Pendekar Timur Beralis Putih bergerak di belakang anak buahnya. Sekarang mereka mulai memasuki wilayah pedalaman barat Jalur Iblis.
Meski dia enggan memberi tahu anak buahnya, pendekar itu merasakan aura mengerikan berselimut di Jalur Iblis. Aura itu kini mulai mengusik mereka.
Di dalam pandanga mata Pendekar Timur Beralis Tebal, seolah dia menggiring anak buahnya masuk ke dalam mulut seorang monster yang buas, dan mereka tidak memiliki kesempatan untuk keluar dari mulut tersebut.
"Tuan ...apa kau melihatnya?!" salah satu anak buahnya bergerak mendekati, kemudian menunjuk ke arah kiri, pada sekelebatan kabut tipis yang bergerak tidak menentu.
Kabut seperti apa yang dapat berputar-putar di antara pohon kering, kemudian lenyap lalu muncul lagi diantara pohon kering.
"Mahluk seperti apa itu?" gumam Pendekar Timur Dari Barat, kemudian dia meminta dua anak buahnya utuk memeriksa asap tipis tersebut.
"Kami akan melakukan yang terbaik, Tuan."
<Semua pendekar yang ada dibawah pimpinan Pendekar Timur Beralis Putih serentak menjauhi pohon aneh itu.Namun beberapa orang tidak cukup cepat. Akar pohon berhasil ditangkap oleh pohon angker itu."Tuan tolong aku ......"Pendekar Timur Beralis Putih tidak dapat melakukan apapun saat ini, kecuali melihat satu persatu anak buahnya ditangkap oleh akar tersebut.Dalam sebuah momen, akar pohon angker hampir saja berhasil menangkap kaki Pendekar Timur Beralis Putih, tapi pak tua itu menumbalkan seorang anak buahnya.Setelah cukup jauh melarikan diri, kini yang tersisa hanya tiga orang lagi, termasuk Pendekar Timur Beralis Putih."Tuan mahluk apa itu tadi?" Salah satu bawahannya bertanya dengan nada bergetar karena ketakutan.Tentu saja, setengah dari jumlah mereka telah mati oleh satu mahluk yang jelas-jelas tidak pernah mereka temui sebelumnya.Dalam dunia persilatan, informasi mengenai musuh adalah satu dari beberapa senjata
Lanting Beruga mulai bosan, telah berteriak sepanjang waktu tapi pohon aneh yang dapat bicara tak kunjung pula muncul.Akhirnya dia menyerah.Dengan langkah gontai, Lanting Beruga akhirnya berjalan membuntuti Li Wei.Bayi mungil mulai menangis saat ini, sementara persediaan susu mulai menipis. Jika sampai besok hari mereka tidak dapat keluar dari tempat ini, khawatirnya bayi ini dalam masalah.Apa yang bisa dimakan oleh balita kecil di tempat seperti ini, tidak ada. Bahkan Lanting Beruga tidak bisa menemukan satu ekor hewan untuk dimakan.Sekarang mungkin sudah malam, suasana di Jalur Iblis semakin mencekam. Pandangan Li Wei mulai terbatas, dia bahkan mulai kesulitan membedakan pohon dengan batu yang ada di dihadapannya."Tuan pendekar ..." ucap Li Wei.Lanting Beruga mengerti maksud ucapan wanita itu. Langsung mengambil baju dan merobeknya menjadi kain yang cukup panjang.Tubuh Li Wei diikat dengan kain tersebut, kemudian ujun
Lanting Beruga mungkin tidak menyadari bahwa energi panas yang dimilikinya adalah sumber kelemahan para Hasrat ini.Ya, tampaknya mereka benar-benar takut dengan api, mungkin pula karena hal itu, tempat ini diselimuti oleh kabut tebal agar cahaya matahari tidak berhasil menembus hingga ke permukaan tanah.Masih diliputi dengan perasaan yang kesal, Lanting Beruga melepaskan banyak serangan ke arah mahluk putih berkuku tajam tersebut.Entah sudah berapa belas buah dia melempar pedang ke arah mereka, Lanting Beruga tidak sempat menghitungnya.Namun yang jelas, sekarang hanya tersisa 1 hasrat lagi.Mahluk itu terkena lemparan pedang Lanting Beruga tepat di bagian bawah, -Lanting Beruga menganggapnya sebagai bagian kaki-, dan tidka bisa melepaskan pedang itu meskipun mahluk tersebut telah berusaha keras.Sementara Li Wei hanya bisa menelan ludah karena menyaksikan kebrutalan yang ditunjukan oleh Lanting Beruga.Sungguh tidak bisa diterima
Dimata Li Wei, orang yang mengaku sebagai dewa kematian itu, benar-benar mengerikan. Wajahnya diselimuti oleh bintik-bintik aneh seperti kutil berwarna merah.Ketika di berbicara, kulit merah itu tampak bergerak kian kemari. Sedikit jijik, tapi juga menakutkan.Dari semua orang yang pernah dilihat Li Wei, mahluk di depannya mungkin yang paling menakutkan. Gelar dewa kematian tampaknya tidak berlebihan untuk mahluk satu ini.Tepat di tengah keningnya ada sebuah tanduk perunggu. Li Wei tidak tahu apakah tanduk itu hasil dari modifikasi, atau memang tumbuh seperti itu ketika mahluk ini baru lahir ke dunia.Ah, sudah seberapa tua dewa kematian ini? gumam Lanting Beruga.Rambutnya putih dan tipis. Saat udara gersang gurun pasir menerpa rambut mahluk tersebut, terlihat seperti helaian rambut jagung di musim panas."Apa kau yang menguasai tempat ini?" tanya Lanting Beruga, pemuda itu menggaruk dagunya, mata tajamnya meneliti setiap jengkal bagian d
Belasan serangan yang diarahkan oleh Dewa Kematian, berhasil ditahan oleh Lanting Beruga. Sejauh ini yang bisa dilakukan oleh Lanting Beruga hanyalah bertahan.Namun hal itu tidak berlangsung lama, sebab sekarang Lanting Beruga mulai bergerak meninggalkan bayangannya.Pertempuran jarak dekat pada akhirnya terjadi pula.Benturan antara pedang dan tombak menciptakan percikan bunga api, degan suara dentingan yang terdengar ngilu.Namun satu hal yang dirasakan oleh Lanting Beruga, bahwa lawannya tidak menggunakan aura alam atau tenaga dalam sebagai sumber kekuatan.Ini adalah energi lain, Lanting Beruga tidak pernah merasakan energi semacam ini sebelumnya.Lebih mengerikan dari energi siluman milik gurunya Pramudhita."Setiap ayunan tombak mahluk ini benar-benar berbahaya ..." gumam Lanting Beruga, mencoba menganalisa kekuatan lawannya. "Energi hitam yang berpijar keluar dari tombak ini dapat membuat benda apapun menjadi busuk, bahkan bat
Setelah cukup banyak menyerap energi kegelapan, mahluk yang mengaku sebagai dewa kematian berteriak keras. Suaranya dapat membuat bebatuan di sekitarnya pecah menjadi kepingan kecil.Li Wei menutup telinga bayi mungil di dalam pelukannya, tapi karena hal ini, dia malah membiarkan telinganya berdarah."Ah ...kau mungkin memiliki kekuatan kegelapan, tapi aku yakin kekuatanmu bukan berasal dari Dewa Kegelapan ..." ledek Lanting Beruga. "Mungkin iblis kelas rendah.""Meski jantung iblis ini bukan yang terkuat dari kelas para iblis, tapi kekuatan yang kumiliki sudah lebih dari cukup untuk menghancurkan dirimu, manusia!""Oh, jantung iblis?" tanya Lanting Beruga. "Kau ingin sesuatu yang lebih menarik?"Lanting Beruga menunjuk ke arah mata kirinya, "Mata ini berasal dari mata asura, tapi akulah tuannya!"Wush.Mata kiri pemuda tersebut memancarkan sinar redup, pada saat yang sama dia melepaskan sebuah teknik yang dapat membunuh lawan hanya d
Mendengar tantangan tersebut, jelas mahluk yang mengaku sebagai Dewa Kematian tidak terima.Dia kembali melompat ke atas langit, menunjukan jurus yang sama dengan yang ditunjukannya barusan.Namun, kali ini Lanting Beruga tidak akan menahan setengah kekuatannya."Angkara Jagat!"Booom.Benturan untuk yang ke dua kali terjadi di awang-awang. Satu sisi energi tombak berusaha menghantam tubuh Lanting Beruga, satu sisi kekuatan pedang menghentikannya.Gelombang kejut yang begitu dahsyat kembali menyapu pasir yang ada di sekitar mereka berdua, tapi kali ini badai yang tercipta sedikit lebih besar dari sebelumnya."Celaka!" Li Wei tersentak.Mula-mula energi hitam kemerahan mencoba mendominasi serangan, membuat Lanting Beruga semakin tertanam ke dalam pasir.Namun hal itu hanya berlangsung sesaat saja. Sambil berteriak keras, Lanting Beruga mendorong kekuatan energi api.Pow Pow.Mata asur
Keluar dari Jalur Iblis, aritnya mereka keluar dari jalur yang dianggap neraka oleh sebagian besar pendekar. Li Wei benar-benar lega saat ini.Pilihannya untuk melewati jalur iblis sebagai alternatif pelarian mungkin bukan tindakan tepat, lebih ke arah nekat, tapi pada akhirnya mereka berhasil keluar dari Jalur Iblis dengan selamat.Ini tentu berkat Lanting Beruga, pemuda bermata satu yang gemar mengeluh terhadap perut keroncongannya.Sekarang, setelah keluar dari Jalur Iblis, wajah Lanting Beruga sedikit lebih ceria dari sebelumnya.Ada sebuah kota terhampar luas di depannya saat ini. Dari tempat ini, mungkin hanya butuh 10 atau 12 jam untuk sampai ke kota tersebut jika hanya dengan berjalan kaki.Seluruh kota dikelilingi oleh beton berwarna hitam. Tepat di tengah kota tersebut, Bangunan Hitam dengan 11 menara berdiri gagah dan mendominasi bangunan yang lain."Markas Besar Aliran Darah Besi," gumam Li Wei. "Akhirnya kau kembali ke rumah Kek
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m