Share

Bab 4

Author: RIANNA ZELINE
last update Last Updated: 2025-03-19 15:46:30

Mia mengernyit. Jelas raut wajahnya sedikit heran dengan pertanyaanku. Tapi dia tak benar-benar menunjukkan dan justru tampak sedang berpikir keras.

“Seingat saya yang biasa memakai lipstick merah ada Bu Anggun. Selain itu saya kurang memperhatikan, Bu. Maaf,” jawabnya.

Aku mengangguk tanpa bertanya lebih jauh. Lalu kubiarkan Mia kembali melanjutkan pekerjaannya.

“Bu Anggun?” gumamku lirih. Tapi pikiranku segera menepis dugaan perselingkuhan Mas Evan dengan Bu Anggun. Karena tidak mungkin Mas Evan tertarik dengan wanita yang usianya hampir menginjak lima puluh tahun.

Langkah kembali kuayun menuju ruang kerja Mas Evan. Semakin dekat, jantungku semakin berdetak cepat. Pikiranku sudah membayangkan jika Mas Evan mungkin sedang bermesraan di ruang kerjanya, seperti kisah dalam novel yang pernah kubaca, atau drama film yang pernah kutonton. Aku merasa tak sanggup menghadapinya jika itu benar-benar terjadi di hadapanku sekarang.

“Wah ini sangat indah, Pak. Saya yakin tidak ada wanita yang tidak menyukai hadiah Bapak,” ucap Vania yang kudengar dari depan pintu ruangan Mas Evan.

Aku terdiam, menahan diri untuk tidak langsung masuk ke dalam sana. Melainkan menunggu lagi apa yang sedang mereka bicarakan. Dan apa yang sebenarnya Mas Evan berikan pada Vania sampai sekretarisnya itu memuji suamiku dengan nada yang terdengar manja.

“Tentu saja. Aku memesannya khusus. Bagaimana menurutmu? Apa kamu suka?” tanya Mas Evan pada Vania.

Jantungku rasanya berhenti berdetak. Percakapan mereka sungguh membuatku penasaran, tapi aku sama sekali tak bisa menebak akan apa yang sebenarnya mereka bicarakan. Demi melihat langsung situasi di dalam sana, segera kubuka pintu ruangan Mas Evan tanpa mengetuknya lenih dulu.

Kedua orang di dalam sana tampak terkejut dengan kehadiranku. Tapi, sepertinya aku yang terlalu overthinking dengan suamiku. Tak ada sesuatu yang aneh dari mereka. Bahkan duduk mereka pun masih dibatasi oleh meja.

“Sayang, kenapa tidak memberi tahu jika akan datang? Ayo masuk!”

Mas Evan mengucapkan itu sambil menghampiriku dan membimbingku posesif untuk duduk di sofa. Sementara Vania yang awalnya duduk di depan meja kerja Mas Evan, langsung berdiri dan menunduk hormat padaku.

“Apa yang sedang kalian bicarakan?” tanyaku curiga. Menatap pada Vania dan Mas Evan secara bergantian.

Vania menatap takut pada Mas Evan. Seolah meminta perlindungan, atau mungkin sebuah isyarat untuk membantunya memberikan jawaban. Sedangkan Mas Evan justru menatapnya santai tanpa ada ketakutan yang tergambar pada raut wajahnya. Membuatku heran dan semakin penasaran.

Kudengar Mas Evan menghela napas sebelum akhirnya membuka suara. “Sebenarnya Mas sedang meminta pendapat Vania untuk hadiah kejutan yang akan Mas berikan di hari ulang tahun kamu, Sayang,” ujarnya begitu meyakinkan.

“Hadiah kejutan? Apa itu?” tanyaku.

“Rahasia dong. Kalau aku beri tahu sekarang ya bukan kejutan namanya,” jawab Mas Evan disertai kekehan kecil di akhir ucapannya. Tangannya juga mengusap lembut kepalaku, seolah menunjukkan betapa aku sangat berarti baginya.

Aku mengangguk dengan senyum simpul yang kubuat tampak tulus. Padahal jujur saja, aku mulai tak mempercayai setiap kata-katanya. Jika dulu aku merasa senang bagai melayang seperti burung terbang, kini hal itu sama sekali tak kurasakan. Entahlah, mungkin karena perasaanku sedang sensitif atau mungkin firasat burukku sudah memengaruhi perasaanku terhadap Mas Evan. Aku tak tahu pasti.

***

Aku masuk ke dalam cafe dengan langkah cepat. Tak sabar ingin kuselesaikan semua masalah yang menyangkut rumah tanggaku. Jujur, aku bukan orang yang senang membiarkan masalah terus berlarut-larut. Jika bisa diselesaikan secepatnya, untuk apa menunda berlama-lama?

“Bu,” sapa Selina begitu melihatku datang.

Aku mengangguk dan langsung duduk di hadapannya. Seperti sudah kebiasaan, Selina akan memesankanku minuman. Dan sejenak aku terdiam sambil menatap Selina dengan perasaan yang sulit kujelaskan.

“Apa ada masalah, Bu?” tanyanya.

Helaan napas aku keluarkan. Kini kutatap mata Selina dengan penuh keseriusan dan sedikit tajam. “Apa kamu menutupi sesuatu dariku?” tanyaku, mencoba mencari sesuatu yang tersembunyi di balik mata itu.

“Menyembunyikan sesuatu?” Selina tampak bingung. “Maksud Bu Dinara apa?”

“Mas Evan. Apa kamu tahu sesuatu tentang dia?” tanyaku lagi dengan nada mengintimidasi.

“Maaf, Bu, tapi saya benar-benar tidak mengerti. Memangnya ada apa dengan Pak Evan?”

Tepat seperti dugaanku, Mas Evan pasti menyembunyikan perselingkuhannya dengan sangat rapi, hingga Selina tidak tahu tentang hal itu. Aku tahu Selina tidak berbohong, sebab aku tidak pernah meragukan kesetiaannya menjadi tangan kananku. Tanpa berpikir lama, aku mangambil ponsel dan kuserahkan padanya.

“Baca dan pahami! Lacak siapa pemilik nomor itu. Dan juga perintahkan orang untuk membuntuti Mas Evan. Laporkan setiap ada perkembangan!” perintahku tanpa basa-basi.

Kuperhatikan Selina saat serius membaca pesan di ponselku. Dia bahkan menutup mulutnya, sebuah refleks atas rasa tak percaya. Lalu dia menatapku dengan rasa iba dan terkejut yang sulit disembunyikannya.

“Bu… ini?”

“Kamu sudah dengar perintahku, ‘kan?”

Selina mengangguk. “Baik, Bu. Saya akan menyelidiki masalah ini secepatnya. Apa masih ada hal lain?”

“Hampir setiap pulang kerja Mas Evan akan mampir ke Aura Flower untuk membeli bunga. Dan ini… lipstick yang kutemukan jatuh dari saku tas kerja milik Mas Evan. Dia bilang menemukannya di parkiran, tapi aku tidak yakin dia berkata yang sebenarnya. Mungkin kamu juga bisa menyelidikinya di kantor.”

Selina mengambil lipstick yang kusodorkan padanya dan memperhatikan lipstick itu dengan dua alis bertaut. Raut wajahnya seperti mengenal lipstick itu, dan kuharap dugaanku benar.

“Sepertinya ini memang tidak asing. Tapi saya akan menyelidiki lebih dulu untuk memastikannya.”

“Baiklah. Kuserahkan semuanya padamu. Jika ada sesuatu yang mencurigakan dengan Mas Evan, segera kabari aku.”

“Baik, Bu,” jawabnya.

“Satu lagi. Jika kamu memergoki mereka dan mereka beralibi, pura-puralah untuk percaya. Tapi jangan lupa cari kesempatan untuk mengambil foto atau video sebagai buktinya.”

Setelah kupastikan Selina memahami semua yang kuperintahkan, aku pun memilih pergi dari cafe. Kuayunkan langkah yang terasa begitu berat, seberat batu yang terasa menghimpit dada. Sesak kurasa. Tapi, aku harus tetap bernapas untuk bisa membongkar semuanya.

***

Satu minggu berlalu…

Tak berapa lama setelah mobil Mas Evan melaju meninggalkan rumah, sebuah mobil yang sangat kuhafal datang dan masuk ke pekarangan rumah. Selina keluar dari dalam mobil dengan menjinjing tas kerjanya.

“Selamat pagi, Bu,” sapanya sambil tersenyum. Senyum yang terasa sedikit dipaksakan. Mungkin karena dia tahu jika perasaanku sedang tidak baik-baik saja.

“Masuklah! Kita bicara di ruanganku saja,” ujarku datar. Aku berbalik dan langsung masuk rumah, membiarkan Selina mengekor di belakangku tanpa banyak bicara.

Setibanya di dalam ruangan, aku memilih duduk di sofa. Lalu Selina dengan cepat menyesuaikan dan mengambil duduk di sofa lain yang berhadapan denganku. Raut wajahnya tampak serius. Tangannya juga cekatan saat membuka tas dan mengeluarkan sebuah amplop coklat dari dalam sana.

“Ini adalah hasil pengintaian kami terhadap Pak Evan,” ujar Selina, membuka amplop itu dan menunjukkan isinya padaku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 5

    Mendengar hal itu, perasaanku menjadi tidak tenang. Sebenarnya aku sudah menebak jika kecurigaanku selama ini tidaklah salah. Tapi, demi membuktikan semua itu, aku meraih berkas-berkas yang Selina berikan meski dengan tangan gemetar. Begitu melihat apa yang ada di lembar paling atas, seketika kurasakan air mata langsung menggenang.Bagaimana tidak? Hatiku terasa ditikam ribuan pedang, disayat sembilu tajam, dan dihantam batu besar, hingga sebagian nyawaku terasa hilang. Lembar yang kulihat adalah sebuah foto di mana Mas Evan dengan mesranya mencium pipi seorang wanita yang sangat kukenal. Vania Priscilla, sekretaris pribadi Mas Evan. Foto lain menunjukkan bagaimana Mas Evan memeluk erat Vania sambil mencium kening wanita itu.Air mataku luruh. Meski sudah berhari-hari kusiapkan diri menerima kenyataan ini, tapi tetap saja hatiku rasanya sakit sekali. Rasanya masih tak percaya jika Mas Evan tega mengkhianati.“Apa aku tidak cukup baik menjadi seorang istri, Sel?” tanyaku dengan tatapan

    Last Updated : 2025-03-19
  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 6

    Mas Evan tersenyum, lalu berbalik dan menutup pintu. Sebelum langkahnya kembali menuju ke arahku, segera kumatikan video dan keluar dari semua folder yang sedang kubuka. Lalu menutup laptop begitu saja tanpa mematikannya. Tak lupa berkas lain pun aku kemas rapi seperti sedia kala.Aku berdiri saat Mas Evan sudah berada di sampingku. Ada senyum hangat di bibirnya. Membuatku terpaksa membalas senyumnya.“Kamu habis nangis? Kenapa?” tanyanya, wajahnya berubah panik, sambil tangannya terulur menyentuh pipiku yang sudah memerah. Sorot matanya seolah mencari sesuatu yang membuatku berurai air mata.Sengaja aku tersenyum lebar hingga deretan gigiku terlihat. “Itu Mas, aku baru saja nonton drakor sedih, makanya aku ikut nangis,” jawabku beralibi.Mas Evan menghela napas lega. “Astaga, Mas pikir kenapa. Memangnya ceritanya tentang apa sampai berhasil buat kamu nangis? Hm?” tanyanya sembari menarik tubuhku dalam pelukannya.“Emm, itu soal perselingkuhan, Mas,” jawabku yang sengaja memancing, la

    Last Updated : 2025-03-22
  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 7

    Kuambil napas panjang dan kuhembus perlahan. Semakin serius menatap Rafael yang menunggu jawaban. Setiap kata yang kususun sejak awal dalam angan, kini telah siap kulontarkan. “Sebenarnya ini adalah aib dalam rumah tanggaku,” kataku yang langsung tertunduk. Meremat jemari tangan di atas pangkuan dengan perasaan yang sulit kujelaskan. Yang pasti, hatiku kembali sakit dan terasa sesak untuk bernapas. “Aku mengetahui jika Mas Evan telah berselingkuh. Awalnya aku tak ingin percaya, sehingga diam-diam aku meminta Selina menyelidikinya. Hingga beberapa bukti yang terkumpul membenarkan perselingkuhan itu,” lanjutku dengan nada bergetar. Hening sejenak sebelum akhirnya kuangkat wajah untuk melihat reaksi Rafael yang tak sedikit pun bersuara. Entah apa yang ada di pikirannya. Tapi tatapannya tajam dengan dua alis yang hampir menyatu. Tergambar sebuah kemarahan yang coba ia redam di hadapanku. "Apa keluargamu sudah tahu tentang masalah ini?" tanyanya dengan tatapan menahan amarah. "Bel

    Last Updated : 2025-04-11
  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 8

    Di dalam sana, kulihat Mas Evan dan Vania saling tertawa lepas sebelum akhirnya tatapan mereka beralih pada kehadiranku. Namun, yang membuatku sedikit tertegun adalah betapa dekat posisi mereka saat ini. Vania berdiri di samping kursi yang dipakai Mas Evan duduk. Posisinya sedikit menunduk membaca berkas yang sedang ia tunjuk. Entah Vania sadar atau tidak jika aku sudah mengetahui bahwa dialah pemilik nomor asing yang mengirimiku pesan. Tapi dari posisinya sekarang, seolah pose itu sengaja diperlihatkan. “Bu Dinara, silakan masuk!” ujar Vania lembut dengan senyum misterius tanpa diketahui Mas Evan. Aku mengangguk dengan senyum tipis. Melangkah mendekat dengan tatapan datar. Berusaha tenang meski hatiku kini rasanya sudah panas terbakar. Cemburu dan amarah bagai pusaran api yang berputar-putar mencari tempat pelampiasan. “Dinara, masuklah!” ujar Mas Evan yang ikut menyambutku datang dengan senyum mengembang. Dinara? Jujur aku merasa asing dengan panggilan itu. Selama ini Mas Evan

    Last Updated : 2025-04-14
  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 1

    Ting!Denting notifikasi ponsel yang terdengar, membuatku meletakkan majalah dan beranjak dari sofa. Kuayunkan langkah menuju nakas yang berada tepat di samping ranjang. Kuraih benda pipih yang ada di atasnya dan kuperhatikan layar. Nomor baru? Aku tak bisa menebak nomor siapa itu. Tapi kata-kata yang terlihat pada bar notifikasi sudah cukup membuatku mengernyitkan dahi.[Suamimu sangat pandai dalam hal memuaskan. Aku dibuat mendesah keenakan di atas ranjang]Seketika jantungku berdebar kencang, tapi aku masih berusaha untuk tetap tenang. Aku juga berpikir positif bahwa mungkin saja itu hanyalah orang iseng atau pesan salah kirim. Apalagi tak ada nama suamiku ataupun foto yang bisa menjadi bukti untuk menguatkan isi pesan.Namun tetap saja, aku tak bisa menahan diri untuk tidak penasaran. Lalu kucoba melihat foto profilnya, namun sayang hanya menampakkan buket bunga dengan selembar kartu ucapan. Dan setelah fotonya kuperbesar, nama toko bunga yang tertera pada kartu ucapan adalah toko

    Last Updated : 2025-03-19
  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 2

    Aku memasukkan lipstick itu ke dalam saku piyama. Lalu beralih menuju lemari pakaian untuk mengambilkan piyama Mas Evan. Rasanya pikiranku sudah tidak bisa lagi untuk tetap tenang. Bahkan aku juga gelisah dan tak sabar menunggunya keluar.Begitu pintu kamar mandi terbuka, kulihat Mas Evan keluar dengan handuk putih yang melilit pinggang. Sementara tangannya sibuk mengeringkan rambutnya yang basah usai keramas dengan handuk lainnya.Aku berdiri, menatapnya dengan beribu tanya yang memenuhi kepala. Rasanya terlalu sulit mengeluarkan pertanyaan tentang lipstick itu padanya. Bukan tak berani, hanya saja aku sedang menyusun kalimat yang tepat agar tidak membuatnya merasa dicurigai.“Ada apa? Apa ada yang ingin kamu bicarakan, Sayang?” tanya Mas Evan sambil mendekat padaku.Aku tersenyum tipis. Lalu kuambil dan kuperlihatkan lipstick itu padanya. “Aku menemukannya jatuh dari saku tas kamu, Mas.”Mas Evan menunduk, menatap lipstick di tanganku dengan ekspresi yang biasa. Tak ada kegugupan ya

    Last Updated : 2025-03-19
  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 3

    Bu Aura tersenyum lebar, lalu menjawab, “Benar sekali, Bu Dinara. Hampir setiap hari dia mampir untuk membeli bunga. Dia juga selalu minta untuk ditambahkan kartu ucapan. Saya yakin Bu Dinara pasti merasa sangat bahagia karena mendapat perlakuan yang romantis hampir setiap hari dari suaminya. Dan saya juga yakin ada banyak wanita yang iri untuk bisa berada di posisi Anda.”Degh!Aku sedikit mengernyit bersamaan dengan senyum di bibirku yang hampir memudar. Terkejut? Tentu saja. Bahkan, apa katanya? Hampir setiap hari? Bukankah itu artinya Mas Evan sering membeli bunga di sini?“Bu? Bu Dinara?”Aku terkesiap saat menyadari Bu Aura melambai-lambaikan tangannya di depan wajahku. Seketika itu kuukir senyum simpul untuk menyembunyikan rasa terkejutku. “Bu Aura bisa saja. Pasti masih banyak wanita yang lebih beruntung daripada saya.”Wanita di hadapanku kembali tersenyum. Tampak benar-benar tulus tanpa sebuah topeng yang menutupi wajahnya.“Bu Dinara saja yang suka merendah,” ujarnya. “Oh y

    Last Updated : 2025-03-19

Latest chapter

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 8

    Di dalam sana, kulihat Mas Evan dan Vania saling tertawa lepas sebelum akhirnya tatapan mereka beralih pada kehadiranku. Namun, yang membuatku sedikit tertegun adalah betapa dekat posisi mereka saat ini. Vania berdiri di samping kursi yang dipakai Mas Evan duduk. Posisinya sedikit menunduk membaca berkas yang sedang ia tunjuk. Entah Vania sadar atau tidak jika aku sudah mengetahui bahwa dialah pemilik nomor asing yang mengirimiku pesan. Tapi dari posisinya sekarang, seolah pose itu sengaja diperlihatkan. “Bu Dinara, silakan masuk!” ujar Vania lembut dengan senyum misterius tanpa diketahui Mas Evan. Aku mengangguk dengan senyum tipis. Melangkah mendekat dengan tatapan datar. Berusaha tenang meski hatiku kini rasanya sudah panas terbakar. Cemburu dan amarah bagai pusaran api yang berputar-putar mencari tempat pelampiasan. “Dinara, masuklah!” ujar Mas Evan yang ikut menyambutku datang dengan senyum mengembang. Dinara? Jujur aku merasa asing dengan panggilan itu. Selama ini Mas Evan

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 7

    Kuambil napas panjang dan kuhembus perlahan. Semakin serius menatap Rafael yang menunggu jawaban. Setiap kata yang kususun sejak awal dalam angan, kini telah siap kulontarkan. “Sebenarnya ini adalah aib dalam rumah tanggaku,” kataku yang langsung tertunduk. Meremat jemari tangan di atas pangkuan dengan perasaan yang sulit kujelaskan. Yang pasti, hatiku kembali sakit dan terasa sesak untuk bernapas. “Aku mengetahui jika Mas Evan telah berselingkuh. Awalnya aku tak ingin percaya, sehingga diam-diam aku meminta Selina menyelidikinya. Hingga beberapa bukti yang terkumpul membenarkan perselingkuhan itu,” lanjutku dengan nada bergetar. Hening sejenak sebelum akhirnya kuangkat wajah untuk melihat reaksi Rafael yang tak sedikit pun bersuara. Entah apa yang ada di pikirannya. Tapi tatapannya tajam dengan dua alis yang hampir menyatu. Tergambar sebuah kemarahan yang coba ia redam di hadapanku. "Apa keluargamu sudah tahu tentang masalah ini?" tanyanya dengan tatapan menahan amarah. "Bel

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 6

    Mas Evan tersenyum, lalu berbalik dan menutup pintu. Sebelum langkahnya kembali menuju ke arahku, segera kumatikan video dan keluar dari semua folder yang sedang kubuka. Lalu menutup laptop begitu saja tanpa mematikannya. Tak lupa berkas lain pun aku kemas rapi seperti sedia kala.Aku berdiri saat Mas Evan sudah berada di sampingku. Ada senyum hangat di bibirnya. Membuatku terpaksa membalas senyumnya.“Kamu habis nangis? Kenapa?” tanyanya, wajahnya berubah panik, sambil tangannya terulur menyentuh pipiku yang sudah memerah. Sorot matanya seolah mencari sesuatu yang membuatku berurai air mata.Sengaja aku tersenyum lebar hingga deretan gigiku terlihat. “Itu Mas, aku baru saja nonton drakor sedih, makanya aku ikut nangis,” jawabku beralibi.Mas Evan menghela napas lega. “Astaga, Mas pikir kenapa. Memangnya ceritanya tentang apa sampai berhasil buat kamu nangis? Hm?” tanyanya sembari menarik tubuhku dalam pelukannya.“Emm, itu soal perselingkuhan, Mas,” jawabku yang sengaja memancing, la

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 5

    Mendengar hal itu, perasaanku menjadi tidak tenang. Sebenarnya aku sudah menebak jika kecurigaanku selama ini tidaklah salah. Tapi, demi membuktikan semua itu, aku meraih berkas-berkas yang Selina berikan meski dengan tangan gemetar. Begitu melihat apa yang ada di lembar paling atas, seketika kurasakan air mata langsung menggenang.Bagaimana tidak? Hatiku terasa ditikam ribuan pedang, disayat sembilu tajam, dan dihantam batu besar, hingga sebagian nyawaku terasa hilang. Lembar yang kulihat adalah sebuah foto di mana Mas Evan dengan mesranya mencium pipi seorang wanita yang sangat kukenal. Vania Priscilla, sekretaris pribadi Mas Evan. Foto lain menunjukkan bagaimana Mas Evan memeluk erat Vania sambil mencium kening wanita itu.Air mataku luruh. Meski sudah berhari-hari kusiapkan diri menerima kenyataan ini, tapi tetap saja hatiku rasanya sakit sekali. Rasanya masih tak percaya jika Mas Evan tega mengkhianati.“Apa aku tidak cukup baik menjadi seorang istri, Sel?” tanyaku dengan tatapan

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 4

    Mia mengernyit. Jelas raut wajahnya sedikit heran dengan pertanyaanku. Tapi dia tak benar-benar menunjukkan dan justru tampak sedang berpikir keras.“Seingat saya yang biasa memakai lipstick merah ada Bu Anggun. Selain itu saya kurang memperhatikan, Bu. Maaf,” jawabnya.Aku mengangguk tanpa bertanya lebih jauh. Lalu kubiarkan Mia kembali melanjutkan pekerjaannya.“Bu Anggun?” gumamku lirih. Tapi pikiranku segera menepis dugaan perselingkuhan Mas Evan dengan Bu Anggun. Karena tidak mungkin Mas Evan tertarik dengan wanita yang usianya hampir menginjak lima puluh tahun.Langkah kembali kuayun menuju ruang kerja Mas Evan. Semakin dekat, jantungku semakin berdetak cepat. Pikiranku sudah membayangkan jika Mas Evan mungkin sedang bermesraan di ruang kerjanya, seperti kisah dalam novel yang pernah kubaca, atau drama film yang pernah kutonton. Aku merasa tak sanggup menghadapinya jika itu benar-benar terjadi di hadapanku sekarang.“Wah ini sangat indah, Pak. Saya yakin tidak ada wanita yang ti

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 3

    Bu Aura tersenyum lebar, lalu menjawab, “Benar sekali, Bu Dinara. Hampir setiap hari dia mampir untuk membeli bunga. Dia juga selalu minta untuk ditambahkan kartu ucapan. Saya yakin Bu Dinara pasti merasa sangat bahagia karena mendapat perlakuan yang romantis hampir setiap hari dari suaminya. Dan saya juga yakin ada banyak wanita yang iri untuk bisa berada di posisi Anda.”Degh!Aku sedikit mengernyit bersamaan dengan senyum di bibirku yang hampir memudar. Terkejut? Tentu saja. Bahkan, apa katanya? Hampir setiap hari? Bukankah itu artinya Mas Evan sering membeli bunga di sini?“Bu? Bu Dinara?”Aku terkesiap saat menyadari Bu Aura melambai-lambaikan tangannya di depan wajahku. Seketika itu kuukir senyum simpul untuk menyembunyikan rasa terkejutku. “Bu Aura bisa saja. Pasti masih banyak wanita yang lebih beruntung daripada saya.”Wanita di hadapanku kembali tersenyum. Tampak benar-benar tulus tanpa sebuah topeng yang menutupi wajahnya.“Bu Dinara saja yang suka merendah,” ujarnya. “Oh y

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 2

    Aku memasukkan lipstick itu ke dalam saku piyama. Lalu beralih menuju lemari pakaian untuk mengambilkan piyama Mas Evan. Rasanya pikiranku sudah tidak bisa lagi untuk tetap tenang. Bahkan aku juga gelisah dan tak sabar menunggunya keluar.Begitu pintu kamar mandi terbuka, kulihat Mas Evan keluar dengan handuk putih yang melilit pinggang. Sementara tangannya sibuk mengeringkan rambutnya yang basah usai keramas dengan handuk lainnya.Aku berdiri, menatapnya dengan beribu tanya yang memenuhi kepala. Rasanya terlalu sulit mengeluarkan pertanyaan tentang lipstick itu padanya. Bukan tak berani, hanya saja aku sedang menyusun kalimat yang tepat agar tidak membuatnya merasa dicurigai.“Ada apa? Apa ada yang ingin kamu bicarakan, Sayang?” tanya Mas Evan sambil mendekat padaku.Aku tersenyum tipis. Lalu kuambil dan kuperlihatkan lipstick itu padanya. “Aku menemukannya jatuh dari saku tas kamu, Mas.”Mas Evan menunduk, menatap lipstick di tanganku dengan ekspresi yang biasa. Tak ada kegugupan ya

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 1

    Ting!Denting notifikasi ponsel yang terdengar, membuatku meletakkan majalah dan beranjak dari sofa. Kuayunkan langkah menuju nakas yang berada tepat di samping ranjang. Kuraih benda pipih yang ada di atasnya dan kuperhatikan layar. Nomor baru? Aku tak bisa menebak nomor siapa itu. Tapi kata-kata yang terlihat pada bar notifikasi sudah cukup membuatku mengernyitkan dahi.[Suamimu sangat pandai dalam hal memuaskan. Aku dibuat mendesah keenakan di atas ranjang]Seketika jantungku berdebar kencang, tapi aku masih berusaha untuk tetap tenang. Aku juga berpikir positif bahwa mungkin saja itu hanyalah orang iseng atau pesan salah kirim. Apalagi tak ada nama suamiku ataupun foto yang bisa menjadi bukti untuk menguatkan isi pesan.Namun tetap saja, aku tak bisa menahan diri untuk tidak penasaran. Lalu kucoba melihat foto profilnya, namun sayang hanya menampakkan buket bunga dengan selembar kartu ucapan. Dan setelah fotonya kuperbesar, nama toko bunga yang tertera pada kartu ucapan adalah toko

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status