Pak Sumardi benar-benar serius saat mengatakan hal itu ke Maman!.
Maman memandang kagum ke Pak Sumardi, ia tak menyangka pemimpin selevel Pak Sumardi begitu peduli terhadap dirinya yang seorang bawahan.
"Terima kasih pak, saya akan lebih berhati-hati." Meskipun Maman tidak takut pada apapun yang mengancamnya, namun kata-kata pemimpin yang peduli seperti Pak Sumardi patut ia simak.
Dalam sekejap mata, Gordo telah menggadaikan wibawa pemimpinnya hanya karena uang. -Maman menghembuskan nafas dengan tekanan untuk mengurangi lelahnya, ia sudah selesai memeriksa dokumen data yang berhasil dikumpulkan hari ini. Dia kemudian menyusun dengan rapi dokumen tersebut lalu meletakkannya di lemari dokumen. Beberapa saat setelah selesai meletakkan dokumen itu, ponsel Maman berdering, dengan segera Maman melihat id pemanggil."Halo Simon?."
Maman lalu berbalik menatap dengan serius ke Pak Sumardi. Bukankah jabatan koordinator tim data control sudah ia pegang?, Kenapa Pak Sumardi tiba-tiba bertanya soal kemampuan Simon?. Meskipun Maman terkejut saat mendengar pertanyaan Pak Sumardi barusan, namun Maman tetap berbesar hati, karena sifat iri tidak merajai karakter Maman."Menurut saya, Simon pasti mampu pak. Sejak saya jadi koordinator tim data control, dia salah satu andalan saya di tim." Jawab Maman dengan sportif. Semua yang Maman utarakan tidak ada yang dilebih-lebihkan, sesuai dengan pengamatan Maman ke Simon selama ini."Baguslah kalau begitu!." Pak Sumardi kemudian member
"Kamuyang menggantikan Maman sebagai koordinator tim data control." Kata Pak Sumardi.Simon telah mencurahkan semua kemampuannya untuk membantu Maman demi merubah tim data control menjadi lebih baik, tak sedikitpun ada ambisi atau cita-cita Simon untuk merebut atau mengambil alih jabatan koordinator tim data control dari Maman.Bagi Maman sendiri, mendengar Simon yang menjadi penggantinya membuat dia bisa bernafas lega, setidaknya yang mengambil alih tanggung jawabnya di tim data control adalah orang yang sudah tahu masalah yang harus diselesaikan. Maman sudah tak peduli lagi bagaimana
Pak Sumardi tidak bisa menahan rasa terkejutnya, dia hanya bisa memandangi sosok Maman dengan tatapan heran. Begitu pula dengan Paman Suryawan, seketika ia melihat Maman begitu berwibawa dengan segala sikap menentangnya.Maman tidak terpengaruh dengan keterkejutan Pak Sumardi dan Paman Suryawan, Simon yang duduk disampingnya hanya ternganga mendengar kalimat yang baru diucapkan sahabatnya ini."Baiklah anak muda...coba jelaskan ke kami kenapa kamu menolak menjadi kepala produksi?." Tanya Paman Suryawan.
Ketika orang yang disebutkan anak buah Gordo tadi masuk, wajah Gordo langsung berubah. "Gordo, apakah kamu tidak punya inisiatif untuk melakukan sesuatu?." Tanya orang tersebut.Perkataan orang tersebut sedikit mengusik hati Gordo, ia bahkan memberikan kode ke para anak buahnya untuk waspada.Gordo tahu bagaimanapun ia mencoba untuk berdebat dengan orang ini, pasti ia akan kalah. Tapi dengan sedikit adu fisik, mungkin semuanya akan lebih mudah."Bisakah tuan beretika sedikit?, Bukankah tidak sopan jika tuan terus memprofokasi tuan rumah?." Wajah Gordo terlihat sedikit emosi melihat sikap orang tersebut.Gordo memang telah menerima sejumlah uang, dan ia juga sudah melakukan tindakan untuk menjalankan tugas yang diberikan kepadanya. Bahkan malam ini dia telah memberikan instruksi kepada beberapa anak buahnya untuk bertindak."Etika?, Masihkah preman seperti kamu memikirkan soal etika?." Kata orang itu sambil tersenyum sinis. Pada saat ia hendak berkata lagi, tiba-tiba ponselnya berbunyi
Pria tersebut mendengus marah ketika mendengar suara seseorang yang mencoba mencegahnya. Maman yang sudah bersiap menghadapi serangan dari pria tersebut juga terkejut mendengar suara itu, spontan ia mencari sumber suara sembari tetap mengawasi gerakan pria yang ada didepannya."Briptu Muthalib!?." Seru Maman setelah melihat sang pemilik suara barusan.Briptu Muthalib muncul beserta tiga orang polisi, kemunculan mereka membuat pria yang memegang belati dan hendak menyerang Maman panik, sontak ia memasukkan kembali belatinya dan langsung berlari menuju motornya. Sayangnya tindakan itu telah diantisipasi oleh salah satu polisi yang muncul bersama Briptu Muthalib, sebelum sempat meraih motornya pria itu langsung disergap dengan cekikan lengan oleh polisi tersebut. Ketiga pria yang masih terkapar di jalan tak bisa melawan ketika polisi memborgol mereka."Anda tidak apa-apa?." Tanya Briptu Muthalib."Alhamdulillah, tidak apa-apa. Untung Pak Muthalib langsung datang, kalau tidak mungkin saya
Pak Sumardi tersenyum,ia salut terhadap kepedulian Maman ke tim data control. Bahkan meskipun Maman bukan lagi koordinator tim data control, namun Maman merasa masih punya utang ke tim tersebut jika usulannya kemarin ke Pak Sumardi tidak dikabulkan."Aku sudah menginstruksikan ke Simon untuk merekrut lagi anggota baru, karena anggota tim data control yang masuk kategori senior akan dipindahkan." Kata Pak Sumardi menjelaskan."Mereka akan dipindahkan kemana pak?." Tanya Maman lagi.
Pak Rudy tidak memandang makanannya sama sekali, keinginannya untuk makan menguap. Sebaliknya ia langsung berdiri dengan sikap menantang didepan Pak Suryawan."Suryawan, kamu jangan sok menjadi pahlawan. Kalau tidak, kau akan menyesal!.""Oh begitu." Kata Pak Suryawan dengan tenang."Kau menyepelekan aku?." Pak Rudy semakin emosi melihat sikap Pak Suryawan yang terlihat tenang seakan tak menganggap keberadaannya.
Kelima sekuriti itu benar-benar berada dalam dilema besar. Hanya August yang sejak awal menentukan sikap untuk berada di sisi Maman.Mendengar hal itu, wanita pemilik kantin menatap Maman dengan tak percaya.Dari tadi ia mengira Maman hanya seorang karyawan yang terlalu ingin tahu. Tapi melihat tatapan dan kepercayaan diri lelaki tersebut, ia sedikit takut jika salah mengambil kesimpulan. "Kamu sebenarnya siapa? Apa hakmu untuk...""Diam kataku!." August kembali membentak sebelum wanita itu bisa menyelesaikan kata-katanya.Bentakan tersebut terdengar lebih menakutkan dari yang pertama. Wanita itu terlihat pucat, begitu juga dengan para pelayan yang ada di sampingnya. Beberapa karyawan yang masih ada di kantin itupun terkejut.Suasana menjadi hening, August menatap tajam ke arah pemilik kantin. Ia kemudian mengalihkan tatapannya ke para karyawan yang masih ada di tempa itu. "Kalian semua segera keluar dari sini!."Para karyawan yang tersisa segera beranjak meninggalkan kantin tersebut.
Setelah merasa keadaan Pak Sumardi baik-baik saja, Maman kemudian pamit. Tujuan berikutnya adalah langsung menuju ke tempat kerja, beberapa hal harus ia selesaikan selain mempersiapkan proses pengalihan jabatan manajer.Saat ini Maman telah berada di ruang kerjanya, di atas meja kerja bertumpuk sejumlah dokumen. Peristiwa penculikan Pak Sumardi membuat Maman belum sempat memeriksa isi dari dokumen-dokumen tersebut.Maman dengan seksama membaca isi beberapa dokumen. Beberapa kali ia mengangguk kagum saat melihat grafik data yang ditampilkan, kenaikannya cukup signifikan. Itu menandakan sistem yang sudah ia terapkan berjalan dengan baik. Selain itu, orang-orang yang ia pilih untuk menjadi garda terdepan untuk melakukan perbaikan telah bekerja dan berusaha untuk memberikan yang terbaik.Melihat hal tersebut, Maman menemukan komposisi yang tepat untuk mengisi sejumlah jabatan penting jika saatnya proses pengalihan jabatan manajer itu terjadi. Ia tahu mana orang yang bisa ia percaya setela
Keesokan harinya, Maman hari ini tidak langsung menuju ke tempat kerja, ia ingin bertemu dengan Pak Sumardi.Maman saat ini telah sampai di halaman rumah Pak Sumardi. Suasana di situ terasa lengang, tak ada orang yang terlihat berada di luar rumah. Maman menyimpulkan Pak Sumardi belum mencari pembantu dan tukang kebun yang baru.Maman mengetuk pintu rumah tersebut tiga kali, ia menunggu seseorang dari dalam membukakan pintu. Setelah merasa tak ada respon, Maman kembali mengetuk pintu. Lagi-lagi belum ada pergerakan dari dalam.Apakah terjadi sesuatu pada pasangan suami istri itu?.Harusnya mereka aman sekarang?.Maman merasa khawatir, ia segera menuju ke arah samping rumah dan menyusurinya. Seingatnya ada pintu penghubung di arah samping menuju ke dapur.Saat ia menemukan pintu itu, ia memutar kenop pintu, ternyata terkunci dari dalam. Dalam hati Maman semakin gelisah, seharusnya Pak Sumardi dan istri ada di rumah saat ini."Maman? Aku kira penjahat!."Mendengar suara itu, dengan refl
Haris mengerang dengan keras, tamparan Maman kali ini rasa sakitnya lebih besar terasa.Wajah Haris terlihat semakin membengkak.Maman berkata dengan dingin. "Aku tidak segan-segan menamparmu lebih keras lagi. Apakah kau masih bisa bertahan menahan sakitnya?."Haris tahu saat ini pertahanannya semakin rapuh, ia sendiri tidak yakin pada kemampuan tubuhnya untuk menahan rasa sakit yang lebih jika Maman menamparnya semakin keras. Mau tak mau ia harus menyerah. "Baiklah aku akan katakan yang sebenarnya."Maman menatap tajam ke wajah Haris sambil menarik paksa rambut pria itu ke arah belakang. "Katakan segera!."August yang sedari tadi hanya berdiri menyaksikan Maman menginterogasi Haris ikut membentak. "Jangan buang-buang waktu, cepatlah!."Haris semakin pucat, kedua pria yang membentaknya itu sama-sama hebat. Ia tak akan bisa melawan mereka meskipun punya kesempatan. "Aku...aku yang memberikan jalan pada para penculik itu masuk ke rumah."Mendengar penjelasan Haris, Maman semakin tajam m
Pak Rudi merasa cemas, bagaimanapun hal seperti ini tak pernah ia prediksi. "Keadaan semakin gawat, kita bisa jatuh dengan cepat." Kata Pak Rudi dengan nada bergetar.Semua petinggi keluarga yang hadir saling berpandangan, mereka jelas memahami situasi saat ini namun tak satupun yang punya ide untuk mengatasi hal tersebut.Sudah sejak lama mereka menikmati semua kemewahan yang didapatkan dari sejumlah proyek. Berbagai trik digunakan untuk mendapatkan keuntungan dari mempermainkan dana proyek.Kemewahan itu sebentar lagi akan lenyap jika mereka tak bisa mengembalikan keadaan. Ketika para investor mundur maka mereka tak punya lagi kekuatan untuk menjalankan proyek yang sedang dikerjakan oleh Pratama Grup. Mereka tidak siap untuk mengalami kejatuhan saat ini.Pak Rudi menatap tegas ke arah para petinggi keluarga. "Kalian semua harus membantuku untuk berpikir, jika ada yang mempunyai ide segera katakan sekarang!."Saat mendengar perintah Pak Rudi, para petinggi keluarga itu kemudian sali
Maman kemudian mengeluarkan ponselnya, ia harus segera menghubungi Pak Suryawan. "Halo Maman, Bagaimana?." Tanya Paman Suryawan di ujung telepon."Aku mau bertanya Paman, apa sudah ada petunjuk tentang siapa yang berada dibalik penculikan Pak Sumardi?.""Menurut informanku, beberapa anak buah Gordo semalam berencana menculik seseorang." Jawab Pak Suryawan. "Kemungkinan besar itu adalah Pak Sumardi."Gordo? Mendengar nama itu Maman langsung teringat dengan apa yang diinfokan Odie tadi siang. "Gordo ini merupakan pemasok bodyguard sekaligus penyedia orang-orang yang bisa melakukan pekerjaan kotor untuk Pratama Grup." Sambung Pak Suryawan."Berarti cocok dengan dugaanku." Balas Maman. "Karena lokasi Pak Sumardi disekap ada di pelabuhan yang dipenuhi barang-barang dengan tulisan Pratama Grup.""Kata Pak Sumardi tadi, Paman Suryawan harus segera bertindak." ***Saat ini, di rumah Pak Rudi terlihat para petinggi keluarga sudah hadir. Mereka sedang m
Setelah mengatur nafasnya untuk menenangkan diri, Maman kemudian bergeser sedikit ke arah samping kiri dari tempatnya bersembunyi tadi. Ia mendekat sedikit ke arah gudang.Dari posisinya sekarang, ia bisa melihat ada sepuluh orang pria berjaga di sekitar area gudang. Penampilan kesepuluh pria itu terlihat seperti preman bayaran, bukan pengawal ataupun tukang pukul orang-orang kaya. Siapapun otak dari aksi penculikan ini, ingin menyembunyikan identitasnya dengan menyewa preman.Mata Maman semakin waspada saat melihat ada dua mobil mewah berwarna hitam datang merapat ke gudang. Dari kedua mobil itu turun dua orang pria berjas hitam. Meskipun dari jauh Maman masih bisa memperhatikan dengan jelas penampilan para pria yang baru datang itu."Aku yakin mereka itulah yang merencanakan semua ini!." Kata Maman. Ia kemudian mengambil ponselnya dan mengetikkan pesan singkat lalu mengirimkannya ke Simon, bagaimanapun ia tidak boleh bertindak tanpa ada perencanaan matang.Maman maju lagi beberapa m
Setelah agak jauh meninggalkan rumah Agam, Maman menepikan motornya. Ia kemudian mengeluarkan ponsel lalu menghubungi nomor yang tadi diberikan Agam."Halo, siapa ini?." Suara seorang pria terdengar dari ujung telepon."Halo, apa benar ini dengan Pak Odie?." Tanya Maman dengan sopan."Iya betul, ada perlu apa?.""Maaf Pak Odie, aku dapat nomor bapak dari seorang teman, katanya kalau mau mencari orang yang berani melakukan pekerjaan berbahaya bapaklah orangnya." Maman berusaha memperlembut suaranya seperti orang yang sedang mencari pertolongan."Oh iya betul itu,.memangnya pekerjaan apa itu?." "Kalau boleh kita langsung bertemu saja Pak, lebih enak bicara empat mata.""Oke temui aku di warung kopi yang di perempatan menuju pasar.""Baik Pak."Sambil tersenyum sinis, Maman mematikan panggilan teleponnya. Ia tahu warung kopi yang dimaksud Odie, tanpa menunggu lebih lama lagi Maman segera memacu motornya menuju ke tempat tersebut.Sekitar lima belas menit kemudian, Maman sudah sampai di
Setelah menemui Pak Suryawan, sekarang Maman menuju kembali ke perumahan Pak Sumardi. Ia harus mencari tahu siapa yang menjadi pembantu di rumah tersebut. Setelah bertanya ke beberapa tetangga rumah Pak Sumardi, ia mendapatkan informasi jika pembantu dirumah itu ada tiga orang. Dua orang wanita, dan satu orang pria. Ketiga pembantu itu ternyata satu keluarga, nama kepala keluarganya Agam.Si Agam ini bertugas sebagai keamanan sekaligus tukang bersih-bersih halaman, kedua wanita lainnya adalah Istri dan anaknya yang bertanggung jawab pada bagian dalam rumah.Saat ini Maman segera menuju ke rumah Agam, lokasinya tidak jauh dari rumah Pak Sumardi. Setidaknya keluarga tersebut pasti ada informasi soal Pak Sumardi karena selama ini merekalah yang sehari-hari menyertai pasangan suami istri tersebut.Maman tiba di sebuah rumah, dari luar terlihat jika rumah itu belum sepenuhnya selesai. Temboknya belum dicat, hanya lapisan semen yang menutupi susunan batu merah. Maman kemudian mengetuk pint