Anggota Laskar Siluman Merah bergerak lebih cepat tanpa menimbulkan suara. Mereka menuju ke samping sebuah bangunan yang dibatasi pagar tinggi, terbuat dari susunan papan.
Melalui celah-celah pagar mereka bisa melihat ke dalam. Terutama di halaman depan, di mana Pasukan Halimun Iblis berdiri menantang."Semua yang ada di sini wajib menjadi pengikut Pasukan Halimun Iblis!" teriak si brewok yang menjadi pimpinan. Wajahnya tetap datar.Belasan orang muncul dari dalam pondok yang agak besar dipimpin seorang lelaki setengah baya."Kami tidak pernah cari masalah dengan siapapun, kenapa kalian datang secara tidak sopan?" hardik lelaki setengah baya yang menjadi pemimpin sekaligus guru di perguruan kecil ini."Kami tidak akan meminta dua kali, siapapun kalian tidak boleh membangkang!" sentak si brewok sambil memberi isyarat.Empat anak buahnya bergerak maju. Belasan murid bersiap termasuk sang guru. Mereka fokus pada empat orang yang memArumi merasakan hawa sakti yang begitu besar, tapi terasa halus menandakan bukan hawa sakti yang buruk. Yang luar biasa adalah pemiliknya.Tadi sewaktu masih ada Ki Rembong hawa sakti ini tidak ada padahal pasti si pemiliknya sudah hadir. Berarti ilmunya sudah sangat tinggi.Jika Ki Rembong saja tidak bisa mendeteksi kehadirannya, maka orang ini pasti lebih sakti dari pimpinan tokoh golongan hitam tersebut. Tokoh seperti ini bisa dihitung dengan jari.Yang lebih mengejutkan, Arumi tidak menyangka orang sesakti ini sampai turun gunung."Apakah dunia persilatan sedang dilanda kekacauan besar?" tanya Arumi pada orang yang kini berdiri di depannya."Ya, aku ingin mengajakmu menontonnya!"Tawa Arumi pecah sampai bahunya berguncang. "Aku jadi curiga!""Bukan aku!" sanggah orang itu langsung."Aku tahu, tapi mungkin ini gagasanmu. Benar, kan?"Orang itu tidak menjawab. Dia menghindari tatapan Arumi yang menyel
Sebagai pendekar muda terkuat di perguruan, Wirasoma sukar ditaklukan. Meski dikurung dengan formasi jurus ampuh, dalam puluhan jurus dia masih bertahan.Sementara lawan terus mempersempit ruang gerak. Walau harus terkena hantaman tapak yang menjadi andalan Wirasoma, tapi jumlah yang lebih banyak bisa membantu menutup beberapa yang harus mundur dulu.Sampai akhirnya berkat kegigihan para murid yang tak pernah putus asa, Wirasoma tak bisa bergerak lagi karena terkunci beberapa tangan yang menahan gerakannya.Kesempatan ini dimanfaatkan Ki Lunggana untuk melesat turun lalu memberikan beberapa totokan guna melum-puhkan muridnya. Si Tapak Guntur pun tak sadar-kan diri."Bawa dia!" perintah Ki Lunggana.Beberapa saat kemudian semuanya kembali ke perguruan sambil mengusung Wirasoma yang terikat dalam tandu. Ki Lunggana tinggal memikir-kan cara membebaskan muridnya dari pengaruh ilmu Halimun Iblis.***Layung Poek men
Fajar menyingsing. Garis putih nampak jelas di langit sebelah timur. Karena di bukit batu ini tidak ada pohon yang menjulang tinggi menghalangi sinar surya pagi yang menghangatkan badan.Namun, suasana di bukit ini tetap mencekam. Layung Poek sudah bisa mengatur perasaannya walau harus kehilangan Sriwuni. Dia mulai menyebarkan hawa sakti pengendali para pengikutnya.Hawa sakti inti dari ilmu Halimun Iblis yang hanya dia satu-satunya pemilik. Dengan hawa ini dia bisa mengendalikan pengikutnya yang disebut Pasukan Halimun Iblis layaknya para wayang yang dimainkan dalang.Karena sejatinya semua pengikut Layung Poek tidak ada yang secara sukarela datang sendiri bergabung. Melainkan dengan cara digendam lewat ilmu Halimun Iblis."Bangunlah, musuh sudah siap menyerang. Bersiaplah, habiskan mereka walau jumlahnya lebih banyak!"Serentak pasukan Halimun Iblis yang tadinya duduk bersila membuka mata lalu berdiri. Mereka layaknya mayat hidup dalam
Kameswara kerahkan hawa sakti lebih besar khusus untuk mengurung dua dedengkot yang serang adu kesaktian. Dia bersiap menggunakan ajian Serap Sukma.Ki Rembong dan Layung Poek sama-sama terkejut dan menghentikan pertarungan. Menatap tajam penuh tanya kepada Kameswara."Hehehe...!"Kameswara tertawa jahat dengan lantang. Dua tangannya disentakkan ke depan. Sepuluh cahaya biru sebesar lidi keluar dari sepuluh jarinya sangat cepat langsung membelit tubuh dua orang itu.Keduanya terkejut karena tidak menyangka akan diserang tiba-tiba. Cahaya biru seperti tali yang melilit mereka membuat mereka terasa seperti disengat petir.Walau sudah berusaha sekuat tenaga bahkan tenaga dalam untuk melepaskan dari lilitan tali sinar ini, tapi tidak berguna sama sekali. Malah tenaga mereka yang tersedot keluar."Aku tidak menyangka, kalian pemimpin tertinggi kelompok masing-masing ternyata masih bodoh. Mudah diadu domba!" ujar Kameswara."B
Sebuah kereta kuda kecil yang ditarik seekor kuda jantan berkulit hitam melaju sedang di jalanan.Badan kereta ini berdinding tertutup dan beratap dengan jendela kecil di kedua sisi dan belakang.Pintu masuknya di depan, di dalamnya bisa muat untuk dua orang bahkan bisa tiduran. Tidak ada siapa-siapa di dalam karena si penumpang kereta berada di depan pintu sedang memegang tali kekang kuda.Siapakah penumpang sekaligus pemilik kereta sederhana ini?Dialah Kameswara. Kereta ini hadiah dari perguruan Sangga Buana. Selain karena berhasil menye-lesaikan tugas, juga bisa menyembuhkan Wirasoma.Kameswara menyembuhkan Wirasoma dengan cara yang dipakai Ahmad Jailani. Yaitu dengan membacakan dzikir dan ayat kursi. Prosesnya sama, tapi ternyata lebih cepat.Butuh tiga hari Kameswara untuk bisa menunggangi dan mengendalikan kuda. Sebelum akhirnya berangkat dengan kereta kuda ini menuju pesantren Quro.Sekarang juga dia masih keliha
Kameswara ingat orang itu salah satu yang kabur pada pertempuran di istana Kawali, tapi sepertinya Grendaseba tidak ingat Kameswara atau mungkin tahu nama, tapi tidak tahu orangnya."Sayangnya di antara kami tidak ada yang bernama 'Keparat'!" balas Kameswara juga dengan suara yang cukup memekak telinga.Murid-murid Grendaseba sampai tersurut dua langkah. Sementara Grendaseba hanya memicing-kan matanya saja. Dalam hatinya dia menduga-duga."Rupanya kau cukup berisi juga sehingga bisa sombong di hadapanku!"Kameswara tersenyum lebar. "Kalau kau lupa, aku memakluminya mungkin karena sudah tua, jadi mendekati pikun!" Kameswara tertawa.Grendaseba keraskan rahang. Amarahnya mulai memuncak. Betapa tidak, anak gadisnya telah kehilangan kesucian.Pelakunya belum tertankap, sekarang dia bersembunyi di balik pemuda congkak ini."Serang!" perintahnya dengan teriakan lantang.Belasan murid Grendaseba langsung menghambur maj
"Assalamualaikum!""Wa alaikum salam!""Loh, Kameswara?""Ki Badar!"Ki Badar adalah yang dulu membawa Ayu Citra dan Sariti dari desanya ke pesantren ini. Sutajaya tidak heran kalau mereka saling kenal.Beberapa saat mereka saling berbasa-basi sebelum akhirnya Kameswara mengutarakan maksudnya.Dia menerangkan bahwa dia menyusul kakek dan istrinya yang lebih dulu datang ke sini.Tapi..."Tunggu, Kakek Ranu Baya?""Ya, dia salah satu guru di perguruan Sangga Buana!" sambung Kameswara."Dan istrimu, siapa namanya?""Kirana!"Ki Badar kerenyitkan kening, bukan lantaran terkejut sebab Kameswara sudah punya istri, tapi ada hal lain yang dia tidak mengerti."Memangnya kenapa, Ki?" tanya Kameswara melihat ada yang aneh di raut wajah Ki Badar."Selama dua purnama ini belum pernah ada orang baru atau tamu yang datang ke sini kecuali kalian berdua,""Apa?" Kame
Sudah tiga hari Kameswara mengurung diri di dalam kereta. Selama itu pula dia dan Sutajaya tidak bepergian ke mana-mana.Kereta kuda Kameswara berada di tanah kosong agak jauh dari pemukiman. Sutajaya juga terbawa bingung dengan sikap Kameswara yang sepertinya tidak ada semangat.Namun, dia tidak banyak tanya. Takut menyinggung. Dia membiarkannya saja begitu sambil mengurus kebutuhan mereka berdua."Aku masih bingung, harus menyelidiki dari mana. Tidak ada petunjuk sedikitpun," ujar Kameswara pelan tiada semangat sejak kehilangan jejak Kirana dan Ranu Baya."Apa sebaiknya tinggal di pesantren saja. Siapa tahu dapat pencerahan dari guru-guru di sana!" usul Sutajaya.Kameswara tegakkan duduknya. Benar juga kata temannya ini. Di pesantren dia bisa melaksanakan kewajiban bersama yang disebut berjamaah. Juga bisa memanjatkan doa memohon petunjuk Yang Kuasa."Ah, kau benar. Aku masih baru memeluk Islam dan jarang mendekatkan diri kepad
Kameswara menatap sejenak situasi di depannya. Asmarini duduk menyandar ke bahu raga kasarnya. Di atasnya Payung Terbang memayungi keduanya. Pendekar muda ini tersenyum. Kemudian sukma Kameswara masuk kembali ke dalam tubuh kasarnya. Pedang Bunga Emas otomatis terpegang di tangannya. Asmarini langsung sadar dari lamunannya. "Kakang sudah kembali!" Asmarini langsung menyimpan payungnya. Tangan kiri memegang pedang, tangan kanan merangkul tubuh istrinya. "Inikah Pedang Bunga Emas?" Kameswara pura-pura tidak tahu. "Terbuat dari emas dan menebarkan harum, ini memang pedang pusaka leluhur. Kakang telah membawanya dengan selamat. Terima kasih banyak, Kang!" "Aku suamimu, pasti akan melakukan apapun demi kebahagiaanmu. Tidak perlu berterima kasih. Ini, simpanlah!" Asmarini menerima pedang pusaka tersebut, lalu dia menggeser duduknya hingga saling berhadapan. "Aku juga rel
Blang!Kameswara menemukan sebuah ruangan bawah tanah agak luas. Keadaannya remang-remang.Di tengah ruangan ini ada gundukan bantu besar bentuknya mirip seperti dulu dia menyelam ke dasar telaga.Cahaya remang-remang ini pasti berasal dari pedang pusaka itu. Kameswara segera mencari letaknya. Dulu tertancap pada sebuah batu, sekarang pasti sama.Setelah berkeliling satu kali akhirnya menemukan juga pusaka tersebut. Kedua mata Kameswara terbelalak."Mungkinkah ini pedang yang sama? Kalau begitu bisa jadi ada dua, karena di masa depan sudah aku ambil dan diserahkan kepada Ayu Citra, atau..."Kameswara ingat selama sering bertemu dengan Fan Xiang yang merupakan reinkarnasi dari Ayu Citra, gadis itu tidak pernah membicarakan tentang pedang ini."Atau bisa jadi pedangnya kembali ke sini!"Ketika tangan Kameswara menjulur hendak memegang pedang yang tertancap di batu tersebut, tiba-tiba ada serangan hawa gaib yang me
Manakala terbetik berita yang dibawa oleh pedagang dari Arab bahwa Ali bin Abi Thalib telah meninggal dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam, maka Rakean Sancang bergegas kembali ke Arab.Tempat pertahanan di Gunung Negara terpaksa ditinggalkannya. Di saat itulah dengan segera pasukan Tarumanagara dikerahkan untuk menghancurkan umat agama baru itu.Hampir separuh penganut agama baru itu meninggal dan sebagian lainnya dapat melarikan diri melalui jalan rahasia berupa gua kemudian keluar di bukit yang curam.Para penganut agama baru lalu menyebar ke mana-mana di wilayah Tatar Sunda."Dan sejak saat itu mereka menjalankan keyakinannya secara sembunyi-sembunyi?" tanya Padmasari."Benar, bisa jadi telah mengganti nama agar tidak ketahuan lagi," sahut Ki Santang."Kau mencurigai atau menemukan sesuatu yang berkaitan dengan hal itu?""Ada!""Wah, apa itu?""Ada sebuah ajaran yang namanya Sunda Wiwitan, ajarannya
Sepasang suami istri berbeda masa sudah dalam perjalanan mencari Pedang Bunga Emas. Pada malam hari apabila tidak mendapatkan penginapan, maka mereka bermalam di hutan atau kebun.Mereka membuat gubuk dadakan. Dengan kesaktian Kameswara tentu saja sangat mudah dan cepat membangun tempat istirahat sementara tersebut.Sebelum tidur Asmarini sempatkan untuk bersemedi mencari petunjuk keberadaan pusaka leluhurnya.Selama ini setelah berkali semedi sebelum perjalanan, dalam pikirannya selalu ingin pergi ke arah utara."Kalau ke utara, tempat apa saja yang akan kita temukan? Selain bukit Gajah Depa tempat aku menyegel Kala Cengkar. Bukit itu dekat ke perbatasan kerajaan Wanagiri,"Kameswara tampak menerawang. Meski berbeda waktu, tapi letak suatu tempat tetap sama.Tempat mereka berada sekarang sudah dekat ke wilayah yang suatu saat nanti menjadi kerajaan Talagamanggung."Di masa ini kerajaan itu belum berdiri, sedangkan Hutan
"Aku tidak menyangka ternyata orang-orang desa Linggapura menggunakan cara-cara memalukan!" teriak Genta."Jangan ngawur!" sentak Suryadana tidak bisa menahan diri. "Sebenarnya kau mau apa ke sini?"Genta bertolak pinggang, wajahnya menunjukkan keangkuhan dan congkak. Sambil menunjuk dia berseru."Aku akan buktikan bahwa warga desa yang katanya kumpulan para pendekar melakukan cara licik untuk memikat hati wanita. Dengan cara membunuhmu, maka guna-guna yang merasuki Sukesih akan hilang!"Genta melangkah ke alun-alun. Keributan kecil di balai desa ini memancing warga yang lain berdatangan untuk melihat apa yang terjadi."Aku tantang kau di kandang sendiri, Suryadana. Katanya kau adalah pemuda berbakat di desa ini, aku ingin tahu seberapa hebatnya dirimu!"Di tempat lain Kameswara dan Asmarini sudah menyaksikan kejadian itu.Sebelum melangkah memenuhi tantangan Genta, pemuda berbakat desa Linggapura menyuruh calon istrinya
Desa Linggapura tidak besar juga tidak kecil, penduduknya agak padat. Sususan pemukimannya tertata dengan rapi. Karena awalnya hanya sebuah padepokan kecil.Pada waktu itu, selain menerima murid baru dari luar, juga ada penambahan warga dari dalam padepokan sendiri. Yaitu anak-anak dari pernikahan antara murid laki-laki dengan perempuan.Desa padepokan ini berada di kaki gunung Lingga. Dulu padepokan utamanya berada di lereng gunung.Sekarang dijadikan tempat keramat yang tidak sembarangan orang bisa ke sana, walaupun warga desa sendiri."Lama-lama bisa jadi kerajaan," ujar Kameswara yang diajak jalan memutar. Tidak melalui jalan utama, tapi langsung menuju lereng."Memangnya ada yang seperti itu?""Ada, dulu Indraprahasta juga awalnya hanya pedukuhan kecil yang dibangun oleh resi Santanu,""Oh, ternyata begitu. Sayangnya sekarang sudah hancur!"Kameswara teringat ketika menyelamatkan keluarga Prabu Wiratara seb
Keesokan harinya perjalanan mencari Pedang Bunga Emas dimulai. Kameswara sudah mempunyai rencana kemana dia akan pergi, tapi tidak disampaikan ke istrinya."Kemana kita akan mulai?" tanya Kameswara."Ke utara!"Tepat. Arah yang hendak dituju Kameswara memang ke utara. Mudah-mudahan saja firasatnya benar."Jadi kita tidak membutuhkan para pendamping?""Hanya untuk keadaan darurat. Jangan terlalu mengandalkan mereka. Selagi masih bisa dikerjakan sendiri, jangan malas!""Baiklah!"Pada dasarnya Kameswara memiliki pemikiran yang sama dengan istri mungilnya ini. Hanya untuk hal yang sangat tidak mungkin baru dia meminta bantuan Padmasari.Seperti menyeberang ke negeri tempat tinggal Ayu Citra dalam waktu sekejap, tapi itu mungkin tidak akan dilakukan lagi.Satu kesamaan yang dimiliki Asmarini dengan Kameswara adalah tidak suka membawa banyak barang dalam perjalanan. Hanya seperlunya saja.Setelah se
Angin yang tadinya berhembus bagaikan badai berganti menjadi tiupan lembut dan sejuk. Semua mata kini memandang ke atas. Satu sosok melayang bagaikan turun dari langit. Bercahaya.Sosok yang memegang payung terbuka menaungi kepalanya dari terik mentari. Setelah semakin turun barulah terlihat sosok tersebut adalah seorang wanita yang kecantikannya bagai bidadari dari alam Tunjung Sampurna."Dewi Payung Terbang!"Beberapa orang berseru mengenali siapa yang datang itu. Semuanya terpana, takjub dengan cara-cara wanita yang dijuluki Dewi Payung Terbang ini muncul di hadapan semua orang.Wanita cantik berpayung mendarat di depan Kameswara. Mereka saling pandang dengan seulas senyum tipis."Kakang berhasil,""Ini berkat Nyai juga!"Aki Balangantrang dan Manarah tampak mendekat."Terima kasih, Ki Sanak telah menyelamatkan kerajaan dan juga ibu saya!" ucap Manarah.Sementara beberapa orang telah mengamankan Hari
Apa yang terjadi? Kita mundur dulu sejenak ceritanya.Setelah kematian suaminya, lalu dinikahi oleh Tamperan. Hidup Dewi Naganingrum tidak tenang. Dia merasa telah mengkhianati sang suami.Sedangkan Pangrenyep sepertinya malah senang. Naganingrum tidak tahu kalau di antara Pangrenyep dan Tamperan sudah ada skandal sejak suami masih hidup.Karena rasa tidak tenang inilah akhirnya Naganingrum memutuskan untuk tinggal di luar istana. Dia memilih bekas pertapaan Premana Dikusumah.Di sana dia membangun rumah sederhana. Manarah juga dirawat di sana. Baru ketika umur tujuh tahun, Manarah diperbolehkan pergi ke istana.Sampai besar Manarah sering bolak balik dari istana ke rumah ibunya.Lalu sekarang, tiba-tiba saja Dewi Naganingrum berada dalam cengkraman tangan seseorang yang berdiri di atas atap. Sosok yang mengenakan pakaian serba merah."Dewata Kala!" Aki Balangantrang terkejut. Lebih-lebih Manarah karena dia sangat menyay