Satu minggu lamanya, Lanting Beruga melakukan ritual penyerapan mustika siluman tersebut, tapi diluar sana pertarungan antara kalajengking dan kepiting belum pula berakhir. Sialnya, ada lebih banyak siluman tersebut pada musim pertarungan kali ini.
Beberapa bagian bebatuan yang ada di dunia bawah mulai hancur menjadi serpihan kecil karena ulah dua bangsa siluman tersebut, sementara itu ada lebih banyak kerusakan yang terjadi pada bagaian piramida kurcaci. Semula bangunan tersebut berbentuk kerucut, tapi saat ini hampir seperti kotak yang tidak simetris.
Salah satu dari bangsa kurcaci baru saja melihat ke adaan di luar bangunan tersebut, lalu buru-buru melapor kepada Sang Raja.
"Bagaimana situasi di luar bangunan piramida, apa siluman itu sudah pergi?"
"Tidak Tuanku," jawab Kurcaci tersebut. "Siluman itu tidak pergi seperti yang terjadi pada musim-musim sebelumnya, sebaliknya pertempuran yang terjadi antara dua bangsa siluman tersebut semakin bertambah par
Setelah 14 hari lamanya, pertarungan antara siluman masih terjadi, dan semakin membuat para kurcaci menjadi panik.Pada saat yang sama, Lanting Beruga telah menyelesaikan ritual penyerapan mustika tahap pertama, dengan ditandai oleh sinar emas yang keluar dari kulit tubuhnya.Lanting Beruga segera memeriksa setiap sisi kulit yang ada di tubuhnya, lalu ketika dia mengalirkan sedikit energi api, tiba-tiba kulit itu mulai mengeras dan berubah waran merah ke emasan.Lanting Beruga tersenyum tipis, menyadari jika sekarang kulitnya lebih keras beberapa kali lipat dari kulit-kulit para pendekar level tinggi.Namun, tentu pula itu belum cukup kuat. Lanting Beruga telah mengujinya dengan pecahan batu tajam, lalu digoreskan ke lengan kanannya, hingga berdarah."Kulitku belum cukup keras," ucap Lanting Beruga. "Padahal aku telah menyerap lebih dari ratusan buah mustika siluman kepiting ini."Menurut Lanting Beruga, mungkin butuh seribu atau bahkan tiga
Para kurcaci memang kuat, tapi menghadapi lawan yang teramat banyak membuat mereka kewalahan. Satu pertasatu mahluk kerdil itu akhirnya tumbang, dengan luka yang cukup parah.Puluhan kalajengking mulai memasuki piramida, dan jumlah mereka terus bertambah, hingga sekarang ruangan tersebut mulai penuh sesak oleh kedatangan mahluk itu.Sang Raja melepaskan aksesoris yang melekat di tubuhnya, dan mulai menyambar sebuah tombak dengan gagang yang terbuat dari tulang manusia.Dengan tombak tersebut dia berhasil menghabisi beberapa kalajengking yang menyerang, tapi sayangnya ada lebih banyak rakyatnya kini tergeletak tak bernyawa.Serangan dari kaki atau sengatan mahluk itu memang sangat kuat, tapi yang paling berbahaya adalah, racun yang dihasilkan dari sengatan tersebut.Kurcaci ini memiiki tubuh yang kuat bahkan tidak mampu menahan racun dari siluman tersebut. Meski hanya terluka seujung jarum, jika racun itu telah masuk, maka yang menunggu mereka adala
Setelah berhasil menghabisi beberapa puluh siluman yang mengelilingi reruntuhan piramida, Lanting Beruga menatap ke arah tumpukan mayat dimana para kurcaci sedang bersembunyi.Pemuda itu kemudian pergi sedikit lebih menjauh, hanya untuk memastikan apakah siluman yang sangat banyak ini mengetahui tempat persembunyian mahluk tersebut."Sepertinya mereka baik-baik saja," ucap Lanting Beruga, lalu menyambar beberapa mustika yang lain, sebelum kemudian masuk lagi ke dalam goa buatan.Beberapa waktu kemudian, kilatan cahaya terang di lautan beracun menyala-nyala, dan sepertinya ini adalah tanda berakhirnya pertempuran yang melibatkan dua siluman tersebut.Lanting Beruga baru saja hendak memulai menyerap mustika ini, tapi niat itu segera diurungkannya. Pemuda itu langsung keluar dari dalam goa, untuk melihat para siluman kepiting, berbaris rapi dan mulai memasuki lautan beracun tersebut.Hal yang sama dilakukan oleh para siluman kalajengking, mereka berja
Dua pendekar itu nyaris berteriak, tapi ketika Lanting Beruga menoleh ke belakang, raja Kurcaci melepaskan senjata di tangan kirinya, lalu bersujud tepat di hadapan pemuda tersebut.Dia terlihat sedang berbicara tapi ucapannya terdengar seperti gumaman,bahkan nyaris seperti ucapan seekor monyet. Entah apa yang dia bicarakan saat ini.Lanting Beruga memiringkan kepala ke samping, benar-benar tidak tahu apa yang diucapkan oleh raja tersebut, hingga dua pendekar menangkap maksud dan tujuan dari mahluk kerdil itu."Sepertinya dia mengucapkan 'terima kasih', benarkan?" ucap salah satu dari pendekar tersebut.Lanting Beruga tersenyum tipis, kemudian mengambil potongan kaki kepiting yang baru saja keluar dari tungku perapian, lalu melempar kaki kepiting tersebut ke arah sang raja kurcaci.Dua anak-anak kurcaci berlari mengambil makanan tersebut, terlihat mereka juga sedang kelaparan saat ini.Sang Raja Kurcaci masih menatap wajah Lanting Beruga den
"Pendekar muda, kau memberi kurcaci pakaian, sementara saat ini kau masih telancang!"salah satu pendekar itu memberanikan diri untuk menguangkapkan keanehan ini. "Pikirkan tentang kantong menyanmu!""Ahkkkk!" Lanting Beruga berteriak, lalu menutupi dua butiran bola yang ada di antara dua kakinya. "Kalian berdua! apa yang kalian pikirkan, aku masih perjaka sialan!""Tuan, pendekar, sebenarnya apa yang kau pikirkan?" salah satu dari pendekar itu malah balik bertanya. "Kami telah membuat pakaian untukmu, tidak terlalu bagus, tapi paling tidak dapat digunakan untuk menutupi bola-bola tersebut."Pakaian yang mereka ciptakan berbahan dasar cangkang kepiting keras, dengan dibentuk sedemikian rupa hingga sangat indah untuk di pandang mata. Salah satu dari dua pendekar itu ternyata pintar menciptakan sebuah pakaian, dan pakaian yang diberikan kepada Lanting Beruga, mirip seperti sebuah zirah perang.Mereka mengukir cangkang tersebut seperti sebuah sisik, dan menja
Lanting Beruga kini telah berada di lorong yang akan membawa dirinya menuju Bumi Utara. Lorong tersebut tidak berbeda jauh dari lorong yang sebelumnya dia lewati sebelum masuk ke dalam Dunia Bawah, hanya saja, jarak yang dia tempuh tidak selama ketika berada di lorong sebelumnya.Suhu di dalam lorong ini memang terasa sangat dingin, tapi dengan kulit keras yang dimiliki oleh Lanting Beruga, memungkinkan dirinya dapat bertahan melewati lorong tersebut.Setelah lima hari berjalan, menahan lapar dan haus yang teramat sangat, Lanting Beruga akhirnya tiba dipengujung lorong tersebut.Namun, untuk mencapai dunia utara, Lanting Beruag harus menyelam sedikit lebih dalam, dan keluar pada lautan yang lain, yaitu lautan dunia utara.Jika dia tidak dapat melakukan penyelaman, maka ada cara lain yang bisa dilaukan oleh Lanting Beruga, yaitu menunggu kapal selam para nelayan.Namun, menunggu bukanlah solusi yang bagus, karena kemungkinan para nelayan tidak akan
Lanting Beruga tertawa terbahak-bahak saat melihat harimau loreng berukuran hanya sebesar kepalan tinjunya atau sedikit lebih besar dari kepalan tinju.Namun, tetap saja hal ini benar-benar aneh bagi Lanting Beruga. Anak harimau saja tidak sebesar kepalan tinju, lalu kenapa harimau dewasa ini tidak lebih besar dari seekor kucing rumahan."Apa ini adalah salah satu keanehan yang terjadi di dunia utara?" tanya Lanting Beruga, masih tertawa terbahak-bahak menyaksikan tingkah harimau itu.Dengan mengendap-endap, harimau tersebut lagi-lagi menyerang kaki Lanting Beruga, tapi kali ini pemuda itu langsung menangkapnya, "aku sedang lapar, tapi memakanmu tidak akan mengenyangkan perutku.""Gerrrrrr."Lanting Beruga masih tertawa lalu melempar harimau tersebut ke sisi lain. Namun baru pula dia hendak melangkahkan kaki, tiba-tiba tepat dihadapan Lanting Beruga terbang seekor capung yang kali ini berukuran cukup besar.Dia menatap Lanting Beruga,
Berjalan beberapa hari lamanya, setelah melewati banyak sekali mahluk aneh yang berada di luar logika Lanting Beruga, atau pula tumbuhan yang ganas, gemar memakan daging mahluk hidup, akhirnya Lanting Beruga tiba di sebuah kota besar.Kota ini berada di tengah-tengah perempatan air sungai yang tenang. Tunggu, artinya, Kota ini berada di tengah muara, atau pula mungkin Kota ini merupakan titik mata air dari empat sungai yang mengalir hingga ke muara tersebut.Yang jelas Kota ini sangat megah lagi makmur, bangunan bertingkat menjulang tinggi, dan tepat di tengah kota tersebut, ada sebuah dataran tinggi, dimana sebuah Istana berdiri."Nak muda." Tiba-tiba Lanting Beruga dikejutkan oleh suara ringkih dari arah samping, ketika pemuda itu menoleh, rupanya orang tua renta, berjalan membungkuk ke arah Lanting Beruga.Dia menggunakan kayu kering untuk menopang tubuhnya agar tidak terhuyung, meskipun sesekali tampaknya pria tua itu akan jatuh karena men