Pertengkaran itu membuat hubungan Janu dan Gemintang mendingin. Keduanya tidak bicara lagi seperti sebelumnya.Mereka saling menghindar, membiarkan pertengkaran mereka larut hingga hari berikutnya.Janu pergi entah kemana, sementara Gemintang hanya menangis sendirian di tempat tidur hingga membuat kantung matanya membesar.Hal itu memantik rasa curiga Baskara yang menjumpainya pagi ini. Walau Gemintang menutupinya dengan masker, sedikit pun perubahan pada wajah wanita itu selalu terlihat olehnya.“Dapur ini bisa banjir jika kau tidak segera mematikan keran airnya,” ujar Baskara, menyadarkan Gemintang yang sedang melamun saat mencuci peralatan masak. Air dalam wastafel itu hampir meluap jika saja Baskara terlambat.“Oh, maaf.” Terkejut, wanita itu lalu mematikan keran lalu berbalik badan menghadap Baskara yang kini berdiri seraya melipat kedua tangannya di depan dada. “Kamu... sejak kapan di sana?”“Belum lama,” jawab Baskara, mengamati wajah wanita di hadapannya lebih seksama. “Kau s
Mata Gemintang berkaca-kaca.Jika Baskara mendengar kecurigaan Janu kemarin, apakah lelaki itu hanya akan diam di tempat?“Hanya salah paham kecil, tetapi kami sudah baikan pagi ini. Kamu tenang saja.” Gemintang menjawab dengan nada setenang mungkin.Namun, Baskara tidak bisa percaya. Pria itu lalu meletakkan sendoknya dan melipat tangannya di meja. Masih memandangi wanita berambut sebahu itu.“Di sini tidak ada ibu. Kau bisa mengatakan semua masalahmu.”“Sungguh, aku dan—”“Apa kau pikir aku tidak tahu siapa suamimu?” Baskara mengulas senyum tipis kala Gemintang menoleh ke arahnya.“Januartha Dananjaya, pemilik perusahaan baja ringan terbesar di negara ini dan banyak bisnis ekspor lain yang dia kembangkan. Selain itu, dia pria yang sudah menikah dengan Rosaline Gilda Wijaya, model wanita sekaligus pengusaha bisnis kecantikan dan fashion. Nama mereka terkenal di dunia industri tanah air sebagai konglomerat.”Gemintang tertegun. Matanya membulat tak percaya. Air mata yang selama ini i
Keesokan paginya ....Gemintang menepati janji Baskara untuk datang lebih awal hari ini. Matahari bahkan belum terlalu tinggi saat Gemintang tiba toko roti milik Bu Ningrum. Entah apa yang akan dikatakan Baskara nanti, tetapi percakapan mereka di restoran kemarin sempat membuat Gemintang tak bisa tidur tenang.Tin! Tin!Tiba-tiba saja suara klakson mobil terdengar, mengalihkan pandangan Gemintang ke jalan.Satu jendela pada mobil putih itu bergerak turun, menampilkan Baskara yang berada pada kursi kemudi.“Ayo, masuk!” pintanya membuat alis Gemintang bergerak naik.Wanita itu lantas bertanya, “Kita mau kemana?”“Masuklah saja, aku akan jelaskan nanti!”Mendengar itu, Gemintang lantas mengikuti permintaan Baskara untuk masuk ke dalam mobil.Jujur, wanita itu sempat khawatir dan waspada kepada Baskara. Sebab, pria itu tidak menjelaskan apa pun sepanjang perjalanan tadi.Gemintang bahkan baru bisa menghela napas lega ketika mobil hitam yang mereka tumpangi itu terhenti di resto milik Ba
Kesempatan dari Baskara ini membuat Gemintang sangat bahagia.Terlebih, pria itu menjamin, rencana untuk mengambil sertifikasi secara diam-diam itu, tak akan diketahui oleh Rosaline.Meski demikian, Baskara juga mengingatkan betapa liciknya Rosaline.Gemintang mungkin akan diganggunya kembali dengan berbagai cara!Dan benar saja....Rosaline memang tidak puas dengan keberhasilannya kemarin!Dia sudah menyaksikan pertengkaran antara suami istri, kini ia tak ingin melewatkan juga pertengkaran ibu dan anak.Wanita itu sudah tiba di sekolah Maura bersama pengasuhnya. Akan tetapi, ia sengaja bersembunyi dari anak itu.“Nyonya, kita sudah berada di sini lebih dari 30 menit. Sekolah juga sudah mulai sepi. Bagaimana jika Maura menangis?” Pengasuh Maura menginterupsi Rosaline yang sedang memainkan ponsel di dalam mobil.“Biar saja menangis, anak itu sudah terlalu lama senang dan manja di rumahku,” ucap Rosaline santai. Ia bahkan tak bergerak dari posisinya dan bermain ponselnya.“Lagipula, sem
Sementara itu, Gemintang telah berhasil bertemu dengan perwakilan dari Institut Seni Kuliner.Namun ternyata, ia tidak langsung diterima begitu saja. Gemintang masih harus menempuh ujian kualifikasi.Selain itu, ia perlu menyiapkan portofolio untuk menunjukkan kemampuannya agar layak untuk mendapatkan beasiswa.Untungnya, Baskara langsung memberikan setumpuk buku agar dipelajari agar Gemintang menguasai pengetahuan terkait kuliner dan teknik memasak.“Apa yang sedang kamu pikirkan?” Baskara bertanya setelah meletakkan segelas kopi di hadapan Gemintang yang terlihat melamun.Gemintang meraih gelas kopinya. “Mataku lelah membaca.”“Istirahat dulu saja,” pria itu menunjuk buku referensi di hadapannya yang sedang terbuka, “buku ini hanya pedoman dasar, cukup baca sekilas dan catat poin pentingnya.”Gemintang mengangguk saja, menyesap kopinya. "Terima kasih."“Sama-sama,” ujar Baskara usai menurunkan gelasnya, "Hanya saja, aku sebelumnya ingin minta maaf."Deg!Jantung Gemintang mencelos.
Meski demikian, Gemintang tidak ingin bertanya. Rasanya tak pantas jika mencurigai niat seseorang yang membantu. Bu Ningrum dan Baskara pasti tulus membantu, ia yakini itu. Ia hanya perlu belajar dengan tekun, jangan sampai hasilnya mengecewakan.Hingga petang telah tiba, wanita itu pun sampai di rumah.Gemintang langsung menuju kamar putrinya. Seperti biasa, Maura tengah bermain boneka bersama susternya. Sejenak ia termangu di ambang pintu ketika Maura tidak melihat ke arahnya sama sekali. Bahkan ketika ia melebarkan pintu, putrinya itu seolah tidak tertarik dengan dirinya.Padahal, biasanya Maura akan langsung berteriak kegirangan begitu melihat kedatangan Gemintang, lalu berlari dan menghambur peluk padanya. “Maura,” panggilnya, “hei, Ibu sudah pulang.”Namun, gadis kecil itu hanya melihatnya sekilas sebelum kembali memainkan bonekanya. Gemintang lalu menghampiri Maura dan duduk di sampingnya. "Kenapa, sayang? Tidak mau peluk Ibu?" tanyanya dengan nada lembut.Maura menggeleng pel
Janu mendongak. Sepasang matanya terpaku pada kantung mata Gemintang yang menghitam.Pria itu lantas mengembalikan pandangan pada komputer jinjing di hadapannya seolah meredam sesuatu yang bergejolak di dalam dirinya."Aku tidur di sini malam ini," katanya tanpa ekspresi, mengingatkan Gemintang akan perjanjian mereka beberapa waktu lalu.Wanita yang berdiri di depan pintu itu tidak selera menanggapi.“Terserah kamu,” jawabnya tak kalah datar, kemudian beralih dari posisi semula, menurunkan barang bawaannya.Dengan nada dingin, Janu bersuara, "Siapkan air mandiku."Gemintang terkesiap. Kedua tangan di samping badan terlihat mengerat.Setelah apa yang terjadi semalam—setelah kata-kata menyakitkan yang keluar dari mulutnya, Janu bahkan masih bisa memerintah?Bukankah ada banyak pelayan di rumah ini? Bahkan ada Rosaline, istrinya yang lain.“Kamu punya banyak pelayan, suruh saja mereka!" timpal Gemintang dengan nada malas. Namun, setelah itu dia menyesal. Jika memulai pertengkaran deng
Drrt!Gemintang membuka matanya yang terasa berat kala mendengar ponselnya bergetar. Wanita itu lalu meraih ponsel dan mengusap layarnya agar dering itu berhenti. Saat itu pula, Gemintang sadar jika terbaring seorang diri. Janu mungkin sudah bangun lebih dulu dan pergi bekerja.Gemintang menghela napas.Dibawanya diri untuk bersiap. Dia harus menepati janji kepada Maura untuk mengantarnya sekolah pagi ini.“Ibu!” Maura berlari ke arah Gemintang ketika ia tiba di kamar gadis itu. Gadis kecil itu mendongak ke arahnya. “Ibu jadi antar Maura ke sekolah?”“Jadi, dong! Maura sudah siap berangkat?” balas Gemintang usai membungkukkan tubuhnya, sedangkan Maura menjawabnya dengan anggukan mantap.“Ayo cepat, Bu! Nanti Maura terlambat!”Senyum kecil mengembang di bibir Gemintang. Wanita itu lalu membimbing putrinya keluar rumah.Namun, siapa yang menyangka jika ia akan bertemu dengan Rosaline dan Janu? Mereka berdua tampak sedang mengobrolkan sesuatu terkait perusahaan mereka.Batas antara diri