Danish.
Tidak ada yang bisa mengalahkan rasa cinta ini untuknya, aku sangat mencintai Anna dan itu sudah jelas.
Aku hanya menelan ludahku kasar, sangat tidak siap sama sekali, jika itu yang kalian tanyakan. Aku mencintai Anna, tapi, tidak untuk menikah sekarang. Aku membasahi bibirku, memikirkan startegi apa yang seharusnya kuambil.
Kuapit satu batang rokok di antara celah bibir. Tidak, aku bukan seorang pencandu nikotin, tapi, aku seperti kalah sebelum berperang. Melakukan hal gila yang seharusnya aku tidak yakin.
Aku hanya duduk di balkon kamar sambil menerawang kosong, berkali-kali menyugar rambut. Aku menutupi mataku, meresapi semua keraguan yang terasa sangat mencekik.
Seperti adegan biasanya, ibuku sangat mengerti keresahan apa yang aku rasakan, dia mengintip dari kamarku dan saat aku menoleh, maka, dia akan bergabung.
Dengan beberapa potong donat dengan meses cokelat di atasnya, dan meletakan di dep
Pernah terbayangkan tentang sebuah pernikahan?Semua orang punya goals menikah masing-masing, punya impian sendiri bagaimana konsep pernikahan itu, bagaimana pernikahan sakral itu terjadi.Aku akan menuju pernikahan impian bersama laki-laki yang kucintai dan itu impian terbesarku. Menikah bersama Danish.Lamaran adalah langkah awal bukti nyata keseriusan sebuah hubungan sebelum melangsungkan pernikahan.Hari ini telah tiba, dia akan melamarku.Aku menutupi mataku dan merasakan kebahagiaan yang menyelimuti hatiku, bahagia yang tiada tandingnya. Bercita-cita menikah bersama Danish dan selangkah lagi impian itu akhirnya bisa terpenuhi. Bukankah kisah percintaanku begitu mulus?Membuka mataku dan melihat sang makeup artis mengoles-oles makeup di wajahku.Dengan kebaya brokat berwarna pink nude membungkus sempurna di tubuhku. Rambut disanggul ke atas aku merasa secantik Barbara Palvin.Dengan tersenyum
Danish's POVAku menatap laptop di depanku, terdiam dalam waktu yang cukup lama. Tiga jam. Membaca ulang isi email tersebut, berharap ada tulisan yang salah atau hanya halusinasi, atau mungkin aku hidup dalam dunia kartun dan bisa merubah huruf-huruf di dalamnya, walau ini merupakan impianku.Menyugar rambut frustrasi berkali-kali, dan menelan ludah kasar, rasanya seperti makan batu tajam yang menusuk-nusuk tenggorokan."Huh!" Aku menyugar rambut frustrasi. Menarik ponsel dan melihat foto Anna tersenyum di wallpaper ponsel. Kembali membaca isi email dengan benar.Aku diterima kerja G0oogle. Pekerjaan yang diimpikan seluruh orang di seluruh dunia, cita-citaku menuju selangkah lagi, aku adalah manusia beruntung tersebut, walau di satu sisi aku merasa sial.Aku menopang dagu, mengetuk-ngetuk meja dan memutar bangku, kembali melihat keadaan kamar, kembali berbalik. Ini tidak mudah!Membuka toples, berisi makaroni pe
Pertemuan bersama Danish adalah kegiatan favorit yang membuatku semangat untuk melakukan apa saja. Tapi, sekarang tak ada bahagia itu, aku tak ingin menemuinya lagi. Sial sekali nasibku.Aku hanya menangis, dan tidak menceritakan masalah besar apa yang sedang menimpa hidupku. Orang tuaku pasti akan bersedih luar biasa.Bisa dikatakan, aku tidak baik-baik saja. Jauh dari kata baik-baik saja. Aku takut, aku kecewa, aku terluka, tapi masih ada sisa keegoisan yang membuatku berharap, laki-laki sial itu bertahan. Walau aku sudah siap dengan apa punya yang terjadi. Tidak, aku tidak sekuat itu, luka apa pun yang menimpa hidupku, aku akan mencoba ikhlas.Dengan tubuh yang lemas, aku hanya memakai jaket denim, celana jeans, dan topi berwarna putih. Topi Danish. Bahkan belum tahu jawabannya, aku sudah bersedih luar biasa, aku hanya menunduk, sembari menyeka air mata yang tak dapat kubendung. Ya Tuhan, apa yang harus kulakukan, aku sangat mencintai laki-l
Aku sudah mandi, dan merasa sedikit lebih baik. Ingat, sedikit! Menahan luka, dan berpura-pura bahagia itu rasanya sangat menyakitkan.Turun dari kamar, aku mengintip melihat di mana orang tuaku, aku tak mau mereka menangkap diriku, aku hanya ingin menyendiri, dan merenungi nasibku.Dengan membuat minuman cereal, dan beberapa potong roti, aku membawa kembali ke kamar, mengunci pintu rapat, dan mungkin meneruskan menangis, atau mencari solusi dari semua ini, atau mungkin tak ada solusi.Kaki telanjang memijak lantai yang dingin, membuat tubuhku dingin dan mati rasa. Bersedih luar biasa, aku gagal, dan kehilangan segalanya.Aku membuka jendela, dan melihat gerimis manja yang membuatku makin teriris.Tak sanggup, aku mundur dan terduduk di atas ranjang, melihat keadaan kamar yang hancur. Aku mencoba untuk menerima fakta yang ada, dan mungkin bisa menerima diriku lagi. Layaknya sebuah guci mahal, ketika terjatuh, maka hancur dan
"Aku hamil!"Hening! Bahkan, jangkrik saja tak berani bersuara. Bumi seolah berhenti sebentar, dan tak lagi berputar pada porosnya. Sendok yang hendak masuk ke mulut enggan masuk dan tertahan di udara.Aku memperhatikan satu-satu wajah orang tuaku, wajah kecewa itu kentara sekali, mau marah, mau mengamuk."Momma sama Ayah marah?" cicitku pelan. Butuh waktu untuk memberitahu ini, aku menguatkan diriku berkali-kali, walau sekarang juga masih tremor. Kecewa sudah pasti, ya, aku bodoh!Momma dan Ayah terdiam beberapa saat, seperti orang bisu, dan akhirnya kembali menghela napas panjang, tidak ikhlas."Ya, aku bodoh. Kupikir, aku akan terus hidup bersamanya, dan menyerahkan segalanya. Sejujurnya, aku yang mendesak dia buat nikah, karena aku hamil." Aku menunduk, memainkan jari-jari tangan seperti anak kecil, mencoba menutupi mataku, dan merasakan kepalaku berdenyut-denyut seperti dipukul dengan palu milik Thor."Aku
"Anna, maaf. Tahu begini, Mommy takkan mengizinkan Danish pergi."Perkataan itu semakin membuatku membenci semua orang. Tak ingin membuka mata, tapi keadaan mendesak agar aku kembali menerima kenyataan hidupku yang begitu pahit. Menyedihkan!"Anna, kamu nggak papa?" Aku hanya menatap Mommy si sialan itu dengan sorot benci yang begitu kentara. Jangan bilang aku lemah, dan sakit aku akan berubah jinak. Tidak semudah itu! Perasaan dendam ini akan kubawa hingga kumati."Anna, maaf apa yang telah terjadi. Mommy di sini bukan sebagai orang tua Danish, tapi sebagai orang tua. Dari dulu, Mommy sudah menganggap kamu anak sendiri. Satu hal yang harus kamu tahu, Ayah Danish memukul anaknya sendiri, karena Danish tetap memilih pergi, mungkin di awal dia sudah dilukai egonya. Semuanya salah kami."Aku hanya terdiam, mau mencari pembelaan, alasan apa pun, aku tidak peduli!Aku mencari-cari di mana Momma. Sungguh, radarku berdiri teg
Aku menghalau sinar matahari, yang terasa begitu membakar kulit. Merasa seperti vampire. Berjalan terburu-buru, aku langsung masuk ke dalam mobil.Membuka kardigan, karena terlalu panas. Aunty Ilene menyambutku dan tersenyum. Hari ini, kami akan pergi ke dokter untuk memeriksa kandungan. Yeah, setelah berkabung sekitar dua bulan, benar-benar mengurung diri, tak pernah keluar rumah, yang membuatku seperti takut dengan matahari. Terkadang, ada saat aku merasa tidak berguna sama sekali, aku hanya jadi beban bagi orang tuaku, bagi Aunty Ilene dan suaminya.Aku telah berhasil melewati masa-masa trimester pertama yang melelahkan, dan hari ini kami akan periksa kandungan, sekalian mengecek jenis kelamin. Siap tak siap, tapi sedikit perasaan membuncah yang membuatku tak sabar untuk melihat anakku. Aku akan berpijak kuat pada dunia, untuk membela anakku, tidak ada yang boleh menyakiti dirinya.Aku melihat ke jalanan. Sedikit perasaan sedih membuatku ter
SAMBUNGAN CHAPTIRE 25!Danish's POVKalian pikir aku akan bodoh? Aku akan mengikuti sandiwara murahan tersebut? Tidak! Sejak awal, aku sudah tahu jika itu adalah anak-anakku. Walaupun, tanpa bukti yang aku temukan, aku tetap akan mengenali anak sendiri. Sebenarnya, aku sangat menyesali, setan apa yang merasuki diriku agar membuang para berlian ini?Aku merasa jadi bajingan paling beruntung ketika mengetahui fakta itu. Tinggal bagaimana membujuk Anna untuk menikah denganku, kami pernah gagal menikah, dan sekarang aku ingin menunjukan padanya keseriusan dan menikah, menikah untuk terakhir kalinya.Wanitaku.Aku hanya mengikuti mobilnya yang menuju rumahnya, dan akan kujadikan rumahku selanjutnya, aku dan Anna harus tinggal dalam satu atap.Ketika melihat kecantikannya yang tak pernah memudar, ketika Anna keluar dari mobil dan menyusul Celine dan Celena. Entah kebaikan apa yang pernah kulakukan di masa lalu, hingga Tuhan