*** Mata Khana membelalak mendengar perkataan Alex. Ia menggeleng-geleng dengan cepat sambil menoleh ke arah Husein. "Dia memfitnahku, Tuan. Aku sungguh tak mengenalnya," seru Khana. "Saya tidak berbohong, Tuan. Nona Khana memang sudah membayar saya untuk melancarkan rencananya. Kalau bukan Nona Khana siapa lagi? Rekaman itu hanya ada padanya, bukan?" Alex terus menyudutkan Khana. "Bajingan! Kau benar-benar bajingan!" teriak Khana sembari melayangkan pukulan ke wajah Alex. "Hentikan, Nona Khana! Sekarang kau sudah tak bisa mengelak. Saya sangat benci pengkhianatan. Harusnya kau tahu itu! Saat ini seluruh liputan televisi serta sosial media lainnya tengah ramai memperbincangkan masalah ini. Saya tidak bisa mentoleransi kesalahanmu kali ini, Nona Khana. Reputasi saya sedang dipertaruhkan. Sungguh saya telah salah menyimpanmu sebagai permata, nyatanya kau bunga yang penuh dengan duri," papar Husein. Hati Khana seketika berdenyut nyeri. Kalimat sang suami begitu tajam melukai perasaa
*** Namun, tiba-tiba dering ponsel Khana berbunyi. Dokter Hans memberi jarak seketika. Ia menarik napas panjang yang mulai tersengal-sengal. "Nona Khana, bagaimana kondisimu? Saya minta maaf," ujar Husein dari seberang telepon. Khana masih sangat kesal. Ia kembali mendekap tubuh Dokter Hans dan menutup panggilan suara tanpa merespon pertanyaan dari sang suami. "Hentikan, Nona! Ini salah, dan saya tak mau ada yang melihat kemudian kita berdua akan celaka," desis Dokter Hans. "Kau takut?" tanya Khana dengan tatapan mata yang serius. Dokter Hans menggeleng pelan. "Lebih tepatnya saya tak mau Nona semakin terlibat dalam masalah besar." "Berarti kau peduli?" tanya Khana lagi. Dokter Hans bergeming. Hal itu membuat Khana semakin yakin kalau saat ini mangsanya sudah masuk dalam perangkapnya. Khana langsung mencoba menyentuh bibir seksi Dokter Hans. Namun, lagi-lagi penolakan terjadi. "Hentikan! Nona sudah gila!" hardik Dokter Hans sembari berdiri. Detik berikutnya ia berlalu meningga
***Seminggu berlalu, Alex belum juga sadarkan diri. Sementara Husein mulai menyiapkan semua perlengkapan untuk pembangunan istana yang dijanjikannya terhadap Khana."Tuan, kenapa tadi ada beberapa orang yang mengukur tanah kosong di sebelah?" tanya Areta dengan heran."Hem, saya berniat membangun satu rumah besar lagi di sana.""Tuan serius? Kenapa Tuan tidak menceritakan pada saya sebelumnya?" Wajah Areta bersemu merah. Ia merasa senang, sebab ia pikir bangunan tersebut ditujukan untuknya."Ini memang sedikit mendadak. Saya sedang mewujudukan keinginan Nona Khana. Dia akan tinggal bersebelahan dengan kita nantinya. Saya harap kamu bisa bersikap dengan baik dan tidak membuat keributan lagi!" papar Husein penuh penekanan.Kedua bola mata Areta membesar, dan mulutnya pun terbuka lebar. Ia sangat syok serta tak menyangka dengan apa yang barusan ia dengar."Tuan tidak bercanda kan?""Tentu saja tidak, Areta. Sudahlah! Saya juga telah membuat keputusan kalau nantinya saya akan memperkenal
***Sesampainya Husein di rumah sakit, team dokter yang menangani Alex langsung memberikan penjelasan rinci."Pasien sebelumnya mengalami kesulitan pernafasan. Selang oksigen yang terpasang di hidungnya terlepas.""Kok bisa, Dok? Rasanya janggal sekali orang yang sedang koma bisa terlepas oksigennya. Sangat tidak masuk akal," ujar Husein menatap serius ke arah sang dokter."Tidak juga, Tuan. Kejadian seperti ini sudah tidak mengherankan bagi saya. Pasien mungkin mengalami pergerakan. Ya, bisa saja, bukan?""Tidak, Dok. Saya tetap merasa ini tidak mungkin. Pokoknya saya ingin melihat rekaman cctv rumah sakit ini. Di depan ruangan rawat ada, bukan? Saya mau tahu siapa yang datang berkunjung terakhir kalinya ke ruangan Alex!"Dokter Frans itu menarik napas panjang. Namun, raut wajahnya tetap memancarkan sebuah senyum yang tenang."Baiklah, Tuan. Silakan ke ruangan yang bertugas di bagian cctv!"Husein segera bangkit. Sementara jenazah Alex langsung diurus oleh Roy dan anak buahnya yang l
***Pagi harinya Khana dan Husein segera berangkat ke kantor bersama-sama. Keduanya sudah tak sabar ingin memberikan Sherly pelajaran.Kendaraan yang berjalan sangat cepat. Hanya dua puluh menit saja mereka berdua sudah tiba di depan halaman perusahaan."Ayo, Nona Khana." Husein menggandeng mesra tangan mulus selirnya.Semua mata yang berada di sana tercengang mendapati seorang Tuan Husein yang terhormat membawa wanita lain. Bahkan berita yang kemarin sempat viral itu belum lagi hilang dalam ingatan para pegawai di sana.Kasak-kusuk terdengar samar dari telinga Khana. Namun, ia malah senang dan merasa puas."Selamat pagi, Tuan Husein!" sapa Sherly yang tersenyum seperti biasa."Pagi, Sherly! Tolong kumpulkan semua karyawan dan karyawati ke ruangan rapat! Saya ingin mengumumkan sesuatu hal yang penting!" titah Husein.Sherly mengangguk dengan cepat. "Baik, Tuan."Khana dan Husein melangkah bersama menuju ruangan yang dikatakannya barusan."Apa Tuan sudah yakin ingin memperkenalkan aku
***Seluruh tubuh Sherly sudah membengkak akibat gigitan nyamuk. Ia menangis histeris, tapi Roy tetap pada kesetiaannya. Roy tak mau bertindak tanpa persetujuan dari Husein."Maaf, Sherly! Jika kamu bersedia jujur maka sekarang juga saya akan meminta Tuan Husein kembali ke sini," ujar Roy.Sherly sudah putus asa. Ia tak tahan lagi berada di dalam ruangan itu. "Baik, Roy. Katakan pada Tuan Husein saya akan mengakui semua, tapi lepaskan saya dari sini!""Oke." Roy meraih kunci dan segera membuka ruangan penuh nyamuk tersebut.Ssstt.Baru terbuka sebentar, ribuan nyamuk menerobos keluar. Roy cepat-cepat menutup kembali saat Sherly sudah berlari dari ruangan itu."Ya Tuhan ... gatal sekali tubuh saya. Tolong bukakan ikatan tangan saya, Roy!""Hem, saya sudah berbaik hati padamu, Sherly. Jadi katakanlah sejujurnya di hadapan Tuan Husein, sebab setelah ini tentunya hukuman bagimu akan lebih sadis jika kau masih berbohong," ujar Roy.Sherly tak merespon. Ia masih meringis sambil menggaruk-ga
***Kurang lebih satu jam, akhirnya mobil Husein berhenti di sebuah bangunan yang luarnya tampak biasa saja.Ya, itu adalah markas rahasianya. Bahkan Areta sendiri belum pernah datang ke sana."Tempat apa itu? Kamu tahu tidak?" tanya Mery menatap Areta yang tampak kebingungan.Areta menggeleng dengan cepat. "Tidak, Mer. Saya mana pernah ke sini.""Hem, jadi gimana nih? Kita tidak mungkin mengikuti suamimu ke dalam, bukan?""Ya, kita tetap di mobil saja sampai Tuan Husein pergi. Setelah itu barulah kita lihat ada apa di dalam sana," ujar Areta."Baiklah."Areta dan Mery mengintai dari jarak yang tidak terlalu dekat. Keduanya tentu takut jika sampai ketahuan.Tiga puluh menit sudah berlalu, tak lama terlihatlah Husein dan Khana yang kembali keluar, kemudian mereka masuk ke dalam mobil.Setelah mobil Husein pergi dari markas itu, Areta dan Mery segera menyelidiki apa yang disembunyikan di dalam tempat tersebut."Gas, Mer!" titah Areta.Mery menurut dengan debar di dada yang tak karuan. K
Tiba di hari yang Khana nanti, ia sudah tampil cantik dengan gaun mewah berwarna gold sesuai keinginannya.Kedua bola mata cokelat Areta membesar melihat penampilan selir suaminya memakai gaun pengantin yang jauh lebih indah dari yang pernah ia kenakan.Semua tamu undangan yang hadir pun turut memuji kecantikan Khana. Hal itu tentu membuat hati Areta semakin kesal."Wah, pantas saja Tuan Husein sampai tergila-gila, Nona Khana ternyata jauh lebih cantik aslinya daripada yang tampak dilayar kaca waktu itu," seru Martin, salah satu rekan bisnis Husein."Hem, selamat ya Tuan Husein. Semoga rumah tangga Tuan tetap harmonis walau sekarang cinta Tuan sudah terbagi," desis istri Martin pula.Husein hanya menanggapi seadanya. Ia sedang tak mau merusak suasana hatinya yang tengah berbahagia.Sementara Areta mengepalkan kedua tangan di balik punggungnya. Betapa saat ini Areta merasa sangat terluka."Sabar, Areta. Keadaan ini tidak akan berlangsung lama," bisik Mery di samping sahabatnya tersebut