SEBELUM BACA KLIK, SUBSCRIBE DAN SUMBANGKAN GEMS YA KAK. TERIMA KASIH "Kalian baru sampai Fan, masa iya kau langsung membawa istrimu pulang?"Mereka baru sehari sampai. Fandy sudah sibuk mengajak Maya pulang ke rumah mereka, rumah yang sudah selesai di renovasi saat Maya kabur."Maya harus melihat rumah kami Ma, rumah yang belum sempat dia tempati, karena kabur."Mendengar ucapan anaknya, mama Fandy hanya bisa menarik napas tapi tak bisa berbuat apa-apa."Baiklah kalau kalian berkeras, jaga anak dan istrimu Fan. Jangan berulah lagi, kasihan Maya terus kau buat susah.""Susah apa sih Ma, dia saja yang ....""Apa?"Fandy tak melanjutkan ucapannya karena Maya keburu melotot. Kalau begitu Fandy memilih diam dan meminta maaf."Ayo kita pulang ke rumah kita. Shanum pasti senang karena punya kamar sendiri.""Kamar sendiri? Buat apa? Dia akan tidur bersamaku. Kau saja yang tidur sendiri."Fandy segera mendorong tubuh Maya, agar wanita itu tak mengomel terus. Dia segera membawa istrinya masuk
SEBELUM BACA KLIK, SUBSCRIBE DAN SUMBANGKAN GEMS YA KAK. TERIMA KASIH Maya melirik Fandy yang baru saja keluar dari kamar mandi. Pria itu terlihat tak perduli meski istrinya melirik tajam, sudah tiga hari mereka tinggal satu rumah, tapi pria itu acuh tak acuh."Bosan, mandi aja lah."Maya segera pergi ke kamar mandi, tak lama dia keluar hanya mengunakan handuk melilit di tubuhnya. Dia menarik napas kesal, saat suaminya tak melirik sama sekali. "Kita lihat siapa yang kuat," ujarnya dalam hati.Pluk ....Maya melepas handuk di tubuhnya. Dengan keadaan telanjang, dia mengambil pakaian dalam dan mengambil baju di lemari. Masih tak tergoda juga pria yang berdiri di belakangnya.Maya segera mengunakan bajunya, lalu meraih ponsel di atas nakas. Mengusap benda itu sebentar lalu tersenyum, kali ini Fandy mulai agak kepo."Siang ini aku mau keluar, ada reuni dengan teman-teman sekolah. Aku sih tak perlu ijin mu, tapi sebagai suami kau harus tau. Satu lagi mungkin aku akan pulang terlambat, ka
SEBELUM BACA KLIK, SUBSCRIBE DAN SUMBANGKAN GEMS YA KAK. TERIMA KASIH "Jadi kau mengaku kesepian? Kenapa tak bilang? Kalau begini kan aku tak perlu susah-susah bangun pagi. Kita bisa habiskan hari Minggu ini berduaan saja."Maya tersedak saat mendengar ucapan Fandy. Dia baru tau kalau hari ini Minggu, buat apa juga suaminya pergi ke kantor."Maaf, aku sudah punya agenda berdua dengan Shanum. Kau tak ada dalam agenda itu."Bukannya marah, Fandy kembali mendekati istrinya, lalu duduk di samping wanita itu."Katanya mau ada reuni? Kenapa hanya ada kau dan Shanum? Kalau ada orang lain, berarti aku bisa ikutan."Fandy menoel pipi istrinya, membuat Maya menjauhkan dirinya dari pria itu."Mau jauhan lagi, katanya kesepian karena tak aku ajak bicara? Kalau begitu aku pergi saja."Fandy melangkah menuju keluar. Niatnya Hanya membuat istrinya kesal, siapa tau ada badai di depan pintu."Hai ...mas, sorry bisa kita bicara sebentar. Ada hal penting yang ingin aku bicarakan denganmu, ini tentang L
SEBELUM BACA KLIK, SUBSCRIBE DAN SUMBANGKAN GEMS YA KAK. TERIMA KASIH Plak ...."Pa!"Papa Fandy menampar wajah putranya, untunglah sang mama berhasil memenangkan pria itu, kalau tidak entah apa yang terjadi."Katakan pada bapak Fan. Kesalahpahaman apa lagi, yang terjadi diantara kalian bedua, Maya anak bapak yang kuat. Dia bisa menghadapi pria yang sangat dia cintai, bahkan meninggalkannya ketika hatinya sudah teramat sakit. Dia juga memilih pergi ketika hatinya tak lagi kuat menghadapimu. Kenapa kali ini dia memilih kematian? Hanya untuk menghindarimu."Fandy berlutut di depan orangtua istrinya, membuat bapak Maya murka. Pria itu tau perbuatan Fandy melukai perasaan besannya."Berdirilah, jangan terlalu mudah berlutut, selain pada tuhanmu. Katakan apa yang membuat Maya memilih melukai dirinya? Kalau selama ini bapak membelamu. Mungkin kali ini bapak akan menurutin keinginan anak bapak, meski dia harus berpisah dengan suaminya.""Mas, jangan asal bicara. Kita cari penyelesaian masa
SEBELUM BACA KLIK, SUBSCRIBE DAN SUMBANGKAN GEMS YA KAK. TERIMA KASIH Maya membuka mata setelah mendengar suara suaminya. Hatinya sakit mendengar panggilan itu, miris ketika menyadari panggilan itu mungkin tak hanya untuknya."Duduklah Mas, aku ingin bicara denganmu tentang kita. Aku sudah berusaha sangat keras untuk mengabaikan segalanya, tapi kali ini tolong turuti permintaanku. Kita bercerai saja, rasanya tak sanggup terus berada dalam ketakutan, sedangkan kau seolah tak perduli sama sekali.""Sayang aku mohon dengarkan dulu.""Tak perlu jelaskan apapun lagi Mas. Keputusanku sudah bulat, kau ceraikan aku atau aku yang mengugatmu. Sekarang pergilah, aku ingin istirahat."Maya kembali merebahkan diri dan mulai memejamkan mata. Airmata mengalir di pipinya, membuat Fandy mengulurkan tangan menghapusnya."Tak adakah kesempatan untuk membela diri yang? Sungguh aku tak berniat apapun, selain hanya untuk membantu wanita itu. Maaf jika itu menyakitimu, tapi tolong beri aku kesempatan mempe
SEBELUM BACA KLIK, SUBSCRIBE DAN SUMBANGKAN GEMS YA KAK. TERIMA KASIH "Mas Fandy, saya kebetulan lewat sini. Tak sengaja melihat mobil Mas Fandy, apa ada yang bisa saya bantu? Selain itu saya ingin bicara soal istri mas Fandy yang sepertinya salahpaham pada kita."Sarah adalah orang yang diminta Fandy untuk menangani Laila yang depresi. Sayang niat baiknya justru menghancurkan keluarganya, sang istri cemburu hingga tak mau mendengarkan alasannya."Kita bisa bicara di sana, ada kafe yang baru buka. Aku akan membantumu bicara dengan Maya."Fandy tak menjawab, hanya segera melajukan mobilnya menuju ke tempat yang ditunjuk Sarah. Sekali lagi dia lengah, tak menyadari keanehan pada wanita bernama Sarah itu."Apa perlu aku bertemu dengan Maya? Agar jelas kalau ini hanya salah paham. Dia pasti akan mendengarkan karena aku yang menangani Laila."Fandy berpikir dia memang butuh bantuan Sarah, karena wanita itu bisa menjelaskan, kalau dia tak pernah berhubungan langsung dengan Laila. Dia hanya
SEBELUM BACA KLIK, SUBSCRIBE DAN SUMBANGKAN GEMS YA KAK. TERIMA KASIH "May, duduk sini. Kau yakin baik-baik saja? Aku lihat wajahmu semakin pucat. Kalau tak enak badan pergilah istirahat, tak apa aku bisa bersama bapak, ibu dan Shasha."Maya mengangguk lalu berjalan menuju ke kamar. Namun di depan pintu dia hampir jatuh, untung Sandi melihat dan langsung berlari menolongnya."Bawa dia ke kamar Mas."Maya berusaha menolak, tapi Miska dan Sandi memapahnya ke tempat tidur. Suami istri itu segera keluar meninggalkan Maya dan ibunya."Selemah itu tubuh Maya, apa sebenarnya yang terjadi mas? Bukannya Maya dan mas Fandy sudah baikan?"Miska menatap suaminya, namun Sandi segera mengelengkan kepalanya. Ada hal yang tak perlu mereka ketahui, sebelum Maya atau Fandy yang cerita. Sandi sadar tak mungkin Fandy akan cerita karena hubungan mereka hanya bos dan majikan."Sebaiknya kita pulang dulu, besok kita datang lagi. Bukankah kita di sini tiga hari jadi masih ada waktu untuk menemui Maya."Misk
SEBELUM BACA KLIK, SUBSCRIBE DAN SUMBANGKAN GEMS YA KAK. TERIMA KASIH Maya membuka mata, dia meringis saat merasakan pusing di kepalanya. Mencoba mengerakan kepala namun matanya menatap tepat wajah suaminya.Sempat terkejut namun dia tak lagi bergerak. Hanya menatap wajah pria yang tengah terlelap memeluk tubuhnya. Tangannya terulur hendak menyentuh wajah Fandy, namun urung saat ingat apa yang telah terjadi selama ini."Apa begitu istimewa dirimu Mas? Hingga membuat banyak wanita yang ingin memilikimu."Maya menatap bibir tipis tapi berisi itu, hidung mancung, bulu mata yang lentik dan kulit putih bersih. Mungkin itu yang menjadi daya tarik suaminya selain harta dan kedudukannya."Huk ...."Maya menutup mulutnya lalu berlari menuju ke kamar mandi. Tiba-tiba perutnya terasa mual, membuatnya ingin muntah.Fandy terbangun dan segera berlari mengejar istrinya ke kamar mandi. Maya segera menepis tangan Fandy yang memijit tengkuknya."Menjauh dariku."Maya mendorong Fandy keluar dari kamar
"Kalian penipu, untuk menguasai harta ibu kalian sengaja bilang bangkrut. Kalian ingin menguasai hak Aina putriku."Siti berteriak, membuat semua orang yang datang ke acara tujuh hari nenek Fandy terkejut. Mereka tak menyangka kalau wanita itu tidak memiliki sopan-santun. Membuat Hardi muak."Cukup! Hak apa yang kau maksudkan, Siti. Aina bahkan bukan darah dagingku, dia anak harammu dengan pria lain. Apa kau mau semua orang tau siapa ayah Aina? Sudah siap di hancurkan istri dan keluarga pria itu?"Siti terkejut dia tak menyangka Hardi akan semarah itu. Selama ini tak ada yang tau soal Aina selain Hardi dan orangtua Fandy, tapi sekarang Hardi siap membuka aibnya."Bagaimana?"Siti gemetar dia hanya bisa menatap Hardi tanpa berani untuk bicara. Dia tak siap berhadapan dengan keluarga kekasihnya, apalagi tanpa perlindungan Hardi."Sebaiknya kau pergi daripada hanya membuat omong kosong. Demi harta kau tak sadar sedang berada di mana, selama ini kau sudah enak hidup dari belaskasihan kami
"Ini gak mungkin, pasti akal-akalan kalian kan. Jangan mentang-mentang ibu tinggal bersama kalian lalu kalian berusaha menguasai hartanya."Sari terlihat marah saat pengacara keluarga datang sesuai permintaan Sari. Malas ribut orangtua Fandy menuruti permintaannya."Awalnya aku tak mau melibatkan kalian. Sayangnya kau terlalu serakah Sari, apa boleh buat segera kosongkan rumah yang kalian tempati, karena itu termasuk harta ibu yang di gadaikan. Bahkan rumah ini sudah bukan milik ibu lagi, hutang dan kesombongan membuat semuanya hilang."Kali ini Maya dan Fandy tak berani bersuara. Mereka lebih memilih untuk mendengarkan para orangtua yang bicara, agar tak terjadi keributan yang lebih panjang."Bagaimana Har? Apa kau siap bicara pada wanita ini? Wanita yang tak sadar siapa dirinya. Hanya mantan tapi masih merasa berkuasa, aku rasa sudah waktunya kau buang dia, daripada menyusahkan mu terus-menerus."Maya dan Fandy terkejut begitu juga dengan Sari. Wanita itu tak menyangka akan mendapat
"Setelah ibu meninggal akhirnya kalian datang juga. Begitu inginnya kalian mendapat warisan ibu."Baru saja masuk ke rumah, belum juga mendudukan bokong ke kursi. Susah terdengar ucapan pedas seorang wanita."Maksud Tante Sari apa ya? Kenapa bicara soal warisan? Saat nenek belum genap tiga hari meninggal."Fandy yang terkejut langsung menatap istri adik papanya. Mereka memang tak dekat, bahkan saat dia dan Maya menikah tak ada keluarga papanya yang datang. Sepertinya dia tau sebabnya."Heran saja, sejak ibu sakit tak ada kalian datang menjenguk tapi begitu dia meninggal cepat sekali datang pasti menginginkan harta warisan kan? Sudahlah aku bisa menebaknya dengan mudah."Fandy terlihat mengepalkan tangan, tentu dia emosi mendengar tuduhan Tantenya. Namun tidak dengan Maya, wanita itu terlihat santai sekali membuat Fandy heran dan juga bingung."Sayangnya Tante salah besar. Kami berdua tak membutuhkan warisan dari siapapun, asal tau aja kami berdua sudah memiliki dua perusahaan besar un
Fandy dan Maya duduk menghadap gundukan tanah merah yang masih basah. Di sana terbaring seorang wanita yang pernah merusak pernikahan mereka, wanita yang hingga akhir hayatnya tak sempat meminta maaf pada Fandy Maya."Sudah siang, kita pulang sekarang. Papa dan mama ingin bicara dengan kita."Fandy menautkan jari tangan pada tangan sang istri. Dia tau Maya masih belum bisa percaya pada kedua orangtuanya, setelah mereka sempat melakukan kesalahan pada wanita itu."Berapa lama kita di sini, Mas? Apa bisa aku pulang duluan? Rasanya tak nyaman berada di sini apalagi ada Hera."Maya terlihat tak nyaman tapi Fandy juga tak mungkin membawa istrinya pulang sekarang. Apa kata orang kalau mereka pulang, mereka saja datang setelah tiga hari kematian sang nenek. Jadi gak pantas kalau langsung pergi."Tenang ada aku bersamamu. Lagipula mama dan papa kan sudah meminta maaf, apa salahnya kita beri mereka kesempàtan, jangan sampai kejadian yang di alami nenek terjadi pada orangtua ku juga.""Apa kau
Kedua pasangan itu berciuman dengan panas. Mereka bahkan lupa berada di mana saat itu, Sandoro benar-benar bahagia, saat gadis yang dia cintai membalas perasaannya. Sandoro menarik tangan gadis yang baru satu jam yang lalu menerima cintanya. Mereka duduk di kursi ruangan Maya, posisi duduk mengangkang kekasihnya, membuat milik lelaki itu semakin tegang. Apalagi wanita itu justru duduk di pangkuannya, jelas membuat miliknya semakin membesar."Ah ....Pak milikmu menusuk milikku."Gadis itu terkejut hingga melepaskan ciuman di bibir kekasih barunya. Pria itu tersenyum dan meremas pantatnya."Mau buka celana dalammu? Agar dia bisa benar-benar masuk dan membuatmu merasakan nikmatnya."Gadis itu mengerjabkan matanya. Seperti berpikir antara takut dan ingin merasakan, benda besar yang menusuk miliknya. Perlahan dia bangun dari pangkuan Sandoro, menatap mata kekasihnya lalu membelai wajah pria yang tengah memejamkan mata itu, dia tau Sandoro tengah berusaha menetralkan panas di tubuhnya."Maa
"Hai ...mau kemana kau?"Sandoro dan bapak Maya terkejut, saat melihat Fandy berdiri menuju pintu kamar yang di tempati istrinya."Aku rela menerima rasa sakit yang di berikan istriku, tapi aku tak bisa tetap diam saat dia merasakan sakit, karena apa yang dia pikirkan apalagi semua itu tidak benar."Fandy membuka pintu dan menemukan sorot mata dingin dan penuh rasa kecewa. Perlahan dia mendekat dan bersiap, seandainya sang istri kembali menyerangnya."Kau bisa memukul atau menamparku jika itu membuatmu lega, Yank. Aku memang bodoh, hingga tanpa sadar terus membuatmu terluka dan kecewa. Hanya saja kau harus tau, aku mencintaimu tak ada wanita lain yang bisa menggantikan cinta itu. Lagipula apa yang kau pikirkan? Hingga jatuh pingsan sebelum Sandoro bicara. Apa mungkin itu bawaan bayi kita, yang sudah berkembang di rahimmu? Mungkin dia juga ikutan marah, karena mamanya berpikir papanya melakukan kesalahan lagi."Maya terlihat bingung dengan apa yang suaminya bilang. Mata wanita itu ber
Maya mengeliat merasakan sakit di kepalanya. Rasa pusing membuatnya tak sadar apa yang sudah terjadi padanya, perlahan dia terdiam saat otaknya mulai menginggat apa yang sudah terjadi."Sayang, syukurlah kau sudah sadar."Plak ...brak ...."Pergi! Aku tak mau melihatmu lagi!"Maya berteriak setelah menampar suaminya. Dia mulai membanting barang-barang yang ada di meja, pikiran dalam kepala membuatnya marah. Raut wajah Sandoro dan tatapan pria itu membuatnya menerka, apa yang sudah di lakukan Fandy."Sialan kau Mas. Percuma aku beri kau kesempatan berulang kali, ternyata kau membuatku seperti perempuan bodoh. Keluar, aku akan menggugat ke pengadilan agama kita bercerai!""Cukup Maya!"Maya tersentak saat mendengar teriakan bapaknya dari depan pintu. Wanita itu menangis histeris, karena mengira semua orang membodohinya termasuk orangtuanya."Bapak tenang dulu, sayang tenang dan dengarkan aku.""Tidak! Semua sudah jelas. Jadi pergi kalian semua, aku tak mau mendengar atau melihat kalian
"Kau yakin wanita itu ada di tempat yang kau katakan? Bersama pak Cakra Kusuma juga."Maya menatap Sandoro, untuk memastikan kalau laporan pria itu tak salah."Yakin, aku sudah memastikannya langsung dengan sekretaris pak Cakra. Wanita itu ingin menawarkan kerjasama dengan pak Cakra."Maya mengelengkan kepala sembari menatap Sandoro. Dia heran, bagaimana pria itu bisa mendapat informasi secepat itu."Rayuan ku tak pernah gagal May. Kau mau membuktikannya?"Plak ....Maya memukul bahu Sandoro. Pria itu memang suruhan Maya tapi dia bukan pegawai Maya, jadi dia masih bisa bicara dengan santai pada wanita itu."Masih ada satu lagi kejutanku untukmu May. Kau pasti suka, tak perlu mengeluarkan tenaga untuk memberi wanita itu pelajaran, cukup dengan Vidio ini."Sandoro mengirim sebuah Vidio ke nomor Maya. Wanita itu membukanya dan terkejut, dengan wajah merah dia menatap Sandoro."Sial kau, kenapa tak mengingatkan aku soal Vidio mesum ini?"Maya mengusap wajahnya dia jadi malu pada Sandoro k
"Seorang janda yang melanjutkan usaha suaminya. Sayang isi otaknya tak terlalu bagus, jadi perusahaan tak berjalan baik justru mendekati bangkrut. Irvan menjanjikan suntikan dana dengan syarat membantu Fira menjebak suamimu."Maya mengepalkan tangan ternyata dugaannya benar. Ada yang aneh dengan wanita yang ingin bekerjasama dengan Fandy."Bagus kalau begitu terus awasi dia. Aku sendiri yang akan memberinya pelajaran, kalau dia tak boleh macam-macam dengan milikku."Sandoro adalah orang yang diminta Maya mengawasi wanita yang memasukkan obat perangsang dalam minuman Fandy. Pria itu begitu cekatan, hingga dalam waktu singkat sudah meletakkan informasi yang dia minta di atas meja kerjanya."Ngomong-ngomong, bagaimana kabar suamimu? Aku dengar dia membenturkan kepala, agar tak menyentuh wanita itu."Maya menarik napas saat mendengar pertanyaan Sandoro. Bicara soal Fandy, Maya belum menemui suaminya lagi sejak semalam. Dia masih kesal dengan kebodohan suaminya."Yah begitulah. Dia masih d