Dua jagoanku tertidur dengan pulas, setelah menghabiskan satu mangkuk ice cream masing-masing dan ayam goreng satu potong. Mereka tertidur dengan memeluk boneka masing-masing.
Aku hanya menatap mereka dengan penuh cinta. Mencium kepala mereka mengelusnya dan tersenyum bangga. Dua malaikat yang hadir di saat aku merasa dunia tak pernah adil. Dunia tak pernah berpihak pada orang lemah sepertiku. Sumber kekuatan yang Tuhan hadirkan di saat aku berada di titik terlemah dalam hidupku.
"Bunda, akan lakukan apapun biar kalian bahagia." Wajah mereka sama. Orang-orang di sekitar tak bisa membedakan mana Celine dan Celena.
Nora : Girls, Danish minta alamat rumah kamu. Serius aku bingung mau jawabnya. Gimana nih?
Anna : Jangan dilayan!
Laki-laki sialan! Yang tersisa untuknya hanya kebencian yang kian memupuk. Danish adalah laki-laki paling brengsek yang pernah aku tahu.
Aku menarik napas panjang berbalik melihat dua malaikat kecilku. Apa reaksi mereka jika tahu Ayah yang mereka nantikan selama ini sudah dekat dengan mereka. Mengingat anak-anakku hadir tanpa ayah membuat luka itu semakin menganga lebar. Mereka tidak pernah salah, karena keegoisan orang dewasa mereka harus merasakan hal ini. Celine dan Celena selalu menantikan sosok ayah dan penasaran bagaimana sosok ayah itu. Sosok ayah yang hadir sebagai malaikat, sosok ayah yang membacakan dongeng di setiap tidur malam, ayah yang mengajarkan mereka bersepeda, ayah yang menghapus air mata mereka saat mereka terjatuh dari sepeda.
"Bunda akan jadi Ayah buat kalian." Aku selalu berperan ganda. Jadi ibu dan juga sosok ayah buat kedua malaikatku.
Terkadang aku ingin egois, aku ingin anak-anakku tak punya ayah, tapi pertanyaan dan permintaan polos itu membuat hatiku berdenyut nyeri.
"Nggak bisa! Dia maksa! Telat! Dia langsung tanya orang-orang di kantor." Wajah Nora yang terlihat panik membuat aku hanya menampilkan wajah datar walau otakku sedang menyusun rencana. Apa yang harus kulakukan setelah ini.
"Udah biar aja. Nanti aku urus."
"Cieee ... Pasti urusnya di ranjang ya kan? Si kembar udah bisa punya adik sekarang, mana tahu kalian bisa punya anak kembar lagi, tapi yang laki-laki."
Aku langsung mengacungkan jari tengah ke arah Nora membentuknya mulutku dengan kata f*** dan dia tertawa terbahak seperti nenek lampir.
Aku mematikan sambungan telpon. Menunggu anak-anak bangun dan aku harus mengungsi secepatnya. Aku benci jika laki-laki itu tahu anak-anakku. Aku ingin laki-laki itu tak usah mengenal semua anak-anakku!
Aku memegang ponsel ikut tertidur dengan dua malaikatku, saat mendengar suara mereka yang sudah bersemangat seperti biasanya.
"Ya ampun, Sayang. Kenapa kalian rusakkan lipstik Bunda?" Aku memijit kepalaku yang terasa berat dan masih mengantuk, tapi aku ingin mengungsi.
Tas sandang kecil milikku sudah dicoret-coret pakai lipstik dan tas itu merah semua. Jika sudah begini aku hanya menarik napas panjang dan mulai membereskan kekacauan yang mereka buat.
Dengan menggulung rambutku, aku suruh mereka mandi dan membereskan kekacaun yang mereka buat. Biasanya Celine dan Celena lebih banyak menghabiskan waktu di rumah Aunty Danish. Sial! Kenapa aku harus menyebut nama laki-laki sial itu? Aunty si sialan itu menikah dengan Omku. Mereka juga punya anak kembar perempuan hal itu yang mendasari Aunty Ilene sering mengajak anak-anak bermain karena selalu ingat dengan anak kembarnya semasa kecil. Atau anak-anak akan bersama Momma dan Ayah, mereka sedang menikmati masa tua dan Celine dan Celena yang suka di rumah Oma dan Opa karena merasakan sosok ayah itu. Tapi aku yang tak bisa berjauhan dengan mereka. Tapi aku biasanya selalu menitipkan anak-anak ketika pergi kerja. Menabung demi masa depan mereka.
"Siram badan! Nanti Bunda pakaikan sabun." Keduanya ribut di kamar mandi. Aku sudah menduga pasti masuk dalam bathtub dan bermain sabun, saling siram-siram hingga kamar mandi itu banjir. Aku tak bisa marah pada mereka, tapi kadang aku sudah diam mereka tahu Bunda marah dan mereka akan jadi anak yang manis. Aku tersenyum, mereka adalah harta paling berharga yang aku punya.
Aku masuk ke kamar mandi. Benar saja, Celena sedang menyiram kakaknya, kain penghalang basah semua. Aku berdiri melihat mereka. Ketika menyadari kehadiranku bukannya berhenti keduanya semakin tertawa riang, Celena menyiram lagi dan bajuku ikut basah. Aku hanya bisa menghela napas. Anak-anak ajaib dengan tingkah yang ajaib pula.
"Ayo Bunda mandikan. Kalian mau ke rumah Buna bukan?" Aunty Ilene sangat memanjakan mereka, jadi sudah di sana tak mau diajak pulang. Mereka memanggil Aunty Ilene dengan panggilan Buna dan Ayah. Membuatku tak terlalu merasa bersalah karena mereka terus bertanya ayah mereka.
"Buna udah janji mau bawa ke mall kan? Beli sepatu." Aku hanya menggeleng, mereka adalah keponakan favorit di antara semua sepupu mereka.
"Nanti gajian Bunda belikan. Sikat gigi." Aku membuka video animasi biar mereka meniru bagaimana menyikat gigi dengan benar.
Keduanya sikat gigi dan aku membantu mereka. Mengendong satu-satu dan membawa ke kamar. Memakaikan baju, terkadang belum sempat aku mengantar, Aunty Ilene sudah merampok mereka dan membawa tak mau dibalikan. Terkadang aku bercanda suruh mereka punya anak kembar lagi. Anak-anak jarang merasa kesepian, kecuali bersamaku dan mereka selalu bertanya sosok 'ayah'. Karena bersama Aunty Ilene dan Oma mereka selalu sosok laki-laki sedangkan aku selalu sendiri.
"Sini sisir rambut." Aku menyisir rambut mereka dan memberi pita di masing-masing sisi.
"Oi!" Panjang umur. Anak-anak langsung berlari ke luar kamar dan menyambut Aunty Ilene. Dia juga sudah rapih, pasti akan mengajak anak-anak jalan. Aunty Ilene pergi kemana-mana tak pernah lupa untuk membawa anak-anak, terkadang aku merasa mereka lebih dekat dengan Aunty Ilene daripada ibu mereka sendiri.
"Buna!" Teriak keduanya kompak. Aku melihat pakaianku yang masih basah.
"Hi, cantik! Kalian tahu aja mau ajak jalan-jalan. Mana wangi semua. Cium dulu." Keduanya kompak lagi mencium pipi Aunty Ilene. Aku tersenyum bangga, tingkah mereka yang membuat bertahan dari semua luka yang aku rasakan.
"Pamit ke Bunda dulu." Keduanya berbalik. Aku langsung menyambut mereka, ingin memeluk tapi pakaianku basah.
"Jadi anak yang manis ya."
"Siap, Bunda kapten!" ucap Celena. Aku tersenyum dan menggeleng. Begitu mengemaskan!
Aku berdiri mengantarkan mereka ke depan pintu, dan melihat mobil itu menjauh. Mereka pasti sudah menyanyi di dalam.
Aku memutuskan untuk mandi!
💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰
Dia diam menatapku begitu juga denganku yang tak ramah menyambutnya. Aku hanya memakai kimono berwarna pink karena baru selesai mandi, belum sempat mengeringkan rambut dan pintu terus berbunyi.
"Aku lagi nggak pesan o****e. Anda salah alamat!" Kataku sarkas dan menutup pintu. Dia menahan pintu itu. Shit! Aku benci sekali dengan laki-laki itu. Tapi tubuhku selalu berdesir saat menghirup aroma tubuhnya. Harusnya aku membenci juga bau tubuhnya, tapi aku malah diam-diam menghirup sebanyak mungkin. Anna bodoh!
Dia menatapku sendu, tapi harusnya dia tahu sorot mata yang aku tunjukkan penuh kebencian! Aku memang sangat membencinya! Setelah dia mencampakkan aku di saat besok aku harus memakai gaun pernikahan dan tengah hamil. Sebenarnya sebelum pernikahan itu aku sudah tahu jika aku hamil, aku ingin memberitahukan dirinya tapi sudah terlanjur kecewa—begitu kecewa.
"Anna!" Fuck! Aku benci sekali dengan apapun yang keluar dari mulutnya. Apalagi dia menyebut namaku, membuatku semakin muak padanya.
"Sebenarnya apa yang kamu harapkan? Kamu sudah bahagia dengan pekerjaaanmu, aku sudah bahagia dengan hidupku. Aku sebentar lagi akan menikah!" Entah pinjam kata-kata itu dari mana, tapi aku ingin menunjukan jika aku tak butuh laki-laki sampah seperti dirinya!
Dia menatapku dengan sorot terluka. Sebenarnya yang terluka aku atau dia? Kenapa harus dia yang bersikap seperti korban? Di saat dialah yang mematahkan segalanya!
"Aku ingin kita berteman."
"Teman?" Aku bertanya dengan sarkas ingin meludahi wajahnya saking muak!
"Maaf. Aku tidak berteman dengan laki-laki BRENGSEK!" Aku menekankan kata-kata brengsek karena dia memang brengsek!
"Anna, apa tidak ada kesempatan kedua? Apa pintu maaf itu tidak ada sama sekali?"
"Pintu maaf buatmu, jangan pernah tampakkan wajahmu di sini! Jangan pernah!"
Dia menarik napas gusar. Walau berpisah bertahun-tahun aku sangat mengenal karakternya.
"Bye, Tuan BRENGSEK! Aku muak melihatmu!" Aku langsung menutup pintu dengan kasar. Anna dulu yang bisa dia bodoh-bodohi tidak ada lagi. Yang tersisa hanya ada benci dan dendam!
Aku masuk ke dalam kamar bergulung dalam selimut dan menangis. Itu yang kulakukan tiap hari saat mengingat nasib sialku, gara-gara si bajingan tak tahu malu itu!
Aku tak pernah menampakkan sedih atau terluka di hadapan anak-anakku. Yang aku tunjukkan hanya kebahagiaan, aku tak ingin anak-anakku bersedih. Walau aku sendiri menangis sendirian. Hingga saat ini luka itu masih menganga lebar.
"Danish sialan!" Aku berteriak seperti orang gila. Anak-anakku tak pernah tahu Bunda mereka hampir jadi gila karena ayah mereka yang brengsek!
💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰
Puas menangis, makan, dan berdandan lebih baik dan terlihat lebih pantas aku kembali menunjukkan Anna yang terlihat seperti wanita tegar luar biasa walau sendiri aku hanya wanita rapuh yang jika disentuh aku akan berderai menjadi butiran debu.
Aku akan menjemput anak-anak. Aku butuh mereka, aku butuh mereka agar luka itu sedikit mengering. Dengan suara mereka, dengan pertengkaran yang sering mereka lakukan menjadi pengalihan dari segala rasa sakit yang aku rasakan!
Aku melihat keadaan sudah gelap. Anak-anak pasti sudah mandi, makan malam. Di rumah Aunty Ilene mereka punya kamar sendiri, pakaian mereka dan segala kebutuhan. Mereka paling betah di sana, Aunty Ilene tidak banyak melarang mereka seperti yang aku terapkan.
Aunty Ilene tak pernah bercerita anak-anak pada laki-laki sial itu. Keluarganya memang mau menghukum dirinya dengan tidak tahu kabar jika laki-laki sial itu punya anak. Lagian dia yang mencampakkan aku! Artinya dia juga membuang anak-anaknya. Aku seperti seonggok sampah yang tidak diinginkan sama sekali, jadi manusia brengsek seperti dia tidak butuh aku yang butiran debu ini!
Kebanyakan melamun aku tak sadar jika sudah sampai di rumah Aunty Ilene. Ada sebuah mobil hitam terparkir di sana. Mereka punya tamu, tapi aku hanya butuh anak-anakku dan membawa mereka pulang. Besok pagi aku bisa mengantarkan lagi karena aku juga harus kerja.
"Om, singa itu itu memang ganas?"
"Ya. Singa buas karena mereka bertahan untuk hidup. Seperti kalian, kalau nggak makan nggak hidup."
"Celine tadi makan wafle."
"Celena juga."
Aku langsung menahan napasku saat laki-laki sial itu mengendong dua anak-anakku dan mereka terlihat begitu akrab. Ya Tuhan kenapa harus terjebak situasi ini?
Mataku langsung mencari sosok Aunty Ilene, semoga dia tidak membocorkan apa yang terjadi.
Aunty Ilene hadir dia menempelkan jari di bibirnya. Aku mengangguk dan mengerti keadaan sekarang. Sepertinya rumah ini tidak aman lagi. Aku harus mengungsikan anak-anakku ke lain tempat.
Aku hanya berdiri di depan pintu. Tak ada satupun yang menyadarkan kehadiranku. Mereka masih sibuk bercengkrama rentang binatang liar. Celine dan Celena adalah anak yang rasa ingin tahu begitu besar, jika sudah bertanya sesuatu maka akan terus bertanya.
Mereka sangat serasi dan terlihat begitu akrab dalam sekejap mata. Ya Tuhan berdosakah aku jika memisahkan mereka? Anak-anakku butuh sosok ayah. Tidak-tidak! Jangan lembek, Anna! Kamu akan dibuang lagi seperti sampah. Kamu harus melindungi anak-anakmu!
"Ehem!" Mereka mengalihkan perhatian padaku.
"Bunda!"
"Om. Itu Bunda kami. Bunda, kata Om mau ajak ke kebun binatang lihat singa. Kata Om bisa juga naik gajah sama beri makan gajah." Semoga dia salah nangkap. Semoga dia tidak curiga!
"Pulang ya."
"Nggak mau! Mau di rumah Buna. Nanti Om ini akan ajak kami ke kebun binatang." Aku menggeleng. Tak ada kebun binatang, karena laki-laki sial ini binatang sebenarnya!
"Kamu ngapain ke sini?" Aku bertanya padanya dengan raut wajah tak senang. Anak-anak bahkan tak mau beranjak dari pangkuannya. Sial!
"Yaudah. Have fun." Aku harus bergegas sebelum ketahuan laki-laki sial itu.
"Bentar ya. Om janji, kita akan ke kebun binatang besok."
Anak-anak dengan patuh mengangguk dan langsung meloncat dari pangkuannya, menonton TV.
Aku langsung berjalan menuju mobilku.
"Anna." Jika kunci mobil yang aku pegang tajam seperti pisau, aku takkan segan berlari ke arahnya dan menusuk dirinya hingga tewas. Aku begitu muak dengan dirinya!
"Anna!" Dia mengejarku dan memegang tanganku di saat aku menepis tangannya.
"Kamu udah punya anak?" Nadanya terlihat begitu kecewa. Aku hanya berdiri menatap laki-laki sial ini. Saat melihat dirinya, aku merasa kesialan selalu menyertai hidupku.
"Ya! Aku sudah punya anak, sudah punya suami! Puas!"
"Tapi kamu nggak pakai cincin!" Aku menunduk melihat jari-jari tanganku yang polos. Hatiku kembali terasa nyeri mengingat cincin pernikahan kami yang masih aku simpan sampai sekarang. Sial! Kenapa hidupku harus menyedihkan seperti ini?
"Itu bukan urusanmu. Ingat! Aku udah punya anak, dan aku udah punya suami! Hargai perasaan dia!"
"Tapi tadi kamu bilang calon suami. Sekarang suami!" Aku hanya tersenyum miris. Malas melayan masuk dalam mobil dan pergi dari rumah itu.
Dia masih berdiri di sana menatapku yang menjauh.
Andai dia tidak merusak segalanya, kami akan menjadi keluarga harmonis dengan anak-anak yang lucu. Dia yang merusak semuanya dan dia tidak layak mendapatkan kesempatan!
💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰
Lagi demen bangat pasangan ini😍😍😍. Semoga kalian cinta dengan Anna dan Danish seperti aku yang sudah jatuh cinta duluan pada mereka 🤩🤩🤩.
Cerita Aunty Ilene di : MY SEXY EDITOR.
CEK YA. BIAR TAHU BAGAIMANA KISAH ILENE DAN SUAMINYA DAN ANAK-ANAK KEMBARANYA.
SEE YOU DI SANA💋💋💋.
Orang tua Danish di : NANNY TO MOMMY
ORANG TUA ANNA : I WAS NEVER YOURS.
Coklat panas di tangan tak mampu mendinginkan perasaanku yang hancur. Laki-laki itu hadir untuk membuatku kembali terpuruk.Aku sudah menelpon anak-anak dan menyuruh untuk jadi anak yang manis. Aku akan menjemput anak-anak besok pagi, menuruti semua permintaan mereka sebelum laki-laki sial itu mencari celah agar dekat dengan anak-anakku. Aku benci jika dia menyentuh anak-anakku. Dia tak berhak sedikitpun!Aku menunduk melihat coklat panas tersebut. Berharap cangkir itu punya mulut dan berbicara padaku dan menenangkan jika aku tak boleh bersedih, Celine dan Celena hadir sebagai penyembuh untukku. Aku menyeka air mataku. Sakit hati masih terasa hingga kini. Bertahun-tahun.Dia mencampakkan aku!Mengingat ini rasanya aku ingin menangis darah. Begitu hinakah aku? Dulu di memperlakukan aku seperti seorang putri, aku tak pernah ragu menyerahkan segalanya untuknya, tapi setelah aku dibuang
"Duduk manis di sana, biar Bunda masak." Aku langsung menyuruh anak-anak karena meminta dengan tidak sabar ingin makan sushi roll crispy. Aku sudah melihat resep dan cara membuatnya juga gampang.Sebisa mungkin aku menuruti permintaan anak-anak karena laki-laki sial itu berhasil mencuri hati anak-anakku dan mereka sudah suka padanya. Anak-anak jadi suka membandingkan dirinya denganku yang tegas pada mereka.Aku mengocok telur ingin membuat telur dadar terlebih dahulu. Saat memotong sosis kecil-kecil si sialan itu masuk ke dapur. Saat pulang ke rumah, aku melarang dirinya untuk menginjak kaki di rumah ini tapi dia anak-anak yang mengundang. Mereka sangat kompak membuatku hanya bisa mengelus dada. Dasar ayah dan anak nyusahin!"Dapur kamu rapi ya." Aku berhenti memotong dan masih memegang pisau. Jika pisau ini menancap di dadanya akan membuatku puas sekali."Sebenarnya aku nggak sudi kau masuk
MEMUAT ADEGAN DEWASA YANG MENDETAIL! YANG MASIH DI BAWAH UMUR TINGGALKAN SEBELUM MIMPI BURUK!________________Setiap sentuhan yang dia berikan terasa memabukan, saat kulitnya bertemu dengan kulitku, membuatku melayang hingga langit ke tujuh. Aku menatapnya penuh gairah dan rasa cinta yang begitu membumbung tinggi. Aku sangat mencintai wanita ini.Saat tanganku menyentuh gundukan kembar itu, dia menggigit bibirnya sorot matanya mengatakan jangan berhenti. Diam-diam aku tersenyum penuh kemenangan, Anna sedang tidak mabuk sekarang, dia waras untuk mengetahui jika aku yang memberi kenikmatan padanya, bukan suaminya yang bodoh! Shit! Moodku langsung buruk mengingat suami Anna! Aku menunduk lagi melihat sorot memohon tersebut, aku mendekatkan wajahnya dan menjilatinya. Menyusu seperti anak kecil lapar, menjilati bukit itu bergantian agar yang satunya tidak merasa cemburu. Aku ingin bermain pelan, lembut dan intim.
Aku tidak akan menyerah!Hari ini, aku mencoba kembali mendekati anak-anak Anna, sambil mengorek informasi tentang suami Anna yang bodoh itu!Aku menyisir rambutku, sudah mencukur, dan meraba-raba wajah tampanku, dan merasakan bulu-bulu di wajahku sudah ditebas, terasa halus dan Anna tidak akan risih seandainya ada kesempatan aku menciumnya. Shit! Membayangkan saja, aku sudah seperti seorang penjahat kelamin! Tidak! Bukan! Maksudnya, aku ingin! Shit! Pikiranku kacau, jika membicarakan Anna. Mengambil beberapa gel rambut dan menyapu di rambutku.Dadaku masih terasa terhimpit, tak ikhlas begitu saja Anna bahagia bersama orang lain. Ya, sangat egois tapi jika aku masih mencintai wanita itu, kalian bisa apa?Aku menarik napas panjang, dan melihat wajahku di cermin. Aku masih sangat tampan dan gagah, untuk merebut kembali Anna dalam pelukanku. Sepertinya aku harus menonton serial psikopat, bagaimana menghilangkan nyawa orang. Membunuh suami A
"Bunda makan." Aku hanya menggeleng, dan tersenyum ke arah anak-anak yang bersemangat makan, sedangkan aku sudah ingin menangis. Terkadang alasan inilah yang membuat anak-anak lebih betah sama orang lain, apa aku jadi ibu yang jahat? Aku terlalu meratapi nasibku.Evan sudah pulang, dia tahu mood aku yang mendadak buruk dan hanya terdiam sepanjang perjalanan, di belakang ada anak-anak yang terus saja bernyanyi."Bunda." Air mataku turun dengan sendirinya, saat anak-anak polos ini mendekati diriku dan menyuapiku. Aku langsung menciumi Celena, dan dia tertawa terlihat gigi susunya yang putih dan rapih, ah, mereka alasan aku bertahan hidup, di saat aku dicampakkan begitu hina!Aku langsung berjalan menjauh dari anak-anak yang sudah bertengkar dan terduduk sendiri, di sofa single sambil meneliti lantai dingin tersebut.Danish sialan!Kehadiran laki-laki sial itu hanya memperburuk suasana, harusnya dia sudah mati duluan. Tap
Seumur hidupku, aku hanya satu mengenal laki-laki penting di hidupku, yang akhirnya juga menghancurkan hidupku. Setelah dia pergi, maka, kepercayaan diri dan rasa cinta yang telah dipupuk musnah.Tentu, semua akan terasa canggung, ketika ada laki-laki yang mencoba mendekati diriku, aku trauma, aku terluka. Danish sialan itu membuat hidupku terasa begitu hina, dan butuh bertahun-tahun agar aku membangun kembali kepercayaan dalam diriku.Aku hanya berjalan sambil menunduk di samping Evan. Aku tahu, laki-laki ini berusaha keras, aku juga berusaha keras walau semuanya terasa awkward.Sebenarnya usiaku sudah tua dan merasa sudah tak layak untuk berkencan, tapi aku tak bisa menolak ajakan Evan, hanya berjalan-jalan di mall. Biasanya aku akan membawa anak-anakku, tapi, aku telah membicarakan hal ini bersama dengan Aunty Ilene dan beliau yang menyuruh untuk mencoba membuka hati, walau ini tak mudah. Aunty Ilene tahu, trauma besar yang aku rasakan. Dan
Aku terduduk di hadapan Raja sambil menghisap rokok dan berkali-kali mengembuskan napas frustrasi, bayangan Anna berbahagia dengan anak-anaknya dan Evan sialan yang impoten itu. Anggap saja dia seperti itu agar mereka tak lagi punya anak-anak lucu, biarkan anak-anak itu menjadi anak-anakku."Ya, kalau udah nikah mau diapain lagi?" Ah, sial! Raja tidak mengerti sama sekali. Bukan begitu cara mainnya!"Kan kita punya misi berbeda." Raja terkekeh, kawan laknat! Tidak membantu sama sekali."Jadi, gimana?""Nanti aku pikirkan caranya. Pokoknya ini harus jadi." Puntung rokok itu dimatikan dan menyugar kembali rambutku. Rasanya aku ingin bertemu dengan Anna dan anak-anaknya."Aku nggak ikutan, bro.""Aelah! Ini bukan bunuh orang, tapi membantu teman untuk mengambil kembali apa yang menjadi miliknya." Bayangan wajah Anna, senyuman Anna, pipi tomat Anna, saat bibirnya yang mungil menciumku, saat celah sempit milikn
Aku menggigit bibirku, tidak akan membiarkan desahan lolos dari bibir ini walau sangat ingin berteriak kencang.Dengan melilitkan kakiku di pinggangnya, dan menciumnya penuh cinta dan nafsu. Dia tidak pernah gagal untuk memberiku kepuasan, aku meremas rambutnya, saat dia menghentakkan miliknya semakin kuat dan bunyi kulit bertemu kulit semakin kuat.Saat lidahnya menyusuri leherku dan menggigit kecil, aku menggigil. Ini gila! Lima tahun aku tidak terjamah, dan di saat puing-puing cinta yang masih tersisa ditambah desiran gairah yang terus meletup-letup, aku meledak!Aku mencakar punggunya, dan menahan napasku, ketika baru saja mencapai puncak yang membuat kepalaku pening. Ini luar biasa!"Capek, Sayang?" Aku membuka mataku, saat dia menatapku penuh cinta dan sangat lembut. Ya Tuhan, aku tidak bisa dibuat seperti ini.Karena tak bisa menjawab, aku membungkam mulutnya, dan mencium saat paha kami beradu dan menimbulkan bu
ABC NEWSTelah terjadi kecelakaan pesawat Europe Air pada tanggal 28 Juni dini hari, pesawat mengalami kesalahan teknis, dan membuatnya jatuh ke hutan di Ermenonvile, Perancis.Pada pintu bagian kargo tidak tertutup rapat menyebabkan pesawat mengalami tekanan udara di tengah penerbangan.Hal ini menyebabkan kerusakan pada sejumlah bagian pesawat, termasuk mesin yang perlahan-lahan hancur. Tidak ada penumpang yang selamat dalam kejadian ini.Otoritas setempat mengatakan, terjadi ledakan besar, dan sekarang TIM SAR sedang menggerakkan seluruh tim untuk mencari badan pesawat.Penumpang yang berisi 288 penumpang termasuk para awak kabin. Para jenazah sedang diidentifikasi.____________Tubuhnya lemas tak bersisa, semua ini salahnya, semua karena kebodohannya. Bahkan, dia sudah tak sanggup untuk bernapas, bersuara saja rasanya tidak sanggup.Kematian adalah suatu kepastian, perpisahan tak dapat di
Banyak orang yang terobsesi dengan Perancis, terutama Paris dengan ikon khas menara Eiffel yang mendunia. Salah satu kota yang dijuluki sebagai kota paling cinta, kota paling romantis di dunia. Apalagi ingin menghabiskan waktu bulan madu.Sebenarnya, aku tak terlalu banyak berekspektasi tentang bulan madu kali ini, apalagi anak-anakku tidak diikutsertakan, setengah ikhlas aku menjalani ini.Danish memboyong bulan madu ke Eropa, tapi kami lebih berfokus ke Perancis. Aku menghindari Paris, walau kata orang kota romantis, tidak bagiku, kota itu banyak kasus pencopetan, bau pesing, bahkan penduduk lokal sangat tidak ramah pada turis, mereka tak mau berbicara bahasa Inggris, mereka hanya mau berbicara bahasa Perancis.Akhirnya kami memilih di Perancis Timur. Aku lebih suka bangunan gaya kuno yang sudah berdiri sejak abad pertengahan."Aku kenapa selalu terobsesi dengan kerajaan?" tanyaku pada Danish. Kami sedang berada di Perouges, sebu
Lantunan lagu syahdu, mengiringi setiap langkah. Setiap langkah beriringan dengan sebuah tangisan penuh kebahagiaan, aku merasa belum bisa memijak dunia sekarang. Pipi terasa memanas, tubuh terasa ringan, irama jantung yang berdegup kencang, napas serasa dicekik. Aku berusaha untuk menelan ludah walau sulit.Aku bahagia! Ini bukan hari perkabungan, tapi aku ingin meratapi nasibku. Di depan sana, seorang laki-laki yang dulu pernah berjanji akan menikahiku, dan semuanya gagal di saat pernikahan impian itu sudah berada di depan mata.Aku meremas tanganku sendiri, rasanya ingin menampar pipiku jika ingin bukan mimpi, tapi sebuah mimpi yang kubangun bertahun-tahun, dan sekarang menjadi kenyataan."Rileks. Semua akan berjalan dengan lancar." Aku tertawa kecil, sambil menoleh pada Ayah. Laki-laki yang sudah membesarkan aku mengandeng tanganku, dan berjalan menuju altar yang sedang berdiri laki-laki yang pernah mengingkari janjinya sendiri.
Aku kembali berdiri kaku, memandangi sebuah gaun mewah berdiri angkuh di depanku. Aku memperhatikan gaun itu lamat-lamat, dan meyakinkan diriku, ini yang aku inginkan, ini yang aku tunggu-tunggu selama ini.Aku kembali mengehela napas, gaun pengantin sudah tersedia di depanku, dan aku kembali meragukan hatiku, di saat semua sudah siap. Bukan, aku tidak meragukan Danish sama sekali, aku yakin laki-laki itu akan bertanggung jawab, tapi aku meragukan diri sendiri, dan kembali dilempar pada kejadian lima tahun ke belakang, aku gagal menikah.Di saat aku sudah memimpikan pernikahan impian, aku sudah menghayal tentang sebuah rumah tangga yang harmonis, keluarga kecil yang bahagia, dan impian itu dirusak beberapa jam, rasanya masih membekas hingga kini."Kamu suka?" Aku berbalik ke arah Danish yang memeluk pinggangku, sambil mencium pipiku. Aku tersenyum ke arahnya, sambil mengangguk.Gaun berwarna ungu dengan tulle berwarna putih di bawa
Dengan menyemprotkan parfum ke beberapa bagian tubuh, leher, pergelangan tangan, keliling tubuh bagian depan dan belakang, aku mencium parfum tersebut, dan tersenyum. Bernapas lega!Aku masih berdiri di depan kaca, sambil mengukur gundukan bulat di perutku, mengelus-elusnya. Kembali tersenyum dengan kebahagiaan, tak menyangka takdir membawaku sejauh ini.Aku mengikat rambutku dan memastikan sekali lagi penampilan.Hari ini, perayaan untuk keluarga kecilku, dan semua keluarga akan berkumpul.Aku menengadahkan wajah ke atas, bernapas lega, dan bersyukur masih bisa bertahan hidup sejauh ini, dengan keluarga yang harmonis, keluarga yang selalu mendukung, serta anak-anak yang sangat menggemaskan semuanya.Ganggang pintu bergerak, aku alihkan pandangan ke pintu bercat putih tersebut. Menyambut calon suami yang sangat mengesalkan, tapi harus kuakui hidupku sepi jika dia tak berada di sekelilingku. Aku merentangkan kedua tanga
"Jadi, pada akhirnya kamu tetap memilih tytyd jelek itu?" Aku hanya memalingkan wajahku, malu tentu saja. Aunty Ilene berbicara mana peduli dengan perasaan orang lain, asal apa yang dia keluhkan keluar."Aunty marah?""Lebih ke kecewa, sih. Malu juga, mereka itu memang paling dekat, Dennis itu abangku, Bella itu sahabatku dulu, punya anak sebiji Danish, keponakan favorit yang akhirnya mengecewakan semua orang." Aku kembali menghela napas. Mau bagaimana lagi, aku kembali hamil dengan laki-laki itu, dan aku mencintai Danish, biarlah jadi wanita bodoh, aku akan melakukan apa saja demi kebahagian anak-anakku."Mungkin udah takdirnya, Aunty. Nyatanya aku kembali dengannya, walau awalnya sakit hati, dendam. Tapi, Danish sudah punya banyak anak." Aku menjilati bibirku. Kami sama-sama menghela napas berat.Sekarang, anak-anak lebih dikuasai Mommy Danish, aku tak banyak berbuat karena tahu wanita itu sedang menikmati perannya sebagai nenek, setel
Aku mengalihkan pandangan ke belakang, melihat interaksi antara nenek dan cucu yang begitu akrab sekarang. Jadi, aku akan memeriksa kehamilan, tapi Mommy Danish sudah berpesan agar dia juga ikut dalam pemeriksaan kali ini. Dan satu keluarga ikut. Nasib baik, Momma, Ayah, Aunty Ilene dan keluarganya ikut, jika tidak serasa piknik keluarga."Mommy penasaran dengan bentuk bayinya, pasti lucu.""Masih jadi kecebong itu, Mommy." Aku langsung mencubit paha Danish, karena bicara sembarangan."Udah besar. Bahkan udah tahu jenis kelaminnya. Perut Anna juga udah besar." Aku menunduk, dan kembali melihat gundukan perutku, ya memang terlihat membuncit sekarang. Dan anak-anak sebenarnya belum dikasih tahu, jika mereka sudah jadi kakak sekarang."Kalau kembar lagi, Mommy pasti akan senang bangat." Aku hanya menggeleng, tak mau berekspektasi apa-apa, asal anakku sehat, sudah lebih dari cukup buatku.Danish sedang menyetir, kami sudah membu
Aku memeluk tubuh Danish dari belakang, dia sedang mencuci piring. Ya, sekarang dia kesurupan untuk melakukan semua pekerjaan rumah, walau aku juga ikut membantunya. Atau, kami membagi pekerjaan, dia memasak aku akan mengurusi anak-anak untuk sekolah, atau aku yang memasak Danish mengurusi anak-anak sekolah."Pasti dapat jatahnya kurang, atau malah puas bangat?" Aku hanya tersenyum dengan komentar mesum terus. Danish dan otak mesumnya tak dapat dipisahkan, layaknya kendaraan tanpa bahan bakar, tidak berfungsi."Dua-duanya, sih. Kadang kamu ngeselin, tapi ada saat di mana aku ingin berkata ribuan kali aku mencintai kamu, dan kamu membuktikan semuanya." Danish mencuci tangannya, dan berbalik padaku, dia memeluk pinggangku aku memeluk lehernya, sambil tersenyum ke arahnya."Mama pasti udah ketagihan sama Tiger, makanya Mama tidak akan bisa melepaskan lagi. Tenang aja, Tiger akan selalu memberi servis terbaik.""Ish! Bukan itu."
"Aku selalu membayangkan kamu dalam balutan baju pengantin. You're so damn sexy, Anna!" Aku memutar bola mataku. Menatap malas ke arah Danish."Bagiku, baju pengantin seperti mimpi buruk. Aku pernah gagal menikah, dan aku seperti akan merasakan mimpi buruk itu lagi.""You won't. I'm promise, Baby!" Aku langsung menepis tangan Danish yang berusaha untuk mengelus-elus pipiku. Kami sedang berdebat tentang baju pengantin, tentang pernikahan yang kurasa seperti mimpi buruk. Aku kembali mengalami ketakutan tentang pernikahan.Danish memeluk leherku dari belakang. Aku berbalik padanya, dan hidungku menyentuh pipinya."Tapi, ngomong-ngomong, di bayangan aku, baju pengantin itu warna ungu.""Kamu bebas memilih, Sayang. Mau baju pengantin dari tai kambing juga bisa." Ucapan ngawur dari Danish membuatku ingin menggunduli rambutnya. Benar-benar ajaib!"Padukan gaun ungu dengan tulle warna putih sehingga paduan warnany