Dalam jarak tujuh tombak dua pihak sudah berhadapan. Saka melihat jejak hawa sakti yang ditinggalkan Cakrawangsa.Sudut mata Saka yang tajam menemukan seonggok bayi tampak kering bagai tanpa isi. Hatinya terkesiap, rupanya bayi itu sudah jadi tumbal untuk membangkitkan Ki Jangkung Wulung."Kau ingin menjemput kematianmu yang kedua?" tunjuk Si Tapak Iblis ke arah Nandini. "Dan kau juga hendak mengantar nyawa!" katanya kepada Saka Lasmana."Kau yakin?" tanya Saka setelah meneguk minuman kesukaan yang tak pernah bosan."Telapak tanganku ini telah merenggut ratusan nyawa, karena itulah aku dijuluki Si Tapak Iblis!""Ratusan nyamuk, he ... he ... he ...!'"Orang yang belum tahu siapa aku memang selalu tertawa terlebih dahulu sebelum menyesal pada saat menemui ajalnya!""Aku pernah kalah dalam bertarung, tapi aku tidak pernah mati!" Saka membasahi tangan sebatas pergelangan dengan tuak."Sekaranglah saatnya kau mampus!"Si Tapak Iblis angkat kedua tangan membentuk jurus tapak, lalu sosoknya
Di tanah lapang itu terlihat satu pasukan yang mengenakan pakaian serba merah dengan penutup kepala sampai menutupi mukanya. Yang terlihat hanya sepasang mata di balik lubang.Jumlah mereka sekitar lima puluh orang. Masing-masing membawa busur beserta sekantung anak panah yang tersampir di punggung.Satu orang berpenampilan sama berdiri paling depan bertindak sebagai pemimpin.Saka sudah menduga mereka pasti antek-anteknya Cakrawangsa."Rupanya sudah direncanakan dengan matang kalau saja Jangkung Wulung tidak gagal," gumam Saka.Si pemimpin tampak angkat satu tangan. Memberi isyarat. Serentak pasukan di belakangnya angkat busur, memasang anak panah dan menarik talinya.Nandini bersembunyi di balik punggung Saka. Meski khawatir dia yakin Pendekar Mabuk mempu mengatasi situasi ini.Sementara Saka sudah menyiapkan pukulan Segara Bayu. Lalu terdengar suara jentikan keras. Puluhan anak panah seketika beterbangan bagai hujan mendera.Segera saja Saka lemparkan bumbung tuak ke atas, diputar
Ketika Saka dan Nandini memasuki sebuah desa, mereka melihat orang berbondong-bondong masuk ke sebuah rumah besar yang kebetulan terletak di pinggir jalan. Sepertinya pemilik rumah ini juga orang kaya.Tanpa bertanya lagi, Nandini ikut masuk ke dalam. Saka garuk-garuk kepala melihat tingkah wanita itu tiba-tiba saja jadi ingin tahu urusan orang.Dari keterangan yang didapat, pemilik rumah dan semua penghuninya tewas karena diracun. Mereka ditemukan tetangga yang hendak ada keperluan kepada juragan Brata Kusuma.Brata Kusuma, istrinya -Kadarsih, anak laki-laki -Candra Kusuma dan Sekar Kusuma, anak perempuannya ditemukan terkapar di ruang makan dengan mulut berbusa. Tanda-tanda keracunan.Semua pembantu di rumah itu juga tewas dengan tanda-tanda yang sama. Yang lebih menghebohkan, harta kekayaan milik keluarga saudagar itu raib.Banyak yang beranggapan ada orang yang sengaja meracuni mereka, kemudian menggasak seluruh hartanya.Keluarga Brata Kusuma dikenal baik di desa itu. Suka menolo
Nandini yang tahu gelagat segera cabut pedang di pinggangnya untuk menghempas senjata rahasia beracun yang dilemparkan Ki Gandara dengan cara yang hampir tak dapat dilihat oleh mata.Senjata rahasia berupa puluhan jarum beracun berhamburan tidak mengenai sasaran. Ki Gandara terkejut serangannya mampu dipatahkan.Kesempatan ini dimanfaatkan Nandini. Dia segera melepaskan tendangan yang cukup kuat.Deg!Kakek berambut gimbal itu tak memiliki kesempatan untuk menghindar. Tendangan Nandini mendarat telak di dadanya.Tubuhnya terhuyung lalu tak mampu menahan keseimbangan lagi sehingga jatuh terjengkang.Ujung pedang Nandini sudah mengancam di lehernya. Ini adalah kekalahan pertamanya."Baik, aku menyerah.""Katakan siapa orangnya, satu orang, dua orang atau berapa banyak yang mampu membeli racunmu yang paling mahal itu!"Di tempatnya Saka tersenyum."Kalau yang tewas keluarga Brata Kusuma, yang memb
"Aku tergelitik dengan kata ini; 'sumbangsih'."Kembali keadaan menjadi sunyi. Hanya bibir Nandini tampak berdesis mengucapkan kata 'sumbangsih' beberapa kali."Begini!" seru mereka berbarengan. Tatapan mereka beradu. Mereka baru sadar ternyata sudah sangat akrab seperti ini. Seperti pasangan suami istri saja.Keduanya sama-sama tertawa dengan kejadian ini. Nandini hampir saja hendak menggelayut ke bahu Saka."Apa yang ingin kau kemukakan?""Kau dulu!" kata Nandini."Baiklah," kata Saka . "Aku mengira Kawung Giri ini adalah kerajaan yang baru dirintis atau baru didirikan. Sehingga membutuhkan harta yang banyak untuk membangun.“Lalu mengajak kepada orang-orang kaya yang bukan pejabat di kerajaan lain untuk menyumbangkan hartanya. Tentunya dengan iming-iming akan dijadikan pejabat penting,""Cocok!" seru Nandini mengagetkan Saka . "Ternyata pemikiran kita sama." Tertawa terkikik sambil menutup mulutnya.
Lelaki setengah baya yang masih duduk di tempatnya dan melihat kecurangan itu segera menyentilkan jari yang sudah diisi tenaga dalam. Seperti menyentilkan sebuah kerikil, padahal itu tenaga dalam yang dipadatkan seperti kerikil.Tring!Sentilan itu tepat menghantam senjata rahasia yang meluncur hampir mengenai si gadis mungil. Senjata rahasia yang berupa paku itu terpental entah kemana.Si gadis mungil terkejut mendapat serangan curang walau selamat. Dia mendengkus kesal, amarahnya tersulut. Segera dia cabut senjatanya yang berupa pedang.Sring! Sring!Serentak kelima orang itu juga mengeluarkan senjata. Sebuah parang besar tergenggam di tangan masing-masing. Mereka siap menyerang dengan jurus barunya.Namun, belum sempat mereka bergerak, tiba-tiba dari arah belakang kereta berkelebat enam sosok menghampiri mereka. Lima sosok mendarat mengurung lima lelaki bersenjata parang.Satu sosok berdiri di samping si gadis. Seoran
"Adapun ketentuan yang diterapkan dan menjadi aturan ada sedikit perbedaan antara para saudagar dan para pendekar."Patih Munding Sora kemudian menjelaskan bahwa ketentuan untuk para saudagar harus memberikan hartanya dengan jumlah yang telah ditentukan, maka akan langsung mendapatkan tanda jasa.Sedangkan untuk para pendekar, mereka langsung diterima dan diberi kedudukan. Hanya saja untuk mengundi kedudukan siapa yang paling tinggi, mereka akan diadu kepandaiannya."Yang berdiri terakhir di sini." Sang Patih menunjuk ke bawah, maksudnya halaman tempatnya berdiri. "Akan menjadi pengawal pribadi raja."Yang hadir tampak angguk-angguk. Ki Bandawa memperhatikan Suta Wingit yang dari tadi selalu melirik ke arah Asmarani."Sebelumnya saya perkenalkan mereka yang sudah bergabung lebih dulu," kata Patih Munding Sora kemudian."Senapati utama Suta Wingit,"Yang disebut berdiri dan menjura."Menteri Muda Candra Kusuma!"
Suara jeritan kematian terdengar hingga ke luar.Tangan Sekar Kusuma yang menggenggam pedang tampak bergetar. Sepasang matanya menatap tajam ke arah kakaknya yang tewas dengan leher hampir putus. Hatinya berguncang, napasnya ngos-ngosan seperti habis berlari.Antara percaya dan tidak, dia bisa melakukannya dengan mudah. Membunuh kakaknya sendiri. Ada rasa puas tapi ngeri juga.Sekarang dia ingin segera meninggalkan tempat itu, tapi tiba-tiba saja kesiur angin menghembus kuat dari arah belakang. Dengan sigap si gadis membalik badan sambil menebas.Trang!Dua pedang beradu. Sekar Kusuma sempat tersurut, tapi langsung menerjang ke depan. Sekali gerak lima tusukan mengancam lawannya. Dia harus menyingkirkan lawannya dulu supaya bisa kabur.Tetapi yang dilawan gadis itu bukan sembarang orang. Semua serangannya berhasil dihindari. Gerakannya tampak lebih gesit dan kuat. Hawa membunuhnya juga terasa memancar pekat.Jelas lawan