Keesokan paginya ....Gemintang menepati janji Baskara untuk datang lebih awal hari ini. Matahari bahkan belum terlalu tinggi saat Gemintang tiba toko roti milik Bu Ningrum. Entah apa yang akan dikatakan Baskara nanti, tetapi percakapan mereka di restoran kemarin sempat membuat Gemintang tak bisa tidur tenang.Tin! Tin!Tiba-tiba saja suara klakson mobil terdengar, mengalihkan pandangan Gemintang ke jalan.Satu jendela pada mobil putih itu bergerak turun, menampilkan Baskara yang berada pada kursi kemudi.“Ayo, masuk!” pintanya membuat alis Gemintang bergerak naik.Wanita itu lantas bertanya, “Kita mau kemana?”“Masuklah saja, aku akan jelaskan nanti!”Mendengar itu, Gemintang lantas mengikuti permintaan Baskara untuk masuk ke dalam mobil.Jujur, wanita itu sempat khawatir dan waspada kepada Baskara. Sebab, pria itu tidak menjelaskan apa pun sepanjang perjalanan tadi.Gemintang bahkan baru bisa menghela napas lega ketika mobil hitam yang mereka tumpangi itu terhenti di resto milik Ba
Kesempatan dari Baskara ini membuat Gemintang sangat bahagia.Terlebih, pria itu menjamin, rencana untuk mengambil sertifikasi secara diam-diam itu, tak akan diketahui oleh Rosaline.Meski demikian, Baskara juga mengingatkan betapa liciknya Rosaline.Gemintang mungkin akan diganggunya kembali dengan berbagai cara!Dan benar saja....Rosaline memang tidak puas dengan keberhasilannya kemarin!Dia sudah menyaksikan pertengkaran antara suami istri, kini ia tak ingin melewatkan juga pertengkaran ibu dan anak.Wanita itu sudah tiba di sekolah Maura bersama pengasuhnya. Akan tetapi, ia sengaja bersembunyi dari anak itu.“Nyonya, kita sudah berada di sini lebih dari 30 menit. Sekolah juga sudah mulai sepi. Bagaimana jika Maura menangis?” Pengasuh Maura menginterupsi Rosaline yang sedang memainkan ponsel di dalam mobil.“Biar saja menangis, anak itu sudah terlalu lama senang dan manja di rumahku,” ucap Rosaline santai. Ia bahkan tak bergerak dari posisinya dan bermain ponselnya.“Lagipula, sem
Sementara itu, Gemintang telah berhasil bertemu dengan perwakilan dari Institut Seni Kuliner.Namun ternyata, ia tidak langsung diterima begitu saja. Gemintang masih harus menempuh ujian kualifikasi.Selain itu, ia perlu menyiapkan portofolio untuk menunjukkan kemampuannya agar layak untuk mendapatkan beasiswa.Untungnya, Baskara langsung memberikan setumpuk buku agar dipelajari agar Gemintang menguasai pengetahuan terkait kuliner dan teknik memasak.“Apa yang sedang kamu pikirkan?” Baskara bertanya setelah meletakkan segelas kopi di hadapan Gemintang yang terlihat melamun.Gemintang meraih gelas kopinya. “Mataku lelah membaca.”“Istirahat dulu saja,” pria itu menunjuk buku referensi di hadapannya yang sedang terbuka, “buku ini hanya pedoman dasar, cukup baca sekilas dan catat poin pentingnya.”Gemintang mengangguk saja, menyesap kopinya. "Terima kasih."“Sama-sama,” ujar Baskara usai menurunkan gelasnya, "Hanya saja, aku sebelumnya ingin minta maaf."Deg!Jantung Gemintang mencelos.
Meski demikian, Gemintang tidak ingin bertanya. Rasanya tak pantas jika mencurigai niat seseorang yang membantu. Bu Ningrum dan Baskara pasti tulus membantu, ia yakini itu. Ia hanya perlu belajar dengan tekun, jangan sampai hasilnya mengecewakan.Hingga petang telah tiba, wanita itu pun sampai di rumah.Gemintang langsung menuju kamar putrinya. Seperti biasa, Maura tengah bermain boneka bersama susternya. Sejenak ia termangu di ambang pintu ketika Maura tidak melihat ke arahnya sama sekali. Bahkan ketika ia melebarkan pintu, putrinya itu seolah tidak tertarik dengan dirinya.Padahal, biasanya Maura akan langsung berteriak kegirangan begitu melihat kedatangan Gemintang, lalu berlari dan menghambur peluk padanya. “Maura,” panggilnya, “hei, Ibu sudah pulang.”Namun, gadis kecil itu hanya melihatnya sekilas sebelum kembali memainkan bonekanya. Gemintang lalu menghampiri Maura dan duduk di sampingnya. "Kenapa, sayang? Tidak mau peluk Ibu?" tanyanya dengan nada lembut.Maura menggeleng pel
Janu mendongak. Sepasang matanya terpaku pada kantung mata Gemintang yang menghitam.Pria itu lantas mengembalikan pandangan pada komputer jinjing di hadapannya seolah meredam sesuatu yang bergejolak di dalam dirinya."Aku tidur di sini malam ini," katanya tanpa ekspresi, mengingatkan Gemintang akan perjanjian mereka beberapa waktu lalu.Wanita yang berdiri di depan pintu itu tidak selera menanggapi.“Terserah kamu,” jawabnya tak kalah datar, kemudian beralih dari posisi semula, menurunkan barang bawaannya.Dengan nada dingin, Janu bersuara, "Siapkan air mandiku."Gemintang terkesiap. Kedua tangan di samping badan terlihat mengerat.Setelah apa yang terjadi semalam—setelah kata-kata menyakitkan yang keluar dari mulutnya, Janu bahkan masih bisa memerintah?Bukankah ada banyak pelayan di rumah ini? Bahkan ada Rosaline, istrinya yang lain.“Kamu punya banyak pelayan, suruh saja mereka!" timpal Gemintang dengan nada malas. Namun, setelah itu dia menyesal. Jika memulai pertengkaran deng
Drrt!Gemintang membuka matanya yang terasa berat kala mendengar ponselnya bergetar. Wanita itu lalu meraih ponsel dan mengusap layarnya agar dering itu berhenti. Saat itu pula, Gemintang sadar jika terbaring seorang diri. Janu mungkin sudah bangun lebih dulu dan pergi bekerja.Gemintang menghela napas.Dibawanya diri untuk bersiap. Dia harus menepati janji kepada Maura untuk mengantarnya sekolah pagi ini.“Ibu!” Maura berlari ke arah Gemintang ketika ia tiba di kamar gadis itu. Gadis kecil itu mendongak ke arahnya. “Ibu jadi antar Maura ke sekolah?”“Jadi, dong! Maura sudah siap berangkat?” balas Gemintang usai membungkukkan tubuhnya, sedangkan Maura menjawabnya dengan anggukan mantap.“Ayo cepat, Bu! Nanti Maura terlambat!”Senyum kecil mengembang di bibir Gemintang. Wanita itu lalu membimbing putrinya keluar rumah.Namun, siapa yang menyangka jika ia akan bertemu dengan Rosaline dan Janu? Mereka berdua tampak sedang mengobrolkan sesuatu terkait perusahaan mereka.Batas antara diri
Seminggu berlalu sejak Maura marah padanya, Gemintang sadar telah mengabaikan putrinya demi mengejar mimpi. Setiap malam, rasa bersalah menghantui pikirannya. Akhirnya, ia memutuskan untuk berbicara kepada Baskara dan Bu Ningrum, meminta izin untuk menjemput Maura setiap pulang sekolah.Untungnya, semua berjalan dengan baik. Meski hubungannya dengan Janu masih tetap dingin, setidaknya ia bisa memperbaiki hubungan dengan Maura. Sebab, dibenci oleh anak sendiri lebih menyakitkan daripada diduakan suami.Terkait dengan ujian kualifikasi, Gemintang hampir menguasai sepenuhnya dengan bimbingan kepala koki milik Baskara kemarin. Hari ini adalah penentuan, di mana seluruh kompetensinya diujikan.Gemintang dan Baskara duduk di taman kecil depan ruang ujian. Buku-buku terbuka di pangkuannya, dan Gemintang mengulang materi ujian yang telah dipelajarinya berhari-hari.“Sepertinya ujian akan dimulai sebentar lagi, aku harus bergabung bersama mereka,” ujar Gemintang ketika melihat gerombolan orang
"Non Maura .... Tadi siang....""Ada apa, Bi? Maura di mana?" Gemintang semakin tak sabar karena jawaban pembantunya yang menggantung itu.Intuisi buruk bahkan mulai merayapi hati Gemintang.Sementara wanita bertubuh kurus yang ada di hadapannya, kini menundukkan kepala, terlihat meneguk ludahnya dengan kasar."Ta—tadi siang, Non Maura tiba-tiba banyak ruam di kulitnya sampai ... sampai sesak napas. Lalu, Tuan dan Nyonya langsung membawanya ke rumah sakit. Sampai malam ini mereka belum kembali lagi.”Gemintang mengerutkan kening. "Kenapa Maura bisa begitu? Apa yang sudah dia makan?""Saya tidak tahu persis, Bu. Yang saya tahu, Non Maura tiba-tiba merasa tidak enak badan setelah pulang dari sekolah." Pembantu itu ragu-ragu.Gemintang mengacak rambutnya frustasi. "Bagaimana bisa hal sepenting ini, Janu dan Rosaline tidak memberitahuku?" “Tadi, Tu—tuan sudah menghubungi Ibu tetapi nomor Ibu tidak aktif.” Sang pembantu menjawab lagi. Deg! Gemintang mencoba menarik napas dalam-dalam.