Saka cukup kagum juga dengan formasi jurus yang diperagakan murid-murid Ki Jangkung Wulung.Gerakannya kompak, saling mengisi, berbagi peran dengan benar. Ada yang menyerang dan ada yang bertahan.Tiga orang berada di lingkaran depan. Semuanya berani menyambut serangan lawan dengan senjata, bahkan bisa dilanjutkan dengan serangan.Trang! Trang!Masing-masing bisa melayani dua atau tiga lawan sekaligus. Gerakannya mantap, kuat dan sangat percaya diri.Ketika mendapat serangan lebih, maka mereka menarik mundur ke tengah. Giliran dua orang yang tadinya di tengah menerjang ke depan dengan gerakan mengelilingi tiga kawan mereka yang sudah ke tengah.Srett! Trang! Trang!Hebatnya dua orang ini bagaikan sepanjang baling-baling. Senjatanya membabat siapa saja lawan yang berada dalam jangkauan.Walaupun belum bisa melukai lawan, tapi setidaknya bisa menghalau serangan yang bertubi-tubi itu."Bagus juga jurusnya," puji Saka. "Lawannya jadi terlihat bodoh karena menggunakan jurus sendiri-sendir
Serangan tapak Saka berhasil mendarat di dada salah seorang yang tidak menggunakan senjata. Dalam serangan tersebut mengandung pukulan Bintang Kejora.Orang tersebut terpental cepat hingga menabrak salah satu temannya yang menggunakan golok di belakangnya.Brukk!Dua orang ini keluar dari lingkaran formasi. Yang terkena hantaman tapak tadi langsung tak berkutik lagi. Sementara yang membawa golok tampak muntah darah.Kejap berikutnya Saka sudah berputar sambil melepaskan jarum-jarum tuak. Percikannya mengenai sekitar wajah lawannya. Ada yang di kening, mata dan mulut.Tiga orang yang tersisa ini menjerit keras. Jarum-jarum tuak tersebut menembus sampai ke dalam.Yang terkena keningnya sampai bolong mengucurkan darah lalu ambruk melepas nyawa.Yang kena bagian matanya menjerit paling kencang. Indra penglihatannya telah hilang. Dia menekap kedua matanya yang mengucurkan darah lalu berlari kalang kabut.Lalu yang terkena mulutnya tampak seperti orang tercekik karena tembus ke tenggorokan
Terlanjur ketahuan akhirnya Saka keluar dengan jalan sempoyongan layaknya orang mabuk sambil memegang bumbung tuak dan sesekali meneguk isinya."Siapa kau? Beraninya mengintip!" sentak si wanita yang paling dekat.Saka sudah berdiri di sebelah sepasang suami istri itu persis seperti pohon yang hendak roboh. Pasangan ini juga tampak heran melihat keadaan Saka."Aku tidak mengintip, aku sedang minum. Eh, mendengar ada yang ribut-ribut!" tukas Saka dengan suara orang sedang mabuk.Tiga wanita itu tidak hanya cantik, tapi juga memiliki bentuk tubuh indah, padat berisi. Apalagi pakaiannya juga tampak ringkas.Hanya mengenakan kemben di bagian atas sampai pinggang. Bagian bawahnya memakai celana yang panjangnya sampai betis.Terus bagian pinggangnya yang tampak ramping sampai lutut dibalut kain dodot bercorak batik. Diperkuat oleh ikat pinggang yang menghubungkan pakaian atas dan bawah.Di sebelah kiri pinggang masing-masing tergantung sebuah pedang panjang yang belum diloloskan dari warang
Saka sudah bersikap ramah, tidak seperti orang mabuk lagi. Kedua orang paruh baya itu memperhatikan wajah Saka agak lama, seperti sedang mengingat sesuatu.Mungkin karena sebelumnya dalam keadaan gawat sehingga tidak memperhatikan Saka lebih seksama. Mereka saling pandang seolah sedang bertanya sesuatu."Terima kasih sudah membantu kami dari komplotan Tiga Setan Betina itu!" ucap si perempuan."Oh, jadi mereka bernama Tiga Setan Betina?" sahut Saka. "Setan, tapi cantik-cantik!" lanjutnya, tapi hanya dalam hati."Kami tahu kau seorang pendekar yang memiliki jurus orang mabok. Sekali lagi kami haturkan banyak terima kasih. Oh, ya. Ada apa kau menyusul kami?" tanya si lelaki paruh baya.Tidak ada sorot mata kecurigaan pada sepasang suami istri itu. Mereka yakin Saka orang baik."Sebelumnya perkenalkan namaku Saka Lasmana!" Saat mengenalkan diri, tubuh Saka sedikit membungkuk tanda hormat.Sepasang suami istri itu saling pandang lagi begitu mendengar nama Saka."Paman dan Bibi ini siapa?"
"Begini saja," kata Saka setelah berpikir beberapa saat. "Aki dan Nini ambil secukupnya atau seperlunya untuk bekal hidup. Anggap saja ini upah atas kesetiaan Aki dan Nini selama ini kepada orang tuaku walaupun mereka telah tiada."Nini Sumini menatap ke arah suaminya. Ki Dira pun demikian. Apa yang diucapkan Saka benar juga. Mereka memang pantas mendapat imbalan "Baiklah, tapi kami harap Aden bawa harta ini. Terserah mau diapakan saja. Dengan begitu masa pengabdian kami telah usai, tapi kami selalu terbukti bila Aden hendak memakai kembali tenaga kami!" sahut Ki Dirah."Tentu saja. Bahkan seharusnya semua itu jadi milik Aki bersama Nini, aku hanya mengambil kitab ini saja!"Kemudian Nini Sumini mengambil sebuah gentong kecil yang akan menjadi wadah untuk perhiasan dan batangan emas yang akan diambil dari peti.Walaupun gentong itu sudah terisi hampir penuh, tapi mungkin hanya sepersepuluh dari keseluruhan harta dalam peti tersebut.Selanjutnya Saka akan membawa peti tersebut. Dia su
Boma Sagara sekarang tampak tenang saja. Sekarang saatnya mencoba lebih banyak ilmu yang tengah dia kuasai walau belum sempurna.Ada dua belas pendekar yang muncul dan langsung mengepung Boma Sagara. Tidak tanggung-tanggung mereka sudah siap menyerang terbukti dari hawa sakti yang memancar."Daripada mati konyol, lebih baik segera serahkan mayat gurumu!"Boma Sagara mendengkus keras. "Jangan mimpi, sebentar lagi guruku akan bangkit dan menjadi yang terkuat di dunia persilatan. Tidak ada satu pun yang mampu membunuhnya!"Terdengar para pendekar tertawa meremehkan. Kebanyakan mereka tidak tahu akan hal itu. Mereka hanya tahu kalau makan dagingnya, maka akan memiliki ilmu Lembu Sekilan."Jangan ladeni bawelnya, bunuh saja dia. Mayat gurunya pasti ada di dasar lembah itu!" seru salah satu pendekar seraya mengirimkan serangan.Sosok pendekar ini bagaikan anak panah meluncur dengan senjata terhunus langsung mengincar leher Boma Sagara.Sett!Hanya sekali mengegos saja Boma Sagara bisa terhi
Bumbung bambu biasanya digunakan untuk wadah minuman lahang, air kawung untuk gula dan juga tuak. Maka salah seorang pemuda itu langsung menanyakan isinya."Ini tuak!" jawab Saka langsung dengan maksud kalau mereka hendak meminta minum untuk hilangkan dahaga maka akan berpikir ulang.Mungkin saja mereka tidak suka atau bahkan tidak boleh minum tuak."Kebetulan sepertinya ini yang dicari-cari!" kata pemuda yang satunya dengan wajah berbinar bagai menemukan sebongkah emas."Memangnya kalian suka mabuk?" tanya Saka dengan kening mengkerut."Bukan, bukan itu. Tapi, majikan kami yang memerlukan tuak yang tersimpan dalam bumbung bambu!" tukas pemuda yang satunya lagi."Majikan?" Saka semakin heran.Memang ada juga tuak yang disimpan dalam kendi atau guci. Dua pemuda ini mencari tuak dalam bumbung bambu untuk majikannya."Untuk apa?" tanya Saka lagi."Sebaiknya Ki Sanak ikut kami!" Dua pemuda ini memohon dengan sangat. Sepertinya mereka sudah lama mencari tuak tersebut untuk majikannya.Bisa
Lebih terperanjat lagi ketika Prahasti melepas kembennya juga sehingga tubuhnya polos tanpa sehelai benang.Saka seperti susah bernafas. Salah tingkah antara terus memandang tubuh indah menggiurkan tersebut atau memalingkan muka.Sementara Prahasti sepertinya membiarkan Saka tersiksa perasaan. Wanita bertubuh sintal ini sudah duduk lagi.Di antara dua orang ini terdapat dua gelas bambu tadi diletakkan."Tuangkan tuak itu ke gelas ini sampai penuh," suruh Prahasti.Setelah menenangkan pikiran, Saka melakukan apa yang disuruh Prahasti. Dua gelas bambu kini sudah terisi penuh tuak sakti dari bumbung bambu.Prahasti mengambil satu, lalu meminumnya secara perlahan dalam sekali tenggak menghabiskan tuak tersebut.Saka sampai menelan ludah beberapa kali seolah lupa memiliki tuak dalam bumbung yang sedang dipegang.Setelah meminum habis tuak dalam gelas bambu, tampak Prahasti memejamkan mata seperti sedang bersemedi.Terasa ada hawa hangat keluar dari tubuh indah wanita ini. Raut wajah Prahas
"Sampai kapan aku mengawasi seperti ini," gerutu Nari Ratih sambil memakan buah jambu. Kalau ditinggalkan takut yang dikhawatirkan terjadi. Bukankah dia sedang berjaga mencegah jatuhnya korban pembunuhan lagi. Namun, kalau dipikir lagi sejenak hatinya jadi ragu. Sebabnya prajurit kerajaan yang ditugaskan menangani kasus ini sudah mengendus ke Seta Aji. Kalau sudah begitu bisa saja Seta Aji tidak melanjutkan aksinya. Bagaimana kalau prajurit kerajaan mendatangi rumah dan menangkap Seta Aji? Sia-sia saja dia berjaga di situ. Apa yang dipikirkan Nari Ratih memang benar. Lima prajurit kerajaan yang dipimpin seorang Bekel mendatangi rumah Seta Aji. Tentu saja pihak berwenang dari kerajaan juga menyelidiki tiga pembunuhan yang terjadi. Dari tanda silang yang tergores di paha korban menunjuk satu tersangka, Seta Aji. Sampai di depan rumah Seta Aji, enam prajurit ini hanya mendapati Amba Citra yang sed
Giliran Nari Ratih yang kerutkan kening sambil menarik wajahnya. Lalu dia menghempas napas lega. Maklum saja Amba Citra menyangka demikian, karena dia belum tahu kalau dia sudah mempunyai suami seorang pendekar tangguh.Amba Citra menatap sahabatnya menunggu jawaban. Si gadis ini perawakannya tak jauh beda dengan Nari Ratih. Tinggi semampai, cantik, hanya wajahnya bulat dengan mata agak belo. Berbeda dengan Nari Ratih yang memiliki wajah lonjong dan mata tipis.Nari Ratih tidak segera memberitahukan tentang statusnya yang sudah bersuami. Ada yang lebih penting yang harus didahulukan, yaitu mencari pembunuh sahabatnya."Aku hanya ingin memperoleh keterangan yang banyak tentang dia darimu,""Baik, tapi apa kau yakin aku memiliki pengetahuan banyak tentang Seta Aji?""Tentu saja, karena kau tetangganya!""Baiklah, silakan bertanya!" Amba Citra mengangkat telapak tangannya menghadap ke atas.Nari Ratih menarik napas panjang.
Seketika langsung berjingkat badannya. Dadanya mendadak berdebar kencang. Bagaimana bisa ada orang masuk? Padahal dia sudah mengunci pintu sejak masuk tadi."Kau!"Semakin terkejut gadis ini begitu mengenali orang misterius ini."Bagaimana kau bisa masuk?"Lelaki berpakaian serba hitam ini tersenyum sinis dengan sorot mata tajam mengandung hawa sadis. Seperti elang hendak mencengkram mangsanya."Aku sudah menunggu kamu dari tadi." Suaranya besar tapi pelan dan seolah sengaja diserak-serakkan."Gila, kamu! Masuk tanpa ijin. Mau apa kamu? Mencuri?"Si lelaki mengekeh pelan. "Ya, aku mau mencuri nyawamu,""Bangsat, kamu! Antara aku dan kamu sudah tidak ada hubungan lagi, sudah tidak ada masalah lagi. Mau apa lagi kamu?"Sudah aku bilang, aku mau nyawamu. aku masih sakit hati dicampakkan sama kamu. Aku dendam, dan Kamu harus terima akibatnya,""Sinting, kamu! Pergi! Atau aku panggil kakangku buat m
Berita terbunuhnya Rara Intan yang mayatnya dikirim dalam sebuah peti sampai juga ke keluar Ki Barna. Nari Ratih dan Saka pun otomatis mendengar berita ini.Peristiwa ini terjadi siang hari setelah beberapa lama penguburan Arum Honje."Tandanya sama seperti pembunuhan Arum Honje," kata Ki Barna menjelaskan. Rara Intan Putri ketiga juragan Gumara orang terkaya di desa Jati Waringin. Mayat Rara Intan ditemukan di dalam sebuah peti yang dikirim oleh seseorang yang misterius."Dalam satu hari ini sudah dua kali Saka dan Nari Ratih menghadiri pemakaman. Pagi tadi penguburan Arum Honje sahabatnya Nari Ratih. Sekarang Rara Intan.Walaupun bukan orang yang dikenal keduanya, tapi cara pembunuhan yang dilakukan sama seperti yang menimpa Arum Honje.Awalnya Ki Barna yang mendengar kegegeran itu. Geger karena tidak menyangka, pagi hari Rara Intan pergi ke pasar sendirian. Tetapi pulang dikirim dalam peti mati.Yang membuat penasaran yaitu ad
"Dia calon istri Raden Sujiwa, putra seorang menteri dari Manukrawa, tidak ada alasan calon suaminya yang membunuh,""Dari petunjuk yang sengaja ditinggalkan, jelas maksud pembunuhan ini adalah balas dendam. Tapi dendam apa?""Kalau soal harta kekayaan, tidak mungkin. Keluarga Ki Barna tidak memiliki harta yang berlimpah. Misalnya, adiknya Randu ingin menguasai harta warisan sendiri, itu tidak mungkin!" tegas Nari Ratih."Sepertinya masalah cinta. Saka meneguk tuaknya. "Coba kau ingat-ingat barangkali sebelum Raden Sujiwa, mungkin ada lelaki lain yang pernah jadi kekasihnya. Atau ada wanita mencintai Raden Sujiwa, dia tidak ingin ada wanita lain yang memilikinya,"Nari Ratih menopang dagunya. Pikirannya berputar-putar memanggil ingatannya."Aku tidak tahu tentang Raden Sujiwa, tapi aku tahu Arum Honje pernah memiliki kekasih sebelum dilamar Raden Sujiwa."Menduga-duga boleh saja, tapi harus disertai bukti kuat yang mengarah kepad
Orang yang dipanggil Tuanku ini melepaskan pukulan. Ternyata dia memiliki tenaga dalam lumayan, tapi masih berada di bawah Resi Danuranda. Tentu saja hanya dalam beberapa gebrak, Tuanku telah ambruk kehilangan tenaganya.Di sebelah sana Nari Ratih juga telah menyelesaikan tugasnya. Semua penjaga rumah telah terkapar dengan luka parah yang membuat mereka tak mampu menyerang lagi. Mereka masih dibiarkan hidup.Beberapa saat kemudian berdatangan orang-orang. Saka Sinting langsung mengarahkan mereka masuk ke dalam rumah."Cari dan ambillah yang menjadi milikmu saja!"Setelah semuanya selesai. Si Tuanku, Resi Danuranda dan semua anak buahnya diikat dan dikumpulkan di bangunan tanpa dinding.Saka Sinting berpesan kepada orang-orang bekas pengikut Resi Danuranda yang hendak pulang, agar ada yang melaporkan ke pihak kerajaan.Empat hari kemudian, rombongan prajurit Galuh yang datang dipimpin seorang senapati. Mereka juga datang bersama
Saka Sinting bergerak mendekati resi Danuranda. Bagi sang resi ini kesempatan untuk meleburkan tubuh Saka Sinting dengan apinya yang panasnya mampu mencairkan baja sebesar kerbau dalam waktu singkat."Konyol, cari mati kau!" seru sang Resi tersenyum merasa menang. Lalu dengan cepat dia songsong Saka Sinting. Dua telapak tangan berhasil meraih bahu pemuda itu.Seketika api membungkus seluruh tubuh Saka Sinting. Bahkan dari mulut sang resi juga menyembur lidah api khusus membakar bagian kepala.Namun, Saka Sinting tetap tenang. Dia tidak merasakan kepanasan sama sekali. Kobaran api itu tidak membuatnya terbakar.Tubuhnya dalam keadaan baik-baik saja. Malah seolah sengaja dirinya dibakar. Saka Sinting berdiri sambil bersedekap. Kedua matanya menatap tajam wajah resi Danuranda.Beberapa lama keadaan tetap seperti itu meskipun resi Danuranda telah mengerahkan seluruh tenaga dalamnya. Jika dilihat dari jauh maka kobaran api itu seperti api ungg
Bola mata resi Danuranda bergerak-gerak seperti sedang mencari sesuatu. Wajahnya menunjukan kecemasan. Kini dia tengak-tengok ke segala arah. Sepertinya dia merasakan kehadiran seseorang."Aneh, sepertinya ada jurig menyusup. Tapi untuk apa?" Resi Danuranda mendesah lalu melangkah keluar. Ternyata dia cukup peka juga. Tapi hanya sekadar peka tidak mampu mendeteksi lebih jauh.Saka Sinting tersenyum memandangi punggung sang resi. "Aku memang jurig, tapi cuma sementara, resi gadungan!"Jelaslah sekarang tujuan semua ini. Kalau dulu ada Boma Sangara yang hendak membangun kerajaan baru. Kini, entah siapa orang yang dipanggil Tuanku itu, dia merencanakan menguasai kota raja Pakuan.Saka Sinting kembali ke raga kasarnya. Sampai di sana pemuda ini terkejut karena resi Danuranda berdiri mematung di bawah pohon di mana raga kasarnya berada. Wajahnya tampak mendongak ke atas."Rupanya penyusupnya ada di sini!" seru resi Danuranda. Tangan kanannya m
Dengan canggung Bayunata menjelaskan tujuan mereka. Pemuda yang jelas tahu cara kerja Resi Danuranda wajar curiga kepada tiga orang yang kini sudah turun dari kereta kuda.Si pemuda mendekati mereka. "Dari mana kalian tahu tentang Eyang Resi?" selidiknya.Sesuai rencana yang sudah diatur sebelumnya, Sundari menjawab. "Saudara saya sudah lebih dulu ikut Eyang Resi, saya dan keponakan saya ini juga ingin mengikuti jejak saudara saya,""Siapa saudara yang kau maksud?""Namanya Nyai Mandita,""Apa kalian tahu syaratnya?"Kemudian Saka Sinting menunjukkan peti besar yang terikat di kolong kereta kuda. Dengan sedikit membukanya, terlihatlah tumpukan perhiasan dan batangan emas.Peti berisi harta perhiasan ini berasal dari Nini Ratminah atas ide dan permintaan Saka setelah tahu persyaratan yang disebutkan Ki Bayunata. Bagi bangsa guriang, itu hal yang sangat mudah mendatangkan harta sebanyak itu.Pemuda itu terperangah