Kameswara yakin orang-orang Laskar Siluman Merah pasti akan mencari Ahmad Jailani karena telah memusnahkan Budak Denawa. Mereka tidak akan jera begitu saja. Buktinya sekarang sudah di kepung lima anggotanya.
Tidak tanggung-tanggung yang dikerahkan semuanya di peringkat pendekar Madya tingkat sembilan. Hawa membunuh dan sifat memusuhi ditunjukkan dengan jelas.Kameswara tertawa mencibir. "Tidak salah ini, kenapa tidak sekalian pimpinan kalian yang turun tangan. Ini berarti Laskar Siluman Merah takut kepada dia!"Kameswara menunjuk ke Ahmad Jailani."Ternyata nyali si Rembong hanya sebesar kutu!" Kameswara tertawa lantang membuat lima orang itu tak bisa lagi menahan amarahnya."Berani lancang kau menghina pemimpin kami!""Mati terlalu enak bagimu!""Kau layak dapat siksaan paling pedih!"Lima anggota Laskar Siluman Merah bergerak. Mereka keluarkan hawa sakti untuk menekan Kameswara agar susah bergerak.Sebenarnya mDua anggota Laskar Siluman Merah sudah siap kembali. Mereka menerjang sambil ayunkan senjata yang sudah dialiri tenaga dalam yang semakin besar. Yang satu sasarannya hendak merobek sorban. Yang satunya lagi menusuk ke perut.Ahmad Jailani putar sorban seperti baling-baling sambil mundur satu tindak. Putaran kain sorban benar-benar seperti baling-baling baja.Werrr! Trak! Trak!Dua golok tertangkis keras. Tangan si pemegang sampai kesemutan. Mereka hampir saja terjatuh jika keseimbangannya lemah.Nyali mereka sebenarnya sudah menipis, tapi jika lari dari tugas maka hidup mereka akan lebih sengsara dari kematian.Ahmad Jailani kebut-kebutkan kain sorban sehingga terlihat seperti semakin panjang ukurannya. Dia putar dan sabetkan seperti sebuah cambuk. Ujungnya memburu sasaran. Wajah lawan yang diincar.Wutt!Trak! Trak!Dua anggota Laskar Siluman Merah terpaksa menjadikan goloknya sebagai tameng. Namun, tetap saja
Keesokan harinya Kameswara berencana pergi ke perguruan Sangga Buana. Dia ingin mengajak serta Ahmad Jailani, tapi lelaki bersorban ini tidak ingin ikut."Aku tidak mempunyai urusan di sana, lebih baik menunggu di rumah saja!" kata Ahmad Jailani.Akhirnya Kameswara pergi sendirian. Dia berangkat sejak pagi, ketika sang surya belum menampakkan dirinya. Hanya semburat putih saja di ufuk timur.Walau begitu Kameswara tidak buru-buru ingin cepat sampai ke lereng gunung Cakrabuana itu. Dia berjalan sambil mengobati kerinduannya ke kampung halaman dan desa-desa di sekitarnya.Seperti biasa Kameswara menyembunyikan kekuatannya dari pandangan orang-orang sakti. Sehingga dia terlihat seperti orang biasa yang bukan dari kalangan pendekar.Beberapa orang yang dikenalnya menyapa dengan ramah."Ujug-ujug besar saja nih anak!""Wah, pangling sekarang!""Kameswara, ternyata kalau sudah besar jadi tampan, ya!""Kemana
Kameswara dan Ranu Baya keluar. Di depan pondok ada tanah agak luas seperti lapangan untuk berlatih. Di sana terlihat Kupra dan kawan-kawan berdiri sempoyongan menahan luka-luka lebam di tangan dan kakinya.Selain mereka ada seorang lelaki paruh baya mendampingi menunjukan wajah geram. Apalagi setelah melihat Kameswara. Lebih sewot lagi saat Kameswara bersikap tenang-tenang saja."Guru Gandara, ada apa?"tanya Ranu Baya."Anak itu telah menganiaya muridku!" tuding Gandara kepada Kameswara.Ranu Baya tertawa mengekeh, wajahnya agak mendongak ke langit. "Guru Gandara bagaimana kau bisa sebodoh ini?""Apa maksudmu, kau tidak melihat luka-luka yang dialami murid-muridku?""Iya, aku bisa melihatnya dengan jelas, tapi mana mungkin Kameswara yang melakukannya!""Itu buktinya, kenapa Guru Ranu Baya malah membela anak sampah ini?""Nah, apa kau bilang tadi?""Anak sampah!""Kalau begitu coba kau pikir, a
"Oh, tidak. Kau kan cantik!" Kameswara palingkan muka sambil garuk-garuk kepala karena sadar telah keceplosan. Dia sembunyikan senyumnya.Sementara Citrawati kerutkan kening. "Apa hubungannya?""Tentu saja tidak ada, hehehe...!" Kameswara ngeloyor saja meninggalkan si gadis. Tentu saja karena malu."Eh! Kau...!"Citrawati segera mengejar Kameswara yang mendekati Ranu Baya di depan pondok sana. Si gadis segera menjura begitu berhadapan dengan Ranu Baya."Kalian sudah saling kenal?"Pertanyaan si kakek membuat Citrawati tersipu dan salah tingkah."Aku sudah tahu namanya, tapi dia belum tahu namaku. Kumohon Kakek jangan memberitahu dia, aku ingin dia menanyakan langsung padaku!"Ranu Baya tertawa mengekeh, dia suka keusilan Kameswara. Sementara Citrawati mendengkus kesal."Sombong, kau pikir dirimu siapa?" hardik Citrawati.Kameswara tersenyum mencibir, tapi tatapannya menjelajahi paras gadis itu.
Lebih mengejutkan lagi, Kameswara seolah tahu yang akan terjadi. Kemana Wirasoma menyerang, Kameswara sudah lebih dulu antisipasi. Mampu menebak pola gerakan Si Tapak Guntur.Bahkan beberapa kali melepaskan gerak tipuan, tatap saja terendus. Wirasoma tak habis pikir, bagaimana bisa ada pendekar semacam ini. Peringkat kependekaran sepertinya tidak berlaku.Yang diandalkan adalah kecerdikan dan kecepatan. Tidak kunjung mendapatkan solusi, akhirnya Wirasoma mengeluarkan salah satu ajian andalannya.Di awali dengan memutar dua telapak tangan di depan dada sambil mengerahkan hawa sakti. Dilanjutkan salah satu tapak mengacung di atas kepala. Lalu diayunkan ke bawah seperti sedang menggebrak meja."Tapak Guntur Bumi!"Swuugh!Meluncur gelombang angin yang membentuk telapak tangan raksasa mengibas dari atas ke bawah seperti gerakan mengemplang. Kameswara ibarat lalat yang hendak ditepuk.Brass!Telapak tangan raksasa pe
Citrawati langsung duduk di depan Kameswara. Dekat sekali. Suasana temaram yang hanya diterangi satu lampu damar kecil saja masih bisa menampakkan sosok dengan lekuk indah yang menebarkan wangi.Kameswara tak mampu bersuara apa-apa meski mulutnya terbuka. Si gadis yang hanya terlilit kain sinjang mempertontonkan belahan gunung padat di bagian atas dan menyingkapkan sesuatu di bawah.Seketika hawa ruangan terasa panas."Aku sudah membuat keputusan!" kata Citrawati pelan karena wajahnya sangat dekat dan dua tangan gadis ini melingkar di leher Kameswara.Sementara pemuda ini hanya menahan debaran jantung dan sesuatu yang menegang di bawah, seperti hendak menerobos keluar."Kau harus tahu, aku juga menyukaimu. Mencintaimu sejak pertama kali bertemu waktu itu. Dan keputusanku adalah menjadikanmu teman hidupku,"Tentu saja Kameswara senang, perempuan yang dia sukai memiliki perasaan yang sama, tapi kenapa masih ada yang mengganjal?
Sudah lewat waktu Isya' Kameswara belum juga kembali. Namun, Ahmad Jailani tidak menghawatirkan pemuda itu.Ilmu Kameswara sudah tinggi. Yang bisa melukainya mungkin pendekar yang tingkatannya lebih tinggi.Apalagi pernah melihat bagaimana Kameswara membantai anggota Laskar Siluman Merah yang secara peringkat lebih tinggi. Jadi lelaki yang mengenakan jubah dan sorban ini tenang saja.Dia melihat Kameswara sudah tahu banyak tentang Islam, hanya belum bersyahadat saja, tapi dia tidak akan memaksa. Dia ingin Kameswara sendiri yang memutuskan.Akhirnya Ahmad Jailani memilih istirahat saja. Toh, kalau Kameswara pulang pasti membangunkannya. Namun, setelah waktu Balebat atau Subuh tiba, pemuda itu belum nampak batang hidungnya juga.Ketika sudah Carangcang Tihang atau terang tanah, tiba-tiba pintu rumah ada yang mendobrak dengan kasar.Ahmad Jailani yang hendak sholat Dhuha urungkan niat karena merasakan ada hawa membunuh disusul keleb
Kameswara kini sudah menjadi incaran Laskar Siluman Merah sejak hancurnya Budak Denawa. Walaupun bukan dirinya yang melumpuhkan anak iblis itu. Namun, karena dia selalu terlihat bersama Ahmad Jailani. Jadi dia dianggap satu komplotan.Selain itu peristiwa di gunung Cupu sudah menyebar luas. Para pendekar yang menyaksikan menyebutkan ciri-ciri Kameswara. Sehingga orang-orang Laskar Siluman Merah kini sudah mengenalinya.Perjalanan Kameswara pun tak luput dari gangguan. Seperti sekarang ketika hari menjelang sore. Baru saja Kameswara keluar dari kedai dia sudah dikepung dua puluh anggota Laskar Siluman Merah."Akhirnya kutemukan juga, Bocah!"Mendengar ucapannya ini, berarti orang-orang ini memang sedang mencarinya. Dan berarti mereka juga yang telah menewaskan Ahmad Jailani. Karena menurut keterangan tetangga jumlahnya banyak."Kalian memang bernyali kutu, menghadapi anak kecil saja sampai menurunkan satu pasukan!""Bedebah, kuran
Kameswara menatap sejenak situasi di depannya. Asmarini duduk menyandar ke bahu raga kasarnya. Di atasnya Payung Terbang memayungi keduanya. Pendekar muda ini tersenyum. Kemudian sukma Kameswara masuk kembali ke dalam tubuh kasarnya. Pedang Bunga Emas otomatis terpegang di tangannya. Asmarini langsung sadar dari lamunannya. "Kakang sudah kembali!" Asmarini langsung menyimpan payungnya. Tangan kiri memegang pedang, tangan kanan merangkul tubuh istrinya. "Inikah Pedang Bunga Emas?" Kameswara pura-pura tidak tahu. "Terbuat dari emas dan menebarkan harum, ini memang pedang pusaka leluhur. Kakang telah membawanya dengan selamat. Terima kasih banyak, Kang!" "Aku suamimu, pasti akan melakukan apapun demi kebahagiaanmu. Tidak perlu berterima kasih. Ini, simpanlah!" Asmarini menerima pedang pusaka tersebut, lalu dia menggeser duduknya hingga saling berhadapan. "Aku juga rel
Blang!Kameswara menemukan sebuah ruangan bawah tanah agak luas. Keadaannya remang-remang.Di tengah ruangan ini ada gundukan bantu besar bentuknya mirip seperti dulu dia menyelam ke dasar telaga.Cahaya remang-remang ini pasti berasal dari pedang pusaka itu. Kameswara segera mencari letaknya. Dulu tertancap pada sebuah batu, sekarang pasti sama.Setelah berkeliling satu kali akhirnya menemukan juga pusaka tersebut. Kedua mata Kameswara terbelalak."Mungkinkah ini pedang yang sama? Kalau begitu bisa jadi ada dua, karena di masa depan sudah aku ambil dan diserahkan kepada Ayu Citra, atau..."Kameswara ingat selama sering bertemu dengan Fan Xiang yang merupakan reinkarnasi dari Ayu Citra, gadis itu tidak pernah membicarakan tentang pedang ini."Atau bisa jadi pedangnya kembali ke sini!"Ketika tangan Kameswara menjulur hendak memegang pedang yang tertancap di batu tersebut, tiba-tiba ada serangan hawa gaib yang me
Manakala terbetik berita yang dibawa oleh pedagang dari Arab bahwa Ali bin Abi Thalib telah meninggal dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam, maka Rakean Sancang bergegas kembali ke Arab.Tempat pertahanan di Gunung Negara terpaksa ditinggalkannya. Di saat itulah dengan segera pasukan Tarumanagara dikerahkan untuk menghancurkan umat agama baru itu.Hampir separuh penganut agama baru itu meninggal dan sebagian lainnya dapat melarikan diri melalui jalan rahasia berupa gua kemudian keluar di bukit yang curam.Para penganut agama baru lalu menyebar ke mana-mana di wilayah Tatar Sunda."Dan sejak saat itu mereka menjalankan keyakinannya secara sembunyi-sembunyi?" tanya Padmasari."Benar, bisa jadi telah mengganti nama agar tidak ketahuan lagi," sahut Ki Santang."Kau mencurigai atau menemukan sesuatu yang berkaitan dengan hal itu?""Ada!""Wah, apa itu?""Ada sebuah ajaran yang namanya Sunda Wiwitan, ajarannya
Sepasang suami istri berbeda masa sudah dalam perjalanan mencari Pedang Bunga Emas. Pada malam hari apabila tidak mendapatkan penginapan, maka mereka bermalam di hutan atau kebun.Mereka membuat gubuk dadakan. Dengan kesaktian Kameswara tentu saja sangat mudah dan cepat membangun tempat istirahat sementara tersebut.Sebelum tidur Asmarini sempatkan untuk bersemedi mencari petunjuk keberadaan pusaka leluhurnya.Selama ini setelah berkali semedi sebelum perjalanan, dalam pikirannya selalu ingin pergi ke arah utara."Kalau ke utara, tempat apa saja yang akan kita temukan? Selain bukit Gajah Depa tempat aku menyegel Kala Cengkar. Bukit itu dekat ke perbatasan kerajaan Wanagiri,"Kameswara tampak menerawang. Meski berbeda waktu, tapi letak suatu tempat tetap sama.Tempat mereka berada sekarang sudah dekat ke wilayah yang suatu saat nanti menjadi kerajaan Talagamanggung."Di masa ini kerajaan itu belum berdiri, sedangkan Hutan
"Aku tidak menyangka ternyata orang-orang desa Linggapura menggunakan cara-cara memalukan!" teriak Genta."Jangan ngawur!" sentak Suryadana tidak bisa menahan diri. "Sebenarnya kau mau apa ke sini?"Genta bertolak pinggang, wajahnya menunjukkan keangkuhan dan congkak. Sambil menunjuk dia berseru."Aku akan buktikan bahwa warga desa yang katanya kumpulan para pendekar melakukan cara licik untuk memikat hati wanita. Dengan cara membunuhmu, maka guna-guna yang merasuki Sukesih akan hilang!"Genta melangkah ke alun-alun. Keributan kecil di balai desa ini memancing warga yang lain berdatangan untuk melihat apa yang terjadi."Aku tantang kau di kandang sendiri, Suryadana. Katanya kau adalah pemuda berbakat di desa ini, aku ingin tahu seberapa hebatnya dirimu!"Di tempat lain Kameswara dan Asmarini sudah menyaksikan kejadian itu.Sebelum melangkah memenuhi tantangan Genta, pemuda berbakat desa Linggapura menyuruh calon istrinya
Desa Linggapura tidak besar juga tidak kecil, penduduknya agak padat. Sususan pemukimannya tertata dengan rapi. Karena awalnya hanya sebuah padepokan kecil.Pada waktu itu, selain menerima murid baru dari luar, juga ada penambahan warga dari dalam padepokan sendiri. Yaitu anak-anak dari pernikahan antara murid laki-laki dengan perempuan.Desa padepokan ini berada di kaki gunung Lingga. Dulu padepokan utamanya berada di lereng gunung.Sekarang dijadikan tempat keramat yang tidak sembarangan orang bisa ke sana, walaupun warga desa sendiri."Lama-lama bisa jadi kerajaan," ujar Kameswara yang diajak jalan memutar. Tidak melalui jalan utama, tapi langsung menuju lereng."Memangnya ada yang seperti itu?""Ada, dulu Indraprahasta juga awalnya hanya pedukuhan kecil yang dibangun oleh resi Santanu,""Oh, ternyata begitu. Sayangnya sekarang sudah hancur!"Kameswara teringat ketika menyelamatkan keluarga Prabu Wiratara seb
Keesokan harinya perjalanan mencari Pedang Bunga Emas dimulai. Kameswara sudah mempunyai rencana kemana dia akan pergi, tapi tidak disampaikan ke istrinya."Kemana kita akan mulai?" tanya Kameswara."Ke utara!"Tepat. Arah yang hendak dituju Kameswara memang ke utara. Mudah-mudahan saja firasatnya benar."Jadi kita tidak membutuhkan para pendamping?""Hanya untuk keadaan darurat. Jangan terlalu mengandalkan mereka. Selagi masih bisa dikerjakan sendiri, jangan malas!""Baiklah!"Pada dasarnya Kameswara memiliki pemikiran yang sama dengan istri mungilnya ini. Hanya untuk hal yang sangat tidak mungkin baru dia meminta bantuan Padmasari.Seperti menyeberang ke negeri tempat tinggal Ayu Citra dalam waktu sekejap, tapi itu mungkin tidak akan dilakukan lagi.Satu kesamaan yang dimiliki Asmarini dengan Kameswara adalah tidak suka membawa banyak barang dalam perjalanan. Hanya seperlunya saja.Setelah se
Angin yang tadinya berhembus bagaikan badai berganti menjadi tiupan lembut dan sejuk. Semua mata kini memandang ke atas. Satu sosok melayang bagaikan turun dari langit. Bercahaya.Sosok yang memegang payung terbuka menaungi kepalanya dari terik mentari. Setelah semakin turun barulah terlihat sosok tersebut adalah seorang wanita yang kecantikannya bagai bidadari dari alam Tunjung Sampurna."Dewi Payung Terbang!"Beberapa orang berseru mengenali siapa yang datang itu. Semuanya terpana, takjub dengan cara-cara wanita yang dijuluki Dewi Payung Terbang ini muncul di hadapan semua orang.Wanita cantik berpayung mendarat di depan Kameswara. Mereka saling pandang dengan seulas senyum tipis."Kakang berhasil,""Ini berkat Nyai juga!"Aki Balangantrang dan Manarah tampak mendekat."Terima kasih, Ki Sanak telah menyelamatkan kerajaan dan juga ibu saya!" ucap Manarah.Sementara beberapa orang telah mengamankan Hari
Apa yang terjadi? Kita mundur dulu sejenak ceritanya.Setelah kematian suaminya, lalu dinikahi oleh Tamperan. Hidup Dewi Naganingrum tidak tenang. Dia merasa telah mengkhianati sang suami.Sedangkan Pangrenyep sepertinya malah senang. Naganingrum tidak tahu kalau di antara Pangrenyep dan Tamperan sudah ada skandal sejak suami masih hidup.Karena rasa tidak tenang inilah akhirnya Naganingrum memutuskan untuk tinggal di luar istana. Dia memilih bekas pertapaan Premana Dikusumah.Di sana dia membangun rumah sederhana. Manarah juga dirawat di sana. Baru ketika umur tujuh tahun, Manarah diperbolehkan pergi ke istana.Sampai besar Manarah sering bolak balik dari istana ke rumah ibunya.Lalu sekarang, tiba-tiba saja Dewi Naganingrum berada dalam cengkraman tangan seseorang yang berdiri di atas atap. Sosok yang mengenakan pakaian serba merah."Dewata Kala!" Aki Balangantrang terkejut. Lebih-lebih Manarah karena dia sangat menyay