Di sudut sebuah kafe, Pak Sumardi sedang mengutak-atik ponselnya. Dia sebenarnya tidak terlalu suka menghabiskan waktu dengan menatap layar ponsel, namun ia tak punya kegiatan apa-apa lagi saat ini dimana dia harus menunggu kedatangan Pak Suryawan.
Pak Sumardi menganggap Pak Suryawan seharusnya menelepon saja, tak usah mengajak bertemu. Tetapi sepertinya ada hal yang penting untuk dibahas oleh Pak Suryawan dan itu harus dengan tatap muka langsung.Selain itu, entah kenapa ia merasa keadaan semakin tidak menentu sejak Maman terus mendapatkan posisi penting di perusahaan."Ini pasti saling berkaitan, jika begini terus, bukan hanya Maman yang kehidupannya terancam, tapi juga orang-orang terdekatnya."Pak Sumardi meletakkan ponsel diatas meja, ia akhirnya merasa bosan sendiri sedari tadi hanya memandangi layar ponselnya. Segelas lemon tea yang ada dihadapannya ia minum dengan perlahan.Pada saat ini, Pak Suryawan nampak masuk ke dalam kafe.Hari telah berganti, Maman kembali disibukkan dengan tugasnya sebagai kepala bagian produksi. Ada beberapa pekerjaan yang belum sempat ia selesaikan karena belakangan ini fokusnya masih tertuju ke kasus penculikan Winda. Ia masih belum mengerti mengapa Winda diculik hanya untuk membuat Maman menandatangani sebuah surat yang ia sendiri tidak tahu apa maksudnya.Saat ini Simon telah ada di depannya, koodinator data control itu datang untuk melaporkan pekerjaannya sekaligus menanyakan soal peristiwa yang menimpa Winda."Jadi Winda diculik hanya karena ingin kamu menandatangani sesuatu?." Tanya Simon."Yah begitulah, sayangnya orang yang menjadi pemimpin penculik itu tidak mau buka mulut. Bahkan Briptu Muthalib pun belum bisa mendapatkan keterangan yang jelas dari orang itu." Jawab Maman.Pada saat ini, ponsel Maman berdering. Melihat id pemanggil adalah Pak Sumardi ia segera mengangkat telepon tersebut."Halo Pak Sumardi." Sapa Maman."Halo Man...kamu ke ruanganku sekarang." Balas Pak Sum
Maman kaget saat mendengar perkataan Pak Suryawan, ia tahu aset yang ia miliki tidak banyak bahkan asetnya masih sedikit dibandingkan beberapa teman sekerjanya. Bagaimana bisa Pak Suryawan mengatakan hal tersebut?.Semua hal yang ia lihat dan dengar saat ini terasa rumit, bahkan sedikit rasa curiga muncul dalam dirinya. Begitu banyak hal kah tentang dirinya yang ia sendiri tidak tahu?.Maman memandang serius ke arah Pak Suryawan, ia menunggu perkataan selanjutnya yang keluar dari mulut lelaki itu."Apa kamu tidak kaget mendengar informasi ini?, Atau sebenarnya kamu hanya berusaha untuk tenang?." Pak Suryawan bertanya ke Maman.Berusaha untuk tenang? Maman merasa dirinya tidak perlu merespon terlalu banyak. Meskipun informasi tadi begitu mengejutkan, namun ia tak mau gegabah untuk menanggapinya."Dengan segala hormat, sebaiknya perkataan yang tadi Paman Suryawan sampaikan bisa dijelaskan dengan rinci." Jawab Maman tegas.Mendengar jawaban Maman, Pak Suryawan m
Jejak kemarahan terlukis di wajah Maman, tetapi dia segera menghela nafas panjang. Maman kemudian merapikan kembali kertas yang berisi data keluarganya ke dalam map."Aku sekarang paham. Tapi aku mau membawa data-data ini pulang.""Tentu saja boleh, supaya kamu bisa semakin mengenal siapa mereka."Pak Suryawan tidak mau menahan keinginan Maman, dia berharap Maman bisa lebih waspada pada orang-orang tersebut.Maman awalnya ingin banyak bertanya ke Pak Suryawan mengenai latar belakang dirinya, namun dia khawatir jika ada fakta yang belum bisa ia terima. Sekarang dia sudah tahu beberapa hal dari misteri yang selama ini tak ia ketahui, bagaimana ia tidak kaget?. Maman merasa sepertinya dia harus beradaptasi dengan keadaan yang mulai berubah."Tentang perusahaan itu, bagaimana Paman?." Tanya Maman dengan segera setelah teringat soal nama perusahaan tempatnya bekerja yang masuk di dalam daftar asetnya.Pak Suryawan tersenyum lalu melirik ke Pak Sumardi."Saya
Keesokan paginya, karena hari ini hari minggu maka Maman tidak punya kewajiban untuk masuk kerja. Sebenarnya hari ini dia ingin menikmati hari libur dengan bersantai dirumah, namun pesan teks dari Simon yang ingin bertamu dirumahnya membuat dia agak sibuk sedikit.Maman masih bersibuk ria, ketika ia mendengar suara motor dari halaman rumahnya. Ia kemudian meninggalkan kesibukannya itu lalu menuju ke depan. Maman melihat Simon turun dari motornya. "Kamu kenapa datangnya terlalu cepat?."Simon hanya melambaikan tangan sejenak kemudian menghampiri Maman yang menunggunya didepan pintu. "Aku takut kamu tiba-tiba pergi, jadi aku datang kesini secepatnya.""Tidak mungkin!, Mana berani aku melakukan itu?." Simon tertawa kecil sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal."Masuklah!."Simon sudah hafal situasi didalam rumah Maman, jadi dia segera menuju ke tempat favoritnya saat dirumah Maman. Tempat itu hanya sebuah kursi panjang yang menghadap ke jendela, dari jende
Maman yakin peristiwa yang barusan terjadi dirumahnya berhubungan dengan orang-orang yang ingin merebut asetnya. Mereka mencoba menakut-nakutinya dengan aksi teror semacam itu.Melihat pecahan kaca yang sudah berhamburan di sekitar tempat duduk Simon tadi, Maman menghela nafas jengkel. Ia kemudian mencari sapu dan tempat sampah lalu mulai memunguti pecahan kaca tersebut.Simon pun segera menyusul Maman, ia menggunakan sebuah kantong plastik besar yang ia temukan di belakang pintu untuk membersihkan serpihan pecahan kaca yang berhamburan."Hati-hati tanganmu!." Maman memperingatkan saat melihat Simon sedikit tergesa-gesa saat memungut pecahan kaca.Simon mengangguk mendengar peringatan Maman."Kamu yakin mereka akan melakukan tugasnya?." Tanya Simon kemudian. Ia masih penasaran dengan cara Maman tadi memperlakukan kedua preman tersebut."Mereka itu hanya preman jalanan, orang-orang seperti itu akan melakukan pekerjaan kotor hanya demi selembar uang. Jika saja
Mendengar jawaban Maman, wajah pria itu semakin membuat penuh kekecewaan. "Apakah aku harus diambil polisi? Bahkan setelah aku berterus terang?."Maman mengangguk dengan tegas sambil menatap dingin. "Seperti itulah, lagipula kamu masih menyembunyikan banyak hal."Pria itu tertunduk menatapi lantai rumah Maman. "Aku hanya orang suruhan, mengapa aku diperlakukan berbeda dengan kedua orang tadi?."Maman memang baru saja memutuskan untuk membiarkan kedua preman yang disewa pria itu pergi. Ia memiliki pertimbangan sendiri saat membuat keputusan itu. "Mereka layak mendapatkan itu karena mereka sudah menunjukkan kesetiaan mereka. Lagipula bukankah kamu belum membayar mereka!?."Pria itu mengangkat sedikit wajahnya dengan tatapan penasaran. "Bapak tahu dari mana?."Pria itu tak menyangka jika fakta sederhana seperti itu ternyata diketahui juga oleh Maman. Dan sekarang, hal itu menjadi bumerang buat dirinya!."Tolong selamatkan aku. Apapun informasi yang bapak butuhka
Ketika para petinggi keluarga yang Pak Rudi undang ke rapat sudah pulang semua, ia kemudian menuju ke sebuah ruangan kecil yang berada di bagian belakang gedung. Ruang kecil tersebut merupakan ruangan rahasia yang hanya diketahui oleh beberapa orang saja, termasuk dirinya.Pak Rudi memasukkan sandi melalui sebuah layar digital kecil yang tertempel di dinding. Beberapa saat kemudian ia membuka pintu ruangan tersebut. Di dalam ruangan itu terdapat sejumlah rak dokumen yang terisi penuh setiap bagiannya, juga ada empat kursi sofa besar serta dua meja kerja lengkap dengan masing-masing sebuah laptop diatasnya.Ruangan rahasia itu biasa digunakan untuk mengelar rapat rahasia yang hanya dihadiri beberapa orang saja. Di ruangan itu pula banyak strategi dan taktik licik lahir untuk menaklukkan para saingan. Pak Rudi sebagai pimpinan keluarga punya kewenangan untuk menggunakan ruangan itu.Saat ini, Pak Rudi duduk di sebuah kursi yang cukup besar. Ia kemudian menyalakan laptop yang berada di m
Maman memperhatikan hiruk pikuk bagian produksi dari balik kaca di ruang kerjanya. Ia bisa melihat dengan jelas bagaimana alur dan proses kerja yang berlangsung saat ini. Meskipun dari kejauhan, namun Maman mampu mendapatkan gambaran jelas secara utuh yang terjadi di bagian produksi saat itu.Setelah merasa cukup mengamati keadaan di bagian produksi, Maman kemudian beranjak dari tempatnya berdiri, ia menuju ke meja kerjanya. Ia lalu mulai memeriksa laporan hasil produksi yang masuk hari itu, matanya fokus meneliti setiap data yang tampak di laporan tersebut.Maman cukup puas setelah membaca laporan hasil produksi, sepertinya sistem kerja yang ia buat sudah menunjukkan hasil yang baik. Sudah tidak ada lagi penyimpangan data, bahan baku pun tidak terlalu banyak yang terbuang, proses kerja para karyawan juga terlihat lebih efektif dan efisien. Maman melirik ke jam tangannya, sepuluh menit lagi waktu menunjukkan jam sembilan. Sesuai perkataan Pak Sumardi tadi pagi, ia harus menemuinya di