Bab 20"Apa mantan suamimu masih memproduksi merk LO*S, Nduk?" tanya Bapak tiba-tiba. "Iya, Pak.""Suruh dia secepatnya berhenti, Nduk!""Dari awal Hasna sudah melarang, . Tapi Mas Toro tidak peduli, apalagi sekarang kami sudah bercerai tambah tidak penting omonganku baginya, Pak." keluhku menanggapi perintah Bapak. "Tapi keadaannya sedang rawan, Nduk. Dwingga sedang mengadakan .... besar-besaran, kalau Toro sampai kena, bisa ludes semua harta kalian." Bapak masih belum berhenti memperingatkan. "Biarin ajalah, Pak. Biar dia tahu rasa, sudah punya merk sendiri malah buat merk lain, apalagi alasannya kalau bukan karena serakah, belum cukup rupanya harta berlimpah yang sudah dia punya, dia masih ingin terus menambah harta meski dengan cara ilegal," sungutku kesal. "Apa kamu nggak sayang, Nduk? Itu kan perjuangan kalian berdua."Aku tertawa miris, "Baginya Hasna tidak berhak sedikitpun atas harta itu, Pak, karena menurutnya semua harta itu hasil kerja kerasnya tanpa ada andilku di da
Bab 21Pagi hariku sekarang berubah, tidak ada kegiatan di dapur yang perlu kulakukan lagi, karena sekarang sudah ada nyonya baru yang mengatur segala kebutuhan rumah. Wulan tidak membiarkan aku mengatur apapun yang berhubungan dengan pekerjaan rumah, bahkan para ART dilarang menuruti perintahku. Aku dibuatnya menjadi orang asing di istanaku sendiri. Untung aku masih punya para karyawan olshop yang ada di bawah kendaliku. Kegiatan pagiku hanyalah mengurus diriku dan Rio, urusan makan aku memasak sendiri dalam porsi sedikit karena hanya untuk makan aku dan Rio. Tapi pagi ini aku memilih beli. Mak Inah sekarang memasak atas instruksi dari Wulan. Menu masakannya tidak lepas dari olahan ayam atau daging, kadang memesan menu dari restoran. Seolah-olah menunjukkan betapa seleranya sangat berbeda denganku, selera orang kaya. Seperti pagi ini, dia menyuruh Mak Inah memasak udang asam manis. Apa dia tidak tahu kalau Mas Toro alergi sama seafood? Benar saja, begitu melihat menu masakan yang
"Ada apa ini? Kenapa tempatnya berantakan gini?" seruku bingung saat melihat gudang olshopku, ribuan celana berhamburan dari tempat penyimpanan. Sejak celana merk Mas Toro tidak produksi lagi dan stock punyaku benar-benar habis tak tersisa, aku menyuruh para admin untuk mengganti produk jualan yang dipajang di etalase dengan produk baru, yaitu celana merk LO*S yang ori seperti saran Bapak. Berkat Bapaklah aku bisa mendapatkan stock barang, anak buah teman Bapaklah yang mengantarkan langsung ke rumah. Penjualannya memang belum sepesat celana milik Mas Toro, tapi lumayan masih bisa menyelamatkan toko olshop dan para karyawanku tetap gajian. Semua karyawan nampak diam dan menunduk, ekspresi kesal dan marah tergambar jelas di wajah mereka. "Ada apa, Di?" tanyaku langsung meminta penjelasan pada orang kepercayaanku itu, "siapa yang berani melakukan ini?"Sebelum Dian menjawab, masuk seorang perempuan diikuti dua orang laki-laki. Aku menatap heran melihat perempuan itu yang tak lain ad
Bab 23Hari beranjak senja, semua karyawanku sudah kusuruh pulang lebih awal, tinggal aku sendirian di ruang kosong itu sampai waktu salat Asar hampir habis. Kalau tidak ingat kewajiban, rasanya aku masih ingin menyendiri, tapi aku harus bangkit. Memasuki rumah utama, kaki terasa berat. Kulihat komputer yang tadi di ambil dari ruang olshopku berisisihan manis di ruang tengah, salah satunya sedang dioperasikan oleh Ana yang didampingi oleh ibunya, Wulan. "Udah jadi?" tanya Wulan pada Ana."Udah, Ma. Ini aku udah pasang produk yang mau dijual juga, celana LO*S 'kan, Ma?" sahut Ana masih konsentrasi menatap layar menyala yang menampilkan sebuah aplikasi belanja online berwarna oranye. Jadi benar kalau Wulan borokokok itu menginginkan usahaku, untung aku sudah menghapus semua akun jualanku dari semua komputer itu. "Celana merk Papamu sendiri juga masukan!" perintah Wulan yang tak sadar kalau ada aku di sana. Aku tercengang mendengar perintah itu. Jadi celana itu masih ada? Lelaki b4ji
Bab 24Lelaki yang punya jantung tapi tak punya hati macam pohon pisang itu malah menyeringai, "Kamu pikir aku tidak tahu kalau kamu berbohong?""A—pa maksudmu, Mas?" tanyaku gugup. "Aku tahu kamu mencoba menipu kami, dasar wanita ular!" umpatnya kasar, "asal kamu tahu, polisi mencariku itu bukan untuk menangkapku tapi malah ingin mengajak kerja sama denganku hahaha ...."Apa? Tidak mungkin! Kenapa polisi malah mengajak kerja sama seorang penj4hat seperti Mas Toro? Dia pasti hanya menggertakku saja, aku tidak boleh kalah. "Aku memang telah melaporkan produksi celana ilegalmu pada polisi. Kita lihat saja nanti, dalam waktu dua puluh empat jam kamu tidak mengembalikan celana-celanaku yang kau rampas, biar polisi yang merampas semua yang kau punya!" ancam ku dengan suara bergetar, tenang Hasna, jangan gugup supaya ancamanmu terdengar meyakinkan. "Silahkan kau panggil satu unit tim polisi sekalian kesini, aku tidak takut hahaha ...." Begitu jumawanya lelaki di hadapanku ini. Mas Toro
Bab 25 POV TORO Hari ini Wulan dan Ana mengajak shopping dan jalan-jalan, kuiyakan saja ajakan mereka daripada ngambek ntar malah panjang urusannya. Jam menunjukkan pukul sembilan pagi, kami semua sudah siap. Wulan dengan dandanannya yang cetar membahana dan pakaian seksi nan modis yang mampu memgundang syahw4t lelaki yang melihatnya. Sebenernya aku tidak rela Wulan mengumbar auratnya begitu, jadi tontonan gratis laki-laki lain. Tapi dia pasti marah kalau kau tegur, jadi kubiarkan saja. Aku menghela napas keras melihat penampilan Ana saat ini yang tak jauh beda dengan ibunya. Kok, bisa loh dia berpakaian seperti itu, dia kan sudah mondok di pesantren bertahun-tahun, baru keluar pondok berapa minggu saja sudah hilang semua ajarannya. Aku hanya bisa geleng-geleng kepala. "Kenapa, sih, Mas, ngeliatinnya gitu banget? Terpesona sama kecantikan kita, ya?" goda Wulan penuh percaya diri. Aku hanya mengangkat bahu, "Ayok berangkat! Keburu siang ntar." Aku membuka pintu mobil y
Bab 26POV HasnaSebulan kemudian. Kutatap rumah megah itu untuk terakhir kalinya, rumah yang telah memberiku keamanan dan kenyamanan sekaligus banyak kenangan. Suka duka dan jatuh bangun perjuanganku selama belasan tahun, rumah inilah yang menjadi saksinya. Namun, sekarang harus kutinggalkan semua. Meski berat, tapi aku harus tetap melangkah. Selesai sudah masa iddahku hari ini dan sekarang waktunya bebas dari kewajibanku berdiam diri di rumah. Kini aku bebas, lepas, benar-benar lepas ikatan dari mantan suami zalim itu. Meski hanya secara agama, karena sampai sekarang aku belum menerima surat apapun dari pengadilan agama. Saat kutanyakan perihal itu padanya, dia bilang aku harus mengurusnya sendiri karena dia tidak mau keluar uang untuk membiayai perceraian ini. Toh, yang dirugikan dengan tidak adanya surat itu adalah aku si pihak perempuan. Karena aku tidak akan pernah bisa menikah lagi jika surat perpisahan itu tidak pernah turun, berarti statusku masih istri seorang Sutoro. Sed
Bab 27 Aku menatap pantulan diri ini di cermin rias yang ada di kamar. Perfect, make up tipis yang tidak begitu mencolok menunjang penampilanku yang elegant berupa gamis branded kekinian dengan jilbab yang menutup dada warna teracotta, sangat serasi dengan kulit wajahku yang putih bersih. Jika aku berdandan menor, bisa-bisa orang-orang akan melabeliku janda gatal penggoda suami orang, mengingat stigma janda di masyarakat masih dipandang rendah. Jadi, dandan sewajarnya saja. Hari ini, waktu libur pondok telah tiba. Aku akan menjemput Dita pulang ke rumah, menikmati liburan setelah setengah tahun menimba ilmu. Kebetulan ini hari Minggu, jadi para karyawan olshop libur. Rio juga akan ikut, dia kan juga libur sekolah, kangen juga sama Kak Dita katanya. "Rio, ayo, Nak! Kamu udah siap belum? Mama udah mau berangkat ini." Aku melongokkan kepala ke kamar Rio, anak SD itu nampak sedang memainkan ponsel pintarnya sambil rebahan, tapi dalam keadaan baju sudah rapi. "Udah, kok, Ma. Ayo bera