Kameswara merasa ada yang aneh. Tiba-tiba dadanya berdebar. Ada juga rasa takut. Suara Rintami terdengar beda. Dia jadi bingung.
"Kameswara, kemarilah!" Sekali lagi Rintami memanggil. Suaranya lebih halus.Pemuda ini melihat ke arah kamar satunya, tempat di mana Angga tidur. Dia berharap anak itu bangun.Bingung harus berbuat apa. Kalau meninggalkan begitu saja, takutnya memberikan kesan yang buruk, tapi kalau memenuhi panggilan ibu satu anak itu, kelemahannya tak bisa dibendung."Kameswara,""I- iya, sebentar!"Perlahan Kameswara mendekati pintu kamar. Dadanya semakin berdebar. Serasa darahnya mengalir lebih cepat. Walau cuma dua langkah, tapi rasanya seperti menelusuri jalan panjang.Pintu kamar memang terbuka setengahnya. Seketika bayangan tubuh Rintami yang masih terlihat indah menjelma di pelupuk matanya.Bimbang. Imannya masih lemah.Begitu masuk Kameswara langsung disuguhkan dengan pemandangan yaWugh! Bukk! Bukk! Bukk!Sabetan tongkat bertubi-tubi menandai luka di sekujur tubuh Kameswara. Pemuda ini membiarkan Nyai Pancaksuji melampiaskan amarahnya."Laki-laki tidak berguna, menyesal aku titipkan dia padamu, heyyaaah...!"Bukk! Bekk! Bukk!Kameswara sama sekali tidak melawan. Apapun yang diucapkan si nenek dia terima. Karena memang dia sendiri yang membunuh Kirana, walaupun sebenarnya sang istri diumpankan oleh Ranu Kerta.Tapi tetap saja Nyai Pancaksuji tidak terima apapun penjelasan Kameswara.Jika harus menerima ajal dari si nenek, maka Kameswara pasrah saja.Sementara Nyai Pancaksuji sangat menyesalkan kehilangan Kirana yang menurut penerawangan saktinya, muridnya akan menjadi pendekar yang paling digjaya.Ya, Kirana mempunyai tubuh istimewa. Mungkin paling istimewa di antara generasi emas. Walaupun khasiat Darah Sucinya telah hilang, tapi jenis tulang dan kecerdasan dalam menerima pelajaran sangat
Kameswara turun dari kereta. Melangkah lebih dekat ke gapura yang dihiasi dengan bunga-bunga. Dia merasakan hawa sakti yang kuat, tapi tidak melihat siapapun di sana."Apa dia bisa menghilang juga?" gumam Kameswara.Padahal Kameswara sudah menggunakan mata sakti untuk menembus tebalnya kabut. Ternyata di sebelah dalam gapura merupakan sebuah halaman luas.Lebih dalam lagi, di sana ada bangunan megah lebih besar dari ukuran rumah biasa. Kameswara mengira pasti suara itu berasa dari dalam sana.Berarti pemiliknya mempunyai tenaga dalam besar.Kameswara melangkah masuk. Setelah berada di tengah-tengah halaman, sekelebat angin menghembus dari dalam bangunan yang tidak berpintu itu.Angin itu membentur hawa sakti yang dipancarkan Kameswara lalu buyar. Setelah itu muncullah seorang gadis dari dalam bangunan dengan ekspresi datar.Gadis dengan postur tubuh tinggi mengingatkan-nya pada Citrawati, tapi kulitnya sangat putih bagai
Si kembar tiga tidak mau menyerah. Mereka berbaris lurus. Masing-masing pedang diangkat lurus ke atas. Ketiganya himpun tenaga dalam lebih banyak lagi.Seketika udara di sekitar tempat itu menjadi hangat dan menebarkan aroma harum aneka bunga.Kameswara merasakan energi yang begitu berat bagai membebani pundaknya. Dia segara tahan napas, alirkan hawa sakti melawan energi yang menekan ini.Ilmu apa yang dikeluarkan si kembar tiga ini?Di belakang tiga gadis ini terangkat ribuan kelopak bunga melayang setinggi setengah tombak. Terdengar suara berkeresekan yang cukup memekak telinga.Salah satu gadis menggerak-gerakkan pedang, meliuk lembut seperti menari. Gemulai tubuhnya membuat Kameswara terpesona sehingga dia terbuka pertahanannya.Belum sempat melihat apa yang jadi, tahu-tahu ribuan kelopak bunga bergerak cepat bagai badai menghantam tubuh Kameswara.Wuurrrgh! Brukkk! Desss!Kameswara merasakan dirinya bagai d
Yang berdiri di depan sana adalah seorang lelaki setengah baya yang postur tubuhnya tinggi besar. Kepala botak, wajah terkesan bengis dengan hiasan kumis tipis.Laki-laki ini memegang tombak yang panjangnya melebihi tinggi badannya yang kekar berotot. Matanya agak cekung, tapi sorotnya tajam menatap Kameswara.Kameswara tetap tenang di atas keretanya. Dari hawa sakti yang terpancar orang ini setingkat dengan Gentasora."Bisa kembali dari lembah Kupu-kupu dalam keadaan hidup, berarti ilmumu tidak bisa dipandang rendah!" Seperti sosoknya, suaranya juga besar bagai gemuruh angin badai."Tapi itu hanya keberuntungan saja, belum tentu kau bisa melewatiku!" lanjutnya sambil menghentakkan tombak ke tanah.Kameswara miringkan wajah sambil garuk-garuk kepala. "Kalau kau saja tidak mampu melawan penunggu lembah, bagaimana kau bisa sesumbar seperti itu di depanku?"Si botak mendelik lalu terbahak-bahak. "Yang bisa masuk ke sana hanyalah yan
Kalau tidak didukung ketampanan dan postur tubuh yang gagah mungkin Prabasari akan merasa risih melihat sikap dan tatapan liar nan nakal Kala Cengkar.Tak ada adab kesopanan, Kala Cengkar langsung menarik pinggang Prabasari ke dalam rangkulannya."Sekarang kau adalah istriku dan nantinya akan jadi permaisuriku!" Bibir Kala Cengkar menyosor ke leher janjang wanita keturunan campuran ini."Bukankah harus dengan upacara ritual yang dipimpin oleh penghulu?" Prabasari belum bereaksi atas sentuhan lelaki liar ini."Tidak perlu, kita langsung umumkan saja bahwa kita sudah sah. Lalu menghadap ke kota raja kecil untuk menggantikan posisi tumenggung yang telah mampus itu!""Itu melanggar aturan,""Aku tidak mau aturan, aku ingin bebas. Bahkan suatu saat nanti aku yang akan bikin aturan, hahaha...!"Prabasari tidak kuat menahan energi yang menekannya. Dia harus menyesuaikan dengan sifat Kala Cengkar yang liar ini. Sempat menduga ap
Pasukan Kala Geni kemudian meninggalkan tempat itu diiringi tawa Kala Cengkar yang congkak dan angkuhBeberapa saat kemudian api mulai mengecil karena semua bangunan padepokan telah rata dengan tanah.Pada saat itulah kereta kuda Kameswara lewat. Bukan tidak sengaja, tapi karena dari jauh Kameswara melihat asap hitam membumbung ke angkasa.Dia ingin tahu apa yang terbakar itu karena asapnya begitu tebal. Ternyata sebuah perguruan. Dilihat dari bangunan dan beberapa bendera yang tercecer.Setelah dekat ternyata lebih mengerikan begitu melihat mayat-mayat bergelimpangan dengan luka-luka yang sangat parah.Ada juga yang gosong karena tertimpa reruntuhan bangunan dan ikut terbakar. Emosi Kameswara langsung meluap melihat kekejian di depan matanya."Biadab!"Kameswara turun langsung mendekati ke tempat kejadian. Siapa tahu ada yang masih hidup. Lalu dia menemukan seorang kakek yang jari-jarinya masih bergerak-gerak sedikit.
"Aku tidak kenal siapa itu Kala Cengkar, dan aku tidak akan tunduk kepada siapapun!" teriak Ki Randugarang dengan tatapan dan nada merendahkan.Si pemimpin kelompok yang merupakan mantan anggota Laskar Siluman Merah balas tertawa lebih lantang."Kau akan tahu jika menolak perintah Gusti Pikulun!""Kalian hanya orang baru yang sedang mencari nama, untuk apa aku harus mematuhi ketua kalian yang namanya saja baru kukenal. Kalian cari mati datang kemari!" Randugarang terus memanas-manasi."Baiklah!" Si pemimpin di depan merentangkan kedua tangan sebagai isyarat.Maka sembilan orang di belakangnya langsung bergerak dengan senjata pedang.Tentu saja murid-murid Ki Randugarang tidak tinggal diam. Sebelum serangan datang mereka sudah menyongsong lawan juga dengan senjata pedang terhunus.Pertempuran pun terjadi. Walaupun jumlah murid perguruan Garangan Hitam lebih banyak, tapi ternyata sembilan orang lawannya berada di tingkat y
Kameswara menggunakan jurus 'Angin Jurig' untuk menambah kecepatan agar tidak ketinggalan jejak. Dalam waktu singkat sosok si nenek sudah kelihatan.Dibantu dengan tongkatnya dan ilmu meringankan tubuh, si nenek mendaki bukit kecil yang keadaannya remang-remang. Apalagi hari sudah sore, suasana semakin gelap.Dari gerakannya dia tidak sedang buru-buru. Sepertinya dia sudah sering ke sini. Pasti ada orang yang hendak dia temui.Ternyata nenek agak bungkuk itu berhenti sebelum mencapai puncak. Di sana ada sebuah gubuk kecil tanpa dinding.Di gubuk itu tampak seorang kakek kurus duduk bersila sambil memejamkan mata.Si kakek yang sedang semedi ini berwajah keriput hanya kulit pembalut tulang. Jadi mukanya mirip tengkorak, tapi mempunyai jenggot lebat.Pakaian bagian atasnya berupa selempang kusut warna abu-abu. Seperti seorang resi. Benar juga si nenek menemui seseorang dan pastinya sudah saling kenal.Si nenek duduk bersim
Akan tetapi Puspa Arum terus berlari mendekati. Setelah dekat gadis bertubuh mungil ini terpekik."Raka Arya!"Kameswara segera menghambur. Kondisi Arya Soka cukup mengenaskan. Bagian wajah sampai dadanya tampak hangus. Yang paling parah pada bagian dada. Ada bekas telapak tangan di sana."Ajian Tapak Memedi!" seru Nyai Mintarsih mengenali pukulan yang bersarang di tubuh anak laki-lakinya.Segera saja Kameswara membawa tubuh Arya Soka ke tempat yang aman. Kemudian disalurkan hawa saktinya melalui telapak tangan yang ditempelkan di dada.Kameswara terkejut. "Pukulan ini mengandung racun!" serunya."Ajian Tapak Memedi memang mengandung racun ganas!" sahut Nyai Mintarsih.Beberapa jalan darah segera ditotok guna menghentikan penyebaran racun. Racunnya sudah agak menyebar, tapi belum sampai mendekati jantung.Dengan hawa sakti Kameswara mengendalikan racun. Mengumpulkannya di satu tempat yang tidak membahayakan, kar
Karena bujukan Nyai Basingah yang masih rindu kepada Nyai Mintarsih akhirnya rombongan Kameswara menginap di rumah ini.Ada dua kamar di rumah itu. Nyai Basingah mengajak sahabatnya untuk satu kamar bersamanya. Puspa Arum dan dua gadis lain di kamar satunya.Sedangkan Kameswara di ruang depan.Malam begitu cepat datang dan tamu Nyai Basingah juga begitu cepat mengantuk. Entah karena perjalanan yang lelah atau hal lainnya.Kecuali Kameswara.Di saat yang lain sudah berbaring di tempatnya masing-masing, Kameswara diam-diam naik ke atas atap. Dia berdiri di sana sambil memperhatikan ke sekeliling rumah.Bukan apa-apa. Sejak kesaktiannya pulih, kepekaannya juga tajam. Dia merasakan ada beberapa orang yang mengikutinya secara sembunyi-sembunyi.Kalau para penguntit itu tahu identitas mereka yang sebenarnya, berarti ada yang orang membocorkannya. Juga berarti ada orang padepokan yang telah berkhianat.Sementara para p
Sebelum Kalong Merah melancarkan serangan kedua, Kameswara sudah mengeluarkan satu Kujang Bayangan di tangan kanan saja.Wutt! Srang!Begitu cahaya melesat dari tangan Kalong Merah, kujang dikibaskan menangkis cahaya tersebut. Tentu saja kujang itu sudah dilapisi ajian Bantai Jagat.Kilatan cahaya terpental balik menuju si pemiliknya sendiri. Kalong Merah terkesiap, dia tidak siap untuk menghindar.Ajian Dewa Kalong Mengamuk mengenai diri sendiri. Si jubah merah ini seperti tersedak makanan. Mulut terbuka bagaikan hendak menelan sesuatu, tapi susah.Sementara di bagian dalam tubuhnya bergejolak terasa terbakar dari mulai kepala sampai kedua kaki. Panas dan sakitnya tak tergambarkan, bahkan untuk sekadar berteriak pun tidak bisa.Bratt!Tubuh Kalong Merah meledak langsung jadi debu. Semua yang melihat tampak bergidik ngeri. Apalagi suami istri pemilik kedai sampai gemetar.Semuanya termasuk Kameswara juga baru me
Si suami segera masuk ke kedai dia langsung ke halaman depan menyambut tiga orang lelaki bertampang sangar. Salah satunya mengenakan jubah merah yang memiliki kerah tinggi.Wajahnya lonjong, dagu lancip, bibir tebal. Di atasnya ada kumis tipis yang tidak kentara kalau dari jauh. Bentuk alisnya mencuat seperti sepasang tanduk dan kedua matanya sipit.Mungkin ini yang disebut Kalong Merah tadi. Senyum angkuh mengandung kekejian di bibirnya tampak sedikit miring.Dua orang di belakangnya adalah pembantunya. Mereka sama-sama berpakaian serba hitam. Senjata golok tergantung di pinggang masing-masing."Maaf, Tuan. Hari ini baru ada pengunjung mereka saja. Jadi saya belum mempunyai setoran, tapi kalau mau makan saya beri cuma-cuma,""Omong kosong apa ini, hah. Sudah tengah hari masa tidak ada pengunjung dari pagi. Jangan coba macam-macam kau!"Si Kalong Merah mendorong pemilik kedai ke samping hingga hampir terjatuh. Lalu dia melangkah
"Kita lihat saja perkembangannya ke depan," ujar Darpa.Terlihat Singgih ingin mengatakan sesuatu. Tapi tertahan oleh suara angin berkelebat di atas wuwungan.Dua prajurit ini saling pandang seraya sigap segera mengambil senjata masing-masing. Sebilah pedang dan perisai. Lalu segera berlari keluar."Sebelah sana!" seru Darpa berlari di depan menuju tanah yang sedikit lapang di belakang Barak.Singgih menyusul di belakang. Dari gerakannya tampak Darpa lebih cekatan dari temannya. Sampai di suatu tempat, Darpa menghentikan pengejaran lalu mengajak Singgih sembunyi di balik pohon yang batangnya besar."Kenapa?" bisik SinggihDarpa menggerakan kepalanya sebagai isyarat menunjukkan sesuatu ke arah depan.Kira-kira sepuluh tombak ke depan, dalam gelapnya suasana tampak dua sosok yang tengah bertarung adu jurus. Kedua sosok itu kurang jelas karena tersamarkan oleh gelapnya malam."Kau tahu siapa mereka?" tanya Singgih
"Arum, apakah Rahyang Sora dengan Purbasora itu sama?" tanya Kameswara setelah mereka berjalan jauh.Puspa Arum tampak melirik sejenak dengan kening mengkerut."Benar, kenapa dia sepertinya mengumpulkan orang-orang persilatan?" jawab Puspa Arum dengan pertanyaan balik."Entahlah!" Padahal Kameswara sudah menduga-duga apa yang menjadi tujuan sang menantu raja itu.Kemudian Puspa Arum mengaitkan dengan kabar yang selama ini beredar tentang persaingan antara Purbasora yang menantu raja dengan Wiratara yang merupakan putra raja."Apakah sampai sekotor itu?" batin si gadis mungil. Memikirkan intrik dalam kerajaan terlihat begitu rumit. Selalu ada perebutan tahta. Satu sama lainnya merasa paling berhak.Tak lama kemudian mereka sampai di tempat peristirahatan Nyai Mintarsih bersama dua murid wanita lainnya.Akan tetapi baru saja sampai, mereka mendengar suara kehadiran orang lain. Orang banyak."Kalian semua pegang ta
"Mohon ampun, Tuan. Ternyata padepokan itu menyimpan pendekar maha sakti," lapor salah satu dari tiga jubah hitam yang berhasil kabur dari Kameswara."Omong kosong!"Yang lain ikut menjelaskan bahwa Kameswara yang disebut pendekar maha sakti tiba-tiba muncul di udara dan melepaskan angin badai yang menghempas semua anggota laskar.Diceritakan juga pertarungan melawan Kameswara yang menggunakan senjata aneh yang sangat mematikan hingga tersisa tiga orang saja.Itu juga kalau tidak segera kabur mungkin mereka sudah menjadi mayat bersama yang lainnya."Bagaimana bentuk senjata itu?"Salah seorang menjelaskan bentuk senjata yang digunakan Kameswara."Kujang!" desis sang pemimpin.Di masa ini kujang hanya di miliki orang-orang tertentu saja. Masyarakat biasa belum banyak yang tahu. Hanya kalangan bangsawan saja yang memiliki sebagai simbol seorang bangsawan.Akan tetapi yang dijelaskan anak buahnya, kujang i
Semua penghuni padepokan Mega Sutra merasakan hawa sakti yang kuat ini. Begitu juga Laskar Dewawarman, tapi pasukan jubah hitam ini tidak mengendurkan serangan.Crash! Srass!Korban berjatuhan lagi. Yang masih bertahan berlumuran darah menahan panas dan perih yang diderita. Termasuk Ki Jagatapa dan sang istri juga sudah banyak terluka.Brukk! Brugh!Wajah sepasang guru tampak memucat ketika melihat jumlah muridnya semakin berkurang.Apakah ini akhir riwayat padepokan Mega Sutra yang sudah berdiri puluhan tahun? Apakah akan mengalami nasib yang sama dengan dua padepokan besar sebelumnya?Hilang dari dunia persilatan tinggal nama. Dua padepokan besar saja bisa musnah, apalagi ini cuma padepokan kecil yang tidak terkenal.Pada saat itu hawa sakti asing semakin kuat. Sebentar kemudian segelombang angin dahsyat berhembus kencang bagaikan badai yang menghantam.Anehnya gelombang angin ini tidak menghantam murid-murid
Ki Jagatapa, Arya Soka dan Rana Surya langsung merangsek ke paling depan semuanya menghunus senjata.Si jubah hitam yang paling depan tampak tersenyum merendahkan. Tangannya melambai memberi isyarat kepada yang lainnya.Tanpa sepatah kata, Laskar Dewawarman yang hanya menurunkan sepuluh orang saja meloncat dari kuda masing-masing dan menyerang murid-murid padepokan Mega Sutra.Tidak seperti saat menyerang padepokan Sagara Kaler yang tidak turun dari kuda. Entah kenapa, mungkin mereka mempunyai perhitungan sendiri sampai harus turun dari kuda.Setiap satu orang berjubah hitam menghadai tiga sampai empat murid. Ada yang hanya murid laki-laki atau perempuan, tapi ada juga yang gabungan keduanya.Ki Jagatapa dan Nyai Mintarsih masing-masing menghadapi satu orang.Trang! Trang! Trang!Pertempuran sengit di pagi hari menghiasi padepokan kecil yang setiap harinya dilalui dengan damai ini. Perkiraan Ki Jagatapa tidak meleset. Be