Cinta memang bisa membutakan mata dan hati. Kalau sudah cinta apapun akan diterjang. Tidak peduli status Citrawati masih istri sah Wirasoma, dia hendak ke pesantren Quro menemui Kirana.
Citrawati akan membujuk istri Kameswara agar mau berbagi suami. Pada dasarnya wanita tidak ingin cintanya dibagi-bagi, termasuk dirinya juga, tapi mau bagaimana lagi.Dengan sifat Kameswara yang seperti itu, dia yakin Kameswara akan mampu berbuat adil. Atau...Ataukah ini hanya nafsu ambisinya saja? Tidak memikirkan ke depannya. Hanya menuruti keegoisannya saja. Citrawati hanya terlena oleh keindahan sementara."Aku tidak peduli, bagaimana nanti saja. Yang aku tahu, aku hanya sedang memperjuangkan cinta!"Perjalanan Citrawati ternyata tidak mulus. Secara kebetulan dia berpapasan dengan rombongan Kala Maruta bersama lima muridnya yang hendak menemui Ki Rembong.Kala Maruta adalah musuh gurunya. Sewaktu terjadi penyerangan ke istana dulu, dia kaburKala Maruta tentu saja tidak mau menyerah begitu saja. Meski keadaannya belum pulih, dia kerahkan tenaga dalam penuh.Apa pun yang terjadi dia harus melawan. Jika dirinya harus tewas sekarang juga, maka musuhnya juga ikut tewas bersamanya.Di saat cakar Sutajaya terangkat hendak merobek leher, pukulan Kala Maruta lebih dulu meluncur mengarah ke dada dan lengan.Namun, gerakan Kala Maruta masih kurang cepat. Sutajaya mengelak ke samping sehingga pukulan Kala Maruta mengenai sasaran kosong.Tenaga yang dikerahkan penuh itu menjadi sia-sia. Tambah sial ketika sasaran Sutajaya berpindah ke tangan.Brett! Creess!"Aaakh!"Jeritan menyayat langit terlontar dari mulut Kala Maruta ketika dua tangan andalannya tercabik-cabik hingga dagingnya bagai dicincang. Ditambah lagi hawa panas yang membuatnya terasa sangat perih.Seketika langsung hilang tenaga dalam yang mengaliri tangannya. Kedua mata Kala Maruta menatap nanar ta
Ki Lunggana bersama muridnya kemudian ber-pamitan. Kameswara langsung berkemas. Sepertinya dia sangat buru-buru. Dia membawa perlengkapan sebelum akhirnya meninggalkan rumahnya juga.Apa yang dilaporkan murid Ki Lunggana sama dengan pengintaiannya juga. Semua pengikut Layung Poek keluar meninggalkan hutan Gintung. Termasuk Nyai Pancaksuji. Kameswara hendak mengejar guru Kirana itu."Sepertinya dia diberi tugas khusus, sebab pergi sendirian seperti Wirasoma dan yang lainnya. Kecuali Sriwuni, aku tidak melihat dia keluar!"Kameswara segera melesat dari pohon ke pohon ke arah yang akan menuju jalan di mana Nyai Pancaksuji ada di sana. Pemuda ini harus bergerak cepat agar tidak kehilangan jejak.Seperti usulnya buat Ki Lunggana, dia juga berniat menahan Nyai Pancaksuji agar tidak kembali ke hutan Gintung.Soal memusnahkan pengaruh gendam, itu urusan nanti kalau dia sudah tuntas menciptakan ilmunya.Kira-kira sepeminuman teh, akhirnya
Anggota Laskar Siluman Merah bergerak lebih cepat tanpa menimbulkan suara. Mereka menuju ke samping sebuah bangunan yang dibatasi pagar tinggi, terbuat dari susunan papan.Melalui celah-celah pagar mereka bisa melihat ke dalam. Terutama di halaman depan, di mana Pasukan Halimun Iblis berdiri menantang."Semua yang ada di sini wajib menjadi pengikut Pasukan Halimun Iblis!" teriak si brewok yang menjadi pimpinan. Wajahnya tetap datar.Belasan orang muncul dari dalam pondok yang agak besar dipimpin seorang lelaki setengah baya."Kami tidak pernah cari masalah dengan siapapun, kenapa kalian datang secara tidak sopan?" hardik lelaki setengah baya yang menjadi pemimpin sekaligus guru di perguruan kecil ini."Kami tidak akan meminta dua kali, siapapun kalian tidak boleh membangkang!" sentak si brewok sambil memberi isyarat.Empat anak buahnya bergerak maju. Belasan murid bersiap termasuk sang guru. Mereka fokus pada empat orang yang mem
Arumi merasakan hawa sakti yang begitu besar, tapi terasa halus menandakan bukan hawa sakti yang buruk. Yang luar biasa adalah pemiliknya.Tadi sewaktu masih ada Ki Rembong hawa sakti ini tidak ada padahal pasti si pemiliknya sudah hadir. Berarti ilmunya sudah sangat tinggi.Jika Ki Rembong saja tidak bisa mendeteksi kehadirannya, maka orang ini pasti lebih sakti dari pimpinan tokoh golongan hitam tersebut. Tokoh seperti ini bisa dihitung dengan jari.Yang lebih mengejutkan, Arumi tidak menyangka orang sesakti ini sampai turun gunung."Apakah dunia persilatan sedang dilanda kekacauan besar?" tanya Arumi pada orang yang kini berdiri di depannya."Ya, aku ingin mengajakmu menontonnya!"Tawa Arumi pecah sampai bahunya berguncang. "Aku jadi curiga!""Bukan aku!" sanggah orang itu langsung."Aku tahu, tapi mungkin ini gagasanmu. Benar, kan?"Orang itu tidak menjawab. Dia menghindari tatapan Arumi yang menyel
Sebagai pendekar muda terkuat di perguruan, Wirasoma sukar ditaklukan. Meski dikurung dengan formasi jurus ampuh, dalam puluhan jurus dia masih bertahan.Sementara lawan terus mempersempit ruang gerak. Walau harus terkena hantaman tapak yang menjadi andalan Wirasoma, tapi jumlah yang lebih banyak bisa membantu menutup beberapa yang harus mundur dulu.Sampai akhirnya berkat kegigihan para murid yang tak pernah putus asa, Wirasoma tak bisa bergerak lagi karena terkunci beberapa tangan yang menahan gerakannya.Kesempatan ini dimanfaatkan Ki Lunggana untuk melesat turun lalu memberikan beberapa totokan guna melum-puhkan muridnya. Si Tapak Guntur pun tak sadar-kan diri."Bawa dia!" perintah Ki Lunggana.Beberapa saat kemudian semuanya kembali ke perguruan sambil mengusung Wirasoma yang terikat dalam tandu. Ki Lunggana tinggal memikir-kan cara membebaskan muridnya dari pengaruh ilmu Halimun Iblis.***Layung Poek men
Fajar menyingsing. Garis putih nampak jelas di langit sebelah timur. Karena di bukit batu ini tidak ada pohon yang menjulang tinggi menghalangi sinar surya pagi yang menghangatkan badan.Namun, suasana di bukit ini tetap mencekam. Layung Poek sudah bisa mengatur perasaannya walau harus kehilangan Sriwuni. Dia mulai menyebarkan hawa sakti pengendali para pengikutnya.Hawa sakti inti dari ilmu Halimun Iblis yang hanya dia satu-satunya pemilik. Dengan hawa ini dia bisa mengendalikan pengikutnya yang disebut Pasukan Halimun Iblis layaknya para wayang yang dimainkan dalang.Karena sejatinya semua pengikut Layung Poek tidak ada yang secara sukarela datang sendiri bergabung. Melainkan dengan cara digendam lewat ilmu Halimun Iblis."Bangunlah, musuh sudah siap menyerang. Bersiaplah, habiskan mereka walau jumlahnya lebih banyak!"Serentak pasukan Halimun Iblis yang tadinya duduk bersila membuka mata lalu berdiri. Mereka layaknya mayat hidup dalam
Kameswara kerahkan hawa sakti lebih besar khusus untuk mengurung dua dedengkot yang serang adu kesaktian. Dia bersiap menggunakan ajian Serap Sukma.Ki Rembong dan Layung Poek sama-sama terkejut dan menghentikan pertarungan. Menatap tajam penuh tanya kepada Kameswara."Hehehe...!"Kameswara tertawa jahat dengan lantang. Dua tangannya disentakkan ke depan. Sepuluh cahaya biru sebesar lidi keluar dari sepuluh jarinya sangat cepat langsung membelit tubuh dua orang itu.Keduanya terkejut karena tidak menyangka akan diserang tiba-tiba. Cahaya biru seperti tali yang melilit mereka membuat mereka terasa seperti disengat petir.Walau sudah berusaha sekuat tenaga bahkan tenaga dalam untuk melepaskan dari lilitan tali sinar ini, tapi tidak berguna sama sekali. Malah tenaga mereka yang tersedot keluar."Aku tidak menyangka, kalian pemimpin tertinggi kelompok masing-masing ternyata masih bodoh. Mudah diadu domba!" ujar Kameswara."B
Sebuah kereta kuda kecil yang ditarik seekor kuda jantan berkulit hitam melaju sedang di jalanan.Badan kereta ini berdinding tertutup dan beratap dengan jendela kecil di kedua sisi dan belakang.Pintu masuknya di depan, di dalamnya bisa muat untuk dua orang bahkan bisa tiduran. Tidak ada siapa-siapa di dalam karena si penumpang kereta berada di depan pintu sedang memegang tali kekang kuda.Siapakah penumpang sekaligus pemilik kereta sederhana ini?Dialah Kameswara. Kereta ini hadiah dari perguruan Sangga Buana. Selain karena berhasil menye-lesaikan tugas, juga bisa menyembuhkan Wirasoma.Kameswara menyembuhkan Wirasoma dengan cara yang dipakai Ahmad Jailani. Yaitu dengan membacakan dzikir dan ayat kursi. Prosesnya sama, tapi ternyata lebih cepat.Butuh tiga hari Kameswara untuk bisa menunggangi dan mengendalikan kuda. Sebelum akhirnya berangkat dengan kereta kuda ini menuju pesantren Quro.Sekarang juga dia masih keliha
"Arum, apakah Rahyang Sora dengan Purbasora itu sama?" tanya Kameswara setelah mereka berjalan jauh.Puspa Arum tampak melirik sejenak dengan kening mengkerut."Benar, kenapa dia sepertinya mengumpulkan orang-orang persilatan?" jawab Puspa Arum dengan pertanyaan balik."Entahlah!" Padahal Kameswara sudah menduga-duga apa yang menjadi tujuan sang menantu raja itu.Kemudian Puspa Arum mengaitkan dengan kabar yang selama ini beredar tentang persaingan antara Purbasora yang menantu raja dengan Wiratara yang merupakan putra raja."Apakah sampai sekotor itu?" batin si gadis mungil. Memikirkan intrik dalam kerajaan terlihat begitu rumit. Selalu ada perebutan tahta. Satu sama lainnya merasa paling berhak.Tak lama kemudian mereka sampai di tempat peristirahatan Nyai Mintarsih bersama dua murid wanita lainnya.Akan tetapi baru saja sampai, mereka mendengar suara kehadiran orang lain. Orang banyak."Kalian semua pegang ta
"Mohon ampun, Tuan. Ternyata padepokan itu menyimpan pendekar maha sakti," lapor salah satu dari tiga jubah hitam yang berhasil kabur dari Kameswara."Omong kosong!"Yang lain ikut menjelaskan bahwa Kameswara yang disebut pendekar maha sakti tiba-tiba muncul di udara dan melepaskan angin badai yang menghempas semua anggota laskar.Diceritakan juga pertarungan melawan Kameswara yang menggunakan senjata aneh yang sangat mematikan hingga tersisa tiga orang saja.Itu juga kalau tidak segera kabur mungkin mereka sudah menjadi mayat bersama yang lainnya."Bagaimana bentuk senjata itu?"Salah seorang menjelaskan bentuk senjata yang digunakan Kameswara."Kujang!" desis sang pemimpin.Di masa ini kujang hanya di miliki orang-orang tertentu saja. Masyarakat biasa belum banyak yang tahu. Hanya kalangan bangsawan saja yang memiliki sebagai simbol seorang bangsawan.Akan tetapi yang dijelaskan anak buahnya, kujang i
Semua penghuni padepokan Mega Sutra merasakan hawa sakti yang kuat ini. Begitu juga Laskar Dewawarman, tapi pasukan jubah hitam ini tidak mengendurkan serangan.Crash! Srass!Korban berjatuhan lagi. Yang masih bertahan berlumuran darah menahan panas dan perih yang diderita. Termasuk Ki Jagatapa dan sang istri juga sudah banyak terluka.Brukk! Brugh!Wajah sepasang guru tampak memucat ketika melihat jumlah muridnya semakin berkurang.Apakah ini akhir riwayat padepokan Mega Sutra yang sudah berdiri puluhan tahun? Apakah akan mengalami nasib yang sama dengan dua padepokan besar sebelumnya?Hilang dari dunia persilatan tinggal nama. Dua padepokan besar saja bisa musnah, apalagi ini cuma padepokan kecil yang tidak terkenal.Pada saat itu hawa sakti asing semakin kuat. Sebentar kemudian segelombang angin dahsyat berhembus kencang bagaikan badai yang menghantam.Anehnya gelombang angin ini tidak menghantam murid-murid
Ki Jagatapa, Arya Soka dan Rana Surya langsung merangsek ke paling depan semuanya menghunus senjata.Si jubah hitam yang paling depan tampak tersenyum merendahkan. Tangannya melambai memberi isyarat kepada yang lainnya.Tanpa sepatah kata, Laskar Dewawarman yang hanya menurunkan sepuluh orang saja meloncat dari kuda masing-masing dan menyerang murid-murid padepokan Mega Sutra.Tidak seperti saat menyerang padepokan Sagara Kaler yang tidak turun dari kuda. Entah kenapa, mungkin mereka mempunyai perhitungan sendiri sampai harus turun dari kuda.Setiap satu orang berjubah hitam menghadai tiga sampai empat murid. Ada yang hanya murid laki-laki atau perempuan, tapi ada juga yang gabungan keduanya.Ki Jagatapa dan Nyai Mintarsih masing-masing menghadapi satu orang.Trang! Trang! Trang!Pertempuran sengit di pagi hari menghiasi padepokan kecil yang setiap harinya dilalui dengan damai ini. Perkiraan Ki Jagatapa tidak meleset. Be
Sejak tahu Puspa Arum diam-diam mengunjungi Kameswara di puncak bukit, Rana Surya jadi ingin tahu lebih banyak tentang Kameswara.Yang dia tahu Kameswara hanya buronan yang sedang dicari-cari pihak kerajaan. Namun, kehadirannya terasa menjadi penghalang baginya untuk memiliki Puspa Arum.Ya, Rana Surya memang menyukai gadis bertubuh mungil itu sejak dia masuk ke padepokan ini. Sejak itu pula dia selalu melakukan pendekatan.Rana Surya merasa sudah menaklukan sifat si gadis yang judes. Karena kalau sedang bersamanya Puspa Arum tidak lagi judes, malah bersikap baik dan manis.Sehingga Rana Surya menyangka gadis mungil itu juga menyukainya, tapi setelah mengenal Kameswara ada sedikit perubahan pada si gadis.Yang paling mengejutkan adalah kejadian tadi, diam-diam mengunjungi Kameswara dengan membawa makanan. Walaupun sikapnya sengaja dibuat acuh, tapi tetap saja ada yang aneh.Dari kejauhan Rana Surya memperhatikan Kameswara yang se
"Dia masih bersemedi di puncak!" Yang menjawab adalah Arya Soka."Bersemedi!"Banyak tanda tanya muncul salam benak Puspa Arum. Bukankah dia murid baru? Pertama kali bertemu saja dia tidak memiliki kepandaian apa-apa.Lantas mengapa sekarang semedi? Hal yang dilakukan oleh seseorang yang sudah tinggi ilmunya."Sebenarnya siapa dia, Ayah?" tanya Puspa Arum lagi."Sebenarnya dia seorang pendekar besar,""Untuk apa bersemedi?" Si gadis sepertinya penasaran. Padahal tempo hari dia begitu kesal pada pemuda itu."Pada saat aku temukan dalam keadaan pingsan, semua cakranya tertutup sehingga kesaktiannya terkunci,""Dari mana asalnya?"Sekali lagi Puspa Arum dibuat tersipu malu saat ditatap dengan pandangan aneh."Memangnya aku tidak boleh bertanya?" lanjut si gadis.Karena memang tidak biasanya Puspa Arum banyak bertanya. Biasanya juga judes walaupun di depan ayah, ibu dan kakaknya. Bicara ha
Si jubah hitam tertawa lantang. "Kalau kalian tidak bisa melihat gerakanku, berarti kalian bukan tandinganku!"Dua murid padepokan saling pandang. Memang benar, rekannya tewas seketika tanpa terlihat gerakan si jubah hitam.Melihat wajah si jubah hitam sepertinya masih seumuran dengan mereka, tapi mimiknya yang kaku tampak seperti topeng. Bukan wajah aslinya."Bersiaplah menyusul kawan kalian!"Si jubah merah sudah bergerak lagi. Lebih cepat dari sebelumnya. Tahu-tahu ujung pedangnya sudah mengancam mereka.Trang! Trang!Dua murid hanya mempunyai kesempatan kecil. Masih beruntung bisa menangkis serangan si jubah hitam walau mereka harus tersurut mundur beberapa langkah.Tenaga dalam si jubah hitam ini tiga tingkat di atas mereka. Murid andalan padepokan Sagara Kaler ini memprediksikan hasil dari pertarungan ini.Namun, mereka tidak ingin mati sia-sia. Setidaknya lawan juga harus mendapatkan ajalnya. Maka keduany
Di puncak bukit padepokan Mega Sutra Ki Jagatapa mulai membantu Kameswara untuk membuka Cakra tersisa yang masih tertutup.Ki Jagatapa membantu dengan cara mengajak Kameswara bertarung. Pada awalnya si kakek melancarkan serangan pelan-pelan saja."Jangan menghindar, tapi lawan!"Kameswara mengikuti arahan Ki Jagatapa. Tidak menghindar serangan, tapi menyambut dengan memapak, menangkis bahkan beradu pukulan.Karena hanya menggunakan tenaga kasar, maka Kameswara melakukannya dengan hati-hati. Terutama keseimbangan dan kuda-kuda serta mengatur napas yang tepat.Demi mendapatkan kembali kesaktiannya Kameswara tidak peduli rasa sakit yang didapatkan ketika menangkis, memapak atau beradu pukulan.Berkali-kali Kameswara terjatuh dan mendapatkan luka lebam, tapi itu bukan masalah baginya. Tentu saja karena ada sabuk sakti.Kameswara tidak ubahnya orang yang benar-benar baru belajar silat.Semakin lama gerakan Ki Jagatap
Di kediaman Nyai Mintarsih.Si gadis mungil tampan bersungut-sungut sedang membalurkan ramuan obat pada tubuh Kameswara yang penuh luka.Pemuda ini melepas pakaian atasnya sehingga nampak bentuk tubuhnya kekar dan gagah meski penuh goresan luka.Kameswara senyum-senyum penuh kemenangan. Rasanya cukup setimpal atas apa yang didapatkan sebelumnya.Diobati oleh tangan mungil nan indah seorang gadis cantik putrinya sang guru padepokan.Nyai Mintarsih sudah tahu akan datangnya Kameswara atas suruhan suaminya. Wanita ini pernah melihat Kameswara sewaktu dalam keadaan pingsan saat dibawa oleh Ki Jagatapa.Tentu saja karena untuk menuju ke padepokan atas harus melewati padepokan bawah dulu.Ketika sang putri melaporkan, Nyai Mintarsih sudah menduga pasti ada kesalahpahaman. Begitu melihat siapa yang ditangkap, dia langsung membebaskan Kameswara.Sebagai bentuk tanggung jawab atas kesalahpahaman ini, Puspa Arum si gadis