Share

BAB 2 — PERJANJIAN MEREKA

“Hai, Maura! Aku punya hadiah untukmu!” 

Alih-alih menjawab, Rosaline tiba-tiba memberi anak Gemintang dua buah coklat dalam bungkusan emas.

“Thank you, Aunty.”

“Ah, sama-sama, Sayang!” Rosaline mengusap pipi Maura. “Lucunya! Mata, hidung dan bibirnya sangat mirip dengan Mas Janu," puji wanita itu.

Namun, Maura malah menjauh.

Gemintang sadar anaknya tidak terlalu nyaman dengan orang asing. Jadi, dia menyuruh Maura untuk pergi sesaat ke playground yang tersedia di kafe.

"Mari kita lanjutkan pembicaraan tadi. Kenapa kamu membiarkan Mas Janu mendua?" ujar Gemintang kembali pada Rosaline.

Jika tadi wanita itu menampilkan senyum yang ramah pada sang putri, kali ini Rosaline kembali menatap sinis Gemintang.

"Mas Janu tidak sebrengsek yang kamu kira, Gemintang," ucap Rosaline begitu tenang, "Dia pria yang baik. Dia menerima diriku ini apa adanya dan tidak pernah ingin menikahi wanita lain. Justru aku yang meminta dan memaksa Mas Janu menikahimu."

Deg!

Walau hatinya sedang kecewa, Gemintang setuju dengan ungkapan Rosaline.

Selama menikah, Janu tidak pernah menuntut banyak hal darinya. Dia menyayangi Maura dan dirinya, sekalipun kehidupan mereka terkesan sederhana. Bahkan Gemintang tak pernah berhenti bersyukur mendapatkan suami baik dan tampan seperti Janu. Namun, sekarang, haruskah dia mengucap syukur?

"Lalu, kenapa?" Gemintang bertanya dengan suara parau, air matanya semakin deras. "Apa alasan Mas Janu menikahiku? Apa alasan kalian sepakat? Kenapa kalian melakukan ini?"

Jemari Gemintang gemetaran menggenggam cangkir kopi di hadapannya.

Sesekali matanya mengawasi Maura yang sedang asik dengan coklat pemberian Rosaline tadi.

Tak bisa dipungkiri hatinya kacau.

Sampai sekarang, Gemintang masih tidak percaya.

Lima tahun ia hidup dengan Janu semuanya berjalan normal seperti pernikahan orang-orang pada umumnya. Mereka berpacaran, menikah, kemudian memiliki anak.

Bahkan, Gemintang selalu berpikir bahwa dia hanyalah satu-satunya wanita dalam hidup Janu. Namun, ternyata justru dialah sang wanita kedua. Sementara wanita di hadapannya ini yang lebih berhak atas Januartha.

“Minum dulu, Gemintang. Kamu tampak pucat. Atau mau aku pesankan air mineral?”

Tawaran Rosaline untuk minum terasa seperti ejekan pahit bagi Gemintang.

Di dalam hatinya, dia tertawa getir, mencoba menyembunyikan rasa sakit yang menusuk ulu hati.

Dia baru saja dihadapkan pada kenyataan pahit yang tak pernah ia bayangkan. Bagaimana tidak pucat? Jika tidak memikirkan Maura, mungkin Gemintang akan runtuh saat itu juga. Namun, demi Maura, dia harus tetap tegar, apapun yang terjadi.

“Aku tidak perlu minum! Jawab dulu pertanyaanku, Rosaline!” Gemintang sengaja menaikkan nada bicaranya agar Rosaline segera bicara. “Kenapa kalian tega melakukan ini?”

“Mas Janu dan keluarganya butuh keturunan. Dia butuh anak untuk meneruskan bisnisnya.”

Dada Gemintang kembali bergemuruh hebat. “Jika dia butuh keturunan kenapa harus menikah denganku? Kalian suami istri! Kalian sudah menikah lebih lama seharusnya—”

“Karena aku tidak bisa hamil, Gemintang,” tukas Rosaline memotong ucapannya, “aku mengidap kanker ovarium stadium dua. Rahimku sudah diangkat, aku tidak akan pernah bisa memiliki anak.”

“Keluarga Mas Janu tidak setuju jika mengadopsi dari keluarga lain. Mereka meminta darah daging Janu. Akhirnya, itu kesepakatan yang aku buat dengan Mas janu dan keluarganya. Aku mengijinkan Mas Janu untuk menikah denganmu sampai mendapatkan keturunan. Aku rela dibagi dengan syarat waktu yang aku dapatkan harus lebih banyak.”

Fakta yang diucapkan Rosaline mampu melumpuhkan seluruh syaraf Gemintang.

Seketika, Gemintang mengingat segala tingkah sang suami selama pernikahan mereka.

Janu memang tidak setiap hari di rumah, terkadang dia hanya memiliki waktu luang saat sabtu dan minggu.  Atau … lelaki itu pulang begitu larut.

Namun, semua itu tidak pernah membuat Gemintang curiga. Dia hanya tahu jika suaminya banyak bekerja di luar kota.

Bodohnya Gemintang, dia tak pernah bertanya atau cemburu. Dia terlalu percaya dengan kata-kata dan kalimat manis Januartha yang akan selalu kembali padanya.

Oh, Tuhan! Mengapa Janu jahat sekali padanya?

Dari sekian banyak wanita mengapa harus Gemintang yang mengalami hal ini?

Apa diam-diam pria itu menertawakan kebodohannya?

“Satu lagi,” ucap Rosaline memecah keheningan, “perjanjian kami tidak hanya sebatas itu. Setelah bayimu berusia satu tahun, Mas Janu akan menceraikanmu dan anakmu akan hidup bersama kami. Tetapi … sampai hari ini Mas Janu tak kunjung melakukannya. Karena itu aku menemuimu, mengatakan hal yang sesungguhnya. Aku ingin suamiku kembali!”

Boom!

Memikirkan bahwa dia bukanlah satu-satunya istri Januartha saja sudah membuat dunianya runtuh. Bagaimana jika benar ia akan dipisahkan dari Maura, putri kandungnya sendiri?

Seketika Gemintang memegang telapak tangan Maura dengan erat.

“Kenapa kalian membuat permainan tanpa peduli dengan perasaan orang lain?” lirih Gemintang, pedih.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status