Lanting Beruga kini telah berada di lorong yang akan membawa dirinya menuju Bumi Utara. Lorong tersebut tidak berbeda jauh dari lorong yang sebelumnya dia lewati sebelum masuk ke dalam Dunia Bawah, hanya saja, jarak yang dia tempuh tidak selama ketika berada di lorong sebelumnya.
Suhu di dalam lorong ini memang terasa sangat dingin, tapi dengan kulit keras yang dimiliki oleh Lanting Beruga, memungkinkan dirinya dapat bertahan melewati lorong tersebut.
Setelah lima hari berjalan, menahan lapar dan haus yang teramat sangat, Lanting Beruga akhirnya tiba dipengujung lorong tersebut.
Namun, untuk mencapai dunia utara, Lanting Beruag harus menyelam sedikit lebih dalam, dan keluar pada lautan yang lain, yaitu lautan dunia utara.
Jika dia tidak dapat melakukan penyelaman, maka ada cara lain yang bisa dilaukan oleh Lanting Beruga, yaitu menunggu kapal selam para nelayan.
Namun, menunggu bukanlah solusi yang bagus, karena kemungkinan para nelayan tidak akan
Lanting Beruga tertawa terbahak-bahak saat melihat harimau loreng berukuran hanya sebesar kepalan tinjunya atau sedikit lebih besar dari kepalan tinju.Namun, tetap saja hal ini benar-benar aneh bagi Lanting Beruga. Anak harimau saja tidak sebesar kepalan tinju, lalu kenapa harimau dewasa ini tidak lebih besar dari seekor kucing rumahan."Apa ini adalah salah satu keanehan yang terjadi di dunia utara?" tanya Lanting Beruga, masih tertawa terbahak-bahak menyaksikan tingkah harimau itu.Dengan mengendap-endap, harimau tersebut lagi-lagi menyerang kaki Lanting Beruga, tapi kali ini pemuda itu langsung menangkapnya, "aku sedang lapar, tapi memakanmu tidak akan mengenyangkan perutku.""Gerrrrrr."Lanting Beruga masih tertawa lalu melempar harimau tersebut ke sisi lain. Namun baru pula dia hendak melangkahkan kaki, tiba-tiba tepat dihadapan Lanting Beruga terbang seekor capung yang kali ini berukuran cukup besar.Dia menatap Lanting Beruga,
Berjalan beberapa hari lamanya, setelah melewati banyak sekali mahluk aneh yang berada di luar logika Lanting Beruga, atau pula tumbuhan yang ganas, gemar memakan daging mahluk hidup, akhirnya Lanting Beruga tiba di sebuah kota besar.Kota ini berada di tengah-tengah perempatan air sungai yang tenang. Tunggu, artinya, Kota ini berada di tengah muara, atau pula mungkin Kota ini merupakan titik mata air dari empat sungai yang mengalir hingga ke muara tersebut.Yang jelas Kota ini sangat megah lagi makmur, bangunan bertingkat menjulang tinggi, dan tepat di tengah kota tersebut, ada sebuah dataran tinggi, dimana sebuah Istana berdiri."Nak muda." Tiba-tiba Lanting Beruga dikejutkan oleh suara ringkih dari arah samping, ketika pemuda itu menoleh, rupanya orang tua renta, berjalan membungkuk ke arah Lanting Beruga.Dia menggunakan kayu kering untuk menopang tubuhnya agar tidak terhuyung, meskipun sesekali tampaknya pria tua itu akan jatuh karena men
Malam semakin larut dan obrolan yang sulit dicerna ini pada akhirnya sedikit lebih hangat. Lanting Beruga terlihat sedikit konyol di pandangan dua tuan rumah ini, dimana semua orang di Benua Hantam cendrung serius dalam berbicara atau melakukan tindakan."Pak Tua, kau belum menjawab pertanyaanku?" tanya Lanting Beruga, "Apakah putramu sedang sakit? aku memiliki beberapa ramuan yang mungkin berguna bagi dirinya."Pak tua tersebut menggelengkan kepala dengan pelan, raut wajahnya kembali diliputi kesedihan yang mendalam, dan tampaknya dia tidak berniat untuk memberi tahu penyakit pria yang duduk di sampingnya.Ya, pria itu hanya diam dari tadi, bahkan porsi makannya tidak terlalu banyak, hanya mengambil daging beberapa potong saja, lalu kemudian menutup mata dan tertidur di atas kursi.Namun rupanya, dia tidak benar-benar tertidur, pria itu mendengar semua percakapan antara Lanting Beruga dan Pak tua lemah.Karena hal itu, dia kembali membuka mata dan
Arkatama membuka lilitan perban yang menutupi setengah bagian tubuhnya, memperlihatkan tubuhnya sekarang telah menjadi batu.Dia tidak bisa menggerakkan bagian tubuh tersebut, bahkan pria itu selalu merasa kesakitan setiap waktu. Jikalah tubuh itu tidak dililit perban, Arkatama khawatir bagian tubuh itu akan hancur.Tidak berhenti di sana, Arkatama tidak bisa tidur meskipun satu detik saja. Sepertinya pemilik teknik tersebut berniat membuat korbannya tersiksa hingga ajal menjemput mereka.Melihat hal tersebut, Lanting Beruga mendadak terdiam. Mata kirinya berdenyut kuat di balik penutup mata, mencoba menganalisa batu tersebut, dan dia menemukan sesuatu."Aku merasakan energi kuat pada batu-batu tersebut, yang tersambung ke arah Kota ...." Menurut dugaan Lanting Beruga, aura alam dari pemilik teknik ini masih tersambung ke tubuh Arkatama, karena hal itu batu-batu ini tetap bertahan.Jadi untuk menyelamatkan Arkatama, maka satu-satunya cara ada
Ketika hari ini Lanting Beruga berniat melakukan perburuan lagi, tiba-tiba terdengar teriakan salah satu rumah bawah akar pohon. Teriakan itu cukup keras, hingga semua orang yang ada di kampung bawah akar pohon berdatangan ke rumah tersebut, termasuk pula Lanting Beruga."Anakku ....anakku ...." terdengar suara teriakan histeris di dalam rumah tersebut.Seorang wanita tua kurus kini sedang memeluk bocah kecil berusia 8 atau mungkin 7 tahunan. Dari dalam mulut bocah malang itu, keluar busa berwarna putih. Jelas dia baru saja keracunan."Apa yang terjadi?" salah satu warga bertanya sambil membawa beberapa perlengkapan obat-obatan ala kadarnya.Ibu bocah itu masih menangis, sambil menceritakan kejadian yang baru saja dialami oleh putra kecilnya.Beberapa waktu yang lalu, dia pergi ke sungai, dan menemukan seekor ikan menggelepar. Karena perasaan lapar yang teramat sangat, bocah kecil itu langsung memanggang ikan tersebut, dan memakan setengah bagian,
Semenjak berhasil mengobati bocah itu, Lanting Beruga di tempat ini dipanggil sebagai Dokter. Ah, pemuda itu tidak tahu apapun mengenai dunia medis atau apapun sebutan yang mengarah ke sana, yang dia tahu hanyalah beberapa sumber daya pelatihan dapat menyembuhkan penyakit seorang manusia.Ketika beberapa hari berada di sini, tiba-tiba desa ini kedatangan seorang pendekar yang berada pada level bumi tinggi. Dia menanyakan keberadaan Arkatama yang sedang di rawat di salah satu rumah bawah pohon.Pak tua, tampaknya mengenali pendekar tersebut. Tidak hanya sekali dia datang ke sini, tapi seingat pak tua sudah tiga kali pendekar itu datang menjenguk Arkatama."Bagaimana kondisimu?" tanya pria tersebut, setelah berada di dalam rumah bawah pohon."Kau bisa melihatnya bukan?" Arkatama balik bertanya, "Aku sudah seperti orang yang akan mati."Pria itu lantas menanyakan siapa gerangan pemuda yang asing yang berada di rumah ini, dan kenapa dia ada di sini.
Ada banyak alasan kenapa Lanting Beruga menyetujui bergabung bersama dengan orang-orang gila ini. Pertama, dia tidak bisa meniggalkan sebuah tempat, ketika ada kekacauan dalam tempat tersebut.Dewa Pedang bukanlah semata-mata orang yang kuat, yang hebat dalam memainkan pedang, lalu membunuh lawan-lawannya, bukan seperti itu. Menurut Lanting Beruga, Dewa Pedang adalah orang yang dapat melindungi orang lain dengan pedangnya.Yang ke dua, untuk menjadi dewa pedang tersebut, Lanting Beruga sepertinya harus mengalahkan orang-orang yang berusaha menghadang langkah kakinya, dan ini juga termasuk Sekte Abu-Abu.Jadi setelah mencapai dunia utara, Lanting Beruga kini memiliki sebuah tujuan pasti, yaitu menghancurkan Sekte Abu-Abu, terutama yang menyimpang dari jalan kebenaran.Dan Lanting Beruga sangat yakin, jika Sekte Abu-Abu, memegang salah satu prasasti atau petunjuk yang mengarah pada salah satu pusaka hebat. Dia ingin merebut petunjuk tersebut.Ya, Lan
Beberapa orang kini datang ke wilayah tersebut, di sebuah rumah yang tersembunyi di bawah akar kayu yang rindang. Pintu rahasia rumah itu sulit untuk di temukan, dengan beberapa pola aneh yang tampaknya begitu rumit.Rumah itu bukan rumah seperti yang pernah dilihat oleh Lanting Beruga, karena jelas ukuran rumah tersebut begitu besar.Jendela rumah tersebut adalah air terjun yang mengalir ke sungai tercemar dengan hiasan lumut dan tanaman sulur."Jadi di sini kalian berdiam diri," salah satu dari orang yang baru saja datang itu memperhatikan setiap sisi rumah bawah pohon tersebut. Menurutnya, tempat persembunyian ini benar-benar sangat menarik.Dia masuk melewati akar yang ada di permukaan pohon, dimana pada akar tersebut ada sebuah pintu batu yang jelas tidak terlihat seperti pintu, dan hanya terlihat seperti sebuah batu.Di dekat pintu itu, ada batu lain pula
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m