Sebelum Kameswara berhasil menemukan sarang Laskar Siluman Merah. Dirga Pawana yang kini menjadi Budak Denawa sudah dilepas keluar markas untuk membuat kekacauan.
Otak pemuda itu sudah dicuci agar selalu melakukan perintah pimpinan tertinggi laskar. Bila berjumpa dengan tokoh golongan putih, maka harus dibunuh agar jumlah mereka semakin sedikit.Tapi kalau yang ditemuinya dari golongan hitam, cukup ditundukkan saja dan dipaksa agar menjadi sekutu bagi laskar. Supaya golongan mereka semakin kuat.Sikap Dirga Pawana sudah semakin lunak dalam artian seperti layaknya manusia biasa. Tidak seperti sebelumnya yang mirip orang kerasukan. Hanya saja sesekali dia bagai orang linglung yang tak mengenali diri sendiri.Ada hal yang tidak wajar setelah menjadi Budak Denawa. Yaitu dirinya tidak butuh makan dan minum.Badannya selalu kuat tanpa mengalami kelelahan. Wajahnya selalu datar. Mungkin karena sebenarnya dia hanya wadah sukma-sukma gentayangan.<Dirga Pawana masih berdiri tegak, dua tangan masih merentang. Jika diperhatikan lebih teliti, bahu atau dadanya tidak bergerak tanda menarik napas. Iris matanya kini memancarkan cahaya merah.Ki Lowo dan muridnya menantikan sosok pemuda ini akan roboh. Nyatanya setelah beberapa saat Budak Denawa masih kokoh berdiri.Tiba-tiba manusia yang menjadi wadah para sukma marakayangan ini bergerak cepat. Tahu-tahu tangan kanannya sudah mencengkram leher Ki Lowo, bahkan sambil di angkat hingga kedua kaki Ki Lowo tak menyentuh tanah.Murid-murid Lalay Hideung tampak kebingungan harus berbuat apa. Sementara guru mereka dalam keadaan sekarat tak bisa bernapas."Tunduklah!" teriak Dirga Pawana.Serentak semua murid Ki Lowo langsung berlutut sambil menyembah. Dirga Pawana melepaskan cengkeramannya, Ki Lowo terjatuh sambil megap-megap mengatur napasnya."Dia bukan manusia!" Ki Lowo mengumpat dalam hati. Untuk sementara dia harus tunduk kepada or
Kekacauan yang ditimbulkan Budak Denawa telah membuat geger dunia persilatan. Dirga Pawana benar-benar melakukan tugasnya dengan gemilang. Pendekar-pendekar golongan hitam tunduk dan rela bergabung dengan Laskar Siluman Merah.Di sisi lain banyak pendekar golongan putih yang berakhir di tangannya meski sudah melakukan perlawanan yang sengit. Namun, Budak Denawa yang terbentuk dari Dirga Pawana terlalu kuat bagaikan dewa yang tidak bisa mati.Berita itu sampai juga ke telinga Kameswara ketika mengisi perutnya di sebuah kedai. Seperti biasa perbincangan di kedai selalu menyuguhkan informasi terkini. Apalagi kalau ada hubungannya dengan Laskar Siluman Merah."Tidak ada satu senjata pusaka pun yang mampu menembus badannya!""Dia sudah bukan manusia lagi, tapi Budak Denawa!""Sebenarnya apa Budak Denawa itu, aku sering mendengarnya. Namun, tidak tahu artinya?""Tubuhnya manusia, tapi di dalamnya berkumpul sukma-sukma jahat yang maraka
Kameswara hadir dengan membawa energi yang begitu besar. Hawa saktinya mencoba menekan pergerakan Budak Denawa. Hasilnya cukup lumayan. Budak Denawa agak melambat walupun tidak berpengaruh pada kekuatannya. Sementara para pendekar dibuat terkejut sejenak saat merasakan energi yang begitu besar berasal dari anak muda yang umurnya jauh di bawah mereka. Kagum sekaligus takjub, semuda ini sudah mencapai peringkat luar biasa. Pertempuran terhenti ketika Kameswara sudah mendarat langsung berdiri di depan Dirga Pawana yang juga tampak terdiam melihat pemuda itu. "Masih ingat aku?" tanya Kameswara tersenyum. Budak Denawa yang tidak sepenuhnya dalam kendali masih merasakan dirinya sendiri, seorang pemuda yang bernama Dirga Pawana. Kedua mata mendelik bagai hendak meloncat. Bulatan merah yang seharusnya hitam tampak membara. "Kameswara!" teriak Dirga Pawana alias Budak Denawa dengan suara
Ahmad Jailani lebih diuntungkan karena senjatanya bisa memanjang dan memendek, tergantung situasi yang dia hadapi.Kadang juga bisa menjadi semacam cambuk yang mampu melilit senjata lawan, tapi tidak mudah untuk dirusak.Dari segi kecepatan dan ketangkasan pun Ahmad Jailani lebih unggul karena tingkatannya lebih tinggi sedikit daripada lawannya.Kelebihan lainnya, Ahmad Jailani selalu tenang. Dia juga tidak berniat melukai sampai parah atau bahkan membunuh.Berbeda dengan Sobana yang 'gurung gusuh' bahkan sering bertindak sembarangan. Yang penting bisa menjatuhkan, mungkin itu tujuannya.Namun, karena lawan lebih unggul dia tak mampu memberikan perlawanan yang berarti. Sabetan parangnya sering mengenai tempat kosong.Malah, kini Sobana dibuat kewalahan. Akan tetapi dia belum sadar juga. Sikapnya masih angkuh seolah-olah akan mampu membalikkan keadaan. Nyatanya sudah puluhan jurus dia masih terdesak.Kelebatan sorban Ahma
Sementara di tempat persembunyiannya, Turangga yang selalu mengikuti kemanapun Budak Denawa pergi tampak bermandikan keringat. Mantera yang dia gunakan untuk mengendalikan Budak Denawa tidak berfungsi."Sialan!" makinya sangat geram. "Siapa dia? Dari pakaiannya seperti orang-orang yang menganut keyakinan baru! Ternyata mereka juga ancaman berat!"Kembali ke Budak Denawa yang kondisinya semakin mengenaskan. Dari kepalanya yang masih dipegang Ahmad Jailani mengeluarkan bayangan-bayangan hitam seperti asap mengapung ke udara."Mungkin itu qorin atau sukma-sukma marakayangan," kata Kameswara.Dia ingat tadi katanya Ahmad Jailani sengaja mengikutinya. Untuk apa? Tapi sekarang dia mulai tertarik dengan orang itu. Dia merasa ada sesuatu yang harus dipelajari darinya.Setelah tidak ada lagi bayangan hitam yang keluar dari tubuh Dirga Pawana, kini pemuda itu terkulai lemah. Sosoknya kembali ke semula bahkan lebih parah. Tubuhnya jadi kurus kering.
Kameswara yakin orang-orang Laskar Siluman Merah pasti akan mencari Ahmad Jailani karena telah memusnahkan Budak Denawa. Mereka tidak akan jera begitu saja. Buktinya sekarang sudah di kepung lima anggotanya.Tidak tanggung-tanggung yang dikerahkan semuanya di peringkat pendekar Madya tingkat sembilan. Hawa membunuh dan sifat memusuhi ditunjukkan dengan jelas.Kameswara tertawa mencibir. "Tidak salah ini, kenapa tidak sekalian pimpinan kalian yang turun tangan. Ini berarti Laskar Siluman Merah takut kepada dia!"Kameswara menunjuk ke Ahmad Jailani."Ternyata nyali si Rembong hanya sebesar kutu!" Kameswara tertawa lantang membuat lima orang itu tak bisa lagi menahan amarahnya."Berani lancang kau menghina pemimpin kami!""Mati terlalu enak bagimu!""Kau layak dapat siksaan paling pedih!"Lima anggota Laskar Siluman Merah bergerak. Mereka keluarkan hawa sakti untuk menekan Kameswara agar susah bergerak.Sebenarnya m
Dua anggota Laskar Siluman Merah sudah siap kembali. Mereka menerjang sambil ayunkan senjata yang sudah dialiri tenaga dalam yang semakin besar. Yang satu sasarannya hendak merobek sorban. Yang satunya lagi menusuk ke perut.Ahmad Jailani putar sorban seperti baling-baling sambil mundur satu tindak. Putaran kain sorban benar-benar seperti baling-baling baja.Werrr! Trak! Trak!Dua golok tertangkis keras. Tangan si pemegang sampai kesemutan. Mereka hampir saja terjatuh jika keseimbangannya lemah.Nyali mereka sebenarnya sudah menipis, tapi jika lari dari tugas maka hidup mereka akan lebih sengsara dari kematian.Ahmad Jailani kebut-kebutkan kain sorban sehingga terlihat seperti semakin panjang ukurannya. Dia putar dan sabetkan seperti sebuah cambuk. Ujungnya memburu sasaran. Wajah lawan yang diincar.Wutt!Trak! Trak!Dua anggota Laskar Siluman Merah terpaksa menjadikan goloknya sebagai tameng. Namun, tetap saja
Keesokan harinya Kameswara berencana pergi ke perguruan Sangga Buana. Dia ingin mengajak serta Ahmad Jailani, tapi lelaki bersorban ini tidak ingin ikut."Aku tidak mempunyai urusan di sana, lebih baik menunggu di rumah saja!" kata Ahmad Jailani.Akhirnya Kameswara pergi sendirian. Dia berangkat sejak pagi, ketika sang surya belum menampakkan dirinya. Hanya semburat putih saja di ufuk timur.Walau begitu Kameswara tidak buru-buru ingin cepat sampai ke lereng gunung Cakrabuana itu. Dia berjalan sambil mengobati kerinduannya ke kampung halaman dan desa-desa di sekitarnya.Seperti biasa Kameswara menyembunyikan kekuatannya dari pandangan orang-orang sakti. Sehingga dia terlihat seperti orang biasa yang bukan dari kalangan pendekar.Beberapa orang yang dikenalnya menyapa dengan ramah."Ujug-ujug besar saja nih anak!""Wah, pangling sekarang!""Kameswara, ternyata kalau sudah besar jadi tampan, ya!""Kemana
Kameswara menatap sejenak situasi di depannya. Asmarini duduk menyandar ke bahu raga kasarnya. Di atasnya Payung Terbang memayungi keduanya. Pendekar muda ini tersenyum. Kemudian sukma Kameswara masuk kembali ke dalam tubuh kasarnya. Pedang Bunga Emas otomatis terpegang di tangannya. Asmarini langsung sadar dari lamunannya. "Kakang sudah kembali!" Asmarini langsung menyimpan payungnya. Tangan kiri memegang pedang, tangan kanan merangkul tubuh istrinya. "Inikah Pedang Bunga Emas?" Kameswara pura-pura tidak tahu. "Terbuat dari emas dan menebarkan harum, ini memang pedang pusaka leluhur. Kakang telah membawanya dengan selamat. Terima kasih banyak, Kang!" "Aku suamimu, pasti akan melakukan apapun demi kebahagiaanmu. Tidak perlu berterima kasih. Ini, simpanlah!" Asmarini menerima pedang pusaka tersebut, lalu dia menggeser duduknya hingga saling berhadapan. "Aku juga rel
Blang!Kameswara menemukan sebuah ruangan bawah tanah agak luas. Keadaannya remang-remang.Di tengah ruangan ini ada gundukan bantu besar bentuknya mirip seperti dulu dia menyelam ke dasar telaga.Cahaya remang-remang ini pasti berasal dari pedang pusaka itu. Kameswara segera mencari letaknya. Dulu tertancap pada sebuah batu, sekarang pasti sama.Setelah berkeliling satu kali akhirnya menemukan juga pusaka tersebut. Kedua mata Kameswara terbelalak."Mungkinkah ini pedang yang sama? Kalau begitu bisa jadi ada dua, karena di masa depan sudah aku ambil dan diserahkan kepada Ayu Citra, atau..."Kameswara ingat selama sering bertemu dengan Fan Xiang yang merupakan reinkarnasi dari Ayu Citra, gadis itu tidak pernah membicarakan tentang pedang ini."Atau bisa jadi pedangnya kembali ke sini!"Ketika tangan Kameswara menjulur hendak memegang pedang yang tertancap di batu tersebut, tiba-tiba ada serangan hawa gaib yang me
Manakala terbetik berita yang dibawa oleh pedagang dari Arab bahwa Ali bin Abi Thalib telah meninggal dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam, maka Rakean Sancang bergegas kembali ke Arab.Tempat pertahanan di Gunung Negara terpaksa ditinggalkannya. Di saat itulah dengan segera pasukan Tarumanagara dikerahkan untuk menghancurkan umat agama baru itu.Hampir separuh penganut agama baru itu meninggal dan sebagian lainnya dapat melarikan diri melalui jalan rahasia berupa gua kemudian keluar di bukit yang curam.Para penganut agama baru lalu menyebar ke mana-mana di wilayah Tatar Sunda."Dan sejak saat itu mereka menjalankan keyakinannya secara sembunyi-sembunyi?" tanya Padmasari."Benar, bisa jadi telah mengganti nama agar tidak ketahuan lagi," sahut Ki Santang."Kau mencurigai atau menemukan sesuatu yang berkaitan dengan hal itu?""Ada!""Wah, apa itu?""Ada sebuah ajaran yang namanya Sunda Wiwitan, ajarannya
Sepasang suami istri berbeda masa sudah dalam perjalanan mencari Pedang Bunga Emas. Pada malam hari apabila tidak mendapatkan penginapan, maka mereka bermalam di hutan atau kebun.Mereka membuat gubuk dadakan. Dengan kesaktian Kameswara tentu saja sangat mudah dan cepat membangun tempat istirahat sementara tersebut.Sebelum tidur Asmarini sempatkan untuk bersemedi mencari petunjuk keberadaan pusaka leluhurnya.Selama ini setelah berkali semedi sebelum perjalanan, dalam pikirannya selalu ingin pergi ke arah utara."Kalau ke utara, tempat apa saja yang akan kita temukan? Selain bukit Gajah Depa tempat aku menyegel Kala Cengkar. Bukit itu dekat ke perbatasan kerajaan Wanagiri,"Kameswara tampak menerawang. Meski berbeda waktu, tapi letak suatu tempat tetap sama.Tempat mereka berada sekarang sudah dekat ke wilayah yang suatu saat nanti menjadi kerajaan Talagamanggung."Di masa ini kerajaan itu belum berdiri, sedangkan Hutan
"Aku tidak menyangka ternyata orang-orang desa Linggapura menggunakan cara-cara memalukan!" teriak Genta."Jangan ngawur!" sentak Suryadana tidak bisa menahan diri. "Sebenarnya kau mau apa ke sini?"Genta bertolak pinggang, wajahnya menunjukkan keangkuhan dan congkak. Sambil menunjuk dia berseru."Aku akan buktikan bahwa warga desa yang katanya kumpulan para pendekar melakukan cara licik untuk memikat hati wanita. Dengan cara membunuhmu, maka guna-guna yang merasuki Sukesih akan hilang!"Genta melangkah ke alun-alun. Keributan kecil di balai desa ini memancing warga yang lain berdatangan untuk melihat apa yang terjadi."Aku tantang kau di kandang sendiri, Suryadana. Katanya kau adalah pemuda berbakat di desa ini, aku ingin tahu seberapa hebatnya dirimu!"Di tempat lain Kameswara dan Asmarini sudah menyaksikan kejadian itu.Sebelum melangkah memenuhi tantangan Genta, pemuda berbakat desa Linggapura menyuruh calon istrinya
Desa Linggapura tidak besar juga tidak kecil, penduduknya agak padat. Sususan pemukimannya tertata dengan rapi. Karena awalnya hanya sebuah padepokan kecil.Pada waktu itu, selain menerima murid baru dari luar, juga ada penambahan warga dari dalam padepokan sendiri. Yaitu anak-anak dari pernikahan antara murid laki-laki dengan perempuan.Desa padepokan ini berada di kaki gunung Lingga. Dulu padepokan utamanya berada di lereng gunung.Sekarang dijadikan tempat keramat yang tidak sembarangan orang bisa ke sana, walaupun warga desa sendiri."Lama-lama bisa jadi kerajaan," ujar Kameswara yang diajak jalan memutar. Tidak melalui jalan utama, tapi langsung menuju lereng."Memangnya ada yang seperti itu?""Ada, dulu Indraprahasta juga awalnya hanya pedukuhan kecil yang dibangun oleh resi Santanu,""Oh, ternyata begitu. Sayangnya sekarang sudah hancur!"Kameswara teringat ketika menyelamatkan keluarga Prabu Wiratara seb
Keesokan harinya perjalanan mencari Pedang Bunga Emas dimulai. Kameswara sudah mempunyai rencana kemana dia akan pergi, tapi tidak disampaikan ke istrinya."Kemana kita akan mulai?" tanya Kameswara."Ke utara!"Tepat. Arah yang hendak dituju Kameswara memang ke utara. Mudah-mudahan saja firasatnya benar."Jadi kita tidak membutuhkan para pendamping?""Hanya untuk keadaan darurat. Jangan terlalu mengandalkan mereka. Selagi masih bisa dikerjakan sendiri, jangan malas!""Baiklah!"Pada dasarnya Kameswara memiliki pemikiran yang sama dengan istri mungilnya ini. Hanya untuk hal yang sangat tidak mungkin baru dia meminta bantuan Padmasari.Seperti menyeberang ke negeri tempat tinggal Ayu Citra dalam waktu sekejap, tapi itu mungkin tidak akan dilakukan lagi.Satu kesamaan yang dimiliki Asmarini dengan Kameswara adalah tidak suka membawa banyak barang dalam perjalanan. Hanya seperlunya saja.Setelah se
Angin yang tadinya berhembus bagaikan badai berganti menjadi tiupan lembut dan sejuk. Semua mata kini memandang ke atas. Satu sosok melayang bagaikan turun dari langit. Bercahaya.Sosok yang memegang payung terbuka menaungi kepalanya dari terik mentari. Setelah semakin turun barulah terlihat sosok tersebut adalah seorang wanita yang kecantikannya bagai bidadari dari alam Tunjung Sampurna."Dewi Payung Terbang!"Beberapa orang berseru mengenali siapa yang datang itu. Semuanya terpana, takjub dengan cara-cara wanita yang dijuluki Dewi Payung Terbang ini muncul di hadapan semua orang.Wanita cantik berpayung mendarat di depan Kameswara. Mereka saling pandang dengan seulas senyum tipis."Kakang berhasil,""Ini berkat Nyai juga!"Aki Balangantrang dan Manarah tampak mendekat."Terima kasih, Ki Sanak telah menyelamatkan kerajaan dan juga ibu saya!" ucap Manarah.Sementara beberapa orang telah mengamankan Hari
Apa yang terjadi? Kita mundur dulu sejenak ceritanya.Setelah kematian suaminya, lalu dinikahi oleh Tamperan. Hidup Dewi Naganingrum tidak tenang. Dia merasa telah mengkhianati sang suami.Sedangkan Pangrenyep sepertinya malah senang. Naganingrum tidak tahu kalau di antara Pangrenyep dan Tamperan sudah ada skandal sejak suami masih hidup.Karena rasa tidak tenang inilah akhirnya Naganingrum memutuskan untuk tinggal di luar istana. Dia memilih bekas pertapaan Premana Dikusumah.Di sana dia membangun rumah sederhana. Manarah juga dirawat di sana. Baru ketika umur tujuh tahun, Manarah diperbolehkan pergi ke istana.Sampai besar Manarah sering bolak balik dari istana ke rumah ibunya.Lalu sekarang, tiba-tiba saja Dewi Naganingrum berada dalam cengkraman tangan seseorang yang berdiri di atas atap. Sosok yang mengenakan pakaian serba merah."Dewata Kala!" Aki Balangantrang terkejut. Lebih-lebih Manarah karena dia sangat menyay