Ternyata ketika sudah masuk, Kameswara berhadapan dengan hutan belantara. Padahal sewaktu di luar tadi dia melihat hamparan rumput luas.
Kenapa jadi berubah? Kameswara jadi ingat hutan aneh yang baru dilewati sebelum masuk ke alam yang juga aneh ini.Terlihat banyak jalan setapak ke berbagai arah, Kameswara memilih yang lurus. "Yang lurus pasti benar!"ujarnya asal-asalan.Ternyata di ujungnya banyak cabang ke berbagai arah lagi. Kameswara tak ambil pusing. Dia berjalan lurus, diterabasnya apapun yang ada di depannya, yang penting berjalan lurus.Walaupun harus menerobos semak belukar. Meloncati batu atau pohon perdu. Kalau ada pohon besar menghadang, maka memutar sedikit kemudian lurus lagi.Sampailah di sebuah tanah agak lapang. Kameswara dikejutkan oleh tiga harimau yang siap menerkam memamerkan taringnya yang runcing dan panjang. Dia jadi ingat si belang yang ditemui di bukit Cipasung."Jadi aku harus gelut sama 'maung'?" tanKameswara terkejut bukan main. Ternyata dia tidak tercebur ke lautan ganas, tapi jatuh bergedebukan di tanah berumput. Dia merasakan tulang-tulangnya remuk, sendi-sendinya ambrol.Tubuh pemuda ini tak berkutik. Jiwanya entah melayang kemana. Yang pasti dia tidak merasakan apa-apa. Apakah ini ajalnya?Beberapa lama Kameswara meringkuk tak bisa merasakan dirinya sendiri. Perlahan kesadarannya mulai pulih. Kedua bola matanya sudah berputar-putar."Apa aku sudah mati?" batinnya. "Ah, belum. Si suara brengsek itu bilang aku akan abadi di sini. Hidupku selalu dilewati pertarungan sampai aku lulus, tapi berapa lama?Kameswara tak bisa sama sekali tak bisa menggerakkan tubuhnya. "Apa aku lumpuh, kalau begini bagaimana bisa bertarung?"Lalu pemuda ini mencoba konsentrasi. Kedua mata dipejamkan. Dia mencoba memunculkan hawa sakti, mengumpulkan energi dan juga tenaga dalam.Ternyata prosesnya sangat lancar. Seluruh tubuhnya sudah dialiri ha
"Hah, ternyata begitu!" Kameswara melongo sambil garuk-garuk kepala. "Dari mana asalmu?""Aku hidup di jaman Tarumanagara!" jawab si pemuda berpayung yang wajahnya tampak cerah bagaikan bercahaya."Berarti kau sudah di alam lain?""Benar!""Oh, ya, tadi si suara tanpa wujud bilang kau mau bertemu denganku, ada apa?""Setiap yang berjodoh dengan kitab Jaya Buana, akan aku wariskan tiga ilmu!"jawab pemuda berpayung terbang."Tiga ilmu?""Ya, tiga ilmu ini tidak ada kaitannya dengan kitab Jaya Buana. Karena aku menciptakannya sebelum berjodoh dengan kitab itu!""Apakah masih ada hubungannya dengan Gelang Kamulyan?" tanya Kameswara yang terpikirkan ketika mengingat dirinya berada di alam Gelang Kamulyan. Alam lain."Tidak juga, hanya kebetulan saja kita bertemu di alam ini. Sebenarnya aku akan menemuimu di dalam mimpi!""Aku sudah lama menguasai kitab Jaya Buana, kenapa kau baru datang sekarang?"
Melihat perubahan air muka Amuk Marugul yang tidak lagi garang, Kameswara kecilkan auranya perlahan. Ada rasa menyesal kenapa dia tunjukkan kekuatannya kepada dua orang itu."Seharusnya aku pura-pura lemah!" batin Kameswara, tapi sudah terlanjur. Lagipula tidak masalah juga agar raja arogan itu tidak menindasnya."Sudah, tak perlu lagi berbuat yang sia-sia!" Suara Amuk Marugul terdengar seperti orang bijak.Kameswara sendiri sampai heran melihat perubahan ini. Apa karena raja itu takut setelah melihat kekuatannya?Kameswara sudah menutup kembali kekuatannya dari mata sakti orang lain. Dia tak ubahnya seorang pemuda biasa yang tidak memiliki kesaktian apapun. Kameswara tak bisa bicara lagi melihat perubahan sikap Amuk Marugul."Aku harap kekuatan yang kau miliki digunakan di jalan yang benar, anggap saja hari ini kita tidak pernah bertemu!" Setelah berkata begitu Amuk Marugul berbalik dan meninggalkan Kameswara. Si pengawal langsung mengik
"Kalau tidak membahayakan, biarkan saja. Kita jangan sampai memulai duluan!" balas Prabu Amuk Marugul juga berbisik.Raja dan pengawalnya ini tidak mempedulikan Kameswara lagi. Begitu juga para pengunjung lain yang sempat terdiam karena melihat penampilan Kameswara. Mereka kembali menikmati hidangan masing-masing.Di saat Kameswara mulai menyantap hidangannya, tiba-tiba di luar kedai, tepatnya di jalan terlihat satu pemandangan yang membuat emosi teraduk-aduk.Ada belasan gadis yang berjalan dengan kaki dan tangan terikat satu sama lain. Tak ubahnya seperti para tawanan yang sedang digiring ke tempat hukuman.Di depan dijaga oleh dua lelaki kekar tinggi besar berwajah garang. Begitu juga di belakang para gadis ini.Masing-masing membawa cambuk terbuat dari tambang dadung. Dan yang paling belakang seorang wanita tua berwajah seram berjalan angkuh sambil mengangkat wajah ke atas.Tidak ada yang berani bersuara ketika rombongan ini
"Ada apa?" tanya Nini Rongkot dengan tatapan tajam bagai hendak menguliti orang yang datang mengganggu ritualnya."Ada tamu yang hendak bertemu Guru!" jawab orang itu sambil terengah-engah mengatur napasnya.Dia tidak menenangkan diri dulu sejenak karena takut didamprat gurunya yang selalu ingin cepat dijawab bila bertanya."Tamu siapa, apa dia orang penting, hah!""Benar, Guru. Dia Prabu Amuk Marugul dari kerajaan Japura!"Nini Rongkot terkejut. Bagaimana raja Japura itu bisa tahu markasnya? Untuk apa dia tiba-tiba berkunjung ke perguruan ini?Informasi dari Laskar Siluman Merah, bahwa Ki Rembong bersekongkol dengan Amuk Marugul untuk menggulingkan kekuasaan."Kalian tunggu saja dulu, aku akan menemui tamu!" suruh Nini Rongkot kepada murid-murid yang sedang ritual hendak mengambil darah para gadis."Bawa ke balai pertemuan, aku tunggu di sana!" perintah si nenek kepada orang tadi yang langsung segera dilakukan.
Gunung Angsana. Menjelang tengah hari, matahari bersinar terik menyelimuti jagat. Namun, suasana di lereng atas tetap terasa sejuk. Sehingga bila ingin keluar keringat maka harus bergerak keras dan banyak.Seperti yang terlihat di sana saat ini.Seorang gadis cantik berumur sembilan belas tahun tampak bergerak lincah memainkan jurus-jurus khas pendekar wanita. Dia belum lama berguru di sana. Baru beberapa bulan saja.Usut punya usut ternyata gadis ini memiliki keistimewaan yang sangat jarang ditemukan pada orang lain yang seusianya. Yang pertama dia memiliki jenis tulang emas sejak dari lahir.Nyai Pancaksuji, sang guru, yang pertama kali mengetahui jenis tulang si gadis ketika pertama kali menginjakkan kaki di lereng gunung Angsana. Ini berarti orang tuanya pun tidak mengerti tentang jenis tulang.Seandainya si gadis yang tidak lain adalah keponakan Sriwuni yang bernama Kirana ini digembleng sejak kecil, mungkin sekarang sudah menjadi pe
Di tengah malam yang kelam. Di sebuah gubuk kecil yang terdapat di sebuah kebun. Kameswara terbangun karena sebuah mimpi. Mimpi apa dia?Dalam mimpinya Kameswara berada di sebuah taman bunga yang indah. Beraneka macam bunga tumbuh dengan subur. Dari mulai yang masih tangkai sampai yang sudah mekar.Wangi aneka bunga tercium semerbak seolah menjadi udara utama di taman indah itu. Di atas tampak terang putih, langit bersih tiada awan yang menggelayut di bawahnya.Angin sepoi-sepoi menyibak rambut gondrong Kameswara melalui tengkuknya. Namun, sejauh mata memandang dan di sekelilingnya tidak menemukan manusia lain kecuali dirinya."Tempat apa ini, begitu indah, tenang damai dan sejuk!"Kameswara melangkahkan kakinya di antara parit-parit yang menjadi pembatas tanaman bunga dalam satu petak dengan petak lainnya."Kameswara, kemarilah!"Satu suara lembut mengejutkannya. Pemuda ini celingak-celinguk mencari sumber suara.
Kameswara tidak menyembunyikan kekuatannya. Membiarkan si nenek membaca auranya. Beruntung dia masih memakai topengnya.Selain itu dia juga sudah waspada, Nini Rongkot mengeluarkan energi besar untuk menekan gerakannya."Seumur-umur baru kali ini menjumpai 'budak satepak' yang begitu sombong!" ujar Nini Rongkot yang sebenarnya sedang mengamati Kameswara. Nyatanya baru sekarang dia bertemu anak ini."Setidaknya agar mahluk angkuh seperti dirimu tidak berani menekanku!" balas Kameswara."Jual lagak! Apa kau pikir aku jadi takut dengan kesombonganku!" bentak si nenek, dia menarik senjata dari balik pinggang belakangnya.Sebuah tongkat pendek yang memiliki rumbai-rumbai sepanjang tongkatnya di salah satu ujungnya. Inilah senjata 'Kebut Iblis' yang selalu menemani si nenek berlaga di dunia persilatan.Kameswara tertawa lepas. "Ternyata aku memang pantas sombong di depan orang angkuh. Tokoh yang sudah ternama harus mengeluarkan senjata
"Arum, apakah Rahyang Sora dengan Purbasora itu sama?" tanya Kameswara setelah mereka berjalan jauh.Puspa Arum tampak melirik sejenak dengan kening mengkerut."Benar, kenapa dia sepertinya mengumpulkan orang-orang persilatan?" jawab Puspa Arum dengan pertanyaan balik."Entahlah!" Padahal Kameswara sudah menduga-duga apa yang menjadi tujuan sang menantu raja itu.Kemudian Puspa Arum mengaitkan dengan kabar yang selama ini beredar tentang persaingan antara Purbasora yang menantu raja dengan Wiratara yang merupakan putra raja."Apakah sampai sekotor itu?" batin si gadis mungil. Memikirkan intrik dalam kerajaan terlihat begitu rumit. Selalu ada perebutan tahta. Satu sama lainnya merasa paling berhak.Tak lama kemudian mereka sampai di tempat peristirahatan Nyai Mintarsih bersama dua murid wanita lainnya.Akan tetapi baru saja sampai, mereka mendengar suara kehadiran orang lain. Orang banyak."Kalian semua pegang ta
"Mohon ampun, Tuan. Ternyata padepokan itu menyimpan pendekar maha sakti," lapor salah satu dari tiga jubah hitam yang berhasil kabur dari Kameswara."Omong kosong!"Yang lain ikut menjelaskan bahwa Kameswara yang disebut pendekar maha sakti tiba-tiba muncul di udara dan melepaskan angin badai yang menghempas semua anggota laskar.Diceritakan juga pertarungan melawan Kameswara yang menggunakan senjata aneh yang sangat mematikan hingga tersisa tiga orang saja.Itu juga kalau tidak segera kabur mungkin mereka sudah menjadi mayat bersama yang lainnya."Bagaimana bentuk senjata itu?"Salah seorang menjelaskan bentuk senjata yang digunakan Kameswara."Kujang!" desis sang pemimpin.Di masa ini kujang hanya di miliki orang-orang tertentu saja. Masyarakat biasa belum banyak yang tahu. Hanya kalangan bangsawan saja yang memiliki sebagai simbol seorang bangsawan.Akan tetapi yang dijelaskan anak buahnya, kujang i
Semua penghuni padepokan Mega Sutra merasakan hawa sakti yang kuat ini. Begitu juga Laskar Dewawarman, tapi pasukan jubah hitam ini tidak mengendurkan serangan.Crash! Srass!Korban berjatuhan lagi. Yang masih bertahan berlumuran darah menahan panas dan perih yang diderita. Termasuk Ki Jagatapa dan sang istri juga sudah banyak terluka.Brukk! Brugh!Wajah sepasang guru tampak memucat ketika melihat jumlah muridnya semakin berkurang.Apakah ini akhir riwayat padepokan Mega Sutra yang sudah berdiri puluhan tahun? Apakah akan mengalami nasib yang sama dengan dua padepokan besar sebelumnya?Hilang dari dunia persilatan tinggal nama. Dua padepokan besar saja bisa musnah, apalagi ini cuma padepokan kecil yang tidak terkenal.Pada saat itu hawa sakti asing semakin kuat. Sebentar kemudian segelombang angin dahsyat berhembus kencang bagaikan badai yang menghantam.Anehnya gelombang angin ini tidak menghantam murid-murid
Ki Jagatapa, Arya Soka dan Rana Surya langsung merangsek ke paling depan semuanya menghunus senjata.Si jubah hitam yang paling depan tampak tersenyum merendahkan. Tangannya melambai memberi isyarat kepada yang lainnya.Tanpa sepatah kata, Laskar Dewawarman yang hanya menurunkan sepuluh orang saja meloncat dari kuda masing-masing dan menyerang murid-murid padepokan Mega Sutra.Tidak seperti saat menyerang padepokan Sagara Kaler yang tidak turun dari kuda. Entah kenapa, mungkin mereka mempunyai perhitungan sendiri sampai harus turun dari kuda.Setiap satu orang berjubah hitam menghadai tiga sampai empat murid. Ada yang hanya murid laki-laki atau perempuan, tapi ada juga yang gabungan keduanya.Ki Jagatapa dan Nyai Mintarsih masing-masing menghadapi satu orang.Trang! Trang! Trang!Pertempuran sengit di pagi hari menghiasi padepokan kecil yang setiap harinya dilalui dengan damai ini. Perkiraan Ki Jagatapa tidak meleset. Be
Sejak tahu Puspa Arum diam-diam mengunjungi Kameswara di puncak bukit, Rana Surya jadi ingin tahu lebih banyak tentang Kameswara.Yang dia tahu Kameswara hanya buronan yang sedang dicari-cari pihak kerajaan. Namun, kehadirannya terasa menjadi penghalang baginya untuk memiliki Puspa Arum.Ya, Rana Surya memang menyukai gadis bertubuh mungil itu sejak dia masuk ke padepokan ini. Sejak itu pula dia selalu melakukan pendekatan.Rana Surya merasa sudah menaklukan sifat si gadis yang judes. Karena kalau sedang bersamanya Puspa Arum tidak lagi judes, malah bersikap baik dan manis.Sehingga Rana Surya menyangka gadis mungil itu juga menyukainya, tapi setelah mengenal Kameswara ada sedikit perubahan pada si gadis.Yang paling mengejutkan adalah kejadian tadi, diam-diam mengunjungi Kameswara dengan membawa makanan. Walaupun sikapnya sengaja dibuat acuh, tapi tetap saja ada yang aneh.Dari kejauhan Rana Surya memperhatikan Kameswara yang se
"Dia masih bersemedi di puncak!" Yang menjawab adalah Arya Soka."Bersemedi!"Banyak tanda tanya muncul salam benak Puspa Arum. Bukankah dia murid baru? Pertama kali bertemu saja dia tidak memiliki kepandaian apa-apa.Lantas mengapa sekarang semedi? Hal yang dilakukan oleh seseorang yang sudah tinggi ilmunya."Sebenarnya siapa dia, Ayah?" tanya Puspa Arum lagi."Sebenarnya dia seorang pendekar besar,""Untuk apa bersemedi?" Si gadis sepertinya penasaran. Padahal tempo hari dia begitu kesal pada pemuda itu."Pada saat aku temukan dalam keadaan pingsan, semua cakranya tertutup sehingga kesaktiannya terkunci,""Dari mana asalnya?"Sekali lagi Puspa Arum dibuat tersipu malu saat ditatap dengan pandangan aneh."Memangnya aku tidak boleh bertanya?" lanjut si gadis.Karena memang tidak biasanya Puspa Arum banyak bertanya. Biasanya juga judes walaupun di depan ayah, ibu dan kakaknya. Bicara ha
Si jubah hitam tertawa lantang. "Kalau kalian tidak bisa melihat gerakanku, berarti kalian bukan tandinganku!"Dua murid padepokan saling pandang. Memang benar, rekannya tewas seketika tanpa terlihat gerakan si jubah hitam.Melihat wajah si jubah hitam sepertinya masih seumuran dengan mereka, tapi mimiknya yang kaku tampak seperti topeng. Bukan wajah aslinya."Bersiaplah menyusul kawan kalian!"Si jubah merah sudah bergerak lagi. Lebih cepat dari sebelumnya. Tahu-tahu ujung pedangnya sudah mengancam mereka.Trang! Trang!Dua murid hanya mempunyai kesempatan kecil. Masih beruntung bisa menangkis serangan si jubah hitam walau mereka harus tersurut mundur beberapa langkah.Tenaga dalam si jubah hitam ini tiga tingkat di atas mereka. Murid andalan padepokan Sagara Kaler ini memprediksikan hasil dari pertarungan ini.Namun, mereka tidak ingin mati sia-sia. Setidaknya lawan juga harus mendapatkan ajalnya. Maka keduany
Di puncak bukit padepokan Mega Sutra Ki Jagatapa mulai membantu Kameswara untuk membuka Cakra tersisa yang masih tertutup.Ki Jagatapa membantu dengan cara mengajak Kameswara bertarung. Pada awalnya si kakek melancarkan serangan pelan-pelan saja."Jangan menghindar, tapi lawan!"Kameswara mengikuti arahan Ki Jagatapa. Tidak menghindar serangan, tapi menyambut dengan memapak, menangkis bahkan beradu pukulan.Karena hanya menggunakan tenaga kasar, maka Kameswara melakukannya dengan hati-hati. Terutama keseimbangan dan kuda-kuda serta mengatur napas yang tepat.Demi mendapatkan kembali kesaktiannya Kameswara tidak peduli rasa sakit yang didapatkan ketika menangkis, memapak atau beradu pukulan.Berkali-kali Kameswara terjatuh dan mendapatkan luka lebam, tapi itu bukan masalah baginya. Tentu saja karena ada sabuk sakti.Kameswara tidak ubahnya orang yang benar-benar baru belajar silat.Semakin lama gerakan Ki Jagatap
Di kediaman Nyai Mintarsih.Si gadis mungil tampan bersungut-sungut sedang membalurkan ramuan obat pada tubuh Kameswara yang penuh luka.Pemuda ini melepas pakaian atasnya sehingga nampak bentuk tubuhnya kekar dan gagah meski penuh goresan luka.Kameswara senyum-senyum penuh kemenangan. Rasanya cukup setimpal atas apa yang didapatkan sebelumnya.Diobati oleh tangan mungil nan indah seorang gadis cantik putrinya sang guru padepokan.Nyai Mintarsih sudah tahu akan datangnya Kameswara atas suruhan suaminya. Wanita ini pernah melihat Kameswara sewaktu dalam keadaan pingsan saat dibawa oleh Ki Jagatapa.Tentu saja karena untuk menuju ke padepokan atas harus melewati padepokan bawah dulu.Ketika sang putri melaporkan, Nyai Mintarsih sudah menduga pasti ada kesalahpahaman. Begitu melihat siapa yang ditangkap, dia langsung membebaskan Kameswara.Sebagai bentuk tanggung jawab atas kesalahpahaman ini, Puspa Arum si gadis