‘’A—apa? Berani sekali dia. Aku malah lupa kalo pagi ini orang-orang yang melamar jadi security akan datang ke rumah ini,’’ kataku lirih yang terperanjat kaget mendengar ucapan bibi Sum.Aku tak tahu lagi apa yang direncanakan oleh lelaki itu. Padahal dia sudah lama tak berada di rumah dan dia tak tahu apa-apa soal aku mencari security pribadi. Yang tahu tentang ini hanya bibi dan aku. Ah, rencana licik apalagi yang dibuat oleh lelaki pengkhianat itu?‘’Bi, temani aku ke luar ya?’’Bukan aku takut, tapi aku hanya waspada saja. Jika nanti kepalaku mendadak pusing kembali dan apalagi kini tubuhku terasa tak berdaya. Bibi tampak mengangguk. Dengan pelan aku bangkit dan melangkahkan kaki ke luar. Setibanya di teras rumah, aku mendapati lelaki itu tengah bersama beberapa orang lelaki, menurutku mereka yang menghubungiku kemarin malam.‘’Apalagi yang kamu rencanakan, Mas?’’ gumamku dalam hati. Tanpa berpikir lagi aku bergegas menghampiri.‘’Mas, kamu nggak berhak mengatur semua ini!’’ tegas
Ucapan Mama membuat aku ingin segera mengakhiri kebohongan ini. Tampak Mama sudah melangkah keluar dari rumah dan menuju pagar. Aku menghela napas gusar.‘’Sabar, Nel. Ini bukan waktu yang tepat untuk kamu bicara dengan Mama,’’ lirihku mengingatkan diri sendiri.Aku melangkah ke luar. Mataku tertuju kembali pada mama mertua yang tengah menaiki taksi dan hilang seketika dari pandanganku. Bergegas aku melangkah dan mengunci pagar kembali. Aku tak mau jika nanti lelaki pengkhianat itu menginjakkan kaki ke sini lagi.‘’Eh, Mamanya Naisya? Udah sehat?’’Aku mencari sumber suaranya. Eh, ternyata bu Aira di sebelah rumahku. Tampak dia tengah menyapu halaman. Mungkin dia tahu dari beberapa postingan para fans-ku yang mendo’akan aku sewaktu kecelakaan itu. Ya, walaupun usianya tak muda lagi, namun wanita itu pandai bermain sosial media. Aku sudah kenal siapa bu Aira. Dia begitu baik, ramah, dan suka bermain sosial media guna menghibur diri katanya.‘’Alhamdulillah, lumayan membaik, Bu. Ibu kap
‘’Ma, kok Deno jarang banget ke sini? Kenapa ya?’’ tanya lelaki yang masih setia membersamaiku itu di waktu mendekati senja ini.Dia tampak menyesap teh hangat yang tadi kusuguhkan lalu kembali beralih menatapku.‘’Deno itu sekarang sibuk banget, Pa. Apalagi dia itu Direktur Utama di perusahaan itu. Jadi kita harus maklumin,’’ sahutku sambil tersenyum.‘’Iya, kalo itu Papa paham sih. Tapi apa nggak ada waktu liburnya? Kan hari Minggu libur. Papa merasa aneh deh sama Deno.’’Dalam hati aku membenarkan ucapan suamiku. Apa sesibuk itu anakku? Apa hari Minggu dia tak punya waktu untuk sekadar mengunjungi kedua orang tuanya? Bahkan sekadar menelpon saja tak ada. Dan kemarin aku mengunjungi rumah Deno dan Nelda, sebelumnya aku sudah memberitahu menantuku itu. Hanya saja Deno tak tahu jika aku akan berkunjung ke rumahnya.Setibanya di sana, seperti biasa aku disambut hangat oleh menantuku itu dan tak ada yang berubah dari sikap seorang Nelda padaku, namun aku sedikit curiga dengan sikapnya t
Semejak karyawanku mengundurkan diri dari perusahaan, membuat perusahaan itu aku tutup untuk sementara. Aku bahkan sudah berusaha untuk mencari karyawan, ingin aku ajak bekerja di perusahaanku. Namun, nihil. Semua orang sudah tahu rahasiaku selama ini.‘’Kami nggak sudi bekerja sama dengan Direktur kayak Bapak.’’Begitu ucapan mereka tiga hari nan lalu. Saat aku mengajak beberapa wanita dan pria yang kuhubungi lewat benda canggihku itu. Ah, ini semua gara-gara perempuan sok suci itu! Semua orang jadi tahu yang kututupi selama ini. Berita itu viral karena dia live di instagram, kuyakin orang lain juga ikut menshare video live itu. Lihat saja apa yang akan kulakukan pada wanita sok suci itu. Semoga saja semua rencanaku kali ini berhasil.’Kamu kira aku ini lelaki bodoh, Nel! Kamu belum tahu siapa Deno yang sebenarnya' Aku menyunggingkan bibir.Aku mengusap mukaku berkali-kali dengan kasar. Seketika panggilan Chika mampu membuyarkan lamunanku.‘’Mas? Gimana udah dapat solusi nggak kam
‘’Nggak! Pokoknya kalian nggak boleh masuk. Nanti malah aku kehilangan barang mahalku lagi. Orang miskin kayak kalian emang bisa mengganti barang mahalku? Hah?’’Aku berkacak pinggang berdiri di ambang pintu menghadap bapak-bapak rempong yang kepo sekali dengan urusanku. Ingin rasanya aku menelan hidup semua orang ini, saking marahnya aku sekarang. Bisa-bisanya mereka kepo dengan urusanku.Ibu Nirma? Siapa dia? Di mana orang itu melihat aku membawa Deno ke sini? Selama aku mengajaknya menginap di sini tak pernah kecolongan sedikit pun. Karena seribu macam cara aku lakukan agar warga tak mengetahui, kalau aku membawa lelaki menginap di rumahku. Aku akan mencari tahu ini semua, siapa itu Nirma?‘’Mba, kami cuman sekedar ngecek aja. Nggak lebih.’’‘’Kita masuk aja. Mana tahu dia yang membawa lelaki ke rumahnya!’’Semuanya menerobos memasuki rumahku, aku sudah berusaha menghalangi sekuat tenaga, namun tak bisa. Kekuatan mereka mengalahkan kekuatanku yang cuman sendirian, apalagi aku juga
‘’Nel, apa ada yang kamu sembunyikan dari Mama dan Papa?’’ Pesan dari Mama mertua mampu membuatku terperanjat.Apa Mama sudah mulai curiga dengan semua ini? Atau Mama sudah tahu problem rumah tanggaku di media sosial yang tengah viral? Tapi bukankah Mama tak suka bermain sosial media? Aku tahu betul bagaimana mertuaku itu. Dia punya ponsel android, namun hanya untuk menghubungi anak dan karib-kerabatnya saja. Dia tak pernah tahu-menahu tentang sosial media lainnya, kecuali hanya Wattsapp saja. Tak seperti orang tua zaman now, yang suka berselancar di media sosial dan selalu suka mencari info terkini yang tengah viral.‘’Aduuh, aku harus jawab apa ini? Apa sekarang waktunya untuk jujur ke orang tuanya Mas Deno?’’Aku menghela napas dengan pelan, guna menghusir rasa cemas. Keringat dingin mulai bercucuran di mukaku. Dengan gemetaran kuketikkan pesan.‘’Ma’af sebelumnya, Ma. Bukan maksud aku menyembunyikan sesuatu dari Mama. Ini atas kemauan Mas Deno, dia nggak mau Mama dan Papa banyak p
‘’Nel, awas kamu ya!!’’Pesan singkat yang mampu membuat aku terkesiap. Dia mengancam aku? Mungkin mamanya sudah memberitahu semua yang kukatakan tadi lewat telpon. Aku yakin lelaki itu sudah bersandiwara lagi pada mamanya itu.‘’Aku nggak takut sedikit pun dengan ancaman kamu, Mas!’’‘’Bu? Siapa? Bapak ya?’’ Aku beralih menatap bibi Sum yang terheran memandangiku.‘’Iya, Bi. Dia mengancam aku. Nggak ada angin nggak ada hujan, eh sekali ngechat langsung deh mengancam.’’Kuletakkan kembali benda canggih itu. Aku tak kan membalas pesan yang tak penting itu, biarkan saja apa yang diucapkannya. Mau dia mengancamku atau bagaimana, aku tak kan takut padanya. Memangnya aku salah mengatakan yang sejujurnya pada wanita yang masih berstatus sebagai mertuaku itu? Selama ini aku sudah mengikuti semua kemauan lelaki itu, aku sudah mengikuti permainannya yang membuat aku tertekan dengan kondisi ini.Siapa yang tak tertekan coba berpura-pura bahagia, padahal hatiku tersiksa lahir dan bathin dengan s
‘’Nggak, Bi. Dodo itu orangnya baik kok. Nggak boleh berprasangka buruk sama orang lain. Apalagi tanpa bukti, iya kan?’’ kataku dengan lembut.Dia begitu membutuhkan pekerjaan ini, jadi mana mungkin dia akan macam-macam. Lelaki itu baik dan sopan menurutku. Seketika putri semata wayangku terbangun dan bergegas memelukku dengan erat. Membuat aku dan bibi Sum saling tatapan.‘’Eh, anak sayang Mama udah bangun nih. Nyenyak banget tidurnya ya, Nak?’’‘’Iya, Ma. Adik mimpi Papa.’’Membuat aku terkesiap,’’Papa?’’ ulangku kemudian yang melepaskan pelukan dari buah hatiku itu.‘’Papa meninggalkan kita. Papa jahat banget,’’ lirihnya dengan suara bergetar. Itu membuat aku tersentak dan hatiku terenyuh. Aku coba menarik napas dan mengeluarkannya, agar pikiranku sedikit tenang. Aku tak bisa berkata yang sejujurnya pada anakku ini, seusia dia masih tak tahu apa-apa. Ya Allah! Tolong bantu aku.‘’Dik, Papanya kan sibuk kerja di kantor.’’ Bibi bersuara mewakilkanku, karena aku yang tak kunjung bicar
Setelah bersalaman dengan mertua, sahabat, dan juga anakku. Saatnya kami berdua menaiki pelaminan. Lelakiku itu mengenggam erat tanganku untuk melangkah menuju pelaminan. Para tamu undangan pun langsung mengucapkan selamat dan bersalaman dengan kami berdua.‘’MaasyaaAllah. Mba Nelda? Akhirnya bertemu dengan Penulis favoritku.’’ Wanita yang kuperkirakan umurnya dua puluhan itu bergegas memelukku.‘’Alhamdulillah. Senang banget bertemu, Kakak.’’ Kami melepaskan pelukan. Matanya berbinar menatapku.‘’Semoga langgeng sampe Kakek Nenek yah, Mba.’’‘’Aamiin Ya Allah. Makasih banyak loh.’’Ternyata ada banyak pembaca yang kuundang hingga membuat kami tak bisa duduk beristirahat di kursi pelaminan karena menjabat tangan mereka satu-persatu.‘’Tapi kok Naisya belum ketemu sama aku sejak tadi?’’ Mataku sibuk mencari keberadaan si kecil.‘’Mama! Papa!’’ teriaknya yang membuat aku tertawa, anakku bergegas memelukku. Ternyata dia bersama Fani.‘’Duuh sayangnya Mama nih.’’ Aku memeluknya dengan era
Seminggu kemudian, hari yang kutunggu-tunggu pun tiba. Semua persiapan pernikahanku Fani dan teman-temannya yang mengurus. Aku tengah duduk di depan cermin. MaasyaaAllah, aku terlihat begitu cantik dan anggun dengan polesan make up tipis dari Sang Perias.‘’Akhirnya aku melepas masa jandaku. Semoga ini adalah pernikahan terakhirku seumur hidup dan semoga Reno imam terbaik untuk aku, juga jadi Papa sambung buat anakku.’’ Aku tersenyum memandangi bayangan wajahku di pantulan cermin.Ini adalah pernikahanku yang kedua kalinya. Sebelumnya tak pernah terniat di hatiku untuk menikah lagi, aku hanya ingin menikah sekali seumur hidup. Namun, apalah daya. Allah berkehendak lain. Lelaki itu selingkuh selama empat tahun lamanya. Menyisakan trauma dan luka yang mendalam. Hingga akhirnya datang seseorang yang dengan pelan-pelan bisa mengobati rasa luka dan traumaku. Dialah yang akan jadi calon imamku. Harapanku semoga ini adalah pernikahan terakhir dalam hidupku.‘’Cie-cie ada yang senyam-senyum
‘’Happy birth day, Om Reno.’’ Kali ini Naisya yang mengucapkan.‘’Makasih, Dik. Sayangnya Om Reno nih.’’ Tangannya mengelus kepala Naisya.‘’Ini kadonya dari aku, Om.’’ Anakku bergegas menyodorkan kado yang membuat para tamu undangan tersenyum.‘’Wah, ini Adik yang membungkus kadonya? Bagus banget. Makasih ya.’’ Lelaki itu langsung mengambil kado dari tangan Naisya lalu memandangi kado yang bersampul panda itu.‘’Bibi yang menyiapkan, Om. Dan uang untuk membeli kadonya minta ke Mama,’’ katanya dengan polos, berhasil membuat para tamu tertawa.Begitu juga dengan Reno dan orangtuanya. Aku memberi kode agar si Bibi memberikan kado yang tengah dipegangnya sedari tadi. Bibi langsung memberikannya padaku.‘’Dan ini dari aku ya, Ren. Jangan dilihat dari harganya. Tapi lihatlah siapa yang memberikannya.’’ Senyumannya mengembang lalu bergegas mengambil kado yang kusodorkan.‘’Makasi ya,’’ kata lelaki itu dengan suara lembut. Entah kenapa hatiku jadi tersentuh.***Tak ada acara hembus lilin. H
Setahun kemudian..Hari ini adalah ulang tahun Reno, lelaki yang selama ini kukira tidak baik. Lelaki yang selama ini aku ragukan ketulusan hatinya. Ternyata dia memang lelaki yang baik dan peduli padaku, terutama pada Naisya. Dia banyak sekali berkorban untukku dan juga anakku. Akibat kepeduliannya itu membuat sikap dinginku lenyap, apalagi Naisya sangat senang bermain dengan lelaki itu. Hingga sosok almarhum Papanya bisa digantikan oleh Reno. ‘’Udah setahun lebih tanpa kehadiran Mas Deno di sisiku dan juga Naisya. Semoga kamu tenang di alam sana ya, Mas. Dan diampuni segala dosa-dosamu,’’ lirihku sambil mematut diri di cermin.Ya, sudah setahun lebih lamanya aku menjanda. Sedangkan sahabatku Fani sudah menikah duluan dengan Fahmi, lelaki pilihan Mamanya. Yang ternyata dia adalah lelaki baik.Seiring berjalannya waktu rasa luka masa lalu itu dengan pelan mulai sembuh, disembuhkan oleh lelaki baik yang bernama Reno. Malaikat yang dititipkan Allah untukku.‘’Ma, yuk kita jalan sekaran
Dua hari kemudian..Anak semata wayangku sudah bisa dibawa pulang, Alhamdulillah panasnya sudah turun. Ya, walaupun dia sering memanggil nama Papanya. Terutama di saat tengah tertidur pulas. Sesuai prediksi Dokter Nira, anakku itu kemungkinan tengah merindu berat pada Papanya. Ditambah dia kekurangan istirahat, dia sering begadang karena tak bisa tidur beberapa hari kemarin.Aku pun sudah mencoba menghubungi nomor kontak Mas Deno, tapi nihil. Lelaki itu malah mereject telepon dariku, bahkan sudah berulangkali aku hubungi namun sekali pun tak diangkatnya. Apa dia tak kepikiran Naisya di sana? Apa dia tak mengalami hal yang sama seperti Naisya yang tengah rindu berat padanya? Atau karena dia sedang asyik bersama si pelakor itu? Jadi lupa sama anaknya? Aku menghela napas lega. Biarkan saja lelaki itu, toh dia tak kan mau peduli pada anakku. Biarkan saja aku yang membesarkan dan mendidik Naisya.****Hari ini aku bersyukur sekali, karena anakku bisa dibawa pulang. Aku mengusap kepala putr
Tanpa berkata apapun aku bergegas berpindah posisi duduk. Aku memeluk putriku di kursi belakang. Sedangkan lelaki yang bernama Reno itu langsung melajukan si roda empat. Ya, kali ini aku tak boleh egois. Yang paling penting sekarang Naisya tiba di rumah sakit dan mendapatkan perawatan dari dokter. Aku terus saja mengecup kening putriku yang tengah dalam pangkuan. Kubelai rambutnya.‘’Sayang, Adik pasti kuat. Yang sabar ya, Nak. Sebentar lagi kita pasti akan sampe di rumah sakit,’’ kataku lirih.Kuraba kepalanya, membuat aku semakin cemas. Panas anakku malah semakin naik.‘’Ya Allah! Kuatkan anakku. Sembuhkan dia.’’‘’Nel, kamu yang tenang ya. Banyakin berdo’a,’’ kata lelaki yang tengah fokus menyetir itu sesekali melirik ke belakang lewat kaca spion.Entah kenapa kali ini membuat hatiku lebih tenang. Ada apa denganku?Tak berselang lama mobilku sudah tiba di depan rumah sakit. Lelaki itu bergegas turun. Aku yang akan membuka pintu mobil membuat tanganku terhenti. Karena lelaki itu sud
‘’Astaghfirullah! Dik, kok kamu panas banget, Nak.’’ Aku mengusap kepala Naisya. Membuat aku terkesiap dan panik dibuatnya. ‘’Bibi!’’ ‘’Bi! Cepat ke sini!’’ ‘’Iya, Bu?’’ Wanita separuh baya itu terperanjat memandangi aku. ‘’Naisya, Bi. Kepalanya panas banget.’’ ‘’Tenang ya, Bu. Biar Bibi coba kompres dulu.’’ Aku sungguh tak tenang dibuatnya. Bagaimana tidak, tubuhnya begitu panas. ‘’Pa—Pa.’’ Membuat mataku membulat. Papa? Matanya masih terpejam namun dia memanggil mas Deno. Anakku ketika demam tak pernah memanggil papanya. Apa dia begitu rindu pada mas Deno? Ya Allah. Aku harus bagaimana? ‘’Bu, biar Bibi yang mengompres,’’ kata wanita separuh baya itu yang tengah melangkah memasuki kamar dengan tergopoh-gopoh sambil membawa baskom dan handuk kecil. Di saat anakku demam panas seperti ini bayangan wajah Mas Deno pun hadir di benakku. Ada apa ini? Bisa-bisanya aku teringat sama lelaki itu di saat genting seperti ini. ‘’Nggak, Nel. Kamu harus fokus ke anakmu. Nggak usa
‘’Hei, loh bisa diem nggak?’’ Tangan lelaki itu menamparku dengan spontan. Membuat aku meringis kesakitan. Andaikan saja aku punya tenaga dan tanganku tak diikat, mungkin aku akan membalas semuanya. ‘’Jangan dihabisin tenaga kalian. Tutup saja mulutnya,’’ titah wanita licik itu yang membuat mataku melotot.‘’Baik, Bu.’’ Dia bergegas melakban mulutku membuat aku sulit untuk bicara.‘’Dasar brengsek! Awas aja kalian semua. Aku bakal balas lebih kejam dari ini,’’ ancamku dalam hati. Lelaki yang tengah menyetir itu tersenyum puas menatapku, begitupun dengan lelaki yang duduk di sebelahku. Awas saja kalian! Akan kubalas semua perlakuan kejam ini.‘Aku mau dibawa ke mana sebenarnya?Tiada putusnya mataku memandangi di sekeliling jalan ini lewat kaca jendela. Begitu sepi, hanya satu atau dua saja kendaraan yang lewat. Aku semakin cemas dibuatnya. Mau apa mereka? Apa mereka punya rencana lebih jahat lagi padaku? Chika, kamu di mana Sayang. Andaikan saja kamu tahu apa yang dilakukan oleh Mam
POV Deno‘’Untuk apa kalian memberiku makan? Lebih baik bunuh saja akuu!’’ teriakku lantang.Sudah seminggu aku disekap di sini. Tendangan dan pukulan bertubi-tubi kuhadapi, hingga membuat wajahku babak belur seperti ini. Mukaku begitu terasa sakit. Kukira mertuaku itu akan membawaku pergi ke luar kota, namun tak sesuai ekspektasi. Sungguh dia pandai sekali bersandiwara membuat aku percaya.Ternyata aku dibawa ke rumah kosong yang sudah tua. Masih teringat olehku ketika aku berada di mobil, asistennya membekap mulutku hingga membuat aku pingsan. Aku yakin ada resep yang ditaburkannya pada sapu tangan itu. Tak berselang lama tiba-tiba aku sudah sadar dengan keadaan air yang membasahi muka dan seluruh tubuhku. Aku yakin wanita licik itu yang menyiramkannya. Kenapa aku jadi bodoh seperti ini. Sialan!‘’Awas aja kalo aku bisa keluar dari sini. Aku akan balas semuanya,’’ geramku dalam hati yang memandangi kedua lelaki bertubuh kekar itu.‘’Ngapain loh melototin kita kayak gitu? Mau kabur,