Share

Jadi Pelayan

Author: Winda
last update Last Updated: 2021-03-21 01:24:23

"Bu," ucapku pada perempuan yang bertugas sebagai kepala bagian dapur, "Ini Bu, ada yang pesan lasagna!"

"Oh, iya," sahutnya menoleh ke arahku, dan mengambil kertas catatan dari tangan ku, dia pun menginformasikan kepada asisten chef, lalu ia kembali fokus mengecek makanan sebelum di antar oleh para waiters, ke meja pelanggan.

"Sil, antarkan dulu makanan ini ke meja Nomor 13! Sambil menunggu lasagna siap di sajikan!" titah kepala bagian.

"Baik Bu."

Akupun mengangguk patuh, dan mengambil nampan dengan piring berisi kentang goreng saus keju, dengan toping keju parut di atasnya, juga segelas minuman dingin, dari tampilannya nampak begitu segar, rasanya ingin sekali aku meneguknya.

Jangankan pernah meminumnya, melihatnya saja baru kali ini dalam seumur hidupku, rasanya seperti apa aku tak tau? membuat kerongkonganku semakin dahagaku. Aku hanya bisa menelan ludah.

Aku keluar dari dapur sambil berjalan menuju meja Nomor 13, sesuai yang di perintahkan oleh Bu Elia, sang kepala bagian.

"Permisi Mas! Ini pesanannya," ucapku seraya meletakkan piring berisi kentang goreng saus keju, dan minuman Kiwi Punch Soda, yang sangat segar.

"Iya, terimakasih," sahutnya singkat tanpa menoleh padaku, tatapannya fokus ke layar gawai yang berada dalam genggaman nya.

Aku pun berlalu dari hadapan Pria berjaket kulit hitam celana jeans warna senada itu. Aku kembali ke dapur untuk mengambil lasagna pesanan dua Pria tadi.

"Bu, udah beres?" tanyaku pada Ibu Elia.

"Iya, ini tinggal di antarkan! Kamu segera kesana ya!"

"Baik Bu."

Aku berlalu dari dapur, keluar melewati kursi dan meja-meja tamu, semua tempat duduk hampir penuh, pagi menjelang siang cafe ini sangat ramai dengan pengunjung, Pria maupun Wanita juga anak-anak muda ada di sini, dari mulai yang datang dengan pasangan nya, hingga dengan keluarga nya.

Mungkin karena hari ini hari Sabtu waktunya orang-orang menghabiskan hari liburnya, walaupun sekedar untuk makan-makan dan minum, atau nongkrong sambil menikmati secangkir kopi.

Para waiters dan waitress semua sibuk dengan pekerjaannya mengantarkan pesanan kepada setiap pelanggan, ada pula yang menyambut tamu kami yang baru tiba, ada juga yang sedang mencatat pesanan.

 Sama halnya seperti aku yang mulai sibuk di hari pertama ku ini. Aku berjalan sambil membawa nampan dengan piring berisi lasagna, kali ini aku tidak terlalu kaku tak seperti tadi. Aku pun sampai ke meja yang aku tuju.

"Permisi Pak! Ini pesanannya." Aku meletakan dua piring keramik putih berisi lasagna ku tata dengan rapi.

"Terimakasih Nona!" jawab Pria berjas abu-abu wajahnya sangat tampan dan maskulin.

"Sama-sama Pak." Aku mengangguk sambil mengulas senyuman.

"Nona." Dia mendongak.

"Iya, ada apa Pak?"

"Bawakan kami, dua minuman dingin!"

"Baik Pak! Apa ada lagi yang mau di pesan?"

Dia menggeleng pelan sambil tersenyum, namun tatapan matanya tak lepas memandangi wajah ku. Aku merasa jengah dengan sorot matanya yang tajam, ku palingkan wajah ini.

Aku tak suka bila ada lelaki memandang ku seperti itu. Ku melihat ada sesuatu di balik senyum nya, Dia meraih tangan ku dan meremasnya, gegas ku tarik tangan ku dari genggaman nya.

"Yang manis, dan segar seperti kamu," desahnya membuat aku jijik.

"Maksud Bapak apa?"

"Eum... 2 gelas jus buah," ujarnya sambil tersenyum miring.

"Ada lagi?" ketus ku.

"Tidak untuk sa'at ini! Mungkin nanti, kami akan memesan sesuatu lagi padamu!"

Hm... kata itu lagi yang dia ucapkan. Aku menghela nafas kesal. Ku menghentakkan kaki kiri ku sedikit, hatiku benar-benar dongkol dengan dua Pria aneh ini, dari tadi mereka memesan tak sekaligus malah satu persatu, seperti sengaja ingin mengerjai ku, lebih lagi Pria berjas abu-abu membuat aku jijik, dia sudah berani menyentuh tanganku. 

 Entah apa yang ada di dalam otak orang-orang ini, ingin sekali aku melempar nampan stainless yang aku pegang ke lantai, agar dia tau betapa jengkelnya aku pada dua Pria aneh yang di hadapan ku ini, namun aku harus tetap sabar dan bersikap ramah tamah, jika aku tak ingin di tegur oleh atasan ku.

"Saya permisi dulu ya Pak!" ucapku sambil memaksakan bibir ini untuk tersenyum, walau hati ini panas, aku pun beranjak dari hadapan mereka, tanganku mengepal sambil memeluk nampan.

Aku berjalan dengan langkah cepat, ingin segera ke toilet dan mengguyur kepala ku ini.

"Mbak!" tiba-tiba ada yang memanggilku suara laki-laki. Aku pun menoleh ke arahnya.

"Iya Mas, ada apa?" sahutku berbalik badan lalu menghampirinya.

"Mbak, ini dompet nya, tadi jatuh, setelah mengantar makanan pada saya," ucapnya sembari menyodorkan dompet berwarna coklat.

"Terimakasih Mas," jawabku seraya mengambil benda yang sudah usang dan lusuh.

"Itu, dompet Mbak kan?"

"Iya Mas, ini dompet saya."

Aku sangat yakin ini adalah dompet ku, tak mungkin orang lain mempunyai benda yang sudah jelek seperti ini, dan masih menggunakan nya, mungkin sebagian orang sudah mengganti bahkan membuangnya.

"Mbak, coba cek dulu! Takutnya uangnya ada yang hilang,"

"Gak usah Mas! Saya percaya, gak mungkin orang seperti Mas buka-buka dompet orang lain," sergahku.

"Nama mu Silvi kan?"

"Loh, kok bisa tau?" Aku menautkan alis.

"Iya, saya minta Ma'af! Tadi saya buka dulu, cuma mau lihat KTP nya untuk memastikan, ternyata benar ini milik Mbak,"

"Oh, terimakasih Mas, saya permisi dulu, harus ke dapur lagi! Dan mengantarkan pesanan pelanggan lain." Aku kembali berbalik badan dan beranjak.

"Mbak, gak pengen tau nama saya?" ucapnya sedikit berteriak.

"Gak Mas, lain kali aja!" sahutku sambil berlari.

Tak berselang lama aku kembali mengantarkan dua jus jeruk untuk Pria aneh tadi, mereka hanya memesan jus buah dan tak memberikan keterangan, namun aku berinisiatif sendiri, mungkin dia ingin meminum jus jeruk yang manis dan segar seperti yang mereka katakan.

Aku membungkukkan badan seraya meletakkan dua Orange jus di meja hadapan mereka.

"Terimakasih Nona!"

Aku mengangguk tanpa berkata.

"Nona, bisa duduk sebentar di situ!" pinta Pria berjas biru navy rekanya. Aku menggeleng tak menjawab.

"Duduk!" pintanya lagi.

"Gak mau!"

"Kenapa?" tanya Pria berjas biru navy lagi.

"Saya masih banyak kerja'an,"

Pria itu melempar lirikan aneh pada rekannya yang berjas abu-abu, aku tak tau apa yang mereka mau?.

"Nona, saya cuma meminta anda untuk duduk! Tak lebih, saya hanya ingin kamu menemani kami makan!"

"Saya gak mau!"

"Hm..." Dia menarik nafas, aku masih berdiri mematung.

 "Nona, saya ini tidak lapar, dan satu porsi lasagna ini takkan ada yang memakan, sayang kan, nanti Mubadzir, nah... Kamu duduk di sini! Temani bos saya makan!"

"Gak mau Pak! Nanti saya di marahi oleh Bu Ema,"

"Kata siapa Bu Ema akan marah? Dia pasti akan mengizinkan kamu,"

"Gak Pak,"

"Ya sudah kalau kamu tidak mau." Pria berjas biru navy itu meraih dan mengambil nampan yang aku pegang, lalu dia meletakkan sesuatu, kulirik ternyata beberapa lembar uang kertas berwarna merah.

"Buat apa ini Pak?" tanya ku terheran.

"Ini uang tip untuk kamu, karena kamu sudah melayani kami dengan baik,"

"Tidak usah Pak!" sergahku sambil meletakkan kembali uang itu. Dia mengangguk sambil mengedip, isyarat agar aku tak menolaknya.

"Tapi,"

"Jangan menolak! Ini dari bos saya, kamu terima saja! Angap ini sebagai ucapan terimakasih kami."

Aku menggigit bibir sambil mengangguk.

"Terimakasih Pak,"

"Sama-sama,"

Aku beranjak meninggalkan meja tamu dan kembali ke dapur, aku tak tau apa maksud mereka memberiku uang tip, aku bekerja sesuai yang di perintahkan oleh atasan ku tak lebih dari itu.

Aku menghampiri Bu Maya owner di sini, dia yang sedang mengawasi dan mengecek keadaan di dapur, apakah terkendali dengan baik, karena mengingat pengunjung sangatlah ramai.

"Bu," ucapku pada perempuan berbalut blouse tunik dan celana bahan warna hitam.

"Iya," sahutnya. "Ada apa Sil? Gak ada masalah kan?"

"Gak ada Bu, semuanya baik-baik saja, saya sudah mulai bisa melayani tamu dengan baik, dan membuat para pelanggan nyaman,"

"Bagus, terus ada apa memanggil saya?"

"Ini Bu, ada orang memberi uang di luar penjualan, katanya uang tip," ucapku ragu, ku sodorkan nampan berisi 5 lembar uang kertas berwarna merah ke hadapan Bu Ema.

"Silvi, ini untuk kamu! Rezeki kamu, gak usah di tolak!"

"Terimakasih Bu."

Aku menaruh uang itu ke dalam saku celana jeans ku, dan kembali membawa pesanan untuk di antarkan pada pelanggan yang menunggu pesanannya.

Related chapters

  • Kulakukan Demi Keluarga   Rumah Kontrakan

    Pukul 12.30 siang, tubuhku sangat lelah, dari pertama datang ke sini belum sempat istirahat walau sejenak, Sementara karyawan yang lain sudah istirahat bergantian, namun aku belum mendapatkan giliran, karena Bu Ema belum juga menyuruh ku.Aku tak berani meminta izin padanya karena aku anak baru, ya aku sedisuruh nya saja, meski letih namun aku harus menjalani pekerjaan ku dengan tuntas.Setelah mengantarkan pesanan aku kembali ke dapur, duduk menekuk lutut seraya menyenderkan punggung di tembok untuk menghilangkan rasa lelah, sambil melihat Bapak koki yang masih sibuk memasak."Silvi." Bu Ema datang menghampiri dan berdiri di samping ku."I, iya Bu." Aku terperanjat, berdiri dengan gerakan cepat, merapatkan tangan dan kakiku sambil merundukan kepala, "Apa, ada tugas lagi untuk saya Bu?""Gak ada, Sil, istirahat dulu sana! Kamu pasti sudah lapar kan?""Iya Bu,""Sil, Waktu istirahat kamu setengah jam ya, Pergunakan dengan baik! Hanya un

    Last Updated : 2021-03-21
  • Kulakukan Demi Keluarga   Pria Aneh

    *Satu Minggu aku berkenalan dengan Mas Alex, dia orangnya sangat baik dan perhatian tak ayal jika aku pulang dari bekerja, shift 2 dia sering mampir membawakan makanan untuk ku.Aku selalu menolak, namun aku tetap tak bisa menolaknya, jika aku tak mau menerima dia selalu mengatakan, tak menghargai pemberian orang lain, dengan terpaksa aku menerima nya meskipun aku tak mau."Silvi," panggil Mas Alex dari luar seraya mengetuk pintu kontrakan ku."Iya Mas," gegas aku membuka pintu dan keluar dari kamar kontrakan, "Ada apa Mas?" tanyaku berdiri di ambang pintu."Sil, kita jalan yuk!" ajaknya."Kemana?""Ini kan malam Minggu, Aku ingin mengajakmu jalan! Ada sesuatu yang harus aku katakan sama kamu!" ucap Pria berkemeja putih dan celana jeans hitam penampilan sangat rapi dan wangi."Ya, ngomong aja! Disini juga gak apa-apa." Aku tergagap apa yang mau dia katakan, sampai mengajak aku pergi bersamanya."Sil, aku mau mengajakmu ke suatu tem

    Last Updated : 2021-03-21
  • Kulakukan Demi Keluarga   Intimidasi

    "Ini karyawan Ibu, tak mampu bekerja dengan baik," tukas Pria berjambang itu."Iya kami, merasa tak nyaman dengan pelayanan cafe ini, karena waitress anda kurang profesional, sebaiknya anda memilih karyawan yang bisa di andalkan!" timpal Pria berjas hitam tak memiliki jambang, namun tubuhnya sama-sama besar.Aku menarik nafas kesal, "Bu, kan biasanya kami para waiters, bekerja seperti yang sudah di perintahkan, dan sudah sesuai prosedur yang di tentukan,""Silvi, kamu jangan membantah dan jangan bersikap seperti itu pada Pak Devan dan Pak Reno! Kamu harus mengedepankan dan mengutamakan kenyamanan Pak Devan!" omel Bu Maya."Tapi Bu,""Kamu ikut, ke ruangan saya sekarang!" Bu Maya sepertinya marah besar padaku, dari sikapnya yang ketus, padahal aku tak membuat kesalahan, tapi kenapa dua Pria itu malah mengintimidasi ku, aku benar-benar tak mengerti.Ku melirik pada wajah dua Pria aneh itu, mereka saling menoleh dan tatapannya bertemu, sambil menunju

    Last Updated : 2021-03-21
  • Kulakukan Demi Keluarga   Jalan Keluar

    Kurapikan meja dan kursi bekas tempat duduk Devan dan Reno, makanan yang ia pesan tadi sama sekali belum ia sentuh dan di tinggal begitu saja."Dasar, orang kaya," gerutuku sambil meletakan dua piring berisi steak ke atas nampan, juga gelas berisi Orange jus yang masih penuh ku taruh di sudut meja."Mentang-mentang banyak uang, tak pernah menghargai makanan, dan kerja keras orang lain, kalau dia tak mau memakannya, ya udah, gak usah di pesan, untuk apa coba, dia memesannya padaku, kalau ujung-ujungnya gak di makan, hanya ingin mengerjai ku saja, gara-gara dia, kan aku di marahi sama Bu Maya," omel ku sambil bergumam.Aku tak peduli meski banyak pasang mata para pelanggan memerhatikan ku, karena aku terus saja bersungut-sungut, rasa kesal yang masih berkecamuk di dalam dada ini, membuatku tak puas-puasnya mengomel, gara-gara ulah Pria tampan tapi aneh tadi.Beberapa pengunjung ada yang menggeleng pelan, ada juga yang menatapku dengan tatapan bermacam art

    Last Updated : 2021-03-21
  • Kulakukan Demi Keluarga   Kesepakatan part 1

    "Mbak, jadi gak nganterin aku ke rumah Devan?""Ma'af ya Sil! Aku lupa, kalau aku gak bisa antar kamu, hari ini aku mau ke rumah Kakak ku, Ma'af ya sekali lagi!" ucap Mbak Ridha sambil menggenggam tanganku."Eum, ya sudah," jawabku sambil memberengut.Aku sedikit agak kecewa karena Mbak Ridha tidak jadi menemani ku ke rumah Devan, kemarin sore dia berjanji akan mengantarkan ku, namun karena dia ada urusan lain, akhirnya aku memutuskan untuk pergi sendiri.Sebenarnya aku sangat lelah dan mengantuk, ingin sekali aku merebahkan tubuh ini dan beristirahat sejenak, karena hampir semalaman aku terjaga mataku tak kunjung terpejam, di otakku terus berputar memikirkan perkataan Mbak Ridha, yang mengusulkan ku untuk menerima tawaran kerja dari Devan, agar aku bisa melunasi hutang ibu.Atas dorongan dari Mbak Ridha, akhirnya aku memutuskan untuk menerima tawaran Devan, meski aku tak tau pekerjaan apa yang akan aku jalani nanti, memang ada sedikit keraguan di hati

    Last Updated : 2021-03-21
  • Kulakukan Demi Keluarga   Kesepakatan part 2

    "Sudah Tuan, saya sudah fikirkan semuanya, dan saya akan berhenti dari pekerjaan, saya, besok saya akan kirim surat pengunduran diri,""Eum, baik kalau begitu, jadi, Anda bersedia bekerja dengan saya? Menjadi asisten pribadi saya!" tanyanya lagi meyakinkan."Iya, Tuan, saya bersedia,""Apa Anda bersedia, dengan pekerjaan apapun yang akan saya perintahkan, dan akan Anda turuti! Menjalankannya dengan baik!""Iya,""Nona Silvi, apa Anda sungguh-sungguh?" tanya Devan lagi, itu pertanyaan sudah kesekian kalinya yang keluar dari mulutnya."Siap Tuan," jawabku tegas. Devan menoleh pada Pak Reno seraya menganggukkan kepala di barengi dengan kedipan mata.Aku tak tau maksudnya apa? Dan aku juga tak tau itu kode apa, yang di berikan oleh Devan pada Pak Reno. Devan bangkit dia menggerakkan kepalanya, Pak Reno pun mengambil alih posisinya. Dia duduk di kursi yang barusan di duduki oleh Devan, Pria yang di panggil Bos itu pun berdiri menyaksikan kami.

    Last Updated : 2021-03-21
  • Kulakukan Demi Keluarga   Kamar Baru

    "Silahkan masuk Nona! Ini kamar Anda,""Iya, terimakasih Bi," jawabku pada perempuan berbadan gemuk rambut pendek sebahu, dengan baju putih tulang dan rok span setengah betis, namanya Bi Rika, sebelum mengantar ku ke kamar ini, aku di kenalkan oleh Devan, dia adalah kepala asisten rumah tangga."Ayo masuk! Tak usah sungkan!" serunya ramah, sambil membukakan pintu kamar, yang berada di lantai dua, rumah Devan yang luas dan megah."Iya Bi," angguk ku dengan rasa canggung, aku berjalan masuk ke kamar yang di tujukan untuk ku, aku mendongak, pandangan ku mengedar ke seluruh ruangan."Non, silahkan istirahat dulu! Kalau mau ganti baju, silahkan ambil! di dalam lemari yang sudah tersedia, Tuan muda sudah mempersiapkan semua kebutuhan Non Silvi, di sini!" ucapnya ramah."Terimakasih banyak, Bi," ucapku, tak ada kata lagi yang harus aku ucapkan selain kata itu."Non, bila mau mandi, kamar mandinya di sebelah sana!" ucapnya lagi menunjukkan jarinya k

    Last Updated : 2021-03-21
  • Kulakukan Demi Keluarga   Dijebak

    Devan membungkukkan badannya kaki dia mulai naik lagi ke atas tempat tidur, mendekati ku satu tangan menumpu, di sisi kanan tubuhku."Saya suka, dengan gadis seperti mu, malu-malu kucing, berpura-pura menolak, padahal kamu menginginkannya bukan? Hm."Tangannya meraih pipi ku, lalu jemarinya menyisir rambut. Dia menarik kepalaku mendekatkan wajahnya dengan wajahku kembali. Nafasku semakin sesak, aku tak tau harus berbuat apa, tanganku mengepal seraya memegang kerah bajuku dengan kuat, satu tanganku meremas sprei putih motif mawar, pembungkus kasur busa yang aku duduki.Tubuhku gemetar, keringat dingin pun bercucuran membasahi pelipis, kakiku lemas, rasanya aku ingin sekali berlari, dan meloloskan diri dari cengkeramannya, namun apalah daya. Aku tak bisa berbuat apa-apa tubuhku seakan membeku, tak ada kekuatan dalam diri ku, untuk melawan Pria bejat di hadapan ku ini."Tolong Tuan, lepaskan saya!" Aku tak bosan-bosannya meminta belas kasih darinya agar di

    Last Updated : 2021-03-21

Latest chapter

  • Kulakukan Demi Keluarga   Akhir sebuah kisah.

    POV Author.Gadis yang tengah terlelap, ia terkesiap seketika seraya membuka matanya, saat bahunya di cekal erat oleh seseorang."Siapa kalian?" tanya Silvi pada lelaki berkaos hitam tanpa lengan, dengan celana jeans robek-robek di bagian dengkulnya, kulitnya hitam dan berambut gondrong berwajah garang."Tolong, jangan sakiti saya!" rengek Silvi ketakutan, dia meremat handuk yang ada di pelukannya, dengan tubuh gemetar."Gadis cantik, kenapa kamu sendirian? Kami temani ya, biar kamu tidak kesepian!" timpal Pria berbadan gempal dengan kemeja garis-garis, lengannya ia lipat sebahu. Celana jeans sama robek-robek, berambut gimbal berkumis tebal dan berkulit gelap.Sorot ke-dua mata pria itu penuh dengan nafsu saat melihat bagian paha Silvi yang putih dan mulus."Ayo ikut kami!" ajak Pria berambut gondrong tersebut. Mencekal kedua lengan Silvi."Tolong! Tolong!" Silvi berteriak sekuat tenaga, saat dia di seret oleh kedua Pria itu. Dan membawa Sil

  • Kulakukan Demi Keluarga   Hanya Mimpi.

    POV Devan.Aku mengitari kota ini hingga larut malam tak ada tanda-tanda keberadaan Silvi sama sekali, sambil mengemudi pandangan ku terus mengedar ke kanan dan kiri berharap menemukan gadis itu.Semoga Tuhan melindungi kekasihku! Aku takut terjadi apa-apa dengan dia, Aku begitu menghawatirkannya, ku susuri kota ini hingga ke setiap pelosok, namun hasilnya sama saja nihil.Ku menepikan kendaraan di bahu jalan yang sepi, lalu ku ambil ponsel yang ada di Dashboard mobil, dan ku tekan tombol navigasi lalu ku usap layar gawai, gegas aku klik aplikasi berwarna hijau dan mulai menghubungi Reno, yang aku perintahkan mencari Silvi."Ren, bagaimana, apa sudah ketemu?" tanyaku dengan perasaan cemas."Maaf Pak! Saya belum menemukan Non Silvi," jawab Reno dari seberang sana."Hah." Ku tarik nafas dalam-dalam, ya Tuhan... Harus kemana lagi aku mencari Silvia, sudah hampir dini hari namun keberadaan Silvi belum sama sekali di ketahui."Lalu, bagaimana ini

  • Kulakukan Demi Keluarga   Aku Takut.

    POV Silvi.Aku berteduh dari derasnya hujan, yang mengguyur seluruh kota ini, hingga Malam terasa begitu dingin menusuk tulang, langit pun begitu gelap tak ada cahaya rembulan yang menyinari.Di tengah heningannya malam dan derasnya hujan, ku duduk di bale bambu sebuah warung bangunannya terbuat dari kayu, ku kira warung bekas penjual bensin, menurut asumsi ku, terlihat dari rak kayu kecil yang ada di ujung tiang, dengan beberapa botol beling yang bertengger di sana.Aku ketakutan dan kesepian, pandangan ku mengedar ke sekeliling warung, sepertinya tempat ini lama tak di tinggali, terlihat dari debu yang tebal menempel di seluruh permukaan tempat ini.Di keheningan malam dengan cahaya temaram lampu pijar lima wat yang menggantung di atap, aku duduk seorang diri menekuk lutut seraya memeluk tubuh yang menggigil, begitu sepi tak ada tanda-tanda kehidupan, kendaraan pun tak ada yang lalu lalang melintasi jalan di hadapan ku ini.Semakin malam h

  • Kulakukan Demi Keluarga   Silvi Kau Dimana?

    POV Devan.Hati ku begitu gelisah fikiran ku di penuhi oleh bayangan Silvi, entah apa yang terjadi padanya, semoga saja dia baik-baik di rumah. Tadi pagi aku titipkan dia pada Bi Rika, hanya dia satu-satunya orang yang bisa aku percaya, untuk menjaga calon istri sekaligus calon ibu dari anakku.Agenda di kantor hari ini begitu padat sehingga aku melupakan Silvi, padahal aku sudah berjanji akan segera pulang dan mengantarkan dia ke kampung halamannya.Ku lirik jam di pergelangan tangan, menunjukkan pukul setengah dua siang, kemungkinan nanti aku pulang agak telat.Semoga saja Silvi masih mempercayai ku! Dan dia bersedia aku nikahi.Tapi aku berharap dia mau mengerti dengan pekerja'an ku di kantor yang tak bisa aku tinggalkan begitu saja.Setelah selesai mengurus dokumen persyaratan dan surat pengantar ke KUA, sekarang aku sudah siap sepenuhnya untuk menikahi Silvi, tak ku pungkiri aku begitu bahagia ingin segera membina rumah tangga

  • Kulakukan Demi Keluarga   Ku Pergi Dengan Luka

    POV Silvi.Aku bangkit dengan perlahan, satu tangan menumpu di lantai, mengumpulkan kekuatan untuk ku berdiri, tangan ku yang lain memegangi perut yang sakit akibat benturan, saat Nyonya Amelia mendorong tubuh ku, hingga aku terhempas ke lantai konblok.Dengkul ku menghantam kerasnya lantai hingga lecet dan mengeluarkan darah. Sakitnya di tubuh tak seberapa jika di bandingkan dengan hancurnya hati ini."Silviana, cepat bangun! Dan segeralah angkat kaki dari rumah ini! Bawa barang rongsokan mu, jangan sampai ada yang tertinggal!" hardik Nyonya Amelia, dia berkacak pinggang di hadapan ku."I-iya Nyonya, saya akan segera pergi, dari sini!" jawab ku tergagap. Aku meringis masih memegangi perut, sambil berusaha bangkit, dan berdiri tertatih-tatih."Lelet banget sih, jadi Orang! Jangan sok mengiba, saya tidak mudah terpengaruh, dengan sandiwara kamu! Pake pura-pura lemas segala lagi!" Dia memutar bola matanya mendelik tajam pada ku."Saya, tidak p

  • Kulakukan Demi Keluarga   Kau Harus Pergi!

    POV Silvi.*Pagi ini aku keluar dari kamar mandi setelah membersihkan badan, ku kenakan baju dress tunik lengan panjang, dan bawahan se-dengkul, warna pastel, di padu padankan dengan sepatu flat warna senada, rambut panjang ku. Aku ikat separuh di bagian atasnya.Aku tak mengenakan seragam seperti yang lain, karena hari ini Devan berjanji akan mengajak ku pulang ke rumah ibu, untuk melamar ku dan dia juga berjanji akan mengikat janji suci di hadapan penghulu.Aku tak mengharapkan pesta pernikahan yang megah, aku hanya menginginkan status Ayah untuk anak ini.Sekarang perutku masih rata dan mungkin tak akan ada yang mengetahui kehamilan ku, jika aku pulang kampung. Aku akan merahasiakan kehamilan ku dari ibu dan juga semua orang, aku tak mau ada tau tentang aib ini.Sesa'at aku ke luar dari kamar mandi, dan berdiri di teras belakang, melihat kawan ART ku sedang sibuk menjemur pakaian ada juga yang menyirami tanaman, sambil menghirup udara se

  • Kulakukan Demi Keluarga   Anak Haram

    POV Silvi.Diri ini menegang seketika sa'at Nyonya Amelia datang dan menyerang ku, dia mencerca ku habis-habisan, hati ku hancur berkeping-keping, mendengar cacian yang terlontar dari mulutnya yang tajam dan pedas, begitu pedih mengiris sanubari, membuat fikiran ku kalut seakan dunia ini gelap di penuhi kabut, tak ada setitik cahaya sama sekali dalam hati ini.Wanita itu begitu kasar padaku, kebenciannya pada Raya begitu mendarah daging, hingga wajah ku yang hanya mirip sekilas, membuat dia kalap, dan begitu jijik melihat ku.Apalagi kini aku sedang mengandung benih dari anak semata wayangnya, kebenciannya kini terhadap ku kian bertambah besar.Tidakkah dia melihat sisi gelap putranya, dan jangan terus-terusan mengintimidasi ku, hingga aku terpojok, aku begini karena perbuatan bejat putra kesayangannya.Ku seka air mata yang masih membasahi pipi, dengan jemariku, hati ku kini luluh lantak, hancur sehancur-hancurnya oleh dua orang yang tak punya ha

  • Kulakukan Demi Keluarga   Tinggalkan Dia

    POV Devan.Aku sangat bahagia mendengar Silvi mengandung anakku, namun aku bingung dengan Mama, karena Mama tambah membencinya."Devan, kamu pilih Mama, atau perempuan itu, jika kamu lebih memilih dia, Mama akan angkat kaki dari rumah mu! Dan Mama takkan pernah, menginjakkan kaki lagi di rumah ini!" sungut Mama menuding tangannya ke arah Silvi.Tak ada yang harus aku pilih, kedua wania itu sama-sama penting dalam hidupku. Aku kini berada di posisi yang sulit, jika aku memilih Silvi.Mama akan begitu marah pada ku, aku tak mau menjadi anak yang membangkang, tapi aku juga tak mungkin mencampakkan gadis yang sudah aku rusak masa depannya.Aku bersimpuh di hadapan Mama, yang sedang duduk di sofa menyilang kaki seraya menyedekapkan tangannya di depan dada dengan angkuh.Ku tundukan kepala di pangkuan Wanita bertubuh proporsional dengan balutan dress tunik lengan panjang warna coklat tua, berharap hatinya bisa sedikit terbuka untuk Silviana.

  • Kulakukan Demi Keluarga   Bertanggung jawab

    POV Silvi."Oh, iya Dok, kira-kira usia kandungan istri saya berapa Minggu?" ucap Devan, menatap wajah Dokter Hendri dengan serius."Eum, kalau di lihat dari hasil HPHT, sekitar tujuh Minggu,""Tapi, saya heran Dok, kenapa istri saya bisa begitu mual, dengan mencium aroma tubuh saya?" tanya Devan keheranan dengan tingkahku yang mendadak mual dan ingin muntah bila dekat dengannya."Itu hal yang wajar Pak Devan, karena di trimester pertama kehamilan, seorang wanita hamil mengalami peningkatan hormon, itulah yang menyebabkan istri Bapak, mual dan muntah," ujar Dokter panjang lebar.Devan begitu serius menanggapi penuturan Dokter Hendri."Saya faham Dok, tapi apakah ini berpengaruh terhadap janinnya? Apakah berbahaya?""Tidak, jika itu masih di batas wajar. Namun asupan nutrisi harus di perhatikan, meskipun Bu Silvi merasa mual, tapi harus di usahakan untuk tetap makan, meskipun sedikit, dan konsumsi susu emesis untuk mengurangi rasa mual,"

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status