Pasukan Bhayangkara lebih dari setengahnya ternyata para pendekar murid-murid perguruan aliran hitam. Anggota yang asli seketika langsung sadar apa yang terjadi, maka mereka segera memisahkan diri bahkan ada yang ikut bergabung dengan pasukan khusus.Terdengar Ranggapati memberi aba-aba, lalu pasukan khusus menerjang maju menyerang pasukan Bhayangkara.Ki Rembong sebagai wakil Panglima segera maju mengejar Ranggapati, tetapi setengah jalan dia dihadang Ki Awan Seta."Bukankah kita masih ada urusan yang tersisa, Rembong?""Awan Seta, hari ini kita selesaikan. Bersiaplah menemui ajalmu!"Di tempat lain Ki Balakosa dihadang dua orang yang tidak lain Dewinta bersama Ki Jati Kusuma."Dia yang telah membunuh guru dan saudara-saudaraku!" Dewinta menunjuk tegas ke arah Ki Balakosa."Oh, seperti itu orangnya?" sahut Ku Jati Kusuma terdengar merendahkan dengan wajah tampak lucu."Kalian juga ingin menyusul mereka?" sentak Ki Balakosa."Kau yang akan kubuat berlutut kepada adikku di alam kubur!"
Tidak kehabisan akal, Tiga Genderuwo Bukit Gintung alirkan tenaga dalam pada senjatanya. Ayunan rantai berbandul bola berduri bertambah kuat disertai hawa panas.Bola berduri ini seperti memiliki mata, bergerak menyambut pukulan jarak jauh yang dilepaskan sepasang pendekar suami istri tersebut.Dess!Pyarr!Kali ini Wirasoma dan Citrawati terkejut melihat serangan mereka dihempaskan begitu saja. Mereka tidak menyangka lawan mengubah cara menyerangnya."Gila!" seru Wirasoma.Walau demikian sepasang pendekar ini terus melancarkan serangan dengan maksud agar lawan tidak sempat memberikan balasan.Pukulan yang dilepaskan tetap diarahkan pada beberapa sasaran. Yaitu tali rantai, tangan yang memegang senjata tersebut dan bagian tubuh lain seperti perut atau kaki.Namun, ayunan bola berduri bagaikan bergerak sendiri tanpa dikendalikan pemiliknya. Arahnya selalu menghadang arus pukulan lawan Wukk!Pyarr!Sejurus berikutnya pasangan pendekar mulai dibikin repot. Dua lawan memainkan bandul ber
Ki Rembong tidak terpancing ucapan Ranggapati. Dia memang terus memberikan perlawanan sengit terhadap pimpinan Pasukan Khusus tersebut, tetapi tetap mencari kesempatan untuk melarikan diri.Dugaannya tentang Bardi Sugala yang tidak banyak perhitungan memang benar. Buktinya tidak tahu kalau musuh telah bersekutu dengan pendekar aliran putih.Sementara Ranggapati terus mencecar lawannya. Tidak akan memberi ruang untuk kabur. Makanya dia mendesak Ki Rembong agar lebih ke dalam. Jangan sampai dekat ke sisi benteng istana.Ketua perguruan Naga Hitam itu sudah sejak tadi mengeluarkan ilmu paling sakti yang dia miliki. Hawa sakti memancar kuat, selain melindungi diri juga untuk menekan gerakan lawan.Kedua tangan selalu terisi tenaga dalam. Siap melepaskan pukulan sakti bila ada kesempatan. Tidak tanggung-tanggung dia kerahkan seluruh kekuatannya.Namun, ternyata peluang itu tidak kunjung datang. Lawan selalu memberikan serangan cepat sehingga tenaga Ki Rembong lebih banyak digunakan untuk b
Lalu menyeruak hawa sakti begitu kuat menandingi yang dipancarkan Gendrayaksa bersamaan dengan munculnya dua orang.Seorang lelaki setengah baya bersama pria yang lebih muda. Yang muda ini semua orang sudah tahu siapa adanya, yaitu Saka Sinting si Pendekar Mabuk.Sedang yang lebih tua hanya dua orang yang tahu, Maharaja dan Gendrayaksa saja. Tokoh satu ini juga bisa dibilang sudah jarang muncul di dunia persilatan."Ki Arga Saketi, sudah lama tidak berjumpa. Akhirnya bisa melihatmu lagi!" sambut Maharaja sambil tersenyum ramah.Ki Arga Saketi adalah orang yang dulu menitipkan surat kepada Saka Sinting untuk disambut kepada Arya Kumbara. Isi surat tersebut tentang pengkhianat yang menyusup di perguruan Girisoca.Dia adalah ayahnya Ki Sempana, kakeknya Arya Kumbara. Dua pendekar kotaraja yang berpengaruh besar, yang beberapa waktu lalu telah menemui ajalnya.Kabar tentang kematian anak dan cucunya tentu saja sampai ke telinganya. Hal inilah yang membuatnya muncul lagi ke luar.Dalam per
Sekarang kita ikuti pertarungan Saka Sinting melawan Bardi Sugala. Mereka juga mencari tempat terpisah dari pertempuran yang lain."Sudah lama aku dengar nama Pendekar Mabuk yang tersohor itu, tapi aku tidak yakin kau hebat seperti yang dikatakan orang-orang!" Bardi Sugala sesumbar lagi. Seperti dia selalu menganggap enteng orang lain."Alaaah ... Kau bisa besar mulut karena dekat dengan ayahmu yang sebenarnya tidak apa-apanya dibandingkan Ki Arga Saketi!" balas Saka."Buktikan omong besarmu itu, otak sinting!" bentak Bardi Sugala sambil mendengkus keras."Bukankah kau yang omong besar?""Ayo tunjukkan semua kemampuanmu. Aku ingin tahu seperti apa kehebatan Pendekar Mabuk Sinting!""Baik, sebelum bertarung cobalah kau pegang dan angkat bumbung tuak ini!" Saka Sinting langsung melemparkan bumbung tuak ke arah Bardi Sugala.Bardi Sugala yang tidak tahu tentang bumbung tersebut menganggapnya hanya bambu biasa wadah tuak saja. Dia mengulurkan tangan menangkap bumbung tersebut.Tepp!Awaln
Sosok yang datang tiba-tiba itu terlempar keras sampai jatuh menggelinding hingga ke depan Saka Sinting.Saka mengenal orang ini, yaitu wanita bertopeng yang menjadi pelayan di Wisma Bahagia. Dia heran mengapa wanita ini muncul seperti hendak menyelamatkan dirinya.Padahal Saka tidak memerlukan pertolongan karena sudah sangat siap menghadapi ilmu Dinding Gaib.Kejap berikutnya terdengar suara ledakan besar disertai jeritan keras juga. Itu adalah ledakan akibat adu ilmu antara Ki Arga Saketi dengan Gendrayaksa.Bardi Sugala tahu persis teriakan siapa yang dia kenal. Dia lebih panik mendengar pekikan tersebut. Maka segera dia meninggalkan pertarungannya, lebih memilih menghampiri Gendrayaksa.Saka juga membiarkan saja karena dia terfokus pada wanita bertopeng pelayan Wisma Bahagia. Dia segera menghampiri.Berjongkok di samping wanita tersebut lalu mengulurkan tangan membuka topengnya. Pada saat itu dua sosok berkelebat mendarat di sebelah Saka."Kami terlambat!" ujar salah seorang yang
Di sebuah kedai yang cukup ramai. Sambil menunggu hidangan datang, Saka tampak sedang menimang-nimang sebuah gelas bambu.Jika dilihat lebih jelas lagi gelas bambu tersebut mirip bumbung tuak miliknya. Bumbung bambu tersebut seperti jadi pendek seukuran gelas dan garis tengahnya pun sedikit mengecil sehingga bisa digenggam dengan nyaman."Ada-ada saja ilmu Ki Arga Saketi," gumam Saka.Gelas bambu tersebut memang bumbung berisi tuak sakti yang tidak pernah habis. Mengapa bisa jadi kecil?Pada pertemuan terakhir kali dengan Ki Arga Saketi, pendekar sepuh tersebut memberikan sebuah ilmu ringan yang bisa dibutuhkan sewaktu-waktu."Ilmu Meringkas Benda!" sebut Ki Arga Saketi waktu itu.Dengan ilmu itu bisa membuat benda-benda jadi berukuran lebih kecil sesuai yang diinginkan. Saka membuat bumbung tuaknya sekecil gelas bambu.Dengan begitu dia tidak perlu ribet lagi selalu menggendong bumbung tuak di punggungnya walaupun sebenarnya sangat ringan.Namun, dengan bumbung lebih kecil bisa jadi
Namun tak lama ia pun mulai bisa menduga kalau tantangannya terhadap si Penggada Sirah pasti telah menyebar cepat. Saka tak perlu menunggu lama titik ketika sinar matahari mulai merata menerangi tanah, kerumunan penduduk di sisi sebelah kanannya tiba-tiba tersibak.Lalu tampak sosok Penggada Sirah yang didampingi tiga kawannya dari belakang. Penggada Sirah rupanya sangat yakin dengan kepandaian sendiri. Ia melihat orang yang menantangnya adalah seperti orang kemarin sore.Itu pula sebabnya berita pertarungannya disebarkan kepada penduduk. Maksudnya adalah agar namanya ditakuti. Sekaligus menjadikan penantangnya itu sebagai contoh bagi mereka yang berani menentangnya.Lelaki tukang begal ini melangkah pongah dengan wajah dibuat seseram mungkin. Langkahnya terlihat dibuat-buat. Segera saja ia menuju ke tengah Arena.Kerumunan penduduk memang tanpa sengaja seolah telah membuat sebuah lingkaran untuk ajang pertarungan.Kira-kira sejarak tiga tombak di depan Saka, penggada sirah menghent
"Sampai kapan aku mengawasi seperti ini," gerutu Nari Ratih sambil memakan buah jambu. Kalau ditinggalkan takut yang dikhawatirkan terjadi. Bukankah dia sedang berjaga mencegah jatuhnya korban pembunuhan lagi. Namun, kalau dipikir lagi sejenak hatinya jadi ragu. Sebabnya prajurit kerajaan yang ditugaskan menangani kasus ini sudah mengendus ke Seta Aji. Kalau sudah begitu bisa saja Seta Aji tidak melanjutkan aksinya. Bagaimana kalau prajurit kerajaan mendatangi rumah dan menangkap Seta Aji? Sia-sia saja dia berjaga di situ. Apa yang dipikirkan Nari Ratih memang benar. Lima prajurit kerajaan yang dipimpin seorang Bekel mendatangi rumah Seta Aji. Tentu saja pihak berwenang dari kerajaan juga menyelidiki tiga pembunuhan yang terjadi. Dari tanda silang yang tergores di paha korban menunjuk satu tersangka, Seta Aji. Sampai di depan rumah Seta Aji, enam prajurit ini hanya mendapati Amba Citra yang sed
Giliran Nari Ratih yang kerutkan kening sambil menarik wajahnya. Lalu dia menghempas napas lega. Maklum saja Amba Citra menyangka demikian, karena dia belum tahu kalau dia sudah mempunyai suami seorang pendekar tangguh.Amba Citra menatap sahabatnya menunggu jawaban. Si gadis ini perawakannya tak jauh beda dengan Nari Ratih. Tinggi semampai, cantik, hanya wajahnya bulat dengan mata agak belo. Berbeda dengan Nari Ratih yang memiliki wajah lonjong dan mata tipis.Nari Ratih tidak segera memberitahukan tentang statusnya yang sudah bersuami. Ada yang lebih penting yang harus didahulukan, yaitu mencari pembunuh sahabatnya."Aku hanya ingin memperoleh keterangan yang banyak tentang dia darimu,""Baik, tapi apa kau yakin aku memiliki pengetahuan banyak tentang Seta Aji?""Tentu saja, karena kau tetangganya!""Baiklah, silakan bertanya!" Amba Citra mengangkat telapak tangannya menghadap ke atas.Nari Ratih menarik napas panjang.
Seketika langsung berjingkat badannya. Dadanya mendadak berdebar kencang. Bagaimana bisa ada orang masuk? Padahal dia sudah mengunci pintu sejak masuk tadi."Kau!"Semakin terkejut gadis ini begitu mengenali orang misterius ini."Bagaimana kau bisa masuk?"Lelaki berpakaian serba hitam ini tersenyum sinis dengan sorot mata tajam mengandung hawa sadis. Seperti elang hendak mencengkram mangsanya."Aku sudah menunggu kamu dari tadi." Suaranya besar tapi pelan dan seolah sengaja diserak-serakkan."Gila, kamu! Masuk tanpa ijin. Mau apa kamu? Mencuri?"Si lelaki mengekeh pelan. "Ya, aku mau mencuri nyawamu,""Bangsat, kamu! Antara aku dan kamu sudah tidak ada hubungan lagi, sudah tidak ada masalah lagi. Mau apa lagi kamu?"Sudah aku bilang, aku mau nyawamu. aku masih sakit hati dicampakkan sama kamu. Aku dendam, dan Kamu harus terima akibatnya,""Sinting, kamu! Pergi! Atau aku panggil kakangku buat m
Berita terbunuhnya Rara Intan yang mayatnya dikirim dalam sebuah peti sampai juga ke keluar Ki Barna. Nari Ratih dan Saka pun otomatis mendengar berita ini.Peristiwa ini terjadi siang hari setelah beberapa lama penguburan Arum Honje."Tandanya sama seperti pembunuhan Arum Honje," kata Ki Barna menjelaskan. Rara Intan Putri ketiga juragan Gumara orang terkaya di desa Jati Waringin. Mayat Rara Intan ditemukan di dalam sebuah peti yang dikirim oleh seseorang yang misterius."Dalam satu hari ini sudah dua kali Saka dan Nari Ratih menghadiri pemakaman. Pagi tadi penguburan Arum Honje sahabatnya Nari Ratih. Sekarang Rara Intan.Walaupun bukan orang yang dikenal keduanya, tapi cara pembunuhan yang dilakukan sama seperti yang menimpa Arum Honje.Awalnya Ki Barna yang mendengar kegegeran itu. Geger karena tidak menyangka, pagi hari Rara Intan pergi ke pasar sendirian. Tetapi pulang dikirim dalam peti mati.Yang membuat penasaran yaitu ad
"Dia calon istri Raden Sujiwa, putra seorang menteri dari Manukrawa, tidak ada alasan calon suaminya yang membunuh,""Dari petunjuk yang sengaja ditinggalkan, jelas maksud pembunuhan ini adalah balas dendam. Tapi dendam apa?""Kalau soal harta kekayaan, tidak mungkin. Keluarga Ki Barna tidak memiliki harta yang berlimpah. Misalnya, adiknya Randu ingin menguasai harta warisan sendiri, itu tidak mungkin!" tegas Nari Ratih."Sepertinya masalah cinta. Saka meneguk tuaknya. "Coba kau ingat-ingat barangkali sebelum Raden Sujiwa, mungkin ada lelaki lain yang pernah jadi kekasihnya. Atau ada wanita mencintai Raden Sujiwa, dia tidak ingin ada wanita lain yang memilikinya,"Nari Ratih menopang dagunya. Pikirannya berputar-putar memanggil ingatannya."Aku tidak tahu tentang Raden Sujiwa, tapi aku tahu Arum Honje pernah memiliki kekasih sebelum dilamar Raden Sujiwa."Menduga-duga boleh saja, tapi harus disertai bukti kuat yang mengarah kepad
Orang yang dipanggil Tuanku ini melepaskan pukulan. Ternyata dia memiliki tenaga dalam lumayan, tapi masih berada di bawah Resi Danuranda. Tentu saja hanya dalam beberapa gebrak, Tuanku telah ambruk kehilangan tenaganya.Di sebelah sana Nari Ratih juga telah menyelesaikan tugasnya. Semua penjaga rumah telah terkapar dengan luka parah yang membuat mereka tak mampu menyerang lagi. Mereka masih dibiarkan hidup.Beberapa saat kemudian berdatangan orang-orang. Saka Sinting langsung mengarahkan mereka masuk ke dalam rumah."Cari dan ambillah yang menjadi milikmu saja!"Setelah semuanya selesai. Si Tuanku, Resi Danuranda dan semua anak buahnya diikat dan dikumpulkan di bangunan tanpa dinding.Saka Sinting berpesan kepada orang-orang bekas pengikut Resi Danuranda yang hendak pulang, agar ada yang melaporkan ke pihak kerajaan.Empat hari kemudian, rombongan prajurit Galuh yang datang dipimpin seorang senapati. Mereka juga datang bersama
Saka Sinting bergerak mendekati resi Danuranda. Bagi sang resi ini kesempatan untuk meleburkan tubuh Saka Sinting dengan apinya yang panasnya mampu mencairkan baja sebesar kerbau dalam waktu singkat."Konyol, cari mati kau!" seru sang Resi tersenyum merasa menang. Lalu dengan cepat dia songsong Saka Sinting. Dua telapak tangan berhasil meraih bahu pemuda itu.Seketika api membungkus seluruh tubuh Saka Sinting. Bahkan dari mulut sang resi juga menyembur lidah api khusus membakar bagian kepala.Namun, Saka Sinting tetap tenang. Dia tidak merasakan kepanasan sama sekali. Kobaran api itu tidak membuatnya terbakar.Tubuhnya dalam keadaan baik-baik saja. Malah seolah sengaja dirinya dibakar. Saka Sinting berdiri sambil bersedekap. Kedua matanya menatap tajam wajah resi Danuranda.Beberapa lama keadaan tetap seperti itu meskipun resi Danuranda telah mengerahkan seluruh tenaga dalamnya. Jika dilihat dari jauh maka kobaran api itu seperti api ungg
Bola mata resi Danuranda bergerak-gerak seperti sedang mencari sesuatu. Wajahnya menunjukan kecemasan. Kini dia tengak-tengok ke segala arah. Sepertinya dia merasakan kehadiran seseorang."Aneh, sepertinya ada jurig menyusup. Tapi untuk apa?" Resi Danuranda mendesah lalu melangkah keluar. Ternyata dia cukup peka juga. Tapi hanya sekadar peka tidak mampu mendeteksi lebih jauh.Saka Sinting tersenyum memandangi punggung sang resi. "Aku memang jurig, tapi cuma sementara, resi gadungan!"Jelaslah sekarang tujuan semua ini. Kalau dulu ada Boma Sangara yang hendak membangun kerajaan baru. Kini, entah siapa orang yang dipanggil Tuanku itu, dia merencanakan menguasai kota raja Pakuan.Saka Sinting kembali ke raga kasarnya. Sampai di sana pemuda ini terkejut karena resi Danuranda berdiri mematung di bawah pohon di mana raga kasarnya berada. Wajahnya tampak mendongak ke atas."Rupanya penyusupnya ada di sini!" seru resi Danuranda. Tangan kanannya m
Dengan canggung Bayunata menjelaskan tujuan mereka. Pemuda yang jelas tahu cara kerja Resi Danuranda wajar curiga kepada tiga orang yang kini sudah turun dari kereta kuda.Si pemuda mendekati mereka. "Dari mana kalian tahu tentang Eyang Resi?" selidiknya.Sesuai rencana yang sudah diatur sebelumnya, Sundari menjawab. "Saudara saya sudah lebih dulu ikut Eyang Resi, saya dan keponakan saya ini juga ingin mengikuti jejak saudara saya,""Siapa saudara yang kau maksud?""Namanya Nyai Mandita,""Apa kalian tahu syaratnya?"Kemudian Saka Sinting menunjukkan peti besar yang terikat di kolong kereta kuda. Dengan sedikit membukanya, terlihatlah tumpukan perhiasan dan batangan emas.Peti berisi harta perhiasan ini berasal dari Nini Ratminah atas ide dan permintaan Saka setelah tahu persyaratan yang disebutkan Ki Bayunata. Bagi bangsa guriang, itu hal yang sangat mudah mendatangkan harta sebanyak itu.Pemuda itu terperangah