Emosi Rosaline membuat kamar itu seketika berantakan seperti kapal pecah. Entah berapa banyak botol parfume, bedak, dan lipstik yang jatuh berserakan. Para pembantu di rumahnya sudah berusaha secara maksimal memungut benda-benda yang masih utuh.Sisanya, terbuang percuma dan berakhir di tempat sampah. Meski demikian, rasa puas belum juga mendarat di hati Rosaline. Wanita itu masih kesal.Bagaimana tidak? Di saat seperti ini, Bu Dewi justru tidak ada di rumah. Wanita itu pergi menyelesaikan urusannya sendiri. Dan, jika Rosaline melapor, akankah wanita itu membelanya?Menyebalkan!“Nyonya, kami sudah selesai membereskan kamar,” lapor seorang pembantu yang baru saja menghadapnya, “apakah masih ada hal yang harus kami lakukan?”Rosaline membuang napas panjang. Wanita yang tengah duduk di pinggir kolam renang itu kini meletakkan gelas berisi lemonade. “Siapkan pakaian ganti, aku mau berenang,” ujarnya sebelum bangkit berdiri dan melepas piyama handuknya. Seorang pembantu tadi menganggu
"Maura tidak mau ini!"Gemintang yang baru saja selesai merapikan baju-baju di lemari itu menoleh ke arah putrinya dan menemukan gadis kecil berkuncir dua itu memajukan bibirnya.Jelas sekali, ia terlihat tak bersemangat memainkan boneka baru yang dibelikan Janu tadi malam.Benda itu bahkan sudah jatuh dan tergeletak di sudut ruangan.“Eh, kenapa dilempar-lempar, Sayang?” Gemintang segera memungut boneka itu, lalu mendekat dan duduk di tepi tempat tidur. Dengan lembut, ia mengangkat Maura ke pangkuannya.“Apa Maura tidak suka dengan bonekanya?” tanyanya, lagi.Kali ini, Maura menggeleng seraya merapatkan wajah mungilnya ke dada Gemintang. Dia menjawab pertanyaan ibunya dengan nada tinggi, “Maura kesal karena Ayah belum pulang! Ayah tidak sayang lagi dengan Maura, ya, Bu?”Gemintang lantas membelai rambut Maura dengan lembut, berusaha menenangkan putrinya. “Ayah belum pulang bukan karena tidak sayang, tapi dengan Maura, tetapi karena masih bekerja, mencari uang untuk Maura.”Maura men
Usai membahas beberapa hal bersama Manggala, kedua pria itu tak ingin berdiam lama-lama di perusahaan. Mereka segera pulang ke rumah masing-masing.Janu menghela napas kala sang driver akhirnya memarkir mobil di garasi rumah utama.“Sebelum jam enam pagi, saya harus sudah sampai di kantor, siapkan mobil lebih awal,” katanya mengingatkan sang driver, kemudian bergegas turun dan masuk ke dalam rumah. Langkah kakinya terdengar berat. Rasa lelah mendera tubuhnya setelah seharian bergelut dengan masalah perusahaan. Dia memang sengaja tidak pulang ke rumah Gemintang malam ini. Ada beberapa hal yang harus ia lakukan.Ketika tiba di ruang tamu langkahnya terhenti ketika melihat Rosaline berdiri di sana sedang memainkan ponselnya.Wanita itu masih mengenakan gaun hitam yang terbuka di bagian dada dan belakang tubuhnya terekspos bebas, sepatu tinggi, juga riasan tebal. Ada aroma alkohol yang familiar di hidung Janu.Apa yang dilakukan Rosaline di sana? Mengapa rasanya sangat asik dengan ga
Sesuai ucapan Bu Dewi, pertemuan komisaris yang diadakan esok harinya berlangsung panas. Para petinggi perusahaan yang hadir dalam rapat sebelumnya—terutama adik kandung Bu Dewi—itu masih mempertahankan pendapat yang sama.Akan tetapi, orang-orang itu tidak tahu, jika Manggala telah diam-diam berdiskusi dengan ayahnya secara empat mata dan meminta agar mendukung usaha mereka. “Saya lalai mendidik istri, sehingga berbicara asal di hadapan media. Saya sudah menegur dan memberinya hukuman,” kata Janu saat rapat mulai berlangsung. “Mengenai hasil rapat kemarin, saya ingin mengajukan peninjauan ulang. Saya tidak bisa menutup pabrik alfa.”Berkat rencana Janu dan Manggala, akhirnya dukungan para komisaris terbelah menjadi dua kubu. Beberapa diantaranya merasa ragu dengan keputusan Janu untuk tetap mempertahankan pabrik alfa, mengingat potensi kerugian yang besar ditengah isu yang sedang berkembang. Namun, tidak sedikit yang percaya pada visinya, terutama setelah melihat pria itu menemuk
Di saat Janu sibuk dengan perusahaan yang sedang penuh kontroversi, Gemintang sudah mulai menempuh pendidikannya di Institut Seni Kuliner.Agar tidak dicurigai oleh orang-orang Janu, Gemintang berangkat ke toko roti milik sang ibu, kemudian menuju ISK bersama Baskara. Beruntung, pembelajaran setiap pertemuannya hanya berlangsung empat jam sehari, sehingga sampai saat ini Gemintang masih bisa menyusun rutinitasnya dengan rapi.“Semoga harimu menyenangkan, Gemintang. Masalah Maura biar ibu yang menjemputnya nanti,” kata Baskara setelah menepikan mobilnya di depan gerbang.Hari ini, dia tidak bisa menjemput Maura sekolah karena jadwal kelas diajukan. Sehingga harus merepotkan Baskara dan ibunya.Gemintang segera mengambil tasnya dan tersenyum ke arah baskara. “Terima kasih, sampaikan maafku pada ibu karena merepotkannya. Tadi, aku juga sudah berpesan kepada Maura dan gurunya kalau hari ini yang menjemput ibu bukan aku.”Sebuah anggukan kecil diberikan Baskara. “Tidak perlu sungkan,” jaw
Gemintang mengangguk, setuju.Setelah meninggalkan pembimbingnya, ia pun bergegas keluar dari kelas. Entah mengapa, perasaan campur aduk memenuhi dirinya. Buru-buru, dirogohnya ponsel dari tasnya dan melihat pesan dari Baskara.[Aku menunggu di depan.]Dengan langkah cepat, Gemintang menuju pintu keluar. Saat melihat mobil Baskara yang terparkir di depan gerbang, dia langsung membuka pintu dan masuk ke dalamnya. Begitu pintu tertutup, tanpa sadar dia membuang napas panjang, seakan melepaskan beban yang berat.Baskara, yang sudah lama mengenal Gemintang, segera menangkap perubahan suasana hatinya. Dengan tatapan penuh selidik, dia menoleh ke arah wanita di sampingnya sebelum melajukan mobilnya.“Kenapa setelah masuk mobilku kau menghela napas panjang? Ada masalah?” tanyanya.Gemintang terdiam sejenak, matanya menatap lurus ke depan. “Hanya … sedikit lelah saja,” jawabnya dengan suara lirih, berusaha menyembunyikan kekhawatirannya. “Bagaimana dengan Maura?”“Dia sudah dijemput Ibu.
Setelah pengumuman itu, beberapa hari berlalu begitu cepat.Janu akhirnya bisa menghela napas lega setelah menyelesaikan serangkaian agenda yang padat di Ferinco. Kini, ia berencana kembali ke rumah kecilnya untuk bertemu dengan Gemintang dan Maura. Sudah terlalu lama ia hanya bisa berkomunikasi dengan mereka melalui ponsel, dan rindu yang menggebu membuatnya tak sabar untuk melihat mereka secara langsung.Sore itu, Janu mampir ke rumah utama hanya untuk mengambil beberapa barang. Namun, langkahnya terhenti begitu tiba di ruang tengah, di mana Rosaline sudah menunggunya."Malam ini, kita dapat undangan dari NovaLuxe. Kamu harus datang menemaniku," ujar Rosaline tanpa basa-basi.Wanita itu berdiri dengan sikap tegas, kedua tangan terlipat di depan dada. Setelah Janu mendekat, Rosaline menyerahkan selembar kertas undangan tebal berwarna merah. Janu menerimanya dengan kening berkerut, bayangan Maura yang berlari memeluknya dan senyum hangat Gemintang seketika lenyap dari pikirannya.Jan
Tak butuh waktu lama, Janu dan Rosaline tiba di depan ballroom. Suasana gemerlap dan mewah langsung menyambut mereka. Meski demikian, Janu tak nyaman.Ia terpaksa menampilkan senyum setiap kali ada yang menyapa dirinya dan Rosaline. "Lingkarkan tanganmu di pinggangku," bisik Rosaline tiba-tiba. Pria berjas biru tua itu sontak melayangkan tatapan elangnya--memperingatkan agar Rosaline menjaga sikap.Namun, sebelum Janu membuka bibirnya, Rosaline segera menyela, "Janu, hadir bersama saja tidak cukup membuat mereka percaya, kita harus tampil romantis hari ini. Kau sudah berjanji melakukan itu!"Napas berat berhembus dari hidung Janu. Lengannya lalu melingkar di pinggang Rosaline, membuat pose yang tampak mesra bagi mata orang lain. Rosaline lantas puas dengan penampilan mereka yang seolah tanpa cela.Ketika berbaur dengan beberapa orang yang sedang mencicipi hidangan, seseorang menepuk pundak Janu, pria itu lantas membalikan tubuhnya. Manggala tiba-tiba saja berada di tempat ini. “