Share

Bab 6

Author: RIANNA ZELINE
last update Last Updated: 2025-03-22 17:23:50

Mas Evan tersenyum, lalu berbalik dan menutup pintu. Sebelum langkahnya kembali menuju ke arahku, segera kumatikan video dan keluar dari semua folder yang sedang kubuka. Lalu menutup laptop begitu saja tanpa mematikannya. Tak lupa berkas lain pun aku kemas rapi seperti sedia kala.

Aku berdiri saat Mas Evan sudah berada di sampingku. Ada senyum hangat di bibirnya. Membuatku terpaksa membalas senyumnya.

“Kamu habis nangis? Kenapa?” tanyanya, wajahnya berubah panik, sambil tangannya terulur menyentuh pipiku yang sudah memerah. Sorot matanya seolah mencari sesuatu yang membuatku berurai air mata.

Sengaja aku tersenyum lebar hingga deretan gigiku terlihat. “Itu Mas, aku baru saja nonton drakor sedih, makanya aku ikut nangis,” jawabku beralibi.

Mas Evan menghela napas lega. “Astaga, Mas pikir kenapa. Memangnya ceritanya tentang apa sampai berhasil buat kamu nangis? Hm?” tanyanya sembari menarik tubuhku dalam pelukannya.

“Emm, itu soal perselingkuhan, Mas,” jawabku yang sengaja memancing, lalu kudorong pelan tubuh Mas Evan agar pelukannya terlepas. “Aku kasihan sama si istri karena diselingkuhi suaminya. Padahal hubungan mereka tampak baik-baik saja. Menurutku si istri ini juga cantik loh, Mas. Kok tega ya suaminya malah selingkuh,” lanjutku.

Aku memicing, memperhatikan ekspresi di wajah Mas Evan yang tampak biasa. Bahkan masih bisa menunjukkan senyum lembut di bibirnya. Sungguh, melihat itu membuatku tersenyum sinis dalam hati.

“Ya, mungkin karena suaminya merasa tidak mendapatkan sesuatu yang dia inginkan dari istrinya, makanya dia selingkuh. Lagi pula itu hanya drama, ‘kan, Sayang. Ya berarti skenarionya sengaja dibuat sperti itu,” tuturnya yang disertai tawa kecil.

“Tapi walaupun cuma skenario ‘kan sering kali diambil dari realita kehidupan, Mas.”

Mas Evan mengangguk dengan senyum simpul. “Ya bisa jadi juga, sih,” jawabnya sembari melangkah meletakkan tas lalu membuka kancing kemejanya satu per satu dengan membelakangiku.

“Mas mau mandi dulu ya, udah gerah soalnya,” katanya sambil berbalik dan melangkah ke kamar mandi. Seolah sengaja menghindari pembicaraan yang menyangkut tentang perselingkuhan. Dia bahkan tampak menghindari bertatapan mata langsung denganku.

***

Aku begitu fokus menumis masakan di dapur saat tiba-tiba dua tangan melingkar pelan di perutku yang ramping. Memeluk dari belakang lalu mendaratkan sebuah kecupan. Tentu saja itu adalah Mas Evan. Namun, aku tak bereaksi. Membiarkan dagunya bersandar di atas pundak dan memperhatikanku memasak.

“Hmm, wanginya enak. Mas jadi gak sabar untuk memakannya,” ujarnya.

“Coba aku tahu Mas bakal pulang cepet, pasti udah aku siapin dari tadi,” jawabku.

“Nggak apa-apa, kok. Justru Mas seneng bisa nemenin kamu masak dulu kayak gini.”

“Daripada cuma nemenin, mending bantuin biar cepet selesai.” Aku menoleh ke samping sambil nyegir, melirik Mas Evan yang masih betah menyandarkan dagunya di atas pundakku. Hingga tawa kecil kudengar keluar dari mulutnya.

Dengan senang hati, Mas Evan berdiri di sampingku dengan tangannya yang cekatan membantu. Salah satu hal yang sering kita lakukan bersama. Dan sampai sekarang pun hal itu tak pernah berubah. Dan itulah yang membuatku merasa jatuh cinta setiap hari padanya.

Saat kegiatan memasak usai, kami pun menyiapkannya bersama-sama di atas meja. Menatanya dengan sempurna dan menciptakan suasana romantis yang sudah lama tidak terlaksana. Namun, bukannya merasa bahagia, aku justru teringat pada pesan Vania yang membahas makan malam romantis bersama Mas Evan. Seketika itu juga nafsu makanku pun menguap bersama udara sekitar.

“Kenapa diam? Apa ada yang kamu pikirkan?” tanya Mas Evan. Tangannya terulur mengambil piringku dan menuangkan makanan di atasnya tanpa kuminta. Salah satu bentuk perhatiannya dalam memanjakanku sejak dulu mulai awal menikah.

Aku menghela napas pelan. Tatapan seriusku mengarah pada Mas Evan. “Aku ingin bertanya tentang suatu hal yang serius, Mas.”

Mas Evan seketika memicing, tampak sekali dia merasa sedikit aneh dengan ucapanku. “Kenapa harus bilang dulu? Kamu ‘kan bebas mau bertanya apapun ke Mas,” jawabnya.

“Sebenarnya aku masih kepikiran soal drama itu, Mas. Aku jadi takut kalau itu terjadi pada kita,” ujarku ragu.

Mas Evan sedikit tersedak, lalu segera mengambil gelas di dekatnya yang sudah berisi air dan langsung meminumnya.

“Maksud kamu terjadi pada kita apa? Kamu mau selingkuh gitu?” tuduhnya. Nada yang terdengar tak hanya sebuah candaan di telinga, tapi seolah benar-benar menuduh bahwa aku akan melakukannya. Walaupun ada kekehan kecil, tapi aku rasa aku tak salah memaknai ucapannya.

Bibirku mengerucut sebal. “Kok aku, sih, Mas. ‘Kan yang aku tonton itu yang selingkuh si suami. Jadi ya aku takut kamu yang selingkuh, gitu.”

“Hahaha…! Kamu ini ada-ada saja, Sayang. Lagi pula kenapa aku harus selingkuh sedangkan aku sudah punya istri yang cantik, baik, pengertian, sayang sama aku, dan juga… pandai nyenengin suami di atas ranjang,” jawabnya santai, bahkan sengaja menggodaku pada kata-kata terakhir itu. Dia sengaja memelankan suaranya sambil menaik-turunkan alisnya.

“Ih, aku serius loh, Mas. Aku tuh khawatir.”

Lagi-lagi Mas Evan tertawa kecil sambil menggelengkan kepala. Tangannya meraih punggung tanganku di atas meja dan mengelusnya lembut sambil berkata, “Makanya kamu jangan terlalu sering nonton drama, kalau ikut kebawa gini ‘kan jadi repot. Kamu sendiri yang akhirnya gak tenang.”

Aku terdiam dengan wajah sebal. Namun, Mas Evan seolah tak menganggap bahwa itu sebuah maslah besar dan justru fokus pada makanan. Ya, nasihatnya memang benar jika aku tak seharusnya terpengaruh akan sebuah drama. Tapi sayangnya drama yang kutonton adalah drama nyata di mana suamiku sendiri yang menjadi pemeran di dalamnya. Bagaimana mungkin aku bisa tetap tenang dan tidak gelisah?

Setelah ucapannya itu, aku semakin sadar bahwa dia sangat pandai menyembunyikan kebohongan. Sehingga dalam hati aku bertekad untuk membuatnya menyesal. Entah bagaimana caranya, tapi aku tidak akan membuang waktu terlalu lama. Lihat saja!

“Walaupun drama, aku rasa ada banyak kasus yang sama di luaran sana. Jadi sepertinya aku harus tetap waspada. Bukan begitu, Mas?” Sengaja aku menyindirnya dan menatapnya penuh keseriusan.

Mas Evan menghentikan makannya, lalu menatapku dengan sedikit bimbang yang coba dia sembunyikan. “Sudah, ya? Jangan membahas hal-hal yang bisa bikin kamu kepikiran kayak gini. Dalam hubungan rumah tangga seharusnya kita bisa saling percaya. Mas pasti akan menjaga hubungan kita, begitu pula sebaliknya,” jawabnya.

Aku mengangguk samar. Namun tersenyum kecut dalam hati mengetahui ada racun yang dibungkus madu pada setiap kata-katanya.

***

Siang ini aku pergi ke suatu tempat tanpa lebih dulu memberi tahu Mas Evan. Tentu saja, sebab aku sedang menyiapkan rencana besar untuknya. Rencana yang harus disusun dengan sangat matang, sehingga aku perlu meminta bantuan seseorang.

Aku memasuki sebuah perusahaan besar dengan ditemani Selina. Setiap langkah yang kupijak seiring ketukan heel di sepanjang koridor yang terus menggema. Hingga sampailah aku di depan ruangan bertuliskan CEO. Setelah mendapat arahan dari seorang sekretaris, aku dan Selina bergegas masuk ke dalam sana.

Di dalam sana, seorang pria tampan duduk tenang menatap kedatanganku dengan senyum lebar. Posturnya tinggi dengan tubuh atletis yang dibalut jas mahal. Bagaimana aku tahu bahwa dia memilki tubuh atletis? Tentu saja karena pria yang menjabat CEO itu adalah sahabat baik kakakku, namanya Rafael Dominic Elson. Usianya hanya terpaut tiga tahun denganku.

“Selamat datang, Bu Dinara. Silakan duduk!” ucap Rafael dengan senyum ramah namun penuh wibawa.

Aku mengangguk dengan senyum tipis, dan mengambil duduk di hadapannya dengan batasan meja. Begitu pula Selina yang mengambil tempat duduk tepat di sampingku. Namun, sebelum satu kata terucap, aku dan Rafael saling menatap untuk sesaat hingga tawa kecil keluar dari bibir kami berdua.

“Lama tidak bertemu, Pak Rafael. Maaf jika saya datang secara tiba-tiba,” ucapku masih dengan senyum tipis menghiasi wajah..

Rafael tertawa kecil lalu menggeleng pelan. “Bukan masalah, Dinara. Senang bisa bertemu denganmu lagi,” jawabnya yang beralih pada percakapan santai. “Jadi, apa yang membawamu ke sini? Apa ada yang bisa aku bantu?”

Aku menghela napas panjang, mengumpulkan keberanian untuk mengatakan tujuanku datang. Meyakinkan diri sekali lagi bahwa Rafael adalah orang yang tepat untuk membantuku menyelesaikan masalah ini. Sehingga dengan nada pelan aku pun menjawab, “Maaf jika aku harus melibatkanmu dalam masalahku yang satu ini. Tapi aku tidak tahu lagi harus meminta bantuan pada siapa. Sebab aku tidak bisa jika harus meminta bantuan pada kakakku atau keluargaku.”

Rafael langsung mengernyit menatapku. “Memangnya masalah apa sampai kamu tidak bisa meminta bantuan keluargamu, bahkan kepada Ravin pun tidak. Apa ini menyangkut masalah keluarga?” tebaknya.

“Ya, tebakanmu benar Kak Rafael. Ini memang menyangkut masalah keluarga, lebih tepatnya masalah pribadiku dengan Mas Evan. Karena itulah aku tidak bisa meminta bantuan pada keluargaku. Apa kamu bersedia membantuku?” Aku menatap penuh harap pada Rafael yang masih menatapku dengan penuh tanya.

“Memangnya masalah apa sampai kamu berpikir akulah yang bisa membantumu?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 7

    Kuambil napas panjang dan kuhembus perlahan. Semakin serius menatap Rafael yang menunggu jawaban. Setiap kata yang kususun sejak awal dalam angan, kini telah siap kulontarkan. “Sebenarnya ini adalah aib dalam rumah tanggaku,” kataku yang langsung tertunduk. Meremat jemari tangan di atas pangkuan dengan perasaan yang sulit kujelaskan. Yang pasti, hatiku kembali sakit dan terasa sesak untuk bernapas. “Aku mengetahui jika Mas Evan telah berselingkuh. Awalnya aku tak ingin percaya, sehingga diam-diam aku meminta Selina menyelidikinya. Hingga beberapa bukti yang terkumpul membenarkan perselingkuhan itu,” lanjutku dengan nada bergetar. Hening sejenak sebelum akhirnya kuangkat wajah untuk melihat reaksi Rafael yang tak sedikit pun bersuara. Entah apa yang ada di pikirannya. Tapi tatapannya tajam dengan dua alis yang hampir menyatu. Tergambar sebuah kemarahan yang coba ia redam di hadapanku. "Apa keluargamu sudah tahu tentang masalah ini?" tanyanya dengan tatapan menahan amarah. "Bel

    Last Updated : 2025-04-11
  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 8

    Di dalam sana, kulihat Mas Evan dan Vania saling tertawa lepas sebelum akhirnya tatapan mereka beralih pada kehadiranku. Namun, yang membuatku sedikit tertegun adalah betapa dekat posisi mereka saat ini. Vania berdiri di samping kursi yang dipakai Mas Evan duduk. Posisinya sedikit menunduk membaca berkas yang sedang ia tunjuk. Entah Vania sadar atau tidak jika aku sudah mengetahui bahwa dialah pemilik nomor asing yang mengirimiku pesan. Tapi dari posisinya sekarang, seolah pose itu sengaja diperlihatkan. “Bu Dinara, silakan masuk!” ujar Vania lembut dengan senyum misterius tanpa diketahui Mas Evan. Aku mengangguk dengan senyum tipis. Melangkah mendekat dengan tatapan datar. Berusaha tenang meski hatiku kini rasanya sudah panas terbakar. Cemburu dan amarah bagai pusaran api yang berputar-putar mencari tempat pelampiasan. “Dinara, masuklah!” ujar Mas Evan yang ikut menyambutku datang dengan senyum mengembang. Dinara? Jujur aku merasa asing dengan panggilan itu. Selama ini Mas Evan

    Last Updated : 2025-04-14
  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 1

    Ting!Denting notifikasi ponsel yang terdengar, membuatku meletakkan majalah dan beranjak dari sofa. Kuayunkan langkah menuju nakas yang berada tepat di samping ranjang. Kuraih benda pipih yang ada di atasnya dan kuperhatikan layar. Nomor baru? Aku tak bisa menebak nomor siapa itu. Tapi kata-kata yang terlihat pada bar notifikasi sudah cukup membuatku mengernyitkan dahi.[Suamimu sangat pandai dalam hal memuaskan. Aku dibuat mendesah keenakan di atas ranjang]Seketika jantungku berdebar kencang, tapi aku masih berusaha untuk tetap tenang. Aku juga berpikir positif bahwa mungkin saja itu hanyalah orang iseng atau pesan salah kirim. Apalagi tak ada nama suamiku ataupun foto yang bisa menjadi bukti untuk menguatkan isi pesan.Namun tetap saja, aku tak bisa menahan diri untuk tidak penasaran. Lalu kucoba melihat foto profilnya, namun sayang hanya menampakkan buket bunga dengan selembar kartu ucapan. Dan setelah fotonya kuperbesar, nama toko bunga yang tertera pada kartu ucapan adalah toko

    Last Updated : 2025-03-19
  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 2

    Aku memasukkan lipstick itu ke dalam saku piyama. Lalu beralih menuju lemari pakaian untuk mengambilkan piyama Mas Evan. Rasanya pikiranku sudah tidak bisa lagi untuk tetap tenang. Bahkan aku juga gelisah dan tak sabar menunggunya keluar.Begitu pintu kamar mandi terbuka, kulihat Mas Evan keluar dengan handuk putih yang melilit pinggang. Sementara tangannya sibuk mengeringkan rambutnya yang basah usai keramas dengan handuk lainnya.Aku berdiri, menatapnya dengan beribu tanya yang memenuhi kepala. Rasanya terlalu sulit mengeluarkan pertanyaan tentang lipstick itu padanya. Bukan tak berani, hanya saja aku sedang menyusun kalimat yang tepat agar tidak membuatnya merasa dicurigai.“Ada apa? Apa ada yang ingin kamu bicarakan, Sayang?” tanya Mas Evan sambil mendekat padaku.Aku tersenyum tipis. Lalu kuambil dan kuperlihatkan lipstick itu padanya. “Aku menemukannya jatuh dari saku tas kamu, Mas.”Mas Evan menunduk, menatap lipstick di tanganku dengan ekspresi yang biasa. Tak ada kegugupan ya

    Last Updated : 2025-03-19
  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 3

    Bu Aura tersenyum lebar, lalu menjawab, “Benar sekali, Bu Dinara. Hampir setiap hari dia mampir untuk membeli bunga. Dia juga selalu minta untuk ditambahkan kartu ucapan. Saya yakin Bu Dinara pasti merasa sangat bahagia karena mendapat perlakuan yang romantis hampir setiap hari dari suaminya. Dan saya juga yakin ada banyak wanita yang iri untuk bisa berada di posisi Anda.”Degh!Aku sedikit mengernyit bersamaan dengan senyum di bibirku yang hampir memudar. Terkejut? Tentu saja. Bahkan, apa katanya? Hampir setiap hari? Bukankah itu artinya Mas Evan sering membeli bunga di sini?“Bu? Bu Dinara?”Aku terkesiap saat menyadari Bu Aura melambai-lambaikan tangannya di depan wajahku. Seketika itu kuukir senyum simpul untuk menyembunyikan rasa terkejutku. “Bu Aura bisa saja. Pasti masih banyak wanita yang lebih beruntung daripada saya.”Wanita di hadapanku kembali tersenyum. Tampak benar-benar tulus tanpa sebuah topeng yang menutupi wajahnya.“Bu Dinara saja yang suka merendah,” ujarnya. “Oh y

    Last Updated : 2025-03-19
  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 4

    Mia mengernyit. Jelas raut wajahnya sedikit heran dengan pertanyaanku. Tapi dia tak benar-benar menunjukkan dan justru tampak sedang berpikir keras.“Seingat saya yang biasa memakai lipstick merah ada Bu Anggun. Selain itu saya kurang memperhatikan, Bu. Maaf,” jawabnya.Aku mengangguk tanpa bertanya lebih jauh. Lalu kubiarkan Mia kembali melanjutkan pekerjaannya.“Bu Anggun?” gumamku lirih. Tapi pikiranku segera menepis dugaan perselingkuhan Mas Evan dengan Bu Anggun. Karena tidak mungkin Mas Evan tertarik dengan wanita yang usianya hampir menginjak lima puluh tahun.Langkah kembali kuayun menuju ruang kerja Mas Evan. Semakin dekat, jantungku semakin berdetak cepat. Pikiranku sudah membayangkan jika Mas Evan mungkin sedang bermesraan di ruang kerjanya, seperti kisah dalam novel yang pernah kubaca, atau drama film yang pernah kutonton. Aku merasa tak sanggup menghadapinya jika itu benar-benar terjadi di hadapanku sekarang.“Wah ini sangat indah, Pak. Saya yakin tidak ada wanita yang ti

    Last Updated : 2025-03-19
  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 5

    Mendengar hal itu, perasaanku menjadi tidak tenang. Sebenarnya aku sudah menebak jika kecurigaanku selama ini tidaklah salah. Tapi, demi membuktikan semua itu, aku meraih berkas-berkas yang Selina berikan meski dengan tangan gemetar. Begitu melihat apa yang ada di lembar paling atas, seketika kurasakan air mata langsung menggenang.Bagaimana tidak? Hatiku terasa ditikam ribuan pedang, disayat sembilu tajam, dan dihantam batu besar, hingga sebagian nyawaku terasa hilang. Lembar yang kulihat adalah sebuah foto di mana Mas Evan dengan mesranya mencium pipi seorang wanita yang sangat kukenal. Vania Priscilla, sekretaris pribadi Mas Evan. Foto lain menunjukkan bagaimana Mas Evan memeluk erat Vania sambil mencium kening wanita itu.Air mataku luruh. Meski sudah berhari-hari kusiapkan diri menerima kenyataan ini, tapi tetap saja hatiku rasanya sakit sekali. Rasanya masih tak percaya jika Mas Evan tega mengkhianati.“Apa aku tidak cukup baik menjadi seorang istri, Sel?” tanyaku dengan tatapan

    Last Updated : 2025-03-19

Latest chapter

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 8

    Di dalam sana, kulihat Mas Evan dan Vania saling tertawa lepas sebelum akhirnya tatapan mereka beralih pada kehadiranku. Namun, yang membuatku sedikit tertegun adalah betapa dekat posisi mereka saat ini. Vania berdiri di samping kursi yang dipakai Mas Evan duduk. Posisinya sedikit menunduk membaca berkas yang sedang ia tunjuk. Entah Vania sadar atau tidak jika aku sudah mengetahui bahwa dialah pemilik nomor asing yang mengirimiku pesan. Tapi dari posisinya sekarang, seolah pose itu sengaja diperlihatkan. “Bu Dinara, silakan masuk!” ujar Vania lembut dengan senyum misterius tanpa diketahui Mas Evan. Aku mengangguk dengan senyum tipis. Melangkah mendekat dengan tatapan datar. Berusaha tenang meski hatiku kini rasanya sudah panas terbakar. Cemburu dan amarah bagai pusaran api yang berputar-putar mencari tempat pelampiasan. “Dinara, masuklah!” ujar Mas Evan yang ikut menyambutku datang dengan senyum mengembang. Dinara? Jujur aku merasa asing dengan panggilan itu. Selama ini Mas Evan

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 7

    Kuambil napas panjang dan kuhembus perlahan. Semakin serius menatap Rafael yang menunggu jawaban. Setiap kata yang kususun sejak awal dalam angan, kini telah siap kulontarkan. “Sebenarnya ini adalah aib dalam rumah tanggaku,” kataku yang langsung tertunduk. Meremat jemari tangan di atas pangkuan dengan perasaan yang sulit kujelaskan. Yang pasti, hatiku kembali sakit dan terasa sesak untuk bernapas. “Aku mengetahui jika Mas Evan telah berselingkuh. Awalnya aku tak ingin percaya, sehingga diam-diam aku meminta Selina menyelidikinya. Hingga beberapa bukti yang terkumpul membenarkan perselingkuhan itu,” lanjutku dengan nada bergetar. Hening sejenak sebelum akhirnya kuangkat wajah untuk melihat reaksi Rafael yang tak sedikit pun bersuara. Entah apa yang ada di pikirannya. Tapi tatapannya tajam dengan dua alis yang hampir menyatu. Tergambar sebuah kemarahan yang coba ia redam di hadapanku. "Apa keluargamu sudah tahu tentang masalah ini?" tanyanya dengan tatapan menahan amarah. "Bel

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 6

    Mas Evan tersenyum, lalu berbalik dan menutup pintu. Sebelum langkahnya kembali menuju ke arahku, segera kumatikan video dan keluar dari semua folder yang sedang kubuka. Lalu menutup laptop begitu saja tanpa mematikannya. Tak lupa berkas lain pun aku kemas rapi seperti sedia kala.Aku berdiri saat Mas Evan sudah berada di sampingku. Ada senyum hangat di bibirnya. Membuatku terpaksa membalas senyumnya.“Kamu habis nangis? Kenapa?” tanyanya, wajahnya berubah panik, sambil tangannya terulur menyentuh pipiku yang sudah memerah. Sorot matanya seolah mencari sesuatu yang membuatku berurai air mata.Sengaja aku tersenyum lebar hingga deretan gigiku terlihat. “Itu Mas, aku baru saja nonton drakor sedih, makanya aku ikut nangis,” jawabku beralibi.Mas Evan menghela napas lega. “Astaga, Mas pikir kenapa. Memangnya ceritanya tentang apa sampai berhasil buat kamu nangis? Hm?” tanyanya sembari menarik tubuhku dalam pelukannya.“Emm, itu soal perselingkuhan, Mas,” jawabku yang sengaja memancing, la

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 5

    Mendengar hal itu, perasaanku menjadi tidak tenang. Sebenarnya aku sudah menebak jika kecurigaanku selama ini tidaklah salah. Tapi, demi membuktikan semua itu, aku meraih berkas-berkas yang Selina berikan meski dengan tangan gemetar. Begitu melihat apa yang ada di lembar paling atas, seketika kurasakan air mata langsung menggenang.Bagaimana tidak? Hatiku terasa ditikam ribuan pedang, disayat sembilu tajam, dan dihantam batu besar, hingga sebagian nyawaku terasa hilang. Lembar yang kulihat adalah sebuah foto di mana Mas Evan dengan mesranya mencium pipi seorang wanita yang sangat kukenal. Vania Priscilla, sekretaris pribadi Mas Evan. Foto lain menunjukkan bagaimana Mas Evan memeluk erat Vania sambil mencium kening wanita itu.Air mataku luruh. Meski sudah berhari-hari kusiapkan diri menerima kenyataan ini, tapi tetap saja hatiku rasanya sakit sekali. Rasanya masih tak percaya jika Mas Evan tega mengkhianati.“Apa aku tidak cukup baik menjadi seorang istri, Sel?” tanyaku dengan tatapan

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 4

    Mia mengernyit. Jelas raut wajahnya sedikit heran dengan pertanyaanku. Tapi dia tak benar-benar menunjukkan dan justru tampak sedang berpikir keras.“Seingat saya yang biasa memakai lipstick merah ada Bu Anggun. Selain itu saya kurang memperhatikan, Bu. Maaf,” jawabnya.Aku mengangguk tanpa bertanya lebih jauh. Lalu kubiarkan Mia kembali melanjutkan pekerjaannya.“Bu Anggun?” gumamku lirih. Tapi pikiranku segera menepis dugaan perselingkuhan Mas Evan dengan Bu Anggun. Karena tidak mungkin Mas Evan tertarik dengan wanita yang usianya hampir menginjak lima puluh tahun.Langkah kembali kuayun menuju ruang kerja Mas Evan. Semakin dekat, jantungku semakin berdetak cepat. Pikiranku sudah membayangkan jika Mas Evan mungkin sedang bermesraan di ruang kerjanya, seperti kisah dalam novel yang pernah kubaca, atau drama film yang pernah kutonton. Aku merasa tak sanggup menghadapinya jika itu benar-benar terjadi di hadapanku sekarang.“Wah ini sangat indah, Pak. Saya yakin tidak ada wanita yang ti

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 3

    Bu Aura tersenyum lebar, lalu menjawab, “Benar sekali, Bu Dinara. Hampir setiap hari dia mampir untuk membeli bunga. Dia juga selalu minta untuk ditambahkan kartu ucapan. Saya yakin Bu Dinara pasti merasa sangat bahagia karena mendapat perlakuan yang romantis hampir setiap hari dari suaminya. Dan saya juga yakin ada banyak wanita yang iri untuk bisa berada di posisi Anda.”Degh!Aku sedikit mengernyit bersamaan dengan senyum di bibirku yang hampir memudar. Terkejut? Tentu saja. Bahkan, apa katanya? Hampir setiap hari? Bukankah itu artinya Mas Evan sering membeli bunga di sini?“Bu? Bu Dinara?”Aku terkesiap saat menyadari Bu Aura melambai-lambaikan tangannya di depan wajahku. Seketika itu kuukir senyum simpul untuk menyembunyikan rasa terkejutku. “Bu Aura bisa saja. Pasti masih banyak wanita yang lebih beruntung daripada saya.”Wanita di hadapanku kembali tersenyum. Tampak benar-benar tulus tanpa sebuah topeng yang menutupi wajahnya.“Bu Dinara saja yang suka merendah,” ujarnya. “Oh y

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 2

    Aku memasukkan lipstick itu ke dalam saku piyama. Lalu beralih menuju lemari pakaian untuk mengambilkan piyama Mas Evan. Rasanya pikiranku sudah tidak bisa lagi untuk tetap tenang. Bahkan aku juga gelisah dan tak sabar menunggunya keluar.Begitu pintu kamar mandi terbuka, kulihat Mas Evan keluar dengan handuk putih yang melilit pinggang. Sementara tangannya sibuk mengeringkan rambutnya yang basah usai keramas dengan handuk lainnya.Aku berdiri, menatapnya dengan beribu tanya yang memenuhi kepala. Rasanya terlalu sulit mengeluarkan pertanyaan tentang lipstick itu padanya. Bukan tak berani, hanya saja aku sedang menyusun kalimat yang tepat agar tidak membuatnya merasa dicurigai.“Ada apa? Apa ada yang ingin kamu bicarakan, Sayang?” tanya Mas Evan sambil mendekat padaku.Aku tersenyum tipis. Lalu kuambil dan kuperlihatkan lipstick itu padanya. “Aku menemukannya jatuh dari saku tas kamu, Mas.”Mas Evan menunduk, menatap lipstick di tanganku dengan ekspresi yang biasa. Tak ada kegugupan ya

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 1

    Ting!Denting notifikasi ponsel yang terdengar, membuatku meletakkan majalah dan beranjak dari sofa. Kuayunkan langkah menuju nakas yang berada tepat di samping ranjang. Kuraih benda pipih yang ada di atasnya dan kuperhatikan layar. Nomor baru? Aku tak bisa menebak nomor siapa itu. Tapi kata-kata yang terlihat pada bar notifikasi sudah cukup membuatku mengernyitkan dahi.[Suamimu sangat pandai dalam hal memuaskan. Aku dibuat mendesah keenakan di atas ranjang]Seketika jantungku berdebar kencang, tapi aku masih berusaha untuk tetap tenang. Aku juga berpikir positif bahwa mungkin saja itu hanyalah orang iseng atau pesan salah kirim. Apalagi tak ada nama suamiku ataupun foto yang bisa menjadi bukti untuk menguatkan isi pesan.Namun tetap saja, aku tak bisa menahan diri untuk tidak penasaran. Lalu kucoba melihat foto profilnya, namun sayang hanya menampakkan buket bunga dengan selembar kartu ucapan. Dan setelah fotonya kuperbesar, nama toko bunga yang tertera pada kartu ucapan adalah toko

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status