendiri.Pak Sumardi berkali-kali menatap layar ponselnya berharap ada informasi tentang Winda yang masuk, namun sampai saat ini hal yang ia tunggu-tunggu belum juga nampak. "Maman kok belum menginfokan apa-apa!?, Apa terjadi sesuatu dengan dia?." Baru kali ini dalam hidupnya Pak Sumardi merasakan kecemasan yang luar biasa. Ia sudah banyak menghadapi masalah dalam hidupnya, bahkan yang paling berbahaya sekalipun, namun belum pernah ia merasakan kecemasan seperti yang ia rasak
Di sudut sebuah kafe, Pak Sumardi sedang mengutak-atik ponselnya. Dia sebenarnya tidak terlalu suka menghabiskan waktu dengan menatap layar ponsel, namun ia tak punya kegiatan apa-apa lagi saat ini dimana dia harus menunggu kedatangan Pak Suryawan.Pak Sumardi menganggap Pak Suryawan seharusnya menelepon saja, tak usah mengajak bertemu. Tetapi sepertinya ada hal yang penting untuk dibahas oleh Pak Suryawan dan itu harus dengan tatap muka langsung.Selain itu, entah kenapa ia merasa keadaan semakin tidak menentu sejak Maman terus mendapatkan posisi penting di perusahaan."Ini pasti saling berkaitan, jika begini terus, bukan hanya Maman yang kehidupannya terancam, tapi juga orang-orang terdekatnya."Pak Sumardi meletakkan ponsel diatas meja, ia akhirnya merasa bosan sendiri sedari tadi hanya memandangi layar ponselnya. Segelas lemon tea yang ada dihadapannya ia minum dengan perlahan.Pada saat ini, Pak Suryawan nampak masuk ke dalam kafe.
Hari telah berganti, Maman kembali disibukkan dengan tugasnya sebagai kepala bagian produksi. Ada beberapa pekerjaan yang belum sempat ia selesaikan karena belakangan ini fokusnya masih tertuju ke kasus penculikan Winda. Ia masih belum mengerti mengapa Winda diculik hanya untuk membuat Maman menandatangani sebuah surat yang ia sendiri tidak tahu apa maksudnya.Saat ini Simon telah ada di depannya, koodinator data control itu datang untuk melaporkan pekerjaannya sekaligus menanyakan soal peristiwa yang menimpa Winda."Jadi Winda diculik hanya karena ingin kamu menandatangani sesuatu?." Tanya Simon."Yah begitulah, sayangnya orang yang menjadi pemimpin penculik itu tidak mau buka mulut. Bahkan Briptu Muthalib pun belum bisa mendapatkan keterangan yang jelas dari orang itu." Jawab Maman.Pada saat ini, ponsel Maman berdering. Melihat id pemanggil adalah Pak Sumardi ia segera mengangkat telepon tersebut."Halo Pak Sumardi." Sapa Maman."Halo Man...kamu ke ruanganku sekarang." Balas Pak Sum
Maman kaget saat mendengar perkataan Pak Suryawan, ia tahu aset yang ia miliki tidak banyak bahkan asetnya masih sedikit dibandingkan beberapa teman sekerjanya. Bagaimana bisa Pak Suryawan mengatakan hal tersebut?.Semua hal yang ia lihat dan dengar saat ini terasa rumit, bahkan sedikit rasa curiga muncul dalam dirinya. Begitu banyak hal kah tentang dirinya yang ia sendiri tidak tahu?.Maman memandang serius ke arah Pak Suryawan, ia menunggu perkataan selanjutnya yang keluar dari mulut lelaki itu."Apa kamu tidak kaget mendengar informasi ini?, Atau sebenarnya kamu hanya berusaha untuk tenang?." Pak Suryawan bertanya ke Maman.Berusaha untuk tenang? Maman merasa dirinya tidak perlu merespon terlalu banyak. Meskipun informasi tadi begitu mengejutkan, namun ia tak mau gegabah untuk menanggapinya."Dengan segala hormat, sebaiknya perkataan yang tadi Paman Suryawan sampaikan bisa dijelaskan dengan rinci." Jawab Maman tegas.Mendengar jawaban Maman, Pak Suryawan m
Jejak kemarahan terlukis di wajah Maman, tetapi dia segera menghela nafas panjang. Maman kemudian merapikan kembali kertas yang berisi data keluarganya ke dalam map."Aku sekarang paham. Tapi aku mau membawa data-data ini pulang.""Tentu saja boleh, supaya kamu bisa semakin mengenal siapa mereka."Pak Suryawan tidak mau menahan keinginan Maman, dia berharap Maman bisa lebih waspada pada orang-orang tersebut.Maman awalnya ingin banyak bertanya ke Pak Suryawan mengenai latar belakang dirinya, namun dia khawatir jika ada fakta yang belum bisa ia terima. Sekarang dia sudah tahu beberapa hal dari misteri yang selama ini tak ia ketahui, bagaimana ia tidak kaget?. Maman merasa sepertinya dia harus beradaptasi dengan keadaan yang mulai berubah."Tentang perusahaan itu, bagaimana Paman?." Tanya Maman dengan segera setelah teringat soal nama perusahaan tempatnya bekerja yang masuk di dalam daftar asetnya.Pak Suryawan tersenyum lalu melirik ke Pak Sumardi."Saya
Keesokan paginya, karena hari ini hari minggu maka Maman tidak punya kewajiban untuk masuk kerja. Sebenarnya hari ini dia ingin menikmati hari libur dengan bersantai dirumah, namun pesan teks dari Simon yang ingin bertamu dirumahnya membuat dia agak sibuk sedikit.Maman masih bersibuk ria, ketika ia mendengar suara motor dari halaman rumahnya. Ia kemudian meninggalkan kesibukannya itu lalu menuju ke depan. Maman melihat Simon turun dari motornya. "Kamu kenapa datangnya terlalu cepat?."Simon hanya melambaikan tangan sejenak kemudian menghampiri Maman yang menunggunya didepan pintu. "Aku takut kamu tiba-tiba pergi, jadi aku datang kesini secepatnya.""Tidak mungkin!, Mana berani aku melakukan itu?." Simon tertawa kecil sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal."Masuklah!."Simon sudah hafal situasi didalam rumah Maman, jadi dia segera menuju ke tempat favoritnya saat dirumah Maman. Tempat itu hanya sebuah kursi panjang yang menghadap ke jendela, dari jende
Kelima sekuriti itu benar-benar berada dalam dilema besar. Hanya August yang sejak awal menentukan sikap untuk berada di sisi Maman.Mendengar hal itu, wanita pemilik kantin menatap Maman dengan tak percaya.Dari tadi ia mengira Maman hanya seorang karyawan yang terlalu ingin tahu. Tapi melihat tatapan dan kepercayaan diri lelaki tersebut, ia sedikit takut jika salah mengambil kesimpulan. "Kamu sebenarnya siapa? Apa hakmu untuk...""Diam kataku!." August kembali membentak sebelum wanita itu bisa menyelesaikan kata-katanya.Bentakan tersebut terdengar lebih menakutkan dari yang pertama. Wanita itu terlihat pucat, begitu juga dengan para pelayan yang ada di sampingnya. Beberapa karyawan yang masih ada di kantin itupun terkejut.Suasana menjadi hening, August menatap tajam ke arah pemilik kantin. Ia kemudian mengalihkan tatapannya ke para karyawan yang masih ada di tempa itu. "Kalian semua segera keluar dari sini!."Para karyawan yang tersisa segera beranjak meninggalkan kantin tersebut.
Setelah merasa keadaan Pak Sumardi baik-baik saja, Maman kemudian pamit. Tujuan berikutnya adalah langsung menuju ke tempat kerja, beberapa hal harus ia selesaikan selain mempersiapkan proses pengalihan jabatan manajer.Saat ini Maman telah berada di ruang kerjanya, di atas meja kerja bertumpuk sejumlah dokumen. Peristiwa penculikan Pak Sumardi membuat Maman belum sempat memeriksa isi dari dokumen-dokumen tersebut.Maman dengan seksama membaca isi beberapa dokumen. Beberapa kali ia mengangguk kagum saat melihat grafik data yang ditampilkan, kenaikannya cukup signifikan. Itu menandakan sistem yang sudah ia terapkan berjalan dengan baik. Selain itu, orang-orang yang ia pilih untuk menjadi garda terdepan untuk melakukan perbaikan telah bekerja dan berusaha untuk memberikan yang terbaik.Melihat hal tersebut, Maman menemukan komposisi yang tepat untuk mengisi sejumlah jabatan penting jika saatnya proses pengalihan jabatan manajer itu terjadi. Ia tahu mana orang yang bisa ia percaya setela
Keesokan harinya, Maman hari ini tidak langsung menuju ke tempat kerja, ia ingin bertemu dengan Pak Sumardi.Maman saat ini telah sampai di halaman rumah Pak Sumardi. Suasana di situ terasa lengang, tak ada orang yang terlihat berada di luar rumah. Maman menyimpulkan Pak Sumardi belum mencari pembantu dan tukang kebun yang baru.Maman mengetuk pintu rumah tersebut tiga kali, ia menunggu seseorang dari dalam membukakan pintu. Setelah merasa tak ada respon, Maman kembali mengetuk pintu. Lagi-lagi belum ada pergerakan dari dalam.Apakah terjadi sesuatu pada pasangan suami istri itu?.Harusnya mereka aman sekarang?.Maman merasa khawatir, ia segera menuju ke arah samping rumah dan menyusurinya. Seingatnya ada pintu penghubung di arah samping menuju ke dapur.Saat ia menemukan pintu itu, ia memutar kenop pintu, ternyata terkunci dari dalam. Dalam hati Maman semakin gelisah, seharusnya Pak Sumardi dan istri ada di rumah saat ini."Maman? Aku kira penjahat!."Mendengar suara itu, dengan refl
Haris mengerang dengan keras, tamparan Maman kali ini rasa sakitnya lebih besar terasa.Wajah Haris terlihat semakin membengkak.Maman berkata dengan dingin. "Aku tidak segan-segan menamparmu lebih keras lagi. Apakah kau masih bisa bertahan menahan sakitnya?."Haris tahu saat ini pertahanannya semakin rapuh, ia sendiri tidak yakin pada kemampuan tubuhnya untuk menahan rasa sakit yang lebih jika Maman menamparnya semakin keras. Mau tak mau ia harus menyerah. "Baiklah aku akan katakan yang sebenarnya."Maman menatap tajam ke wajah Haris sambil menarik paksa rambut pria itu ke arah belakang. "Katakan segera!."August yang sedari tadi hanya berdiri menyaksikan Maman menginterogasi Haris ikut membentak. "Jangan buang-buang waktu, cepatlah!."Haris semakin pucat, kedua pria yang membentaknya itu sama-sama hebat. Ia tak akan bisa melawan mereka meskipun punya kesempatan. "Aku...aku yang memberikan jalan pada para penculik itu masuk ke rumah."Mendengar penjelasan Haris, Maman semakin tajam m
Pak Rudi merasa cemas, bagaimanapun hal seperti ini tak pernah ia prediksi. "Keadaan semakin gawat, kita bisa jatuh dengan cepat." Kata Pak Rudi dengan nada bergetar.Semua petinggi keluarga yang hadir saling berpandangan, mereka jelas memahami situasi saat ini namun tak satupun yang punya ide untuk mengatasi hal tersebut.Sudah sejak lama mereka menikmati semua kemewahan yang didapatkan dari sejumlah proyek. Berbagai trik digunakan untuk mendapatkan keuntungan dari mempermainkan dana proyek.Kemewahan itu sebentar lagi akan lenyap jika mereka tak bisa mengembalikan keadaan. Ketika para investor mundur maka mereka tak punya lagi kekuatan untuk menjalankan proyek yang sedang dikerjakan oleh Pratama Grup. Mereka tidak siap untuk mengalami kejatuhan saat ini.Pak Rudi menatap tegas ke arah para petinggi keluarga. "Kalian semua harus membantuku untuk berpikir, jika ada yang mempunyai ide segera katakan sekarang!."Saat mendengar perintah Pak Rudi, para petinggi keluarga itu kemudian sali
Maman kemudian mengeluarkan ponselnya, ia harus segera menghubungi Pak Suryawan. "Halo Maman, Bagaimana?." Tanya Paman Suryawan di ujung telepon."Aku mau bertanya Paman, apa sudah ada petunjuk tentang siapa yang berada dibalik penculikan Pak Sumardi?.""Menurut informanku, beberapa anak buah Gordo semalam berencana menculik seseorang." Jawab Pak Suryawan. "Kemungkinan besar itu adalah Pak Sumardi."Gordo? Mendengar nama itu Maman langsung teringat dengan apa yang diinfokan Odie tadi siang. "Gordo ini merupakan pemasok bodyguard sekaligus penyedia orang-orang yang bisa melakukan pekerjaan kotor untuk Pratama Grup." Sambung Pak Suryawan."Berarti cocok dengan dugaanku." Balas Maman. "Karena lokasi Pak Sumardi disekap ada di pelabuhan yang dipenuhi barang-barang dengan tulisan Pratama Grup.""Kata Pak Sumardi tadi, Paman Suryawan harus segera bertindak." ***Saat ini, di rumah Pak Rudi terlihat para petinggi keluarga sudah hadir. Mereka sedang m
Setelah mengatur nafasnya untuk menenangkan diri, Maman kemudian bergeser sedikit ke arah samping kiri dari tempatnya bersembunyi tadi. Ia mendekat sedikit ke arah gudang.Dari posisinya sekarang, ia bisa melihat ada sepuluh orang pria berjaga di sekitar area gudang. Penampilan kesepuluh pria itu terlihat seperti preman bayaran, bukan pengawal ataupun tukang pukul orang-orang kaya. Siapapun otak dari aksi penculikan ini, ingin menyembunyikan identitasnya dengan menyewa preman.Mata Maman semakin waspada saat melihat ada dua mobil mewah berwarna hitam datang merapat ke gudang. Dari kedua mobil itu turun dua orang pria berjas hitam. Meskipun dari jauh Maman masih bisa memperhatikan dengan jelas penampilan para pria yang baru datang itu."Aku yakin mereka itulah yang merencanakan semua ini!." Kata Maman. Ia kemudian mengambil ponselnya dan mengetikkan pesan singkat lalu mengirimkannya ke Simon, bagaimanapun ia tidak boleh bertindak tanpa ada perencanaan matang.Maman maju lagi beberapa m
Setelah agak jauh meninggalkan rumah Agam, Maman menepikan motornya. Ia kemudian mengeluarkan ponsel lalu menghubungi nomor yang tadi diberikan Agam."Halo, siapa ini?." Suara seorang pria terdengar dari ujung telepon."Halo, apa benar ini dengan Pak Odie?." Tanya Maman dengan sopan."Iya betul, ada perlu apa?.""Maaf Pak Odie, aku dapat nomor bapak dari seorang teman, katanya kalau mau mencari orang yang berani melakukan pekerjaan berbahaya bapaklah orangnya." Maman berusaha memperlembut suaranya seperti orang yang sedang mencari pertolongan."Oh iya betul itu,.memangnya pekerjaan apa itu?." "Kalau boleh kita langsung bertemu saja Pak, lebih enak bicara empat mata.""Oke temui aku di warung kopi yang di perempatan menuju pasar.""Baik Pak."Sambil tersenyum sinis, Maman mematikan panggilan teleponnya. Ia tahu warung kopi yang dimaksud Odie, tanpa menunggu lebih lama lagi Maman segera memacu motornya menuju ke tempat tersebut.Sekitar lima belas menit kemudian, Maman sudah sampai di
Setelah menemui Pak Suryawan, sekarang Maman menuju kembali ke perumahan Pak Sumardi. Ia harus mencari tahu siapa yang menjadi pembantu di rumah tersebut. Setelah bertanya ke beberapa tetangga rumah Pak Sumardi, ia mendapatkan informasi jika pembantu dirumah itu ada tiga orang. Dua orang wanita, dan satu orang pria. Ketiga pembantu itu ternyata satu keluarga, nama kepala keluarganya Agam.Si Agam ini bertugas sebagai keamanan sekaligus tukang bersih-bersih halaman, kedua wanita lainnya adalah Istri dan anaknya yang bertanggung jawab pada bagian dalam rumah.Saat ini Maman segera menuju ke rumah Agam, lokasinya tidak jauh dari rumah Pak Sumardi. Setidaknya keluarga tersebut pasti ada informasi soal Pak Sumardi karena selama ini merekalah yang sehari-hari menyertai pasangan suami istri tersebut.Maman tiba di sebuah rumah, dari luar terlihat jika rumah itu belum sepenuhnya selesai. Temboknya belum dicat, hanya lapisan semen yang menutupi susunan batu merah. Maman kemudian mengetuk pint