Dirga Pawana masih berdiri tegak, dua tangan masih merentang. Jika diperhatikan lebih teliti, bahu atau dadanya tidak bergerak tanda menarik napas. Iris matanya kini memancarkan cahaya merah.
Ki Lowo dan muridnya menantikan sosok pemuda ini akan roboh. Nyatanya setelah beberapa saat Budak Denawa masih kokoh berdiri.Tiba-tiba manusia yang menjadi wadah para sukma marakayangan ini bergerak cepat. Tahu-tahu tangan kanannya sudah mencengkram leher Ki Lowo, bahkan sambil di angkat hingga kedua kaki Ki Lowo tak menyentuh tanah.Murid-murid Lalay Hideung tampak kebingungan harus berbuat apa. Sementara guru mereka dalam keadaan sekarat tak bisa bernapas."Tunduklah!" teriak Dirga Pawana.Serentak semua murid Ki Lowo langsung berlutut sambil menyembah. Dirga Pawana melepaskan cengkeramannya, Ki Lowo terjatuh sambil megap-megap mengatur napasnya."Dia bukan manusia!" Ki Lowo mengumpat dalam hati. Untuk sementara dia harus tunduk kepada orKekacauan yang ditimbulkan Budak Denawa telah membuat geger dunia persilatan. Dirga Pawana benar-benar melakukan tugasnya dengan gemilang. Pendekar-pendekar golongan hitam tunduk dan rela bergabung dengan Laskar Siluman Merah.Di sisi lain banyak pendekar golongan putih yang berakhir di tangannya meski sudah melakukan perlawanan yang sengit. Namun, Budak Denawa yang terbentuk dari Dirga Pawana terlalu kuat bagaikan dewa yang tidak bisa mati.Berita itu sampai juga ke telinga Kameswara ketika mengisi perutnya di sebuah kedai. Seperti biasa perbincangan di kedai selalu menyuguhkan informasi terkini. Apalagi kalau ada hubungannya dengan Laskar Siluman Merah."Tidak ada satu senjata pusaka pun yang mampu menembus badannya!""Dia sudah bukan manusia lagi, tapi Budak Denawa!""Sebenarnya apa Budak Denawa itu, aku sering mendengarnya. Namun, tidak tahu artinya?""Tubuhnya manusia, tapi di dalamnya berkumpul sukma-sukma jahat yang maraka
Kameswara hadir dengan membawa energi yang begitu besar. Hawa saktinya mencoba menekan pergerakan Budak Denawa. Hasilnya cukup lumayan. Budak Denawa agak melambat walupun tidak berpengaruh pada kekuatannya. Sementara para pendekar dibuat terkejut sejenak saat merasakan energi yang begitu besar berasal dari anak muda yang umurnya jauh di bawah mereka. Kagum sekaligus takjub, semuda ini sudah mencapai peringkat luar biasa. Pertempuran terhenti ketika Kameswara sudah mendarat langsung berdiri di depan Dirga Pawana yang juga tampak terdiam melihat pemuda itu. "Masih ingat aku?" tanya Kameswara tersenyum. Budak Denawa yang tidak sepenuhnya dalam kendali masih merasakan dirinya sendiri, seorang pemuda yang bernama Dirga Pawana. Kedua mata mendelik bagai hendak meloncat. Bulatan merah yang seharusnya hitam tampak membara. "Kameswara!" teriak Dirga Pawana alias Budak Denawa dengan suara
Ahmad Jailani lebih diuntungkan karena senjatanya bisa memanjang dan memendek, tergantung situasi yang dia hadapi.Kadang juga bisa menjadi semacam cambuk yang mampu melilit senjata lawan, tapi tidak mudah untuk dirusak.Dari segi kecepatan dan ketangkasan pun Ahmad Jailani lebih unggul karena tingkatannya lebih tinggi sedikit daripada lawannya.Kelebihan lainnya, Ahmad Jailani selalu tenang. Dia juga tidak berniat melukai sampai parah atau bahkan membunuh.Berbeda dengan Sobana yang 'gurung gusuh' bahkan sering bertindak sembarangan. Yang penting bisa menjatuhkan, mungkin itu tujuannya.Namun, karena lawan lebih unggul dia tak mampu memberikan perlawanan yang berarti. Sabetan parangnya sering mengenai tempat kosong.Malah, kini Sobana dibuat kewalahan. Akan tetapi dia belum sadar juga. Sikapnya masih angkuh seolah-olah akan mampu membalikkan keadaan. Nyatanya sudah puluhan jurus dia masih terdesak.Kelebatan sorban Ahma
Sementara di tempat persembunyiannya, Turangga yang selalu mengikuti kemanapun Budak Denawa pergi tampak bermandikan keringat. Mantera yang dia gunakan untuk mengendalikan Budak Denawa tidak berfungsi."Sialan!" makinya sangat geram. "Siapa dia? Dari pakaiannya seperti orang-orang yang menganut keyakinan baru! Ternyata mereka juga ancaman berat!"Kembali ke Budak Denawa yang kondisinya semakin mengenaskan. Dari kepalanya yang masih dipegang Ahmad Jailani mengeluarkan bayangan-bayangan hitam seperti asap mengapung ke udara."Mungkin itu qorin atau sukma-sukma marakayangan," kata Kameswara.Dia ingat tadi katanya Ahmad Jailani sengaja mengikutinya. Untuk apa? Tapi sekarang dia mulai tertarik dengan orang itu. Dia merasa ada sesuatu yang harus dipelajari darinya.Setelah tidak ada lagi bayangan hitam yang keluar dari tubuh Dirga Pawana, kini pemuda itu terkulai lemah. Sosoknya kembali ke semula bahkan lebih parah. Tubuhnya jadi kurus kering.
Kameswara yakin orang-orang Laskar Siluman Merah pasti akan mencari Ahmad Jailani karena telah memusnahkan Budak Denawa. Mereka tidak akan jera begitu saja. Buktinya sekarang sudah di kepung lima anggotanya.Tidak tanggung-tanggung yang dikerahkan semuanya di peringkat pendekar Madya tingkat sembilan. Hawa membunuh dan sifat memusuhi ditunjukkan dengan jelas.Kameswara tertawa mencibir. "Tidak salah ini, kenapa tidak sekalian pimpinan kalian yang turun tangan. Ini berarti Laskar Siluman Merah takut kepada dia!"Kameswara menunjuk ke Ahmad Jailani."Ternyata nyali si Rembong hanya sebesar kutu!" Kameswara tertawa lantang membuat lima orang itu tak bisa lagi menahan amarahnya."Berani lancang kau menghina pemimpin kami!""Mati terlalu enak bagimu!""Kau layak dapat siksaan paling pedih!"Lima anggota Laskar Siluman Merah bergerak. Mereka keluarkan hawa sakti untuk menekan Kameswara agar susah bergerak.Sebenarnya m
Dua anggota Laskar Siluman Merah sudah siap kembali. Mereka menerjang sambil ayunkan senjata yang sudah dialiri tenaga dalam yang semakin besar. Yang satu sasarannya hendak merobek sorban. Yang satunya lagi menusuk ke perut.Ahmad Jailani putar sorban seperti baling-baling sambil mundur satu tindak. Putaran kain sorban benar-benar seperti baling-baling baja.Werrr! Trak! Trak!Dua golok tertangkis keras. Tangan si pemegang sampai kesemutan. Mereka hampir saja terjatuh jika keseimbangannya lemah.Nyali mereka sebenarnya sudah menipis, tapi jika lari dari tugas maka hidup mereka akan lebih sengsara dari kematian.Ahmad Jailani kebut-kebutkan kain sorban sehingga terlihat seperti semakin panjang ukurannya. Dia putar dan sabetkan seperti sebuah cambuk. Ujungnya memburu sasaran. Wajah lawan yang diincar.Wutt!Trak! Trak!Dua anggota Laskar Siluman Merah terpaksa menjadikan goloknya sebagai tameng. Namun, tetap saja
Keesokan harinya Kameswara berencana pergi ke perguruan Sangga Buana. Dia ingin mengajak serta Ahmad Jailani, tapi lelaki bersorban ini tidak ingin ikut."Aku tidak mempunyai urusan di sana, lebih baik menunggu di rumah saja!" kata Ahmad Jailani.Akhirnya Kameswara pergi sendirian. Dia berangkat sejak pagi, ketika sang surya belum menampakkan dirinya. Hanya semburat putih saja di ufuk timur.Walau begitu Kameswara tidak buru-buru ingin cepat sampai ke lereng gunung Cakrabuana itu. Dia berjalan sambil mengobati kerinduannya ke kampung halaman dan desa-desa di sekitarnya.Seperti biasa Kameswara menyembunyikan kekuatannya dari pandangan orang-orang sakti. Sehingga dia terlihat seperti orang biasa yang bukan dari kalangan pendekar.Beberapa orang yang dikenalnya menyapa dengan ramah."Ujug-ujug besar saja nih anak!""Wah, pangling sekarang!""Kameswara, ternyata kalau sudah besar jadi tampan, ya!""Kemana
Kameswara dan Ranu Baya keluar. Di depan pondok ada tanah agak luas seperti lapangan untuk berlatih. Di sana terlihat Kupra dan kawan-kawan berdiri sempoyongan menahan luka-luka lebam di tangan dan kakinya.Selain mereka ada seorang lelaki paruh baya mendampingi menunjukan wajah geram. Apalagi setelah melihat Kameswara. Lebih sewot lagi saat Kameswara bersikap tenang-tenang saja."Guru Gandara, ada apa?"tanya Ranu Baya."Anak itu telah menganiaya muridku!" tuding Gandara kepada Kameswara.Ranu Baya tertawa mengekeh, wajahnya agak mendongak ke langit. "Guru Gandara bagaimana kau bisa sebodoh ini?""Apa maksudmu, kau tidak melihat luka-luka yang dialami murid-muridku?""Iya, aku bisa melihatnya dengan jelas, tapi mana mungkin Kameswara yang melakukannya!""Itu buktinya, kenapa Guru Ranu Baya malah membela anak sampah ini?""Nah, apa kau bilang tadi?""Anak sampah!""Kalau begitu coba kau pikir, a
Ada sekitar lima orang berseragam jubah hitam yang ada penutup kepalanya. Kuda tunggangan mereka tampak gagah. Sepertinya kuda pilihan.Karena jarak yang begitu jauh, Kameswara tidak bisa melihat wajah mereka. Ditambah penutup kepala yang begitu lebar sampai menyembunyikan wajah mereka.Untungnya pasukan berkuda itu tidak menuju ke padepokan Mega Sutra. Jalan kecil menuju kaki bukit di mana terdapat padepokan putri dilewati begitu saja."Siapa mereka?" Kameswara menghentikan gerakannya.Dia belum banyak tahu segala hal tentang jaman yang ditinggalinya sekarang. Dia harus banyak bertanya kepada Arya Soka atau Ki Jagatapa langsung.Setelah gerombolan berjubah hitam dan berkuda tadi menghilang di kejauhan, Kameswara melanjutkan kembali latihannya.Sudah puluhan kali Kameswara mengulang gerakannya. Memang tidak merasakan lelah karena ada sabuk sakti, tapi tetap merasakan ada perubahan.Apa yang berubah?Pernapasanny
Ketika Arya Soka menanyakan perihal Kameswara yang menjadi buronan, si pemuda dari masa depan ini menjelaskan dengan gamblang seperti yang dia alami."Kalau aku buronan, memang benar. Karena aku kabur dari penjara istana, tapi kalau tidak kabur aku dituduh sesuatu yang tidak aku lakukan!"Kameswara bisa menebak pihak kerajaan tidak akan percaya dengan keterangannya. Mereka akan terus menyiksanya sampai mengaku.Kalau begitu terus dia tidak punya waktu untuk membuka kembali ketujuh cakranya.Arya Soka mengerti keadaan Kameswara yang bingung di tempat atau lebih tepatnya di jaman yang asing baginya.Lebih dari itu Kameswara juga harus memikirkan bagaimana caranya kembali ke masanya dan juga menemukan istrinya."Sebenarnya aku masih kurang percaya tentang asal usulmu, aku ingin mengujimu. Jika kau benar-benar datang dari masa depan, pasti mengetahui apa yang akan terjadi di negeri ini khususnya!"Sebelum menjawab Kameswara
Setelah lewat 'sareupna' ada tujuh murid yang mendapat giliran pelatihan khusus malam. Mereka dilatih oleh Arya Soka.Anak laki-laki Ki Jagatapa ini memang ilmunya paling tinggi sehingga dipercaya melatih murid yang lain.Kemudian ada empat orang yang mendapat giliran ronda. Mereka tidak hanya meronta di padepokan putra, tapi juga menjaga padepokan putri di bawah.Sementara Kameswara mulai membuka kitab yang dipinjamkan Ki Jagatapa di kamarnya. Untungnya jenis tulisannya tidak beda dengan kitab Jaya Buana.Pada saat membaca Kameswara menemukan ada inti sari kalimat yang sama dengan kitab Jaya Buana. Muncullah ide untuk menggabungkan keduanya.Yang jadi masalah ternyata Kameswara tidak bisa melakukan semedi. Karena cakranya tertutup, aliran napasnya tidak bisa bercampur dengan aliran darah.Jadi dia merasa percuma saja semedi yang tidak ubahnya hanya untuk menenangkan pikiran. Sementara napasnya tidak bisa diolah untuk mengendalik
Kameswara membuka kedua matanya. Dia mendapati dirinya terbaring di atas bale bambu. Sesaat matanya memicing menyesuaikan dengan cahaya.Cahaya sang penerang jagat ini masuk melalui celah-celah atap bangunan di mana Kameswara berada."Di mana aku?"Kameswara bangun duduk, mengitarkan pandangan. Rupanya dia berada salam sebuah ruangan semacam rumah kecil.Ada banyak perabotan di sudut belakang dekat pintu belakang yang terbuka. Ada satu lagi bale bambu yang sama besar, letaknya bersebelahan dengan bale yang ditempati Kameswara.Pemuda ini mengingat kejadian sebelumnya. Dia menyaksikan dua orang kuat bertarung dan dia terkena dampak pukulan sakti keduanya sampai pingsan.Lalu begitu bangun sudah berada di tempat ini. Berarti ada orang yang membawanya ketika pingsan. Siapa orang ini?"Luar biasa!" Seseorang berujar. Suaranya agak serak dan sedikit gemetar.Dari pintu depan masuk seorang kakek berpakaian serba putih
Dua orang prajurit tampak meminta ijin masuk ke ruangan itu. Kameswara tidak tahu merekalah yang telah menyiksanya beberapa waktu lalu, karena saat itu Kameswara tidak bisa melihat wajah mereka."Masuklah, ada apa?"Kedua prajurit itu menjura lalu melaporkan tentang tahanan yang hilang. Yang di maksud mereka adalah Kameswara. Mereka menceritakan dari sejak menemukan sampai kaburnya Kameswara.Kameswara baru sadar setelah mendengar suara mereka. Lalu lekat-lekat dia memperhatikan wajah mereka."Kalian berdua yang pertama akan kusiksa setelah kesaktianku pulih!" ancam Kameswara, tapi hanya dalam hati."Lanjutkan pencarian, sebarkan ciri-cirinya ke semua prajurit yang ada di luar istana!""Baik, Gusti!""Gila, aku jadi buronan, seenaknya menjatuhkan hukuman. Tidak asal usulnya langsung main ambil kesimpulan saja!" gerutu Kameswara juga hanya dalam hati."Apa ini tidak aneh, baru kali ini ada penyusup ke dalam istan
Jatuh dari ketinggian yang tidak bisa diukur sehingga sosoknya melayang cepat dan menghantam tanah dengan kuat.Bam!Kameswara tidak merasakan apa-apa saking kerasnya benturan. Bahkan bernapas pun susah. Apakah ajal sudah menjemputnya sekarang?Akan tetapi sayup-sayup masih terdengar suara kerumunan orang. Dia merasakan kehadiran banyak orang di sekelilingnya. Tidak jelas apa yang mereka bicarakan. Penglihatannya pun tidak jelas.Apakah dia masih hidup atau sudah mati? Kemudian Kameswara merasakan dirinya ada yang mengangkat. Agak lama kemudian tubuhnya melayang lagi.Buk!Kejap berikutnya pemuda ini sudah tidak ingat apa-apa lagi.***Byur!Kameswara terbangun karena siraman air. Dia langsung memperhatikan sekitarnya. Dia berada di ruangan temaram. Hampir tidak ada penerangan di sini.Setelah memperhatikan lebih jelas ternyata dia berada di dalam ruang kurungan, mengingatkan dia ketika dikurun
Kameswara tidak kaget ketika merasakan ada energi besar yang menindih dirinya. Dia ingat pertarungan melawan si kakek gemuk tempo hari.Yang Kameswara cemaskan adalah Ayu Citra. Dia lihat sang istri telah mengerahkan tenaga dalamnya untuk menahan energi yang membebaninya.Segera saja Kameswara tarik napas dalam-dalam. Himpun semua kekuatan yang dia miliki. Sebagian digunakan untuk menahan himpitan dua energi dari lawannya, juga untuk membantu meringankan beban Ayu Citra.Sebagian lagi disiapkan ke dua tangannya untuk membuat sebuah pukulan. Karena kedua lawannya juga tampak sama. Mereka mengisi kekuatan pada kedua tangan masing-masing.Udara pagi yang sejuk seketika berubah menjadi terik. Hewan-hewan yang sedang berada di dekat mereka langsung menjauh.Bahkan di atas pun tidak burung yang berani lewat.Gentasora dan Rah Wengker tampak bergetar. Tubuh mereka mengeluarkan asap hitam tipis. Sepertinya mereka langsung mengeluarkan aj
Prabasari menghambur kembali, menenangkan Kameswara yang seperti sedang kepanasan. Dia mengira lelaki pujaannya ini hanya sakit biasa saja."Tenanglah, aku akan mengobatimu!"Begitu memeluk Kameswara, ternyata tubuh Kameswara terasa sangat panas. Ditambah meronta-ronta dengan kuat, tapi Prabasari tidak peduli. Dia berusaha kuat terus menenangkan.Namun,..."Aaakh!Bruuakk!Akibat rontaan Kameswara yang kuat, tubuh Prabasari terlempar sampai mendobrak jendela lalu jatuh bergulingan ke luar. Ke halaman belakang.Beruntung tidak mengenai Ayu Citra yang duduk di bawahnya karena saking kuatnya dorongan Kameswara.Ayu Citra yang sempat kaget segera berdiri, tapi tetap melantunkan bacaan. Dia berbalik melihat Kameswara yang masih menggeliat-geliat.Tangan kanan si cantik berkerudung ini berusaha menggapai Kameswara. Sebisa mungkin dia menyentuh apa saja bagian tubuh Kameswara yang bisa dijangkau.Tep!
Ayu Citra mencari tempat sepi. Berusaha menjauhi perkampungan sampai dia menemukan gubuk kecil di dekat sebuah pancuran.Dia mengambil air wudhu di pancuran karena hari sudah gelap, tapi si cantik ini tidak takut gelap sama sekali.Apalah artinya kegelapan alam dibandingkan dengan kegelapan hatinya.Sekarang sudah waktunya menjalankan kewajiban kepada Tuhannya. Di gubuk itu dia menunaikan ibadahnya. Dia hanya melebarkan kerudungnya agar menutupi sampai bagian lehernya.Karena pakaiannya sudah longgar dan sudah menutupi seluruh badan. Dia tidak sempat mengambil mukena di kamar sewaannya karena saking kacau hatinya.Selesai solat magrib Ayu Citra merenung sambil wiridan. Segala apa yang menimpanya pasti ada sebabnya. Entah itu dari dosa yang diperbuat baik sengaja atau tidak.Semuanya dia pasrahkan kepada Yang Maha Kuasa Sang pemberi takdir untuk semua manusia di muka bumi.Meski terasa sakit, Ayu Citra membayangkan kembal