"Duduklah di sini, Nyai!" Suara lembut Kameswara memanggil istri barunya. Tatapannya juga lembut memancarkan rasa kasih sayang yang dalam.
Ayu Citra tampak malu-malu, padahal cara berpakaiannya saja sudah berani memperlihatkan bagian indahnya. Meski temaram, tapi rona pipi si gadis masih tampak jelas."Aku... gugup, Akang!""Kemarilah mendekat agar Nyai bisa merasakan degupan jantungku yang cepat. Aku juga gugup!""Bukankah Akang sudah pernah--""Aku seperti baru pertama kali lagi. Sepertinya aku lupa lagi!" Kameswara memotong lalu terkekeh."Ah, Akang, tidak mungkin lupa begitu saja!" kilah Ayu Citra."Nyai seperti yang pertama lagi!""Tentu saja buat aku mah, Akang yang pertama!"Kameswara menggenggam tangan Ayu Citra. Lembut bukan main. Rasanya paling lembut di antara wanita yang sudah disentuhnya.Tubuh Ayu Citra tertarik pelan, lalu tenggelam dalam pelukan sang suami. Dadanya semakin bergeGentasora dan Prabasari terpontang-panting menghindari kejaran prajurit Sumedang Larang. Padahal prajurit itu sudah tidak ada yang mengejar lagi, mereka fokus pada tawanan yang diboyong ke kota raja.Sebenarnya tidak sulit bagi Gentasora untuk melawan prajurit itu dengan ilmunya yang sudah tinggi, tapi dia membawa Prabasari yang menjadi beban.Gadis ini hanya sedikit memiliki kepandaian silat. Dia lebih menebarkan pesona kecantikannya yang merupakan turunan wanita negeri seberang.Selain itu juga seandainya tidak membawa gadis yang merupakan putrinya itu, mungkin dia akan menggunakan ilmu meringankan tubuh."Kakiku sakit, Paman!" keluh Prabasari. Meski tubuhnya bermandikan keringat, tapi kecantikannya seolah tidak pudar."Di sebelah sana ada gua kecil, kita sembunyi di sana!"Gentasora tidak menghentikan langkahnya, sedangkan Prabasari menyeret kakinya yang sudah kelelahan dan pegal-pegal.Tak lama mereka menemukan gua y
Ketika senja tiba kereta kuda mampir ke satu rumah besar dan mewah. Sepertinya ini rumah pejabat atau bangsawan.Dua penjaga di depan pagar pintu masuk langsung membuka gerbang begitu tahu yang datang adalah dua prajurit itu.Sepertinya prajurit itu memiliki pangkat yang lumayan sehingga orang langsung mengenali.Kemudian kereta kuda masuk dibawa ke samping rumah yang halamannya luas ini."Tuan, kita bermalam di sini. Ini adalah rumah seorang 'wado' beliau akan menerima kita dengan baik!""Baik, Paman!"Ketika memasuki rumah, mereka disambut dengan ramah oleh beberapa pembantu dan juga tuan rumah, seorang lelaki setengah baya yang perawakannya gemuk, perutnya terlihat buncit.Karena hari sebentar lagi gelap, Kameswara beserta istri dan kedua prajurit itu diperkenankan untuk membersihkan diri.Setelah hari gelap sang tuan rumah menjamu mereka dengan makan bersama. Berbagai masakan dan buah-buahan terhidang lengka
Dua prajurit sudah bersiaga dari serangan gelap. Ratusan paku kecil melesat membelah udara dari arah depan.Namun, ternyata serangan itu bukan ditujukan kepada mereka. Lesatan ratusan paku tersebut menyerang ke arah kereta."Awas, Tuan!" teriak salah satu prajurit."Tenang saja, Paman!" sahut Kameswara dari dalam. Suaranya begitu nyaring mencerminkan bahwa dia tidak ada kecemasan sama sekali.Sett!Ratusan paku itu tiba-tiba berhenti sebelum mencapai sasaran. Beberapa saat melayang lalu berjatuhan. Kameswara menahannya dengan hawa sakti pelindung yang sangat kuat.Dua prajurit memanfaatkan waktu untuk segera memotong pohon roboh ini. Mereka sudah yakin, Kameswara mampu mengatasinya.Lagipula yang jadi sasaran juga Kameswara, tapi mereka tetap bertanggung jawab atas keselamatannya.Beberapa saat kemudian dari enam arah muncul enam orang bertopeng sambil melesat mendekati kereta, masing-masing tangannya melemparka
Lima orang bertampang sangar ini langsung menghadang. Mata mereka tampak jelalatan begitu melihat wanita berkerudung alias Ayu Citra."Setiap tamu yang datang wajib bayar upeti!""Tapi untuk kalian, cukup gadis itu saja sebagai upetinya, hahaha!"Gelak tawa menyambut ucapan salah seorang dari mereka.Koswara dan Sena berusaha tetap tenang. Mereka mengukur tingkatan kekuatan lima orang tersebut. Wajah keduanya tampak lega setelah bisa memperhitungkan seandainya terjadi pertarungan.Ayu Citra menatap sejenak kepada suaminya. Lalu si cantik berkerudung ini melangkah mendekati lima orang sangar."Baiklah, aku siap jadi upeti," katanya, membuat lima anak buah juragan Bana ini melongo. Mereka kegirangan bagaikan tertimpa durian runtuh."Kalian duluan saja!" kata Ayu Citra kemudian kepada Kameswara dan dua prajurit.Ketika mereka bertiga hendak melangkah memasuki desa, dua orang langsung menghadang."Enak saja
Si cantik berkerudung bertubuh indah ini maju beberapa langkah mendekati juragan Bana.Juragan Bana terkekeh. "Aku tidak ingin melukai tubuhmu yang molek itu, kau pantasnya menemaniku di atas dipan, hahaha...!""Kau boleh meminta sepuasnya kalau bisa mengalahkanku!" balas Ayu Citra seraya langsung memainkan pedang Bunga Emas yang menebarkan keharuman di udara.Inilah jurus Tarian Pedang Kematian yang didapat dari Nyai Sukarti, gurunya sebelum mondok di pesantren. Kemudian jurus ini diperdalam lagi selama di pesantren.Sesuai namanya, gerakan jurus ini seperti sedang menari. Lembut, tapi kuat dan mematikan.Justru gerakan tarian ini bisa mengecoh lawan apalagi dilakukan wanita dengan segala keindahan tubuhnya.Juragan Bana melangkah mundur sambil memainkan parangnya menghalau serangan pedang Bunga Emas.Selain tak bisa konsentrasi karena gerakan Ayu Citra, aroma harum yang pekat terasa menusuk hidung dan membuat kepala pu
Kereta kuda mewah yang membawa Kameswara dan Ayu Citra sudah jauh meninggalkan desa terpencil itu. Warga desa disuruh mengangkat Ki Kuwu baru beserta perangkatnya.Ketika melewati hutan kecil mereka melihat ada sebuah kereta kuda yang sama besar dan mewahnya tengah berhenti di pinggir jalan.Dari belakang kelihatannya memang seperti sedang berhenti atau beristirahat, tapi begitu setelah berada di sebelahnya, Kameswara dan yang lainnya terkejut melihat pemandangan mengerikan.Di tempat kusir terkulai dua orang berseragam prajurit yang sama dengan Sena dan Koswara. Tubuh mereka bersimbah darah. Ada beberapa anak panah menancap di badannya."Kau kenal mereka?" tanya Koswara.Sena hanya menggeleng sebelum meloncat turun memeriksa keadaan kedua prajurit yang merupakan rekannya walau tidak kenal namanya.Koswara juga turun langsung memeriksa ke bagian dalam saung."Biadab!" maki Koswara setelah melihat ke dalam. Sena langsung
Setelan berhasil berdiri, Sena melihat ke arah datangnya serangan. Rupanya senapati sendiri yang turun tangan. Rupanya keramahan beberapa saat lalu hanya pura-pura saja.Sementara di atas kereta, Koswara juga sudah berjibaku melawan prajurit berkuda.Tidak mau tinggal diam, Kameswara dan Ayu Citra juga sudah terlibat. Karena penyerangnya menggunakan kuda, maka mereka juga tidak turun dari keretanya.Di tempat kusir, Koswara menggunakan dua senjata sekaligus. Selain pedang di tangan kiri, juga tombak di tangan kanan.Tombak ini sudah tersedia di tempat khusus yang bisa langsung ditarik apabila diperlukan.Koswara menghadapi lawan di kanan dan kiri. Karena prajurit berkuda ini memiliki kepandaian lebih. Mereka kadang bisa sambil berdiri di atas punggung kuda.Bukan hanya dua orang yang dia lawan, tapi lebih. Seperti Sena, dia juga bukan prajurit sembarangan sehingga mampu meladeni lawan yang banyak.Sementara Kameswara dan
Kereta kuda terus berjalan sedang. Hari sebentar lagi senja, artinya mereka harus mencari tempat istirahat malam ini. Sena dan Koswara tidak ingin lagi 'ngendong' di rumah pejabat.Mereka berjaga-jaga khawatir seperti seorang wado kemarin. Siapa tahu berencana ingin melenyapkan Kameswara juga.Akhirnya mereka mencari sebuah penginapan saja. Kebetulan sudah memasuki kota raja bawahan lagi."Paman, aku baru ingat sekarang," kata Kameswara. "Bisakah Paman menggambarkan keadaan istana Pakuan?""Baik, Tuan!"Sambil mengendalikan kuda, dua prajurit tangguh ini menerangkan tentang istana Pakuan yang sekarang menjadi pusat pemerintahan kerajaan Sunda-Galuh setelah Raden Pamanah Rasa dinobatkan jadi maharaja."Ada lima keraton yang berjajar dari utara ke selatan, menghadap ke alun-alun yang berada di sebelah utara. Namanya Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati," Koswara memulai cerita."Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipa
Pertempuran berhenti. Semua anggota bajak laut Naga Samudera apalagi ketua Madara terkejut, pimpinan mereka yang kesaktiannya dahsyat kini tertawan oleh pemuda misterius yang ternyata bagian dari pasukan Sunda.Tidak ada jalan selain kecuali menyerah. Nasib mereka kini tergantung keputusan raja Sunda nanti.Anggota bajak laut Naga Samudera yang tersisa diangkut ke dalam satu kapal khusus untuk para tawanan.Sementara orang-orang yang kurung bajak laut ditempatkan di kapal paling besar di mana Sanjaya berada.Termasuk Iswari yang dari awal menyaksikan pertempuran dari jauh. Dia ikut menyelinap masuk lalu bergabung dengan tawanan lain yang dibebaskan.Ekspedisi ke pulau Sangiang bisa dikatakan berhasil. Pasukan Sunda kembali membawa tawanan pada saat angin darat bergerak ke laut.Yang membuat heran buat para bajak laut adalah melihat sikap Gusti Ratu yang wajahnya begitu cerah. Sorot matanya memancarkan kebahagiaan.Tidak
Sampai di rumah bunga Kameswara membaringkan Gusti Ratu di atas dipan. Walaupun lemah, tapi wanita cantik ini masih bisa melepaskan pakaian kebesaran yang melekat di tubuhnya.Beberapa saat kemudian pemandangan indah terpampang di depan mata Kameswara. Gusti Ratu menatap sayu pemuda ini.Tatapan memanggil agar Kameswara segera memberikan apa yang dimintanya tadi.Tentu saja Kameswara tidak ingin melewatkannya begitu saja. Dia masih tidak mampu mengendalikan kelemahannya. Sambil memulai pemanasan, Gusti Ratu menuturkan kisahnya."Kau benar aku mempunyai masa lalu yang kelam. Dulu aku anak bungsu seorang saudagar di pulau Swarnabhumi. Hanya saja nasibku buruk, aku memilki penyakit yang dianggap kutukan,""Apa yang kau derita?" tanya Kameswara."Seluruh tubuhku penuh bisul dan bau tak sedap. Pada suatu perjalanan menyeberangi lautan menuju Sunda. Tidak disangka keluargaku membuang aku ke lautan dengan alasan menghilangkan kutukan. A
Pimpinan tertinggi yang disebut Gusti Ratu langsung menoleh pada sumber suara. Kameswara berdiri di tempat Madara berdiri tadi dengan tatapan tajam dan sedikit senyum.Bisa masuk ke markas tanpa ketahuan memastikan bahwa dia bukan orang sembarangan.Maka wanita ini langsung menyerang Kameswara dengan hawa saktinya. Serangan energi batin.Akan tetapi bukan Kameswara kalau tidak bisa mengimbanginya. Pertarungan batin seperti ini lebih dahsyat daripada pertarungan adu jurus biasa. Kameswara kagum karena yang menjadi lawannya seorang perempuan.Dulu pertama kali bertarung semacam ini ketika melawan seorang kakek bertubuh gemuk. Dari sinilah dia menciptakan tenaga batin.Yang kedua melawan dua orang sekaligus, salah satunya Gentasora. Pertarungan ini berakhir membuat dirinya terpesat ke masa sekarang ini.Akankah pertarungan ini juga akan membuatnya terpesat lagi? Namun, kata Ki Jagatapa harus dengan secara tidak sengaja."Se
Madara tidak menjawab. Dia langsung masuk hendak menghadap pimpinan tertinggi. Saat ini baru kelompok yang dipimpin Madara hendak beroperasi di lautan. Empat belas ketua lain masih di markas.Namun, setelah diberi tahu bahwa sang pimpinan tertinggi sedang menutup diri sejak kemarin. Akhirnya Madara lebih menceritakan kepada ketua lainnya.Karena dia tahu kalau pimpinan tertinggi sudah menutup diri maka akan lama menunggu sampai keluar dari ruangan pribadinya."Aku belum percaya kalau tidak melihatnya sendiri!""Ini aneh, yang aku tahu kau kembali sendirian saja!"Madara mendengkus kesal. Dengan apa yang mereka lihat tentu saja kurang percaya dengan yang dia ceritakan."Aku yakin pemuda itu sudah menyusup ke sini!" ujar Madara karena sewaktu perahu Kameswara hancur ditabrak, pemuda itu tiba-tiba sudah berada di atas tiang layar."Aku sarankan kita semua harus hati-hati ilmunya tidak bisa dianggap remeh!" kata Madara lagi.
Di bibir pantai Kameswara melihat satu sosok tergeletak. Belum jelas lelaki atau perempuan, tapi dia merasa ini pasti ada hubungannya dengan bajak laut Naga Samudera dan bisa membantunya menyusup.Akhirnya diam-diam Kameswara menjauhi si ketua. Setelah aman dia usap bahu kirinya lalu melesat turun. Berjalan di atas air menuju sosok yang tergeletak di atas pasir putih.Setelah mendarat di atas pasir, ternyata sosok ini seorang perempuan. Posisinya telungkup, pakaiannya compang-camping. Kulitnya gelap karena terbakar matahari.Kameswara langsung memeriksanya. Dia menarik napas lega karena nadinya masih berdenyut walau lemah. Lalu dia membawa wanita ke pinggir hutan yang tidak jauh dari pantai itu.Begitu dibaringkan di atas rerumputan di tempat yang cukup teduh, barulah terlihat wajah wanita ini masih belia. Seorang gadis. Terdapat banyak luka di tubuhnya."Sepertinya dia mengalami siksaan. Dia pasti tawanan untuk dijadikan pemuas nafsu!"
Semua orang langsung mendongak ke atas. Tidak ada yang tidak terkejut. Yang di atas tiang adalah orang yang ada di perahu kecil tadi. Sejak kapan dia berada di sana?"Panah!" teriak sang ketua.Seketika berlesatan puluhan anak panah yang dilepaskan anggota ahli pemanah. Namun, tidak ada satupun yang berhasil melukai Kameswara.Puluhan anak panah terpental berhamburan begitu menghantam hawa sakti pelindung yang tak kasat mata. Namun, para bajak laut ini tidak mau menyerah. Puluhan anak panah datang lagi.Wus!Sraaat! Cep! Cep! Cep!Kali ini Kameswara memanfaatkan anak panah untuk dilempar kembali menyerang para bajak laut. Hasilnya lima orang jadi korban langsung tewas seketika.Werr!Tiba-tiba satu sosok berkelebat ke atas. Gerakannya ringan dan cepat. Tahu-tahu sudah ada di depan Kameswara sambil mengayunkan golok. Rupanya sang ketua sendiri.Kameswara menghindar dengan memutar badan. Kedua kakinya men
Laut utara kerajaan Sunda.Sebuah perahu kecil yang menggunakan satu layar meluncur cepat di atas gulungan ombak yang bikin hati berdebar.Anehnya, walaupun terombang-ambing perahu tetap seimbang. Sedikitpun tidak terganggu oleh ombak yang ganas itu.Seorang pemuda gagah berdiri sambil mengatur arah layar agar sesuai dengan angin dan arah tujuan. Pemuda ini adalah Kameswara.Sepulangnya dari gunung Sawal kembali ke kerajaan Sunda, Kameswara dan Arya Soka ditunjuk menjadi senapati.Bersama perwira kerajaan Sunda yang lain mereka mempelajari ilmu perang yang ada di dalam Pustaka Ratuning Bala Sarewu.Bagi Kameswara yang memiliki daya ingat luar biasa, mudah saja menerapkannya. Namun, dia juga harus mengajarkan kepada para prajurit yang berbeda-beda daya tangkap otaknya.Akhirnya bisa membentuk pasukan dengan kemampuan berbagai macam taktik perang dalam kurun waktu dua tahun.Sekarang Kameswara menjalankan misi unt
Kenapa Kameswara bisa tepat waktu tiba di puncak gunung Sawal. Lantas kemana Sanjaya dan yang lainnya? Begini ceritanya.Cara mereka dalam melakukan perjalanan bisa dikatakan membuahkan hasil. Tidak ada halangan yang mereka hadapi sampai tiba di tujuan.Namun, ada dua orang yang selalu mengikuti perjalanan secara diam-diam. Kameswara bukannya tidak merasakan kehadiran mereka, tapi dia tidak peduli selagi tidak mengganggu.Rupanya Kameswara salah, dua pengintai itu memang bukan untuk merintangi mereka. Dua pengintai yang berlainan tempat dan tidak saling mengenal saat menguntit itu ingin memastikan kemana Sanjaya akan pergi.Setelah sampai di kaki gunung Sawal, barulah Kameswara sadar. Kedua penguntit tiba-tiba menghilang. Waktu itu hari sudah gelap.Kameswara segera mengajak Tantri Wulan untuk mendekati Sanjaya, dengan terpaksa dia menanyakan apakah sudah sampai di gunung Sawal?Sanjaya membenarkan."Gawat!" kejut Kamesw
Tidak ada rahasia yang selalu tertutup rapat. Ada saja celah yang membuatnya bocor. Termasuk keberadaan Pustaka Ratuning Balasarewu.Entah bagaimana asalnya, kini kitab yang berisi taktik berperang itu telah terendus. Namun, hanya sedikit saja yang tahu.Termasuk dua kelebat bayangan dari arah yang berlainan melesat cepat menaiki lereng menuju puncak gunung Sawal di saat hari sudah gelap.Dua sosok itu seperti cahaya hitam diantara pekatnya malam. Bertemu di satu titik. Mungkin hanya kebetulan saja dua orang ini berkelebat bersamaan menggunakan ilmu meringankan tubuhnya yang paling handal.Tak berapa lama dua kelebatan itu kini saling bertemu di puncak."Siapa kau, apa tujuanmu kesini?"Salah satunya menyapa duluan dengan nada keras. Seorang lelaki kira-kira berumur tiga puluh tahun dengan wajah kotak berhias kumis tipis, rambut diikat dengan kain penutup warna hitam serupa dengan pakaiannya."Lalu kau sendiri siapa, unt