Gentasora dan Prabasari terpontang-panting menghindari kejaran prajurit Sumedang Larang. Padahal prajurit itu sudah tidak ada yang mengejar lagi, mereka fokus pada tawanan yang diboyong ke kota raja.
Sebenarnya tidak sulit bagi Gentasora untuk melawan prajurit itu dengan ilmunya yang sudah tinggi, tapi dia membawa Prabasari yang menjadi beban.Gadis ini hanya sedikit memiliki kepandaian silat. Dia lebih menebarkan pesona kecantikannya yang merupakan turunan wanita negeri seberang.Selain itu juga seandainya tidak membawa gadis yang merupakan putrinya itu, mungkin dia akan menggunakan ilmu meringankan tubuh."Kakiku sakit, Paman!" keluh Prabasari. Meski tubuhnya bermandikan keringat, tapi kecantikannya seolah tidak pudar."Di sebelah sana ada gua kecil, kita sembunyi di sana!"Gentasora tidak menghentikan langkahnya, sedangkan Prabasari menyeret kakinya yang sudah kelelahan dan pegal-pegal.Tak lama mereka menemukan gua yKetika senja tiba kereta kuda mampir ke satu rumah besar dan mewah. Sepertinya ini rumah pejabat atau bangsawan.Dua penjaga di depan pagar pintu masuk langsung membuka gerbang begitu tahu yang datang adalah dua prajurit itu.Sepertinya prajurit itu memiliki pangkat yang lumayan sehingga orang langsung mengenali.Kemudian kereta kuda masuk dibawa ke samping rumah yang halamannya luas ini."Tuan, kita bermalam di sini. Ini adalah rumah seorang 'wado' beliau akan menerima kita dengan baik!""Baik, Paman!"Ketika memasuki rumah, mereka disambut dengan ramah oleh beberapa pembantu dan juga tuan rumah, seorang lelaki setengah baya yang perawakannya gemuk, perutnya terlihat buncit.Karena hari sebentar lagi gelap, Kameswara beserta istri dan kedua prajurit itu diperkenankan untuk membersihkan diri.Setelah hari gelap sang tuan rumah menjamu mereka dengan makan bersama. Berbagai masakan dan buah-buahan terhidang lengka
Dua prajurit sudah bersiaga dari serangan gelap. Ratusan paku kecil melesat membelah udara dari arah depan.Namun, ternyata serangan itu bukan ditujukan kepada mereka. Lesatan ratusan paku tersebut menyerang ke arah kereta."Awas, Tuan!" teriak salah satu prajurit."Tenang saja, Paman!" sahut Kameswara dari dalam. Suaranya begitu nyaring mencerminkan bahwa dia tidak ada kecemasan sama sekali.Sett!Ratusan paku itu tiba-tiba berhenti sebelum mencapai sasaran. Beberapa saat melayang lalu berjatuhan. Kameswara menahannya dengan hawa sakti pelindung yang sangat kuat.Dua prajurit memanfaatkan waktu untuk segera memotong pohon roboh ini. Mereka sudah yakin, Kameswara mampu mengatasinya.Lagipula yang jadi sasaran juga Kameswara, tapi mereka tetap bertanggung jawab atas keselamatannya.Beberapa saat kemudian dari enam arah muncul enam orang bertopeng sambil melesat mendekati kereta, masing-masing tangannya melemparka
Lima orang bertampang sangar ini langsung menghadang. Mata mereka tampak jelalatan begitu melihat wanita berkerudung alias Ayu Citra."Setiap tamu yang datang wajib bayar upeti!""Tapi untuk kalian, cukup gadis itu saja sebagai upetinya, hahaha!"Gelak tawa menyambut ucapan salah seorang dari mereka.Koswara dan Sena berusaha tetap tenang. Mereka mengukur tingkatan kekuatan lima orang tersebut. Wajah keduanya tampak lega setelah bisa memperhitungkan seandainya terjadi pertarungan.Ayu Citra menatap sejenak kepada suaminya. Lalu si cantik berkerudung ini melangkah mendekati lima orang sangar."Baiklah, aku siap jadi upeti," katanya, membuat lima anak buah juragan Bana ini melongo. Mereka kegirangan bagaikan tertimpa durian runtuh."Kalian duluan saja!" kata Ayu Citra kemudian kepada Kameswara dan dua prajurit.Ketika mereka bertiga hendak melangkah memasuki desa, dua orang langsung menghadang."Enak saja
Si cantik berkerudung bertubuh indah ini maju beberapa langkah mendekati juragan Bana.Juragan Bana terkekeh. "Aku tidak ingin melukai tubuhmu yang molek itu, kau pantasnya menemaniku di atas dipan, hahaha...!""Kau boleh meminta sepuasnya kalau bisa mengalahkanku!" balas Ayu Citra seraya langsung memainkan pedang Bunga Emas yang menebarkan keharuman di udara.Inilah jurus Tarian Pedang Kematian yang didapat dari Nyai Sukarti, gurunya sebelum mondok di pesantren. Kemudian jurus ini diperdalam lagi selama di pesantren.Sesuai namanya, gerakan jurus ini seperti sedang menari. Lembut, tapi kuat dan mematikan.Justru gerakan tarian ini bisa mengecoh lawan apalagi dilakukan wanita dengan segala keindahan tubuhnya.Juragan Bana melangkah mundur sambil memainkan parangnya menghalau serangan pedang Bunga Emas.Selain tak bisa konsentrasi karena gerakan Ayu Citra, aroma harum yang pekat terasa menusuk hidung dan membuat kepala pu
Kereta kuda mewah yang membawa Kameswara dan Ayu Citra sudah jauh meninggalkan desa terpencil itu. Warga desa disuruh mengangkat Ki Kuwu baru beserta perangkatnya.Ketika melewati hutan kecil mereka melihat ada sebuah kereta kuda yang sama besar dan mewahnya tengah berhenti di pinggir jalan.Dari belakang kelihatannya memang seperti sedang berhenti atau beristirahat, tapi begitu setelah berada di sebelahnya, Kameswara dan yang lainnya terkejut melihat pemandangan mengerikan.Di tempat kusir terkulai dua orang berseragam prajurit yang sama dengan Sena dan Koswara. Tubuh mereka bersimbah darah. Ada beberapa anak panah menancap di badannya."Kau kenal mereka?" tanya Koswara.Sena hanya menggeleng sebelum meloncat turun memeriksa keadaan kedua prajurit yang merupakan rekannya walau tidak kenal namanya.Koswara juga turun langsung memeriksa ke bagian dalam saung."Biadab!" maki Koswara setelah melihat ke dalam. Sena langsung
Setelan berhasil berdiri, Sena melihat ke arah datangnya serangan. Rupanya senapati sendiri yang turun tangan. Rupanya keramahan beberapa saat lalu hanya pura-pura saja.Sementara di atas kereta, Koswara juga sudah berjibaku melawan prajurit berkuda.Tidak mau tinggal diam, Kameswara dan Ayu Citra juga sudah terlibat. Karena penyerangnya menggunakan kuda, maka mereka juga tidak turun dari keretanya.Di tempat kusir, Koswara menggunakan dua senjata sekaligus. Selain pedang di tangan kiri, juga tombak di tangan kanan.Tombak ini sudah tersedia di tempat khusus yang bisa langsung ditarik apabila diperlukan.Koswara menghadapi lawan di kanan dan kiri. Karena prajurit berkuda ini memiliki kepandaian lebih. Mereka kadang bisa sambil berdiri di atas punggung kuda.Bukan hanya dua orang yang dia lawan, tapi lebih. Seperti Sena, dia juga bukan prajurit sembarangan sehingga mampu meladeni lawan yang banyak.Sementara Kameswara dan
Kereta kuda terus berjalan sedang. Hari sebentar lagi senja, artinya mereka harus mencari tempat istirahat malam ini. Sena dan Koswara tidak ingin lagi 'ngendong' di rumah pejabat.Mereka berjaga-jaga khawatir seperti seorang wado kemarin. Siapa tahu berencana ingin melenyapkan Kameswara juga.Akhirnya mereka mencari sebuah penginapan saja. Kebetulan sudah memasuki kota raja bawahan lagi."Paman, aku baru ingat sekarang," kata Kameswara. "Bisakah Paman menggambarkan keadaan istana Pakuan?""Baik, Tuan!"Sambil mengendalikan kuda, dua prajurit tangguh ini menerangkan tentang istana Pakuan yang sekarang menjadi pusat pemerintahan kerajaan Sunda-Galuh setelah Raden Pamanah Rasa dinobatkan jadi maharaja."Ada lima keraton yang berjajar dari utara ke selatan, menghadap ke alun-alun yang berada di sebelah utara. Namanya Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati," Koswara memulai cerita."Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipa
Kameswara lupa kalau dirinya belum mengusap bahu kanan, tapi kakek gemuk ini bisa melihatnya. Seketika langsung sadar ada pepatah di atas langit masih ada langit."Kau heran, kan, aku bisa melihat dirimu padahal orang lain tidak!" ejek si kakek."Tidak juga!""Bagaimana, kau sudah melihat kemampuanku, apa masih bersikeras?""Kenapa memaksa, apa kau tidak memikirkan Maharaja akan curiga kalau aku tidak datang. Karena beliau tahu aku tidak akan mangkir. Maka beliau akan mengusut semuanya!"Si kakek tertawa lantang. "Huh, anak ingusan rencana kami sangat rapi. Anak bau kencur sepertimu tidak akan mampu memikirkannya!""Kalau begitu aku juga memaksa maju terus pantang mundur!""Maju berarti mati!"Si kakek hanya menggerakkan bahu sedikit. Tahu-tahu udara yang semakin gelap dipenuhi energi sangat besar bagaikan gunung yang menindih Kameswara.Kameswara yang sudah mengerahkan kekuatannya ternyata masih kurang
Kameswara menatap sejenak situasi di depannya. Asmarini duduk menyandar ke bahu raga kasarnya. Di atasnya Payung Terbang memayungi keduanya. Pendekar muda ini tersenyum. Kemudian sukma Kameswara masuk kembali ke dalam tubuh kasarnya. Pedang Bunga Emas otomatis terpegang di tangannya. Asmarini langsung sadar dari lamunannya. "Kakang sudah kembali!" Asmarini langsung menyimpan payungnya. Tangan kiri memegang pedang, tangan kanan merangkul tubuh istrinya. "Inikah Pedang Bunga Emas?" Kameswara pura-pura tidak tahu. "Terbuat dari emas dan menebarkan harum, ini memang pedang pusaka leluhur. Kakang telah membawanya dengan selamat. Terima kasih banyak, Kang!" "Aku suamimu, pasti akan melakukan apapun demi kebahagiaanmu. Tidak perlu berterima kasih. Ini, simpanlah!" Asmarini menerima pedang pusaka tersebut, lalu dia menggeser duduknya hingga saling berhadapan. "Aku juga rel
Blang!Kameswara menemukan sebuah ruangan bawah tanah agak luas. Keadaannya remang-remang.Di tengah ruangan ini ada gundukan bantu besar bentuknya mirip seperti dulu dia menyelam ke dasar telaga.Cahaya remang-remang ini pasti berasal dari pedang pusaka itu. Kameswara segera mencari letaknya. Dulu tertancap pada sebuah batu, sekarang pasti sama.Setelah berkeliling satu kali akhirnya menemukan juga pusaka tersebut. Kedua mata Kameswara terbelalak."Mungkinkah ini pedang yang sama? Kalau begitu bisa jadi ada dua, karena di masa depan sudah aku ambil dan diserahkan kepada Ayu Citra, atau..."Kameswara ingat selama sering bertemu dengan Fan Xiang yang merupakan reinkarnasi dari Ayu Citra, gadis itu tidak pernah membicarakan tentang pedang ini."Atau bisa jadi pedangnya kembali ke sini!"Ketika tangan Kameswara menjulur hendak memegang pedang yang tertancap di batu tersebut, tiba-tiba ada serangan hawa gaib yang me
Manakala terbetik berita yang dibawa oleh pedagang dari Arab bahwa Ali bin Abi Thalib telah meninggal dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam, maka Rakean Sancang bergegas kembali ke Arab.Tempat pertahanan di Gunung Negara terpaksa ditinggalkannya. Di saat itulah dengan segera pasukan Tarumanagara dikerahkan untuk menghancurkan umat agama baru itu.Hampir separuh penganut agama baru itu meninggal dan sebagian lainnya dapat melarikan diri melalui jalan rahasia berupa gua kemudian keluar di bukit yang curam.Para penganut agama baru lalu menyebar ke mana-mana di wilayah Tatar Sunda."Dan sejak saat itu mereka menjalankan keyakinannya secara sembunyi-sembunyi?" tanya Padmasari."Benar, bisa jadi telah mengganti nama agar tidak ketahuan lagi," sahut Ki Santang."Kau mencurigai atau menemukan sesuatu yang berkaitan dengan hal itu?""Ada!""Wah, apa itu?""Ada sebuah ajaran yang namanya Sunda Wiwitan, ajarannya
Sepasang suami istri berbeda masa sudah dalam perjalanan mencari Pedang Bunga Emas. Pada malam hari apabila tidak mendapatkan penginapan, maka mereka bermalam di hutan atau kebun.Mereka membuat gubuk dadakan. Dengan kesaktian Kameswara tentu saja sangat mudah dan cepat membangun tempat istirahat sementara tersebut.Sebelum tidur Asmarini sempatkan untuk bersemedi mencari petunjuk keberadaan pusaka leluhurnya.Selama ini setelah berkali semedi sebelum perjalanan, dalam pikirannya selalu ingin pergi ke arah utara."Kalau ke utara, tempat apa saja yang akan kita temukan? Selain bukit Gajah Depa tempat aku menyegel Kala Cengkar. Bukit itu dekat ke perbatasan kerajaan Wanagiri,"Kameswara tampak menerawang. Meski berbeda waktu, tapi letak suatu tempat tetap sama.Tempat mereka berada sekarang sudah dekat ke wilayah yang suatu saat nanti menjadi kerajaan Talagamanggung."Di masa ini kerajaan itu belum berdiri, sedangkan Hutan
"Aku tidak menyangka ternyata orang-orang desa Linggapura menggunakan cara-cara memalukan!" teriak Genta."Jangan ngawur!" sentak Suryadana tidak bisa menahan diri. "Sebenarnya kau mau apa ke sini?"Genta bertolak pinggang, wajahnya menunjukkan keangkuhan dan congkak. Sambil menunjuk dia berseru."Aku akan buktikan bahwa warga desa yang katanya kumpulan para pendekar melakukan cara licik untuk memikat hati wanita. Dengan cara membunuhmu, maka guna-guna yang merasuki Sukesih akan hilang!"Genta melangkah ke alun-alun. Keributan kecil di balai desa ini memancing warga yang lain berdatangan untuk melihat apa yang terjadi."Aku tantang kau di kandang sendiri, Suryadana. Katanya kau adalah pemuda berbakat di desa ini, aku ingin tahu seberapa hebatnya dirimu!"Di tempat lain Kameswara dan Asmarini sudah menyaksikan kejadian itu.Sebelum melangkah memenuhi tantangan Genta, pemuda berbakat desa Linggapura menyuruh calon istrinya
Desa Linggapura tidak besar juga tidak kecil, penduduknya agak padat. Sususan pemukimannya tertata dengan rapi. Karena awalnya hanya sebuah padepokan kecil.Pada waktu itu, selain menerima murid baru dari luar, juga ada penambahan warga dari dalam padepokan sendiri. Yaitu anak-anak dari pernikahan antara murid laki-laki dengan perempuan.Desa padepokan ini berada di kaki gunung Lingga. Dulu padepokan utamanya berada di lereng gunung.Sekarang dijadikan tempat keramat yang tidak sembarangan orang bisa ke sana, walaupun warga desa sendiri."Lama-lama bisa jadi kerajaan," ujar Kameswara yang diajak jalan memutar. Tidak melalui jalan utama, tapi langsung menuju lereng."Memangnya ada yang seperti itu?""Ada, dulu Indraprahasta juga awalnya hanya pedukuhan kecil yang dibangun oleh resi Santanu,""Oh, ternyata begitu. Sayangnya sekarang sudah hancur!"Kameswara teringat ketika menyelamatkan keluarga Prabu Wiratara seb
Keesokan harinya perjalanan mencari Pedang Bunga Emas dimulai. Kameswara sudah mempunyai rencana kemana dia akan pergi, tapi tidak disampaikan ke istrinya."Kemana kita akan mulai?" tanya Kameswara."Ke utara!"Tepat. Arah yang hendak dituju Kameswara memang ke utara. Mudah-mudahan saja firasatnya benar."Jadi kita tidak membutuhkan para pendamping?""Hanya untuk keadaan darurat. Jangan terlalu mengandalkan mereka. Selagi masih bisa dikerjakan sendiri, jangan malas!""Baiklah!"Pada dasarnya Kameswara memiliki pemikiran yang sama dengan istri mungilnya ini. Hanya untuk hal yang sangat tidak mungkin baru dia meminta bantuan Padmasari.Seperti menyeberang ke negeri tempat tinggal Ayu Citra dalam waktu sekejap, tapi itu mungkin tidak akan dilakukan lagi.Satu kesamaan yang dimiliki Asmarini dengan Kameswara adalah tidak suka membawa banyak barang dalam perjalanan. Hanya seperlunya saja.Setelah se
Angin yang tadinya berhembus bagaikan badai berganti menjadi tiupan lembut dan sejuk. Semua mata kini memandang ke atas. Satu sosok melayang bagaikan turun dari langit. Bercahaya.Sosok yang memegang payung terbuka menaungi kepalanya dari terik mentari. Setelah semakin turun barulah terlihat sosok tersebut adalah seorang wanita yang kecantikannya bagai bidadari dari alam Tunjung Sampurna."Dewi Payung Terbang!"Beberapa orang berseru mengenali siapa yang datang itu. Semuanya terpana, takjub dengan cara-cara wanita yang dijuluki Dewi Payung Terbang ini muncul di hadapan semua orang.Wanita cantik berpayung mendarat di depan Kameswara. Mereka saling pandang dengan seulas senyum tipis."Kakang berhasil,""Ini berkat Nyai juga!"Aki Balangantrang dan Manarah tampak mendekat."Terima kasih, Ki Sanak telah menyelamatkan kerajaan dan juga ibu saya!" ucap Manarah.Sementara beberapa orang telah mengamankan Hari
Apa yang terjadi? Kita mundur dulu sejenak ceritanya.Setelah kematian suaminya, lalu dinikahi oleh Tamperan. Hidup Dewi Naganingrum tidak tenang. Dia merasa telah mengkhianati sang suami.Sedangkan Pangrenyep sepertinya malah senang. Naganingrum tidak tahu kalau di antara Pangrenyep dan Tamperan sudah ada skandal sejak suami masih hidup.Karena rasa tidak tenang inilah akhirnya Naganingrum memutuskan untuk tinggal di luar istana. Dia memilih bekas pertapaan Premana Dikusumah.Di sana dia membangun rumah sederhana. Manarah juga dirawat di sana. Baru ketika umur tujuh tahun, Manarah diperbolehkan pergi ke istana.Sampai besar Manarah sering bolak balik dari istana ke rumah ibunya.Lalu sekarang, tiba-tiba saja Dewi Naganingrum berada dalam cengkraman tangan seseorang yang berdiri di atas atap. Sosok yang mengenakan pakaian serba merah."Dewata Kala!" Aki Balangantrang terkejut. Lebih-lebih Manarah karena dia sangat menyay