Sebagai pendekar muda terkuat di perguruan, Wirasoma sukar ditaklukan. Meski dikurung dengan formasi jurus ampuh, dalam puluhan jurus dia masih bertahan.
Sementara lawan terus mempersempit ruang gerak. Walau harus terkena hantaman tapak yang menjadi andalan Wirasoma, tapi jumlah yang lebih banyak bisa membantu menutup beberapa yang harus mundur dulu.Sampai akhirnya berkat kegigihan para murid yang tak pernah putus asa, Wirasoma tak bisa bergerak lagi karena terkunci beberapa tangan yang menahan gerakannya.Kesempatan ini dimanfaatkan Ki Lunggana untuk melesat turun lalu memberikan beberapa totokan guna melum-puhkan muridnya. Si Tapak Guntur pun tak sadar-kan diri."Bawa dia!" perintah Ki Lunggana.Beberapa saat kemudian semuanya kembali ke perguruan sambil mengusung Wirasoma yang terikat dalam tandu. Ki Lunggana tinggal memikir-kan cara membebaskan muridnya dari pengaruh ilmu Halimun Iblis.***Layung Poek menFajar menyingsing. Garis putih nampak jelas di langit sebelah timur. Karena di bukit batu ini tidak ada pohon yang menjulang tinggi menghalangi sinar surya pagi yang menghangatkan badan.Namun, suasana di bukit ini tetap mencekam. Layung Poek sudah bisa mengatur perasaannya walau harus kehilangan Sriwuni. Dia mulai menyebarkan hawa sakti pengendali para pengikutnya.Hawa sakti inti dari ilmu Halimun Iblis yang hanya dia satu-satunya pemilik. Dengan hawa ini dia bisa mengendalikan pengikutnya yang disebut Pasukan Halimun Iblis layaknya para wayang yang dimainkan dalang.Karena sejatinya semua pengikut Layung Poek tidak ada yang secara sukarela datang sendiri bergabung. Melainkan dengan cara digendam lewat ilmu Halimun Iblis."Bangunlah, musuh sudah siap menyerang. Bersiaplah, habiskan mereka walau jumlahnya lebih banyak!"Serentak pasukan Halimun Iblis yang tadinya duduk bersila membuka mata lalu berdiri. Mereka layaknya mayat hidup dalam
Kameswara kerahkan hawa sakti lebih besar khusus untuk mengurung dua dedengkot yang serang adu kesaktian. Dia bersiap menggunakan ajian Serap Sukma.Ki Rembong dan Layung Poek sama-sama terkejut dan menghentikan pertarungan. Menatap tajam penuh tanya kepada Kameswara."Hehehe...!"Kameswara tertawa jahat dengan lantang. Dua tangannya disentakkan ke depan. Sepuluh cahaya biru sebesar lidi keluar dari sepuluh jarinya sangat cepat langsung membelit tubuh dua orang itu.Keduanya terkejut karena tidak menyangka akan diserang tiba-tiba. Cahaya biru seperti tali yang melilit mereka membuat mereka terasa seperti disengat petir.Walau sudah berusaha sekuat tenaga bahkan tenaga dalam untuk melepaskan dari lilitan tali sinar ini, tapi tidak berguna sama sekali. Malah tenaga mereka yang tersedot keluar."Aku tidak menyangka, kalian pemimpin tertinggi kelompok masing-masing ternyata masih bodoh. Mudah diadu domba!" ujar Kameswara."B
Sebuah kereta kuda kecil yang ditarik seekor kuda jantan berkulit hitam melaju sedang di jalanan.Badan kereta ini berdinding tertutup dan beratap dengan jendela kecil di kedua sisi dan belakang.Pintu masuknya di depan, di dalamnya bisa muat untuk dua orang bahkan bisa tiduran. Tidak ada siapa-siapa di dalam karena si penumpang kereta berada di depan pintu sedang memegang tali kekang kuda.Siapakah penumpang sekaligus pemilik kereta sederhana ini?Dialah Kameswara. Kereta ini hadiah dari perguruan Sangga Buana. Selain karena berhasil menye-lesaikan tugas, juga bisa menyembuhkan Wirasoma.Kameswara menyembuhkan Wirasoma dengan cara yang dipakai Ahmad Jailani. Yaitu dengan membacakan dzikir dan ayat kursi. Prosesnya sama, tapi ternyata lebih cepat.Butuh tiga hari Kameswara untuk bisa menunggangi dan mengendalikan kuda. Sebelum akhirnya berangkat dengan kereta kuda ini menuju pesantren Quro.Sekarang juga dia masih keliha
Kameswara ingat orang itu salah satu yang kabur pada pertempuran di istana Kawali, tapi sepertinya Grendaseba tidak ingat Kameswara atau mungkin tahu nama, tapi tidak tahu orangnya."Sayangnya di antara kami tidak ada yang bernama 'Keparat'!" balas Kameswara juga dengan suara yang cukup memekak telinga.Murid-murid Grendaseba sampai tersurut dua langkah. Sementara Grendaseba hanya memicing-kan matanya saja. Dalam hatinya dia menduga-duga."Rupanya kau cukup berisi juga sehingga bisa sombong di hadapanku!"Kameswara tersenyum lebar. "Kalau kau lupa, aku memakluminya mungkin karena sudah tua, jadi mendekati pikun!" Kameswara tertawa.Grendaseba keraskan rahang. Amarahnya mulai memuncak. Betapa tidak, anak gadisnya telah kehilangan kesucian.Pelakunya belum tertankap, sekarang dia bersembunyi di balik pemuda congkak ini."Serang!" perintahnya dengan teriakan lantang.Belasan murid Grendaseba langsung menghambur maj
"Assalamualaikum!""Wa alaikum salam!""Loh, Kameswara?""Ki Badar!"Ki Badar adalah yang dulu membawa Ayu Citra dan Sariti dari desanya ke pesantren ini. Sutajaya tidak heran kalau mereka saling kenal.Beberapa saat mereka saling berbasa-basi sebelum akhirnya Kameswara mengutarakan maksudnya.Dia menerangkan bahwa dia menyusul kakek dan istrinya yang lebih dulu datang ke sini.Tapi..."Tunggu, Kakek Ranu Baya?""Ya, dia salah satu guru di perguruan Sangga Buana!" sambung Kameswara."Dan istrimu, siapa namanya?""Kirana!"Ki Badar kerenyitkan kening, bukan lantaran terkejut sebab Kameswara sudah punya istri, tapi ada hal lain yang dia tidak mengerti."Memangnya kenapa, Ki?" tanya Kameswara melihat ada yang aneh di raut wajah Ki Badar."Selama dua purnama ini belum pernah ada orang baru atau tamu yang datang ke sini kecuali kalian berdua,""Apa?" Kame
Sudah tiga hari Kameswara mengurung diri di dalam kereta. Selama itu pula dia dan Sutajaya tidak bepergian ke mana-mana.Kereta kuda Kameswara berada di tanah kosong agak jauh dari pemukiman. Sutajaya juga terbawa bingung dengan sikap Kameswara yang sepertinya tidak ada semangat.Namun, dia tidak banyak tanya. Takut menyinggung. Dia membiarkannya saja begitu sambil mengurus kebutuhan mereka berdua."Aku masih bingung, harus menyelidiki dari mana. Tidak ada petunjuk sedikitpun," ujar Kameswara pelan tiada semangat sejak kehilangan jejak Kirana dan Ranu Baya."Apa sebaiknya tinggal di pesantren saja. Siapa tahu dapat pencerahan dari guru-guru di sana!" usul Sutajaya.Kameswara tegakkan duduknya. Benar juga kata temannya ini. Di pesantren dia bisa melaksanakan kewajiban bersama yang disebut berjamaah. Juga bisa memanjatkan doa memohon petunjuk Yang Kuasa."Ah, kau benar. Aku masih baru memeluk Islam dan jarang mendekatkan diri kepad
Ki Badar mengantar Kameswara dan Sutajaya ke asrama khusus laki-laki yang akan menjadi tempat tinggal mereka selama di pesantren.Dua pemuda ini diterima jadi murid atau santri. Yang tidak disangka Kameswara ternyata sahabatnya juga tertarik belajar di sini.Sutajaya mengucapkan syahadat sebelum akhirnya diterima sebagai santri.Ternyata bukan hanya mereka yang jadi orang baru di sana. Banyak juga yang lain, bahkan umurnya lebih tua daripada mereka.Jadi keduanya tidak merasa minder. Kameswara mulai belajar dari hal-hal yang paling mendasar.Untuk pelajaran membaca Al-Quran, untungnya Kameswara sempat belajar pada kitab pemberian Ratu Subang Larang. Jadi dia bisa cepat paham.Sutajaya juga begitu antusias belajar di sana. Mereka kembali seperti gelas kosong yang belum diisi.Segala ilmu silat yang mereka miliki seakan lupa. Mereka menjadi orang awam di sini. Tidak malu-malu juga Kameswara bertanya kepada yang lebih senio
"Sariti, apa tidak bisa ucap salam dulu!" hardik Ki Badar kepada gadis yang baru datang."Assalamualaikum," Sariti tersipu malu sambil melangkah masuk lalu duduk di samping Ayu Citra."Nah, gitu. Salam dulu, duduk yang tenang baru bertanya. Tidak akan kabur ini!" nasihat Ki Badar setelah menjawab salam."Maaf, aku... aku... ""Tidak sabar ingin ketemu dia, ya?" sela Ayu Citra membuat Sariti tertunduk malu.Memang, sejak awal Kameswara masuk pesantren juga dua gadis ini sudah tahu dan sering melihat dari jauh.Ini karena perempuan dan laki-laki tidak boleh bercampur. Kecuali dalam keadaan tertentu.Saat itu Sariti selalu memperhatikan Sutajaya. Entah kenapa perasaan suka kepada Kameswara yang dulu tumbuh menjadi hilang begitu saja setelah melihat Sutajaya yang memiliki tubuh lebih tinggi dari Kameswara.Maka, seolah tidak ada kesempatan lagi Sariti langsung bertanya demikian kepada Kameswara."Mau tahu d
"Arum, apakah Rahyang Sora dengan Purbasora itu sama?" tanya Kameswara setelah mereka berjalan jauh.Puspa Arum tampak melirik sejenak dengan kening mengkerut."Benar, kenapa dia sepertinya mengumpulkan orang-orang persilatan?" jawab Puspa Arum dengan pertanyaan balik."Entahlah!" Padahal Kameswara sudah menduga-duga apa yang menjadi tujuan sang menantu raja itu.Kemudian Puspa Arum mengaitkan dengan kabar yang selama ini beredar tentang persaingan antara Purbasora yang menantu raja dengan Wiratara yang merupakan putra raja."Apakah sampai sekotor itu?" batin si gadis mungil. Memikirkan intrik dalam kerajaan terlihat begitu rumit. Selalu ada perebutan tahta. Satu sama lainnya merasa paling berhak.Tak lama kemudian mereka sampai di tempat peristirahatan Nyai Mintarsih bersama dua murid wanita lainnya.Akan tetapi baru saja sampai, mereka mendengar suara kehadiran orang lain. Orang banyak."Kalian semua pegang ta
"Mohon ampun, Tuan. Ternyata padepokan itu menyimpan pendekar maha sakti," lapor salah satu dari tiga jubah hitam yang berhasil kabur dari Kameswara."Omong kosong!"Yang lain ikut menjelaskan bahwa Kameswara yang disebut pendekar maha sakti tiba-tiba muncul di udara dan melepaskan angin badai yang menghempas semua anggota laskar.Diceritakan juga pertarungan melawan Kameswara yang menggunakan senjata aneh yang sangat mematikan hingga tersisa tiga orang saja.Itu juga kalau tidak segera kabur mungkin mereka sudah menjadi mayat bersama yang lainnya."Bagaimana bentuk senjata itu?"Salah seorang menjelaskan bentuk senjata yang digunakan Kameswara."Kujang!" desis sang pemimpin.Di masa ini kujang hanya di miliki orang-orang tertentu saja. Masyarakat biasa belum banyak yang tahu. Hanya kalangan bangsawan saja yang memiliki sebagai simbol seorang bangsawan.Akan tetapi yang dijelaskan anak buahnya, kujang i
Semua penghuni padepokan Mega Sutra merasakan hawa sakti yang kuat ini. Begitu juga Laskar Dewawarman, tapi pasukan jubah hitam ini tidak mengendurkan serangan.Crash! Srass!Korban berjatuhan lagi. Yang masih bertahan berlumuran darah menahan panas dan perih yang diderita. Termasuk Ki Jagatapa dan sang istri juga sudah banyak terluka.Brukk! Brugh!Wajah sepasang guru tampak memucat ketika melihat jumlah muridnya semakin berkurang.Apakah ini akhir riwayat padepokan Mega Sutra yang sudah berdiri puluhan tahun? Apakah akan mengalami nasib yang sama dengan dua padepokan besar sebelumnya?Hilang dari dunia persilatan tinggal nama. Dua padepokan besar saja bisa musnah, apalagi ini cuma padepokan kecil yang tidak terkenal.Pada saat itu hawa sakti asing semakin kuat. Sebentar kemudian segelombang angin dahsyat berhembus kencang bagaikan badai yang menghantam.Anehnya gelombang angin ini tidak menghantam murid-murid
Ki Jagatapa, Arya Soka dan Rana Surya langsung merangsek ke paling depan semuanya menghunus senjata.Si jubah hitam yang paling depan tampak tersenyum merendahkan. Tangannya melambai memberi isyarat kepada yang lainnya.Tanpa sepatah kata, Laskar Dewawarman yang hanya menurunkan sepuluh orang saja meloncat dari kuda masing-masing dan menyerang murid-murid padepokan Mega Sutra.Tidak seperti saat menyerang padepokan Sagara Kaler yang tidak turun dari kuda. Entah kenapa, mungkin mereka mempunyai perhitungan sendiri sampai harus turun dari kuda.Setiap satu orang berjubah hitam menghadai tiga sampai empat murid. Ada yang hanya murid laki-laki atau perempuan, tapi ada juga yang gabungan keduanya.Ki Jagatapa dan Nyai Mintarsih masing-masing menghadapi satu orang.Trang! Trang! Trang!Pertempuran sengit di pagi hari menghiasi padepokan kecil yang setiap harinya dilalui dengan damai ini. Perkiraan Ki Jagatapa tidak meleset. Be
Sejak tahu Puspa Arum diam-diam mengunjungi Kameswara di puncak bukit, Rana Surya jadi ingin tahu lebih banyak tentang Kameswara.Yang dia tahu Kameswara hanya buronan yang sedang dicari-cari pihak kerajaan. Namun, kehadirannya terasa menjadi penghalang baginya untuk memiliki Puspa Arum.Ya, Rana Surya memang menyukai gadis bertubuh mungil itu sejak dia masuk ke padepokan ini. Sejak itu pula dia selalu melakukan pendekatan.Rana Surya merasa sudah menaklukan sifat si gadis yang judes. Karena kalau sedang bersamanya Puspa Arum tidak lagi judes, malah bersikap baik dan manis.Sehingga Rana Surya menyangka gadis mungil itu juga menyukainya, tapi setelah mengenal Kameswara ada sedikit perubahan pada si gadis.Yang paling mengejutkan adalah kejadian tadi, diam-diam mengunjungi Kameswara dengan membawa makanan. Walaupun sikapnya sengaja dibuat acuh, tapi tetap saja ada yang aneh.Dari kejauhan Rana Surya memperhatikan Kameswara yang se
"Dia masih bersemedi di puncak!" Yang menjawab adalah Arya Soka."Bersemedi!"Banyak tanda tanya muncul salam benak Puspa Arum. Bukankah dia murid baru? Pertama kali bertemu saja dia tidak memiliki kepandaian apa-apa.Lantas mengapa sekarang semedi? Hal yang dilakukan oleh seseorang yang sudah tinggi ilmunya."Sebenarnya siapa dia, Ayah?" tanya Puspa Arum lagi."Sebenarnya dia seorang pendekar besar,""Untuk apa bersemedi?" Si gadis sepertinya penasaran. Padahal tempo hari dia begitu kesal pada pemuda itu."Pada saat aku temukan dalam keadaan pingsan, semua cakranya tertutup sehingga kesaktiannya terkunci,""Dari mana asalnya?"Sekali lagi Puspa Arum dibuat tersipu malu saat ditatap dengan pandangan aneh."Memangnya aku tidak boleh bertanya?" lanjut si gadis.Karena memang tidak biasanya Puspa Arum banyak bertanya. Biasanya juga judes walaupun di depan ayah, ibu dan kakaknya. Bicara ha
Si jubah hitam tertawa lantang. "Kalau kalian tidak bisa melihat gerakanku, berarti kalian bukan tandinganku!"Dua murid padepokan saling pandang. Memang benar, rekannya tewas seketika tanpa terlihat gerakan si jubah hitam.Melihat wajah si jubah hitam sepertinya masih seumuran dengan mereka, tapi mimiknya yang kaku tampak seperti topeng. Bukan wajah aslinya."Bersiaplah menyusul kawan kalian!"Si jubah merah sudah bergerak lagi. Lebih cepat dari sebelumnya. Tahu-tahu ujung pedangnya sudah mengancam mereka.Trang! Trang!Dua murid hanya mempunyai kesempatan kecil. Masih beruntung bisa menangkis serangan si jubah hitam walau mereka harus tersurut mundur beberapa langkah.Tenaga dalam si jubah hitam ini tiga tingkat di atas mereka. Murid andalan padepokan Sagara Kaler ini memprediksikan hasil dari pertarungan ini.Namun, mereka tidak ingin mati sia-sia. Setidaknya lawan juga harus mendapatkan ajalnya. Maka keduany
Di puncak bukit padepokan Mega Sutra Ki Jagatapa mulai membantu Kameswara untuk membuka Cakra tersisa yang masih tertutup.Ki Jagatapa membantu dengan cara mengajak Kameswara bertarung. Pada awalnya si kakek melancarkan serangan pelan-pelan saja."Jangan menghindar, tapi lawan!"Kameswara mengikuti arahan Ki Jagatapa. Tidak menghindar serangan, tapi menyambut dengan memapak, menangkis bahkan beradu pukulan.Karena hanya menggunakan tenaga kasar, maka Kameswara melakukannya dengan hati-hati. Terutama keseimbangan dan kuda-kuda serta mengatur napas yang tepat.Demi mendapatkan kembali kesaktiannya Kameswara tidak peduli rasa sakit yang didapatkan ketika menangkis, memapak atau beradu pukulan.Berkali-kali Kameswara terjatuh dan mendapatkan luka lebam, tapi itu bukan masalah baginya. Tentu saja karena ada sabuk sakti.Kameswara tidak ubahnya orang yang benar-benar baru belajar silat.Semakin lama gerakan Ki Jagatap
Di kediaman Nyai Mintarsih.Si gadis mungil tampan bersungut-sungut sedang membalurkan ramuan obat pada tubuh Kameswara yang penuh luka.Pemuda ini melepas pakaian atasnya sehingga nampak bentuk tubuhnya kekar dan gagah meski penuh goresan luka.Kameswara senyum-senyum penuh kemenangan. Rasanya cukup setimpal atas apa yang didapatkan sebelumnya.Diobati oleh tangan mungil nan indah seorang gadis cantik putrinya sang guru padepokan.Nyai Mintarsih sudah tahu akan datangnya Kameswara atas suruhan suaminya. Wanita ini pernah melihat Kameswara sewaktu dalam keadaan pingsan saat dibawa oleh Ki Jagatapa.Tentu saja karena untuk menuju ke padepokan atas harus melewati padepokan bawah dulu.Ketika sang putri melaporkan, Nyai Mintarsih sudah menduga pasti ada kesalahpahaman. Begitu melihat siapa yang ditangkap, dia langsung membebaskan Kameswara.Sebagai bentuk tanggung jawab atas kesalahpahaman ini, Puspa Arum si gadis