Aabid, Alex, Alagar dan Kaivan berembuk kembali mengenai pertukaran tebusan uang lima milyar dengan Bagaskara. Masih ada selisih antara dua orang mencintai Amirah menyerahkan nominal sama tapi tidak mau mengalah satu sama lain.Suami Melani melirik ke arah Aabid yang ikut bingung memilih uang siapa akan diserahkan sebagai penebus nyawa putra Amirah. Dan akhirnya keputusan yang adil ialah ayah kandung berhak atas kehidupan anaknya."Sudahlah biar Alagar Hakim melakukan kebaikan untuk putranya sendiri setelah bertahun-tahun tak peduli, ya 'kan?!" singgung Alex menengahi perdebatan panjang.Kaivan berkacak pinggang menolaknya."No way! Aku sanggup membiayai seluruh kehidupan Amirah dan Bagaskara jika kami menikah nanti, lagipula dia calon istriku bukan orang lain."Aabid Barak Hakim berusaha melerai yang begitu sulit tak berpihak satupun antara kakak ipar dan kandung. "Sabarlah Mas, ku rasa memang benar dikatakan Mas Alex tadi," ucapnya bijaksana. "Mas Alagar punya hak sebagai papanya wa
"Nana, jangan kemana-mana jaga anak itu baik-baik!" perintah Monica sebelum bepergian. "Aku keluar hanya sebentar dan segera kembali, nanti malam mendapatkan uang tebusan lalu pergilah dari sini menghilangkan jejakmu dariku!"Pengasuh Nana menunduk takut menuruti majikan. "Baiklah Nona, aku harap penculikan ini segera berakhir kasihan anak kecil itu tak mau makan sejak kemarin badannya mulai demam mungkin merindukan ibunya.""Tutup mulutmu!" bentak Monica keras. "Aku tak peduli jika bocah itu mati kelaparan yang terpenting balas dendamku terhadap tunangan ibunya terlampiaskan!" Lalu bergegas memanggil supir agar mengantarnya ke suatu tempat. Pertemuan yang ditunggu-tunggu sebelum mengambil uang tebusan lima milyar.Oh, tidak. Pengasuh itu baru memahami majikan menaruh benci begitu dalam terhadap Kaivan yang segera menikahi Amirah, namun yang menjadi korban balita Bagaskara. Sungguh menyesal Nana tersadar diperalat Monica gadis kejam tak punya hati nurani menculik anak kecil demi cinta
Amirah bingung menoleh keluar kaca kanan dan kiri. Mobil yang dikendarai tunangannya melaju kencang namun tak menyebutkan arah tujuan. Di belakang, mobil mantan suami mengikutinya dengan tenang."Mas, sebenarnya kita ini mau kemana 'sih katanya ingin menjemput anakku?!""Pengasuh Nana mengirim pesan bahwa dia akan membawa Bagaskara ke sebuah coffee shop," sahut Kaivan sambil tetap fokus mengemudi. "Kita segera ke sana memeriksa yang dikatakan berkata benar atau tidak."Sontak Aabid menyela. "Kalau mereka berdua 'ga ada di sana, kita langsung saja ke tempat pertukaran yang disebutkan wanita penculik itu!"Hati Amirah langsung ciut. Harapannya pupus andai Bagaskara dan Nana tak ditemukan. Hilang kebahagiaan dan semangat hidup dalam sekejap. Cuma tinggal putranya sebagai pelipur lara tak peduli soal pernikahan kedua yang sebentar lagi dilangsungkan.Perceraian dirinya dan Alagar hampir mematikan sendi kehidupan tetapi Amirah bangkit berjuang demi masa depan Bagaskara. Dan kini segera mus
"Nana!" teriak Monica keras memanggil asisten rumah tangga, namun tak ada jawaban sama sekali.Langkahnya terburu-buru menuju ke kamar juga tak menemukan di sana. Bola matanya melebar memandang di atas ranjang. Sebuah selimut besar menutupi sesuatu yang dikira tubuh anak kecil telah diculik dua hari ini. Dihempaskan selimut itu dan terbukalah kebohongan besar di pelupuk mata.Dasar pembantu tidak tahu diri! Makinya kencang melempar semua bantal ke lantai.Martin dan Bernie tertidur lelap di lantai teras sesaat ia tiba. Mereka tak bisa dibangunkan seakan diberi obat tidur yang sangat banyak mematikan kesadaran untuk menjaga rumah dan mengawasi putra Amirah.Lalu Monica menuju ke lemari obat dan kemasan baru disimpan demi menyembuhkan sakit insomnia diderita dirinya sejak putus cinta dari CEO Kaivan. Luka trauma lima tahun lalu membuatnya tidak bisa tidur tenang.Bajingan itu harus merasakan apa yang dirasakan saat darah mengalir deras akibat keguguran hampir saja ia kehilangan nyawa ka
Kondisi Bagaskara mulai stabil. Panas tubuh mulai berangsur hilang namun Amirah tak melepaskan sekalipun pandangan darinya. Di sebuah kamar dulu pernah ditempati putranya kini menginap ke rumah besar ini lagi.Ditepiskan perasaan tak nyaman demi balita yang tertidur pulas di pelukan. Maafkan Mama sayang, sungguh aku tidak ingin terjadi sesuatu padamu! Lirihnya pelan atas dosa dan salah sebagai Ibu yang tak termaafkan.Melani muncul di depan pintu, "Ra, pergilah ke bawah untuk makan malam biar aku yang menggantikanmu."Amirah menggeleng, "Kamu saja yang makan, aku tidak lapar.""Makanlah 'Ra, di sana ada suamiku, Aabid dan Kaivan," tegur Melani. "Kamu 'ga perlu sendirian menghadapi mantan suamimu, mereka pasti melindungimu!""Aku 'ga pa-pa kok," dusta Amirah agar sahabatnya tenang. "Kami akan pulang secepatnya setelah Bagaskara sembuh dan kau juga butuh istirahat kasihan bawa perut besar begitu."Senyum Melani mengembang sambil mengusap-usap kandungannya. Hidupnya lebih sempurna sepert
Kaivan mengusap kening Bagaskara lalu mengecup lembut bagaikan putranya sendiri. Kebahagiaan begitu indah akhirnya bocah berusia lima tahun ditemukan baik-baik saja. Di sepanjang perjalanan pulang tertidur pulas dipelukan ibunya merasakan kehangatan dan kenyamanan luar biasa. Saat tiba di rumah warisan Eyang Bisma Nareswara diambil alih Kaivan menggendong sampai ke kamar tidur lalu menyelimutinya. Sambil beranjak keluar kamar dia pun bertanya ke Amirah yang mengikuti di belakang. "Kenapa 'sih kamu ga tinggal di rumahku saja supaya lebih aman daripada di sini?" "Ga-lah Mas, kita 'kan belum suami istri nanti menimbulkan banyak fitnah sebelum hari pernikahan tiba," elak Amirah. "Aku memilih di rumah menemani Bagas biar traumanya hilang dulu." "Iya sayang, 'ga usah kerja tapi aku sering datang menengok, bila perlu ku kirim orang menjaga rumah ini," ucap Kaivan sambil merangkul bahu calon istri. "Ra, apa sebaiknya malam ini aku yang menemani kamu, tidur di sofa 'ga masalah yang penting
Terkejutlah Kaivan ketika mendatangi rumah tunangannya sepi tak ada kehidupan. Masih pukul tujuh pagi ia berkunjung ingin mengajak sarapan bersama tetapi sia-sia. Dimanakah kau, Amirah?! Hatinya bertanya-tanya.Bel rumah ditekan berkali-kali barulah keluar asisten rumah tangga tergopoh-gopoh menemui. "Oh, maafkan Tuan, saya sedang membereskan kamar Nyonya," seloroh Bi Minah membukakan pintu gerbang.Dahi Kaivan langsung mengernyit. "Memang Amirah kemana kok tidak menjumpaiku sekarang?"Raut wajah Bi Minah tertunduk ketakutan, lalu berterus terang, "Nyonya pergi bersama Bagaskara menuju ke bandara sejak subuh tadi mengejar penerbangan pertama katanya, dan menitipkan sebuah surat untuk Tuan.""Surat?" guman Kaivan bingung, untuk apa bersurat-suratan jika tunangannya bisa menelepon langsung atau mengirim pesan melalui gawai. Aneh!"Sebentar Tuan, saya ambil dulu suratnya," seru Bi Minah bergegas mengambil ke dalam rumah membiarkan tamu berdiri tegak di luar gerbang. Ia juga tidak tahu me
Setengah jam berlalu akhirnya tiba di kediaman Alex. Untung kedua sahabat Amirah sedang sarapan belum berangkat ke kantor. "Hai 'bro, sorry ganggu!" sapa Kaivan terburu-buru setelah dibukakan pintu. "Aku mau tanya, apa tunanganku berada di sini?"Alex mengerutkan dahi sambil menyilakan koleganya duduk di sofa. "Masuklah dulu, 'Van, kita sarapan dulu bareng dengan istriku sebelum mengobrol.""Sorry, aku tergesa-gesa hanya sekedar ingin tahu Amirah mengunjungi kalian pagi ini atau tidak?!" desaknya."Tidak, mungkin masih kelelahan beristirahat di rumahnya 'kan kasus Bagas baru selesai kemarin," sahut Alex menganggap biasa walau temperamen tunangan sahabatnya begitu aneh dan berbeda."Lex, kau percaya Amirah dan Bagas menghilang sejak subuh tadi?""Ngaco kau, 'Van!""Cek gawainya segera jika aku bohong!"Sontak Alex memanggil Melani yang masih sarapan di meja makan agar bertemu Kaivan. "Sayang, coba bawa gawaimu dan menghubungi Amirah sekarang!"Istrinya bangkit memegang perutnya yang ma