Wugh! Bukk! Bukk! Bukk!
Sabetan tongkat bertubi-tubi menandai luka di sekujur tubuh Kameswara. Pemuda ini membiarkan Nyai Pancaksuji melampiaskan amarahnya."Laki-laki tidak berguna, menyesal aku titipkan dia padamu, heyyaaah...!"Bukk! Bekk! Bukk!Kameswara sama sekali tidak melawan. Apapun yang diucapkan si nenek dia terima. Karena memang dia sendiri yang membunuh Kirana, walaupun sebenarnya sang istri diumpankan oleh Ranu Kerta.Tapi tetap saja Nyai Pancaksuji tidak terima apapun penjelasan Kameswara.Jika harus menerima ajal dari si nenek, maka Kameswara pasrah saja.Sementara Nyai Pancaksuji sangat menyesalkan kehilangan Kirana yang menurut penerawangan saktinya, muridnya akan menjadi pendekar yang paling digjaya.Ya, Kirana mempunyai tubuh istimewa. Mungkin paling istimewa di antara generasi emas. Walaupun khasiat Darah Sucinya telah hilang, tapi jenis tulang dan kecerdasan dalam menerima pelajaran sangatKameswara turun dari kereta. Melangkah lebih dekat ke gapura yang dihiasi dengan bunga-bunga. Dia merasakan hawa sakti yang kuat, tapi tidak melihat siapapun di sana."Apa dia bisa menghilang juga?" gumam Kameswara.Padahal Kameswara sudah menggunakan mata sakti untuk menembus tebalnya kabut. Ternyata di sebelah dalam gapura merupakan sebuah halaman luas.Lebih dalam lagi, di sana ada bangunan megah lebih besar dari ukuran rumah biasa. Kameswara mengira pasti suara itu berasa dari dalam sana.Berarti pemiliknya mempunyai tenaga dalam besar.Kameswara melangkah masuk. Setelah berada di tengah-tengah halaman, sekelebat angin menghembus dari dalam bangunan yang tidak berpintu itu.Angin itu membentur hawa sakti yang dipancarkan Kameswara lalu buyar. Setelah itu muncullah seorang gadis dari dalam bangunan dengan ekspresi datar.Gadis dengan postur tubuh tinggi mengingatkan-nya pada Citrawati, tapi kulitnya sangat putih bagai
Si kembar tiga tidak mau menyerah. Mereka berbaris lurus. Masing-masing pedang diangkat lurus ke atas. Ketiganya himpun tenaga dalam lebih banyak lagi.Seketika udara di sekitar tempat itu menjadi hangat dan menebarkan aroma harum aneka bunga.Kameswara merasakan energi yang begitu berat bagai membebani pundaknya. Dia segara tahan napas, alirkan hawa sakti melawan energi yang menekan ini.Ilmu apa yang dikeluarkan si kembar tiga ini?Di belakang tiga gadis ini terangkat ribuan kelopak bunga melayang setinggi setengah tombak. Terdengar suara berkeresekan yang cukup memekak telinga.Salah satu gadis menggerak-gerakkan pedang, meliuk lembut seperti menari. Gemulai tubuhnya membuat Kameswara terpesona sehingga dia terbuka pertahanannya.Belum sempat melihat apa yang jadi, tahu-tahu ribuan kelopak bunga bergerak cepat bagai badai menghantam tubuh Kameswara.Wuurrrgh! Brukkk! Desss!Kameswara merasakan dirinya bagai d
Yang berdiri di depan sana adalah seorang lelaki setengah baya yang postur tubuhnya tinggi besar. Kepala botak, wajah terkesan bengis dengan hiasan kumis tipis.Laki-laki ini memegang tombak yang panjangnya melebihi tinggi badannya yang kekar berotot. Matanya agak cekung, tapi sorotnya tajam menatap Kameswara.Kameswara tetap tenang di atas keretanya. Dari hawa sakti yang terpancar orang ini setingkat dengan Gentasora."Bisa kembali dari lembah Kupu-kupu dalam keadaan hidup, berarti ilmumu tidak bisa dipandang rendah!" Seperti sosoknya, suaranya juga besar bagai gemuruh angin badai."Tapi itu hanya keberuntungan saja, belum tentu kau bisa melewatiku!" lanjutnya sambil menghentakkan tombak ke tanah.Kameswara miringkan wajah sambil garuk-garuk kepala. "Kalau kau saja tidak mampu melawan penunggu lembah, bagaimana kau bisa sesumbar seperti itu di depanku?"Si botak mendelik lalu terbahak-bahak. "Yang bisa masuk ke sana hanyalah yan
Kalau tidak didukung ketampanan dan postur tubuh yang gagah mungkin Prabasari akan merasa risih melihat sikap dan tatapan liar nan nakal Kala Cengkar.Tak ada adab kesopanan, Kala Cengkar langsung menarik pinggang Prabasari ke dalam rangkulannya."Sekarang kau adalah istriku dan nantinya akan jadi permaisuriku!" Bibir Kala Cengkar menyosor ke leher janjang wanita keturunan campuran ini."Bukankah harus dengan upacara ritual yang dipimpin oleh penghulu?" Prabasari belum bereaksi atas sentuhan lelaki liar ini."Tidak perlu, kita langsung umumkan saja bahwa kita sudah sah. Lalu menghadap ke kota raja kecil untuk menggantikan posisi tumenggung yang telah mampus itu!""Itu melanggar aturan,""Aku tidak mau aturan, aku ingin bebas. Bahkan suatu saat nanti aku yang akan bikin aturan, hahaha...!"Prabasari tidak kuat menahan energi yang menekannya. Dia harus menyesuaikan dengan sifat Kala Cengkar yang liar ini. Sempat menduga ap
Pasukan Kala Geni kemudian meninggalkan tempat itu diiringi tawa Kala Cengkar yang congkak dan angkuhBeberapa saat kemudian api mulai mengecil karena semua bangunan padepokan telah rata dengan tanah.Pada saat itulah kereta kuda Kameswara lewat. Bukan tidak sengaja, tapi karena dari jauh Kameswara melihat asap hitam membumbung ke angkasa.Dia ingin tahu apa yang terbakar itu karena asapnya begitu tebal. Ternyata sebuah perguruan. Dilihat dari bangunan dan beberapa bendera yang tercecer.Setelah dekat ternyata lebih mengerikan begitu melihat mayat-mayat bergelimpangan dengan luka-luka yang sangat parah.Ada juga yang gosong karena tertimpa reruntuhan bangunan dan ikut terbakar. Emosi Kameswara langsung meluap melihat kekejian di depan matanya."Biadab!"Kameswara turun langsung mendekati ke tempat kejadian. Siapa tahu ada yang masih hidup. Lalu dia menemukan seorang kakek yang jari-jarinya masih bergerak-gerak sedikit.
"Aku tidak kenal siapa itu Kala Cengkar, dan aku tidak akan tunduk kepada siapapun!" teriak Ki Randugarang dengan tatapan dan nada merendahkan.Si pemimpin kelompok yang merupakan mantan anggota Laskar Siluman Merah balas tertawa lebih lantang."Kau akan tahu jika menolak perintah Gusti Pikulun!""Kalian hanya orang baru yang sedang mencari nama, untuk apa aku harus mematuhi ketua kalian yang namanya saja baru kukenal. Kalian cari mati datang kemari!" Randugarang terus memanas-manasi."Baiklah!" Si pemimpin di depan merentangkan kedua tangan sebagai isyarat.Maka sembilan orang di belakangnya langsung bergerak dengan senjata pedang.Tentu saja murid-murid Ki Randugarang tidak tinggal diam. Sebelum serangan datang mereka sudah menyongsong lawan juga dengan senjata pedang terhunus.Pertempuran pun terjadi. Walaupun jumlah murid perguruan Garangan Hitam lebih banyak, tapi ternyata sembilan orang lawannya berada di tingkat y
Kameswara menggunakan jurus 'Angin Jurig' untuk menambah kecepatan agar tidak ketinggalan jejak. Dalam waktu singkat sosok si nenek sudah kelihatan.Dibantu dengan tongkatnya dan ilmu meringankan tubuh, si nenek mendaki bukit kecil yang keadaannya remang-remang. Apalagi hari sudah sore, suasana semakin gelap.Dari gerakannya dia tidak sedang buru-buru. Sepertinya dia sudah sering ke sini. Pasti ada orang yang hendak dia temui.Ternyata nenek agak bungkuk itu berhenti sebelum mencapai puncak. Di sana ada sebuah gubuk kecil tanpa dinding.Di gubuk itu tampak seorang kakek kurus duduk bersila sambil memejamkan mata.Si kakek yang sedang semedi ini berwajah keriput hanya kulit pembalut tulang. Jadi mukanya mirip tengkorak, tapi mempunyai jenggot lebat.Pakaian bagian atasnya berupa selempang kusut warna abu-abu. Seperti seorang resi. Benar juga si nenek menemui seseorang dan pastinya sudah saling kenal.Si nenek duduk bersim
Yang terlihat hanya debu yang berterbangan. Tidak ada potongan tubuh atau organ dalam tubuh yang tercecer.Tidak juga tercium bau hangus. Antara heran dan bingung, bola matanya yang cekung jelalatan ke sana kemari."Apakah ilmuku sudah sedahsyat ini, sampai-sampai lawanku hancur jadi kerikil!" gumam si kakek."Kau mencariku!"Si kakek muka tengkorak terkejut langsung menoleh ke kanan. Kameswara berdiri santai menyandar ke sebuah pohon dengan seringai mengejek."Bagaimana mungkin!"Tubuh Kameswara masih utuh. Tidak ada luka sedikitpun. Bahkan bajunya masih bersih tidak ada debu yang menempel."Tidak ada yang tidak mungkin!"Tadi, Kameswara tahu kalau lawan akan membokongnya. Dengan gerak cepat dia tarik kujang digunakan sebagai tameng menahan pukulan lawan.Lalu pada saat terjadi ledakan, dia memanfaatkan daya dorong ledakan untuk meloncat ke atas setinggi mungkin. Dibantu jurus 'Angin Jurig'.S
Kameswara menatap sejenak situasi di depannya. Asmarini duduk menyandar ke bahu raga kasarnya. Di atasnya Payung Terbang memayungi keduanya. Pendekar muda ini tersenyum. Kemudian sukma Kameswara masuk kembali ke dalam tubuh kasarnya. Pedang Bunga Emas otomatis terpegang di tangannya. Asmarini langsung sadar dari lamunannya. "Kakang sudah kembali!" Asmarini langsung menyimpan payungnya. Tangan kiri memegang pedang, tangan kanan merangkul tubuh istrinya. "Inikah Pedang Bunga Emas?" Kameswara pura-pura tidak tahu. "Terbuat dari emas dan menebarkan harum, ini memang pedang pusaka leluhur. Kakang telah membawanya dengan selamat. Terima kasih banyak, Kang!" "Aku suamimu, pasti akan melakukan apapun demi kebahagiaanmu. Tidak perlu berterima kasih. Ini, simpanlah!" Asmarini menerima pedang pusaka tersebut, lalu dia menggeser duduknya hingga saling berhadapan. "Aku juga rel
Blang!Kameswara menemukan sebuah ruangan bawah tanah agak luas. Keadaannya remang-remang.Di tengah ruangan ini ada gundukan bantu besar bentuknya mirip seperti dulu dia menyelam ke dasar telaga.Cahaya remang-remang ini pasti berasal dari pedang pusaka itu. Kameswara segera mencari letaknya. Dulu tertancap pada sebuah batu, sekarang pasti sama.Setelah berkeliling satu kali akhirnya menemukan juga pusaka tersebut. Kedua mata Kameswara terbelalak."Mungkinkah ini pedang yang sama? Kalau begitu bisa jadi ada dua, karena di masa depan sudah aku ambil dan diserahkan kepada Ayu Citra, atau..."Kameswara ingat selama sering bertemu dengan Fan Xiang yang merupakan reinkarnasi dari Ayu Citra, gadis itu tidak pernah membicarakan tentang pedang ini."Atau bisa jadi pedangnya kembali ke sini!"Ketika tangan Kameswara menjulur hendak memegang pedang yang tertancap di batu tersebut, tiba-tiba ada serangan hawa gaib yang me
Manakala terbetik berita yang dibawa oleh pedagang dari Arab bahwa Ali bin Abi Thalib telah meninggal dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam, maka Rakean Sancang bergegas kembali ke Arab.Tempat pertahanan di Gunung Negara terpaksa ditinggalkannya. Di saat itulah dengan segera pasukan Tarumanagara dikerahkan untuk menghancurkan umat agama baru itu.Hampir separuh penganut agama baru itu meninggal dan sebagian lainnya dapat melarikan diri melalui jalan rahasia berupa gua kemudian keluar di bukit yang curam.Para penganut agama baru lalu menyebar ke mana-mana di wilayah Tatar Sunda."Dan sejak saat itu mereka menjalankan keyakinannya secara sembunyi-sembunyi?" tanya Padmasari."Benar, bisa jadi telah mengganti nama agar tidak ketahuan lagi," sahut Ki Santang."Kau mencurigai atau menemukan sesuatu yang berkaitan dengan hal itu?""Ada!""Wah, apa itu?""Ada sebuah ajaran yang namanya Sunda Wiwitan, ajarannya
Sepasang suami istri berbeda masa sudah dalam perjalanan mencari Pedang Bunga Emas. Pada malam hari apabila tidak mendapatkan penginapan, maka mereka bermalam di hutan atau kebun.Mereka membuat gubuk dadakan. Dengan kesaktian Kameswara tentu saja sangat mudah dan cepat membangun tempat istirahat sementara tersebut.Sebelum tidur Asmarini sempatkan untuk bersemedi mencari petunjuk keberadaan pusaka leluhurnya.Selama ini setelah berkali semedi sebelum perjalanan, dalam pikirannya selalu ingin pergi ke arah utara."Kalau ke utara, tempat apa saja yang akan kita temukan? Selain bukit Gajah Depa tempat aku menyegel Kala Cengkar. Bukit itu dekat ke perbatasan kerajaan Wanagiri,"Kameswara tampak menerawang. Meski berbeda waktu, tapi letak suatu tempat tetap sama.Tempat mereka berada sekarang sudah dekat ke wilayah yang suatu saat nanti menjadi kerajaan Talagamanggung."Di masa ini kerajaan itu belum berdiri, sedangkan Hutan
"Aku tidak menyangka ternyata orang-orang desa Linggapura menggunakan cara-cara memalukan!" teriak Genta."Jangan ngawur!" sentak Suryadana tidak bisa menahan diri. "Sebenarnya kau mau apa ke sini?"Genta bertolak pinggang, wajahnya menunjukkan keangkuhan dan congkak. Sambil menunjuk dia berseru."Aku akan buktikan bahwa warga desa yang katanya kumpulan para pendekar melakukan cara licik untuk memikat hati wanita. Dengan cara membunuhmu, maka guna-guna yang merasuki Sukesih akan hilang!"Genta melangkah ke alun-alun. Keributan kecil di balai desa ini memancing warga yang lain berdatangan untuk melihat apa yang terjadi."Aku tantang kau di kandang sendiri, Suryadana. Katanya kau adalah pemuda berbakat di desa ini, aku ingin tahu seberapa hebatnya dirimu!"Di tempat lain Kameswara dan Asmarini sudah menyaksikan kejadian itu.Sebelum melangkah memenuhi tantangan Genta, pemuda berbakat desa Linggapura menyuruh calon istrinya
Desa Linggapura tidak besar juga tidak kecil, penduduknya agak padat. Sususan pemukimannya tertata dengan rapi. Karena awalnya hanya sebuah padepokan kecil.Pada waktu itu, selain menerima murid baru dari luar, juga ada penambahan warga dari dalam padepokan sendiri. Yaitu anak-anak dari pernikahan antara murid laki-laki dengan perempuan.Desa padepokan ini berada di kaki gunung Lingga. Dulu padepokan utamanya berada di lereng gunung.Sekarang dijadikan tempat keramat yang tidak sembarangan orang bisa ke sana, walaupun warga desa sendiri."Lama-lama bisa jadi kerajaan," ujar Kameswara yang diajak jalan memutar. Tidak melalui jalan utama, tapi langsung menuju lereng."Memangnya ada yang seperti itu?""Ada, dulu Indraprahasta juga awalnya hanya pedukuhan kecil yang dibangun oleh resi Santanu,""Oh, ternyata begitu. Sayangnya sekarang sudah hancur!"Kameswara teringat ketika menyelamatkan keluarga Prabu Wiratara seb
Keesokan harinya perjalanan mencari Pedang Bunga Emas dimulai. Kameswara sudah mempunyai rencana kemana dia akan pergi, tapi tidak disampaikan ke istrinya."Kemana kita akan mulai?" tanya Kameswara."Ke utara!"Tepat. Arah yang hendak dituju Kameswara memang ke utara. Mudah-mudahan saja firasatnya benar."Jadi kita tidak membutuhkan para pendamping?""Hanya untuk keadaan darurat. Jangan terlalu mengandalkan mereka. Selagi masih bisa dikerjakan sendiri, jangan malas!""Baiklah!"Pada dasarnya Kameswara memiliki pemikiran yang sama dengan istri mungilnya ini. Hanya untuk hal yang sangat tidak mungkin baru dia meminta bantuan Padmasari.Seperti menyeberang ke negeri tempat tinggal Ayu Citra dalam waktu sekejap, tapi itu mungkin tidak akan dilakukan lagi.Satu kesamaan yang dimiliki Asmarini dengan Kameswara adalah tidak suka membawa banyak barang dalam perjalanan. Hanya seperlunya saja.Setelah se
Angin yang tadinya berhembus bagaikan badai berganti menjadi tiupan lembut dan sejuk. Semua mata kini memandang ke atas. Satu sosok melayang bagaikan turun dari langit. Bercahaya.Sosok yang memegang payung terbuka menaungi kepalanya dari terik mentari. Setelah semakin turun barulah terlihat sosok tersebut adalah seorang wanita yang kecantikannya bagai bidadari dari alam Tunjung Sampurna."Dewi Payung Terbang!"Beberapa orang berseru mengenali siapa yang datang itu. Semuanya terpana, takjub dengan cara-cara wanita yang dijuluki Dewi Payung Terbang ini muncul di hadapan semua orang.Wanita cantik berpayung mendarat di depan Kameswara. Mereka saling pandang dengan seulas senyum tipis."Kakang berhasil,""Ini berkat Nyai juga!"Aki Balangantrang dan Manarah tampak mendekat."Terima kasih, Ki Sanak telah menyelamatkan kerajaan dan juga ibu saya!" ucap Manarah.Sementara beberapa orang telah mengamankan Hari
Apa yang terjadi? Kita mundur dulu sejenak ceritanya.Setelah kematian suaminya, lalu dinikahi oleh Tamperan. Hidup Dewi Naganingrum tidak tenang. Dia merasa telah mengkhianati sang suami.Sedangkan Pangrenyep sepertinya malah senang. Naganingrum tidak tahu kalau di antara Pangrenyep dan Tamperan sudah ada skandal sejak suami masih hidup.Karena rasa tidak tenang inilah akhirnya Naganingrum memutuskan untuk tinggal di luar istana. Dia memilih bekas pertapaan Premana Dikusumah.Di sana dia membangun rumah sederhana. Manarah juga dirawat di sana. Baru ketika umur tujuh tahun, Manarah diperbolehkan pergi ke istana.Sampai besar Manarah sering bolak balik dari istana ke rumah ibunya.Lalu sekarang, tiba-tiba saja Dewi Naganingrum berada dalam cengkraman tangan seseorang yang berdiri di atas atap. Sosok yang mengenakan pakaian serba merah."Dewata Kala!" Aki Balangantrang terkejut. Lebih-lebih Manarah karena dia sangat menyay