Dua pendekar itu nyaris berteriak, tapi ketika Lanting Beruga menoleh ke belakang, raja Kurcaci melepaskan senjata di tangan kirinya, lalu bersujud tepat di hadapan pemuda tersebut.
Dia terlihat sedang berbicara tapi ucapannya terdengar seperti gumaman,bahkan nyaris seperti ucapan seekor monyet. Entah apa yang dia bicarakan saat ini.
Lanting Beruga memiringkan kepala ke samping, benar-benar tidak tahu apa yang diucapkan oleh raja tersebut, hingga dua pendekar menangkap maksud dan tujuan dari mahluk kerdil itu.
"Sepertinya dia mengucapkan 'terima kasih', benarkan?" ucap salah satu dari pendekar tersebut.
Lanting Beruga tersenyum tipis, kemudian mengambil potongan kaki kepiting yang baru saja keluar dari tungku perapian, lalu melempar kaki kepiting tersebut ke arah sang raja kurcaci.
Dua anak-anak kurcaci berlari mengambil makanan tersebut, terlihat mereka juga sedang kelaparan saat ini.
Sang Raja Kurcaci masih menatap wajah Lanting Beruga den
"Pendekar muda, kau memberi kurcaci pakaian, sementara saat ini kau masih telancang!"salah satu pendekar itu memberanikan diri untuk menguangkapkan keanehan ini. "Pikirkan tentang kantong menyanmu!""Ahkkkk!" Lanting Beruga berteriak, lalu menutupi dua butiran bola yang ada di antara dua kakinya. "Kalian berdua! apa yang kalian pikirkan, aku masih perjaka sialan!""Tuan, pendekar, sebenarnya apa yang kau pikirkan?" salah satu dari pendekar itu malah balik bertanya. "Kami telah membuat pakaian untukmu, tidak terlalu bagus, tapi paling tidak dapat digunakan untuk menutupi bola-bola tersebut."Pakaian yang mereka ciptakan berbahan dasar cangkang kepiting keras, dengan dibentuk sedemikian rupa hingga sangat indah untuk di pandang mata. Salah satu dari dua pendekar itu ternyata pintar menciptakan sebuah pakaian, dan pakaian yang diberikan kepada Lanting Beruga, mirip seperti sebuah zirah perang.Mereka mengukir cangkang tersebut seperti sebuah sisik, dan menja
Lanting Beruga kini telah berada di lorong yang akan membawa dirinya menuju Bumi Utara. Lorong tersebut tidak berbeda jauh dari lorong yang sebelumnya dia lewati sebelum masuk ke dalam Dunia Bawah, hanya saja, jarak yang dia tempuh tidak selama ketika berada di lorong sebelumnya.Suhu di dalam lorong ini memang terasa sangat dingin, tapi dengan kulit keras yang dimiliki oleh Lanting Beruga, memungkinkan dirinya dapat bertahan melewati lorong tersebut.Setelah lima hari berjalan, menahan lapar dan haus yang teramat sangat, Lanting Beruga akhirnya tiba dipengujung lorong tersebut.Namun, untuk mencapai dunia utara, Lanting Beruag harus menyelam sedikit lebih dalam, dan keluar pada lautan yang lain, yaitu lautan dunia utara.Jika dia tidak dapat melakukan penyelaman, maka ada cara lain yang bisa dilaukan oleh Lanting Beruga, yaitu menunggu kapal selam para nelayan.Namun, menunggu bukanlah solusi yang bagus, karena kemungkinan para nelayan tidak akan
Lanting Beruga tertawa terbahak-bahak saat melihat harimau loreng berukuran hanya sebesar kepalan tinjunya atau sedikit lebih besar dari kepalan tinju.Namun, tetap saja hal ini benar-benar aneh bagi Lanting Beruga. Anak harimau saja tidak sebesar kepalan tinju, lalu kenapa harimau dewasa ini tidak lebih besar dari seekor kucing rumahan."Apa ini adalah salah satu keanehan yang terjadi di dunia utara?" tanya Lanting Beruga, masih tertawa terbahak-bahak menyaksikan tingkah harimau itu.Dengan mengendap-endap, harimau tersebut lagi-lagi menyerang kaki Lanting Beruga, tapi kali ini pemuda itu langsung menangkapnya, "aku sedang lapar, tapi memakanmu tidak akan mengenyangkan perutku.""Gerrrrrr."Lanting Beruga masih tertawa lalu melempar harimau tersebut ke sisi lain. Namun baru pula dia hendak melangkahkan kaki, tiba-tiba tepat dihadapan Lanting Beruga terbang seekor capung yang kali ini berukuran cukup besar.Dia menatap Lanting Beruga,
Berjalan beberapa hari lamanya, setelah melewati banyak sekali mahluk aneh yang berada di luar logika Lanting Beruga, atau pula tumbuhan yang ganas, gemar memakan daging mahluk hidup, akhirnya Lanting Beruga tiba di sebuah kota besar.Kota ini berada di tengah-tengah perempatan air sungai yang tenang. Tunggu, artinya, Kota ini berada di tengah muara, atau pula mungkin Kota ini merupakan titik mata air dari empat sungai yang mengalir hingga ke muara tersebut.Yang jelas Kota ini sangat megah lagi makmur, bangunan bertingkat menjulang tinggi, dan tepat di tengah kota tersebut, ada sebuah dataran tinggi, dimana sebuah Istana berdiri."Nak muda." Tiba-tiba Lanting Beruga dikejutkan oleh suara ringkih dari arah samping, ketika pemuda itu menoleh, rupanya orang tua renta, berjalan membungkuk ke arah Lanting Beruga.Dia menggunakan kayu kering untuk menopang tubuhnya agar tidak terhuyung, meskipun sesekali tampaknya pria tua itu akan jatuh karena men
Malam semakin larut dan obrolan yang sulit dicerna ini pada akhirnya sedikit lebih hangat. Lanting Beruga terlihat sedikit konyol di pandangan dua tuan rumah ini, dimana semua orang di Benua Hantam cendrung serius dalam berbicara atau melakukan tindakan."Pak Tua, kau belum menjawab pertanyaanku?" tanya Lanting Beruga, "Apakah putramu sedang sakit? aku memiliki beberapa ramuan yang mungkin berguna bagi dirinya."Pak tua tersebut menggelengkan kepala dengan pelan, raut wajahnya kembali diliputi kesedihan yang mendalam, dan tampaknya dia tidak berniat untuk memberi tahu penyakit pria yang duduk di sampingnya.Ya, pria itu hanya diam dari tadi, bahkan porsi makannya tidak terlalu banyak, hanya mengambil daging beberapa potong saja, lalu kemudian menutup mata dan tertidur di atas kursi.Namun rupanya, dia tidak benar-benar tertidur, pria itu mendengar semua percakapan antara Lanting Beruga dan Pak tua lemah.Karena hal itu, dia kembali membuka mata dan
Arkatama membuka lilitan perban yang menutupi setengah bagian tubuhnya, memperlihatkan tubuhnya sekarang telah menjadi batu.Dia tidak bisa menggerakkan bagian tubuh tersebut, bahkan pria itu selalu merasa kesakitan setiap waktu. Jikalah tubuh itu tidak dililit perban, Arkatama khawatir bagian tubuh itu akan hancur.Tidak berhenti di sana, Arkatama tidak bisa tidur meskipun satu detik saja. Sepertinya pemilik teknik tersebut berniat membuat korbannya tersiksa hingga ajal menjemput mereka.Melihat hal tersebut, Lanting Beruga mendadak terdiam. Mata kirinya berdenyut kuat di balik penutup mata, mencoba menganalisa batu tersebut, dan dia menemukan sesuatu."Aku merasakan energi kuat pada batu-batu tersebut, yang tersambung ke arah Kota ...." Menurut dugaan Lanting Beruga, aura alam dari pemilik teknik ini masih tersambung ke tubuh Arkatama, karena hal itu batu-batu ini tetap bertahan.Jadi untuk menyelamatkan Arkatama, maka satu-satunya cara ada
Ketika hari ini Lanting Beruga berniat melakukan perburuan lagi, tiba-tiba terdengar teriakan salah satu rumah bawah akar pohon. Teriakan itu cukup keras, hingga semua orang yang ada di kampung bawah akar pohon berdatangan ke rumah tersebut, termasuk pula Lanting Beruga."Anakku ....anakku ...." terdengar suara teriakan histeris di dalam rumah tersebut.Seorang wanita tua kurus kini sedang memeluk bocah kecil berusia 8 atau mungkin 7 tahunan. Dari dalam mulut bocah malang itu, keluar busa berwarna putih. Jelas dia baru saja keracunan."Apa yang terjadi?" salah satu warga bertanya sambil membawa beberapa perlengkapan obat-obatan ala kadarnya.Ibu bocah itu masih menangis, sambil menceritakan kejadian yang baru saja dialami oleh putra kecilnya.Beberapa waktu yang lalu, dia pergi ke sungai, dan menemukan seekor ikan menggelepar. Karena perasaan lapar yang teramat sangat, bocah kecil itu langsung memanggang ikan tersebut, dan memakan setengah bagian,
Semenjak berhasil mengobati bocah itu, Lanting Beruga di tempat ini dipanggil sebagai Dokter. Ah, pemuda itu tidak tahu apapun mengenai dunia medis atau apapun sebutan yang mengarah ke sana, yang dia tahu hanyalah beberapa sumber daya pelatihan dapat menyembuhkan penyakit seorang manusia.Ketika beberapa hari berada di sini, tiba-tiba desa ini kedatangan seorang pendekar yang berada pada level bumi tinggi. Dia menanyakan keberadaan Arkatama yang sedang di rawat di salah satu rumah bawah pohon.Pak tua, tampaknya mengenali pendekar tersebut. Tidak hanya sekali dia datang ke sini, tapi seingat pak tua sudah tiga kali pendekar itu datang menjenguk Arkatama."Bagaimana kondisimu?" tanya pria tersebut, setelah berada di dalam rumah bawah pohon."Kau bisa melihatnya bukan?" Arkatama balik bertanya, "Aku sudah seperti orang yang akan mati."Pria itu lantas menanyakan siapa gerangan pemuda yang asing yang berada di rumah ini, dan kenapa dia ada di sini.