Mursalim melangkah sangat cepat, ia tak menyangka jika hari ini ia telat masuk kerja. Setelah pulang dari rumah Maman semalam, ia langsung merapikan kembali catatan-catatan tentang skema perbaikan bagian produksi. Mungkin karena terlalu capek sehingga tidurnya begitu lelap, begitu ia terbangun saat melihat jam dinding ia langsung bereaksi gelagapan karena waktu sudah menunjukkan pukul setengah delapan pagi.
Mursalim sedikit menyesal karena tidak mengaktifkan alarm tadi malam. Saat ini Mursalim sudah berada di depan ruang kerja kepala bagian produksi, setelah ia harus sedikit bersitegang dengan petugas absensi untuk meminta kompensasi akhirnya ia diizinkan untuk masuk meskipun ia harus menerima konsekuensi gajinya bulan depan dipotong karena absensi. Saat ia melongok melalui jendela, ia tak melihat sosok Maman di dalamnya.
Setelah memastikan Maman tak ada di ruang kerjanya, Mursalim segera berbalik arah menuju ke lokasi prosessing. Biasanya M
Peserta rapat yang mengajukan diri tadi langsung menanggapi. "Jangan khawatir Pak, saya akan melaksanakan tugas ini sebaik-baiknya."Pak Rudy mengangguk, lalu berkata. "Untuk selanjutnya kita akan bertemu kembali guna mendengarkan hasil penyelidikanmu." Pak Rudy kemudian mengalihkan pandangan dan perhatiannya ke seluruh peserta rapat. "Untuk hari ini pertemuan kali ini saya kira sudah cukup."Seluruh peserta rapat yang kesemuanya merupakan perwakilan dari beberapa keluarga yang termasuk ke dalam keluarga besar Pratama satu per satu berdiri, setelah memberikan hormat ke Pak Rudy mereka kemudian beranjak meninggalkan tempat tersebut."Kamu jangan pergi dulu!." Cegah Pak Rudy ke arah salah satu peserta rapat tadi. Peserta rapat tersebut merupakan pria yang mengajukan diri untuk melakukan penyelidikan ke target utama mereka."Siapa namamu?." Tanya Pak Rudy ke pria tersebut. Ia cukup mengagumi
Simon percaya dengan kata-kata Maman, ia sudah lama menduga hal tersebut namun ia tidak berani untuk berinisiatif melakukan pengecekan."Kalau begitu biar aku saja yang mengecek hal tersebut." Kata Simon dengan antusias."Tidak...tidak...itu bukan jalur kerjamu. Biar nanti Mursalim yang mengerjakannya." Jawab Maman sambil menggelengkan kepala.Simon sedikit kecewa dengan jawaban Maman, namun ia sadar bahwa ada seseorang yang lebih pas untuk melaksanakan tugas itu dibanding dirinya."Kamu fokus saja ke bagian data control." Kata Maman kemudian.Simon mengangguk sambil tersenyum, ia sepenuhnya mendukung rencana Maman karena apapun yang sedang dirancang Maman pasti akan bermanfaat untuknya juga."Jadi skema perbaikan bagian produksi belum bisa kita aplikasikan?." Tanya Simon lagi."Sepertinya belum bisa kita laksanakan karena aku belum berte
August kembali berbalik ke arah Pak Sumardi dengan tatapan penasaran, ia belum terlalu lama mengenal Maman namun pertanyaan Pak Sumardi membuatnya seolah-olah telah cukup mengenal sosok pria itu.Ia tahu bahwa Maman adalah seseorang yang unik. Pria itu terlihat sangat lemah, namun saat ia diprovokasi maka saat itu pula pria itu menjadi seseorang yang tak mudah untuk ditaklukkan."Saya hanya tau sedikit tentang Pak Maman, tapi yang jelas ia orang yang sangat baik."Pak Sumardi hanya mengangguk, ia kemudian memberikan kode ke August untuk segera keluar ruangan."Bagaimana wawancaranya?." Tiba-tiba suara seorang pria langsung menyambut August begitu ia sudah berada diluar ruang kerja Pak Sumardi. Spontan ia menoleh ke arah sumber suara, dan menemukan sosok Maman telah berdiri dengan sikap tenangnya namun tetap mendominasi lawan bicara.August buru-buru menjawab. "Semuanya lanc
Maman memperhatikan dengan seksama ekspresi Winda yang begitu gembira."Kamu terlihat ceria sekali malam ini!."Winda mengangguk sambil memberikan senyuman manisnya ke Maman."Aku ceria karena bahagia." Ujar Winda.Maman hanya bisa mendesah bingung, ia masih belum memahami situasi sederhana yang mampu membuat Winda terlihat sangat bahagia."Ayo ikuti aku!." Ujar Winda setengah berteriak, dengan spontan tangan kanannya langsung menarik tangan Maman yang hanya terdiam mengikuti langkah Winda. Ini kali kedua Winda melakukan tindakan spontan seperti itu, tindakan yang membuat Maman seperti terhipnotis sehingga tak mampu berkata apa-apa.Sementara itu...Setelah mendapatkan laporan hasil pengintaian dari Hartomo yang sejak lama mengikuti Maman dan Winda. Pak Rudy kemudian melakukan sejumlah pengaturan, termasuk menghubungi Gordo. Kali ini rencana yang telah
Kata-kata August mampu membuat hati Maman sedikit tenang. "Baiklah aku tunggu info darimu secepatnya." Setelah menutup panggilan teleponnya ke August, Maman mengutak-atik kembali telepon genggamnya. Kali ini dia menghubungi Simon, dari temannya itu Maman berharap bisa mendapatkan sedikit bantuan. Memang cukup beresiko tapi layak untuk dilakukan dengan perhitungan yang matang. "Halo Simon!?." "Halo Pak Maman...ada tugas apa hari ini?." Simon belum tahu tentang situasi terkini yang dihadapi Maman. "Kali ini bukan soal pekerjaan, tapi tentang hidup mati seseorang." Maman kemudian menjelaskan ke Simon apa yang sedang ia hadapi. "Gila!...kelompok siapa yang melakukan itu?." Nada geram terdengar dari perkataan Simon. "Itu yang harus aku cari tau...aku minta tolong kepadamu untuk menghubungi Briptu Muthalib agar melakukan sesuatu untuk membantuku menyelamatkan Winda. Tapi buat semuanya secara rahasia dan rapi." "Baik aku paham...aku akan segera menghubungi Briptu Muthalib." Ujar Simo
Ketika ketiga orang anggota penculik tersebut mendekati Maman, terasa sekali aroma permusuhan yang tercipta. Maman bersiap untuk menghadapi segala kemungkinan.Dengan gaya arogan dan mengancam ketiga orang tersebut saat ini telah berdiri tepat dihadapan Maman, mereka memberikan tatapan tajam ke Maman. Namun mereka sedikit terkejut karena Maman membalas tatapan tersebut dengan hal yang sama, jika orang biasa mungkin akan langsung menundukkan kepala jika menerima tatapan seperti itu."Siapa kamu? Apa tujuanmu kemari?." Teriak salah satu dari mereka pada Maman."Saya Maman, saya diperintahkan oleh pimpinan kalian kesini!." Maman memperhatikan dengan seksama pada ketiga sosok tersebut. Dari profil kasar yang terlihat Maman berasumsi jika ketiganya hanya seorang preman biasa yang lebih sering menggunakan ancaman, ia sudah bisa menebak gaya bertarung apa yang dimiliki ketiga orang ini jika ia harus berkonflik secara fisik.
Setelah mengatakan itu, August mengalihkan pandangannya ke arah Winda yang sedang terikat di sebuah kursi dengan mulut tersumpal.Wajah August semakin menegang saat melihat hal tersebut, lalu dengan tegas memberikan perintah."Kamu!." Sambil menunjuk seorang pria dari keempat belas pria yang ada didepannya. "Dan kamu!." August menunjuk lagi pria yang berada disamping pria yang ditunjuknya tadi. "Bebaskan wanita itu, sekarang!."Dengan sigap kedua pria itu segera mendekati Winda. Mereka berdua dengan cepat mulai membuka ikatan yang membuat Winda tak berdaya."Hei, apa yang kalian lakukan!?." Teriak pimpinan mereka dengan nada frustasi. Ia tak rela jika rencana yang telah ia susun dengan rapi harus hancur berantakan. Ia dengan tergesa mencoba mendekati dua orang anak buahnya yang berusaha membebaskan Winda, namun tiba-tiba."Urusan kita belum selesai!." Kata Maman sambil memblokir langkah pemimpin kelompok penculik itu. Dengan san
Saat ini, Maman benar-benar fokus memperhatikan setiap gerakan yang dilakukan oleh sekelompok pria ini. Meskipun dia tidak tahu kenapa August menempatkan mereka di depan rumahnya, namun menurut Maman tindakan yang barusan terjadi sudah keterlaluan.Pria yang paling dominan diantara sekelompok pria tersebut memandangi Maman dengan berkacak pinggang sambil menggelengkan kepala. Sepertinya ia menganggap Maman orang yang tak tahu diri dan kepala batu. "Kau, jangan buat dirimu celaka hanya karena tak tau batasanmu. Sebaiknya kamu pergi sekarang!."Maman merasa sudah sangat tersudutkan, apapun alasan yang ia utarakan tidak akan diterima dengan baik oleh mereka. Dia semakin kesal karena sekelompok pria ini bersikap sangat arogan didepannya.Ketika Maman mencoba mendekati arah pintu rumah, tiba-tiba salah satu pria langsung melompat ke arahnya untuk menghalangi. Maman sudah mengantisipasi gerakan tersebut sehingga dengan tenang ia langsung menyambut lompatan pria
Kelima sekuriti itu benar-benar berada dalam dilema besar. Hanya August yang sejak awal menentukan sikap untuk berada di sisi Maman.Mendengar hal itu, wanita pemilik kantin menatap Maman dengan tak percaya.Dari tadi ia mengira Maman hanya seorang karyawan yang terlalu ingin tahu. Tapi melihat tatapan dan kepercayaan diri lelaki tersebut, ia sedikit takut jika salah mengambil kesimpulan. "Kamu sebenarnya siapa? Apa hakmu untuk...""Diam kataku!." August kembali membentak sebelum wanita itu bisa menyelesaikan kata-katanya.Bentakan tersebut terdengar lebih menakutkan dari yang pertama. Wanita itu terlihat pucat, begitu juga dengan para pelayan yang ada di sampingnya. Beberapa karyawan yang masih ada di kantin itupun terkejut.Suasana menjadi hening, August menatap tajam ke arah pemilik kantin. Ia kemudian mengalihkan tatapannya ke para karyawan yang masih ada di tempa itu. "Kalian semua segera keluar dari sini!."Para karyawan yang tersisa segera beranjak meninggalkan kantin tersebut.
Setelah merasa keadaan Pak Sumardi baik-baik saja, Maman kemudian pamit. Tujuan berikutnya adalah langsung menuju ke tempat kerja, beberapa hal harus ia selesaikan selain mempersiapkan proses pengalihan jabatan manajer.Saat ini Maman telah berada di ruang kerjanya, di atas meja kerja bertumpuk sejumlah dokumen. Peristiwa penculikan Pak Sumardi membuat Maman belum sempat memeriksa isi dari dokumen-dokumen tersebut.Maman dengan seksama membaca isi beberapa dokumen. Beberapa kali ia mengangguk kagum saat melihat grafik data yang ditampilkan, kenaikannya cukup signifikan. Itu menandakan sistem yang sudah ia terapkan berjalan dengan baik. Selain itu, orang-orang yang ia pilih untuk menjadi garda terdepan untuk melakukan perbaikan telah bekerja dan berusaha untuk memberikan yang terbaik.Melihat hal tersebut, Maman menemukan komposisi yang tepat untuk mengisi sejumlah jabatan penting jika saatnya proses pengalihan jabatan manajer itu terjadi. Ia tahu mana orang yang bisa ia percaya setela
Keesokan harinya, Maman hari ini tidak langsung menuju ke tempat kerja, ia ingin bertemu dengan Pak Sumardi.Maman saat ini telah sampai di halaman rumah Pak Sumardi. Suasana di situ terasa lengang, tak ada orang yang terlihat berada di luar rumah. Maman menyimpulkan Pak Sumardi belum mencari pembantu dan tukang kebun yang baru.Maman mengetuk pintu rumah tersebut tiga kali, ia menunggu seseorang dari dalam membukakan pintu. Setelah merasa tak ada respon, Maman kembali mengetuk pintu. Lagi-lagi belum ada pergerakan dari dalam.Apakah terjadi sesuatu pada pasangan suami istri itu?.Harusnya mereka aman sekarang?.Maman merasa khawatir, ia segera menuju ke arah samping rumah dan menyusurinya. Seingatnya ada pintu penghubung di arah samping menuju ke dapur.Saat ia menemukan pintu itu, ia memutar kenop pintu, ternyata terkunci dari dalam. Dalam hati Maman semakin gelisah, seharusnya Pak Sumardi dan istri ada di rumah saat ini."Maman? Aku kira penjahat!."Mendengar suara itu, dengan refl
Haris mengerang dengan keras, tamparan Maman kali ini rasa sakitnya lebih besar terasa.Wajah Haris terlihat semakin membengkak.Maman berkata dengan dingin. "Aku tidak segan-segan menamparmu lebih keras lagi. Apakah kau masih bisa bertahan menahan sakitnya?."Haris tahu saat ini pertahanannya semakin rapuh, ia sendiri tidak yakin pada kemampuan tubuhnya untuk menahan rasa sakit yang lebih jika Maman menamparnya semakin keras. Mau tak mau ia harus menyerah. "Baiklah aku akan katakan yang sebenarnya."Maman menatap tajam ke wajah Haris sambil menarik paksa rambut pria itu ke arah belakang. "Katakan segera!."August yang sedari tadi hanya berdiri menyaksikan Maman menginterogasi Haris ikut membentak. "Jangan buang-buang waktu, cepatlah!."Haris semakin pucat, kedua pria yang membentaknya itu sama-sama hebat. Ia tak akan bisa melawan mereka meskipun punya kesempatan. "Aku...aku yang memberikan jalan pada para penculik itu masuk ke rumah."Mendengar penjelasan Haris, Maman semakin tajam m
Pak Rudi merasa cemas, bagaimanapun hal seperti ini tak pernah ia prediksi. "Keadaan semakin gawat, kita bisa jatuh dengan cepat." Kata Pak Rudi dengan nada bergetar.Semua petinggi keluarga yang hadir saling berpandangan, mereka jelas memahami situasi saat ini namun tak satupun yang punya ide untuk mengatasi hal tersebut.Sudah sejak lama mereka menikmati semua kemewahan yang didapatkan dari sejumlah proyek. Berbagai trik digunakan untuk mendapatkan keuntungan dari mempermainkan dana proyek.Kemewahan itu sebentar lagi akan lenyap jika mereka tak bisa mengembalikan keadaan. Ketika para investor mundur maka mereka tak punya lagi kekuatan untuk menjalankan proyek yang sedang dikerjakan oleh Pratama Grup. Mereka tidak siap untuk mengalami kejatuhan saat ini.Pak Rudi menatap tegas ke arah para petinggi keluarga. "Kalian semua harus membantuku untuk berpikir, jika ada yang mempunyai ide segera katakan sekarang!."Saat mendengar perintah Pak Rudi, para petinggi keluarga itu kemudian sali
Maman kemudian mengeluarkan ponselnya, ia harus segera menghubungi Pak Suryawan. "Halo Maman, Bagaimana?." Tanya Paman Suryawan di ujung telepon."Aku mau bertanya Paman, apa sudah ada petunjuk tentang siapa yang berada dibalik penculikan Pak Sumardi?.""Menurut informanku, beberapa anak buah Gordo semalam berencana menculik seseorang." Jawab Pak Suryawan. "Kemungkinan besar itu adalah Pak Sumardi."Gordo? Mendengar nama itu Maman langsung teringat dengan apa yang diinfokan Odie tadi siang. "Gordo ini merupakan pemasok bodyguard sekaligus penyedia orang-orang yang bisa melakukan pekerjaan kotor untuk Pratama Grup." Sambung Pak Suryawan."Berarti cocok dengan dugaanku." Balas Maman. "Karena lokasi Pak Sumardi disekap ada di pelabuhan yang dipenuhi barang-barang dengan tulisan Pratama Grup.""Kata Pak Sumardi tadi, Paman Suryawan harus segera bertindak." ***Saat ini, di rumah Pak Rudi terlihat para petinggi keluarga sudah hadir. Mereka sedang m
Setelah mengatur nafasnya untuk menenangkan diri, Maman kemudian bergeser sedikit ke arah samping kiri dari tempatnya bersembunyi tadi. Ia mendekat sedikit ke arah gudang.Dari posisinya sekarang, ia bisa melihat ada sepuluh orang pria berjaga di sekitar area gudang. Penampilan kesepuluh pria itu terlihat seperti preman bayaran, bukan pengawal ataupun tukang pukul orang-orang kaya. Siapapun otak dari aksi penculikan ini, ingin menyembunyikan identitasnya dengan menyewa preman.Mata Maman semakin waspada saat melihat ada dua mobil mewah berwarna hitam datang merapat ke gudang. Dari kedua mobil itu turun dua orang pria berjas hitam. Meskipun dari jauh Maman masih bisa memperhatikan dengan jelas penampilan para pria yang baru datang itu."Aku yakin mereka itulah yang merencanakan semua ini!." Kata Maman. Ia kemudian mengambil ponselnya dan mengetikkan pesan singkat lalu mengirimkannya ke Simon, bagaimanapun ia tidak boleh bertindak tanpa ada perencanaan matang.Maman maju lagi beberapa m
Setelah agak jauh meninggalkan rumah Agam, Maman menepikan motornya. Ia kemudian mengeluarkan ponsel lalu menghubungi nomor yang tadi diberikan Agam."Halo, siapa ini?." Suara seorang pria terdengar dari ujung telepon."Halo, apa benar ini dengan Pak Odie?." Tanya Maman dengan sopan."Iya betul, ada perlu apa?.""Maaf Pak Odie, aku dapat nomor bapak dari seorang teman, katanya kalau mau mencari orang yang berani melakukan pekerjaan berbahaya bapaklah orangnya." Maman berusaha memperlembut suaranya seperti orang yang sedang mencari pertolongan."Oh iya betul itu,.memangnya pekerjaan apa itu?." "Kalau boleh kita langsung bertemu saja Pak, lebih enak bicara empat mata.""Oke temui aku di warung kopi yang di perempatan menuju pasar.""Baik Pak."Sambil tersenyum sinis, Maman mematikan panggilan teleponnya. Ia tahu warung kopi yang dimaksud Odie, tanpa menunggu lebih lama lagi Maman segera memacu motornya menuju ke tempat tersebut.Sekitar lima belas menit kemudian, Maman sudah sampai di
Setelah menemui Pak Suryawan, sekarang Maman menuju kembali ke perumahan Pak Sumardi. Ia harus mencari tahu siapa yang menjadi pembantu di rumah tersebut. Setelah bertanya ke beberapa tetangga rumah Pak Sumardi, ia mendapatkan informasi jika pembantu dirumah itu ada tiga orang. Dua orang wanita, dan satu orang pria. Ketiga pembantu itu ternyata satu keluarga, nama kepala keluarganya Agam.Si Agam ini bertugas sebagai keamanan sekaligus tukang bersih-bersih halaman, kedua wanita lainnya adalah Istri dan anaknya yang bertanggung jawab pada bagian dalam rumah.Saat ini Maman segera menuju ke rumah Agam, lokasinya tidak jauh dari rumah Pak Sumardi. Setidaknya keluarga tersebut pasti ada informasi soal Pak Sumardi karena selama ini merekalah yang sehari-hari menyertai pasangan suami istri tersebut.Maman tiba di sebuah rumah, dari luar terlihat jika rumah itu belum sepenuhnya selesai. Temboknya belum dicat, hanya lapisan semen yang menutupi susunan batu merah. Maman kemudian mengetuk pint