"Nak Lusi, tidak bisa seperti itu. Maura kan anak saya, jadi harusnya diasuh oleh kami berdua," ujar Bu Sinta langsung menolak. Dia benar-benar tidak bisa membiarkan Maura di bawah asuhan Lusi. Dengan begitu anaknya tidak bisa dijadikan lagi alat untuk membayar hutang-hutangnya. Bagaimana perjanjiannya dengan si wanita tua itu? Bisa-bisa dia benar-benar kehilangan rumah ini, lalu dia harus tinggal di mana? Begitu pikir Bu Sinta. Kalau memang Lusi mau memberinya rumah, itu tidak masalah. Tetapi kalau misalkan sekarang dia meminta rumah, Lusi akan menolak juga. Meminta uang untuk mencari Maura saja Lusi sudah menolak mentah-mentah, bagaimana mungkin dia meminta rumah kepada anak tiri di depannya ini? Tampaknya Bu Sinta juga paham kalau Lusi baru tahu jika dirinya ini adalah mantan Ibu tiri Lusi. Dari gelagat wanita itu, tampaknya tidak suka dengan Bu Sinta. Walaupun memang terlihat ramah-tamah, tetapi dari setiap sikap dan pembicaraan Lusi mencerminkan kalau wanita itu memang tidak m
Lusi menaikkan sebelah alisnya mendengar pertanyaan dari suaminya Bu Sinta. Tampaknya pria paruh baya ini belum tahu apa-apa tentang Mila. Ini akan semakin menarik untuk Lusi. Dia bisa membuat keduanya semakin jera dan pria paruh baya itu tidak akan bisa berkutik jika tahu anak kesayangannya itu telah berbuat jahat kepada Lusi. "Loh, Bapak tidak tahu anak Bapak itu dipenjara? Sudah hampir seminggu Mila dipenjara," ucap Lusi dengan enteng, membuat sang wanita paruh baya itu tampak ketakutan dan bingung. Bu Sinta berusaha untuk menjelaskan kepada suaminya, tetapi sayangnya pria itu langsung marah. "Apa yang kamu sembunyikan dariku? Kenapa kamu tidak bilang apa-apa? Jadi, kamu sudah tahu kalau Mila dipenjara? Katakan!" seru sang pria membuat Bu Sinta ketakutan. Melihat itu Lusi langsung menoleh kepada Pak Bara. Dia memberikan isyarat kalau dia sangat puas dengan kejadian ini. Rekaman itu pun masih tetap berputar, ini akan menjadi bukti lagi jika terjadi sesuatu kepada Bu Sinta dan Lu
Saat ini Lusi dan Pak Bara sedang dalam perjalanan pulang. Beberapa menit berlalu mereka semua tetap saling diam, wanita itu memilih melihat ke luar jendela. Kejadian tadi sebenarnya sangat mengkhawatirkan hati Lusi karena dia takut terjadi sesuatu yang buruk kepadanya. Tetapi karena ada Pak Bara dan rekaman itu, sekarang dia sudah tenang. Jika satu saat nanti Bu Sinta atau suaminya berbuat macam-macam, maka dia akan menjadikan rekaman tadi sebagai barang bukti. "Nak Lusi, apakah tetap akan mengambil hak asuh untuk Maura?" tanya Pak Bara memastikan, karena dia tidak mau sampai pertemuan ini tidak membawakan hasil apa pun. Lusi menoleh dan tersenyum. "Tentu saja, Pak. Ini harus berhasil. Saya sudah berusaha yang untuk meminta izin secara baik-baik kepada mereka, tapi mereka tidak punya itikad baik juga untuk merawat Maura dengan benar. Saya yakin, kalau misalkan Maura kembali ke sana, pasti dia akan dijadikan sapi perah lagi dan lebih parahnya lagi Maura akan dijual kepada rentenir
Sesampainya di rumah, Lusi melihat Maura sedang bermain dengan Alia. Wanita itu tidak mengatakan apa pun perihal kedatangannya ke rumah orang tua Maura, tidak mau sampai gadis itu berpikiran macam-macam atau malah menjadi beban untuk Maura. Jadi, Lusi memutuskan menyembunyikan kedatangan dia saat berkunjung ke rumah orang tua Maura. Biarlah Maura hidup dan beradaptasi di sini, sebelum dia memulai sekolah. Rencananya setelah Lusi mendapatkan hak asuh Maura, dia akan langsung mendaftarkan adiknya itu ke sekolah yang baik, tentu saja ternama dan terjamin kualitas pendidikannya. Lusi pun memilih untuk istirahat dulu, mengunci diri di kamar dan memikirkan apa saja yang harus dia lakukan selanjutnya. Sekarang pasti akan menghabiskan banyak waktu di tempat kerja, bersama Alia pun akan sedikit. Dia berpikiran untuk menyewa pengasuh bagi Alia. Tetapi dia takut jika salah memilih pengasuh. Sepertinya Lusi harus membicarakan semua ini dengan Pak Bara, karena saat ini tidak ada satu pun orang y
"Hah! Devan? Ibu yakin nama pria yang mencari saya itu Devan?" tanya Lusi sangat syok dan dia benar-benar tidak percaya mendengar kalau Bu Murni menyebutkan nama itu."Iya, Ibu yakin. Nama pria yang mencari Nak Lusi itu Devan." Wanita itu terdiam. Dia bingung harus bersikap apa mendengar kabar ini, tetapi satu yang pasti, Lusi penasaran kenapa Devan mencarinya. Padahal sudah tahu kalau dirinya berumah tangga, bahkan pria itu juga sempat bilang kalau dia berusaha untuk membuka lembaran baru setelah istri dan calon anaknya meninggal. Tetapi kenapa sekarang tiba-tiba saja mencarinya apalagi menurut bu Murni, dia pun datang saat video viral itu diposting oleh Lusi di media sosial. Mungkinkah ini pertanda kalau Devan itu begitu peduli kepada Lusi? Sang wanita langsung menggeleng-gelengkan kepala, dia berusaha untuk menghalau segala pemikiran, tidak mau mengambil kesimpulan sendiri. Saat ini dia tidak mau berurusan dengan orang-orang yang membuatnya pusing termasuk dengan pria bernama De
"Mas, aku mohon maaf. Ini adalah salah satu kesempatan langka aku bisa berbicara denganmu. Kamu tahu? Sulit bagiku untuk bisa menemuimu seperti ini," ujar Mila. Dia harus meyakinkan Raka agar mau bicara dengannya. Karena kalau tidak, semua perjuangannya akan sia-sia. "Aku tidak memintamu untuk menemuiku," timpal Raka membuat Mila terkesiap. Wajah wanita hamil itu langsung syok. Selama berhubungan dengan Raka di belakang Lusi, baru kali ini pria itu mengucapkan kata-kata yang membuat Mila tak berkutik. Bagaimana tidak? Selama ini Raka selalu memperhatikannya, mengucapkan kata-kata manis untuk Mila. Tetapi setelah semua kejadian yang menimpa dirinya dan Raka, pria itu berubah drastis. Bahkan berani berucap seperti itu kepada Mila. "Kenapa kamu bicara seperti itu, Mas? Biasanya kamu tidak begini."Raka menghela napas kasar. Dia mengguyar rambutnya, lalu melihat ke sekeliling, takut ada yang mengamati mereka. Untunglah beberapa napi langsung pergi ke lapangan, biasanya setelah makan
Mungkin sekitar 10 detik lamanya Mila terdiam. Dia tersadarkan saat Raka berdecak keras sembari melipat tangan di depan dada. "Tunggu, Mas! Apa yang kamu katakan barusan? Ini anakmu! Kenapa kamu berkata seperti itu? Ini juga bayimu."Mila berusaha meyakinkan pria di depannya, kalau anak yang ada dalam kandungannya ini adalah anak Raka. "Aku tidak yakin dengan itu." "Kenapa kamu seperti ini? Jangan bilang kamu terhasut oleh ibumu! Ibumu itu ingin menghancurkan hubungan kita, Mas," ujar Mila berusaha untuk meyakinkan Raka dan menyadarkan kalau semua yang dikatakan oleh Bu Sinta itu hanyalah hasutan. Mila tentu saja yakin kalau anak yang ada dalam kandungan Mila ini adalah anak Raka. Mendengar ibunya dikatain seperti itu, tentu saja Raka tidak terima."Jaga mulutmu itu, Mila! Jangan mengatai ibuku seperti itu!" seru Raka dengan wajah marah. Matanya juga bahkan sampai melotot, kaget bukan main. Dia langsung menggeleng-gelengkan kepala dan hampir saja menangis. Tetapi wanita itu tidak
"Kenapa kamu bisa yakin kalau itu adalah anakku?" Mila terperangah sembari terkekeh tajam. Dia menggeleng-gelengkan kepala, Raka sudah benar-benar keterlaluan. Baru juga dua minggu di penjara, tetapi ternyata pria ini sudah benar-benar berubah drastis, berbeda jauh dengan Raka yang dulu."Kenapa kamu bertanya seperti itu, sih, Mas? Tentu saja karena aku hanya berhubungan denganmu. Kamu pikir aku berhubungan dengan siapa dan wanita seperti apa?" tanya Mila merasa kesal. Raka melotot. Dia berdecak keras sembari menatap wanita itu dengan sinis. "Wanita seperti apa? Tentu saja wanita murahan yang rela menghancurkan kehidupan sahabatnya sendiri. Kamu pikir apa, Mila? Aku baru tersadarkan sekarang, kalau kamu itu sudah keterlaluan kepada Lusi. Bukan hanya memanfaatkannya saja, tetapi kamu sudah menghancurkan kehidupan rumah tangga kami dengan cara merebutku darinya, kan?" Mila tersentak mendengar kalimat itu. Dia benar-benar tidak bisa berkutik dan mengelak karena semua yang dikatakan ol
Mila sama sekali tidak menyadari kalau dirinya sedang diikuti. Mungkin pikirannya sudah lelah karena perutnya juga lapar dan tidak fokus, hingga dia pun berhenti di sebuah kedai bakso. Saat ini tampaknya sang anak yang ada dalam kandungan ingin mencicipi bakso yang agak jauh. Maura menghentikan taksi itu dan memantau kalau kakaknya masuk ke kedai bakso tersebut. "Lah, kok dia malah berhenti di situ? Atau jangan-jangan Kak Mila memang keluar untuk beli makanan?" gumam wanita itu. Dia keheranan. Kalau terus lama-lama di sini yang ada harga argonya akan terus berjalan dan mungkin dia harus mengeluarkan banyak uang, jadi wanita itu pun terpaksa turun dari taksi dan memantau dari kejauhan saja. "Duh, sial banget! Masa aku harus berdiri di sini memantau dari kejauhan? Mana panas pula," gerutu Maura.Dia mencoba melihat ke sekitar dan mencari tempat yang nyaman, kira-kira bisa duduk menunggu Mila. Inginnya wanita itu pun masuk ke sana dan ikut makan, tetapi pasti Mila akan mengetahui keb
Maura tampak muram dan ketakutan. Dia tidak tahu harus tenang apa, karena saat ini posisinya sedang sendirian. Tidak ada tempat bergantung. Bahkan kakaknya sendiri pun malah mengintimidasi. Tapi, kalau sampai Mila mengetahui masalah ini, yang ada dia akan semakin dipersulit atau mungkin bisa saja malah dilaporkan ke polisi dan berakhir di penjara. Membayangkannya saja membuat Maura merasa ketakutan, apalagi kalau jadi kenyataan. Dia tidak bisa berpikir jernih saat ini, berharap kalau ada solusi lain. Namun semakin diamkan, perasaannya semakin gundah. Maura tidak bisa diam saja. Dia harus meminta bantuan kepada seseorang dan satu orang yang terlintas di benak wanita itu adalah nama Raka.Dengan cepat dia menelepon Raka, tapi sayangnya tidak aktif. “Apa Mas Raka sengaja melakukan ini agar tidak ada yang mengganggu?” gumam sang wanita dan tebakan Maura memang benar.Raka sengaja mematikan ponselnya agar tidak diganggu oleh Mila atau siapapun yang akan memperkeruh suasana. Hari ini jug
Setelah keluar dari ruangan interview, ternyata ada David sudah ada di sana. Lusi sangat kaget dengan kehadiran pria itu, lalu tiba-tiba saja tersenyum merekah, membuat jantung David berdetak dengan sangat kencang. "Bagaimana?" tanya David dengan tenang, walaupun sebenarnya saat ini dia sedang merasa gugup tetapi usianya yang sudah matang tidak mentoleransi semua itu. Dia bukan ABG lagi yang harus terlihat malu-malu di depan wanita yang dicintainya. "Alhamdulillah, aku keterima. Terima kasih, ya."Lusi langsung menjulurkan tangan membuat David terperangah, tetapi tak urung pria itu pun menerima uluran tangan Lusi. Mereka bersalaman dan kali ini David merasa tuntas karena bisa menyentuh tangan Lusi yang sangat halus dan lembut. "Syukurlah kalau begitu. Benar kan, aku tidak menipumu?" "Ya, aku minta maaf. Bukan maksud apa-apa, aku hanya melindungi diri dari hal-hal yang buruk. Tidak ada yang tahu kan apa yang akan terjadi selanjutnya," ucap Lusi membuat David terdiam sembari mengan
Bagaimana? Kalau mau, aku antarkan kamu ke kantornya. Kebetulan aku juga kerja di sana," ucap David membuat Lusi mulai menurunkan rasa curiganya kepada pria itu. "Kamu benar-benar tidak akan membawaku ke tempat yang aneh-aneh, kan?" tanya Lusi lagi, karena dia merasa belum yakin sepenuhnya apalagi mereka baru kenal kemarin. Itu pun hanya sepintas. "Ya Tuhan, apakah kamu selalu melakukan ini kepada orang lain? Kecuali kalau aku itu tidak dekat tempat tinggalnya denganmu, baru kamu curiga. Tapi aku kan tinggalnya dekat. Harusnya kamu bisa mengantisipasi itu, kan?"David lama-lama gemas juga kepada Lusi yang malah terus-terusan bertanya seperti itu. Wanita itu diam sejenak, memandangi pria itu dengan tatapan datar. "Mungkin menurutmu itu hal wajar, tapi tidak bagiku. Apalagi kamu tidak tahu bagaimana masa laluku. Harusnya kamu tahu, orang-orang akan melindungi diri sendiri dari hal-hal yang membuatnya kecewa," ujar Lusi membuat David terdiam. Pria itu memandangi sang wanita yang seka
Lusi sampai tak bisa berkata-kata saking kagetnya kala dia duduk dan muncullah Damian dengan wajah tergesa-gesa. Wanita itu sampai mengerjapkan mata berkali-kali, apalagi saat sang pria duduk di sampingnya. Dia benar-benar tak bisa mengatakan apa pun karena menurutnya pria ini aneh. Lusi hanya mengenal namanya Damian dan tidak berniat untuk berkenalan lebih jauh, karena bagi Lusi hati kecilnya sudah tertutup untuk laki-laki manapun. Dulu sempat hampir saja mempunyai rasa kepada Devan, tapi ternyata pria itu malah membuatnya kecewa dan membuat Lusi tak mau lagi menjalin hubungan dengan pria manapun. Dua kali mengalami kekecewaan dari laki-laki, membuat Lusi merasa kalau dirinya memang harus fokus dulu kepada diri sendiri dan sang anak. Jadi, siapapun yang akan mendekat, Lusi akan berusaha untuk menghalangi dan menutup hati. "Hai, kita bertemu di sini." Tiba-tiba saja David mengatakan hal seperti itu, membuat Lusi menoleh dan hanya tersenyum kaku. Sungguh rasanya dia tidak mau basa-
"Apakah harus?" tanya Raka terlihat sekali kalau wajahnya menentang semua permintaan Winda. Melihat itu Winda lagi-lagi merasa kecewa. Tetapi dia tidak mau malah bertengkar, apalagi di hari pertamanya sebagai seorang istri. Mungkin memang Raka belum mau pergi keluar bulan madu sebab memikirkan Alia. Dia berusaha untuk mengerti semuanya, walaupun tampak sekali di wajahnya rasa kekecewaan itu. "Oh ya sudah, Mas. Kalau memang tidak mau tak masalah, aku juga tidak mau kalau Mas Raka tidak bisa. Sebaiknya kita istirahat saja."Winda memilih untuk berdiri dan pergi, tetapi Raka tiba-tiba saja menariknya dan kembali membuat Winda terduduk. Raka menghela napas kasar, tampaknya dia sudah berbuat salah kepada Winda. Masih untung ada yang mau membantunya. Apalagi kata Winda, mereka akan mencari Alia. "Baiklah kita akan berangkat. Tapi nanti besok pulang, ya? Aku tidak bisa lama. Kamu tahu kan? Lusa harus kembalikan kepada Mila," ucap Raka, tiba-tiba saja membuat Winda mengerjapkan mata semba
Menjelang siang ini, tinggal Winda dan Raka berdua saja di rumah Winda. Untuk kedua kalinya dia merasakan sebagai pengantin baru setelah bertahun-tahun ditinggal oleh almarhum suaminya terdahulu. Winda memang tidak menjalin hubungan dengan siapa pun, karena dia memang ingin mengajar Raka. Sekarang setelah menikah, rasanya seperti mimpi. Kekecewaan karena dia tidak dianggap sebagai istri di depan umum, membuat Winda tak memedulikan itu. Semua karena dirinya sekarang sedang benar-benar bahagia sebab sudah memiliki Raka. "Mas, rencana kita selanjutnya seperti apa?" tanya Winda dengan penuh semangat, berharap kalau pria ini akan mengajaknya untuk bulan madu. Kalau masalah perihal biaya, Winda bisa backup semuanya. Yang dibutuhkan adalah perhatian dari pria itu. "Aku ingin mencari Alia." Seketika senyuman di bibir Winda langsung luntur. Hatinya tersayat dan benar-benar tidak dipedulikan di sini. Hanya dijadikan sebagai alat untuk mencari anak dan mantan istri Raka. "Iya, Mas. Aku tahu
Dengan senyuman getir Winda pun menganggukkan kepala. "Iya, Bu. Aku sudah tahu semuanya." Mendengar itu Bu Sinta terperangah sembari membulatkan mata. Wanita ini benar-benar tulus. Bahkan pria yang dinikahinya sedang berjuang untuk mendapatkan hak asuh anak dari istri pertama malah didukung dan dibiarkan begitu saja. Bu Sinta sampai tidak bisa berkata-kata sesaat. "Kamu serius sudah tahu semuanya?" Winda kembali menganggukkan kepala dengan pelan. "Iya, Bu. Aku tidak apa-apa, kok. Aku yakin, seiring berjalannya waktu Mas Raka pasti bisa menaruh hati kepadaku. Semua harus ada perjuangan dan aku yakin tidak akan mengkhianati hasil," ungkap Winda, membuat Bu Sinta benar-benar merasa terharu. Kalau saja dia bisa mengotak-atik hati Raka, mungkin sudah dihapus nama Mila dan membiarkan pria itu tidak peduli terhadap anak yang dikandung oleh Mila."Yang sabar ya, Winda. Pokoknya Ibu akan selalu mendukungmu. Lagi pula Ibu tidak suka sama Mila. Dia itu bukan perempuan baik, jadi istri pun n
"Sah!"Suara menggema itu dikeluarkan oleh beberapa orang di sana. Dua saksi, satu penghulu, satu wali hakim dan juga ada ART Winda beserta Bu Sinta. Benar-benar sedikit dan tak ada orang lain lagi selain mereka semua. Sebenarnya Winda merasa sedih sebab pernikahan ini hanya diketahui oleh beberapa orang saja, seolah kalau dirinya memang tidak diakui oleh Raka. Tetapi ini lebih baik dibandingkan dirinya terus mengejar-ngejar pria itu. Katakanlah Winda itu adalah wanita bodoh. Dia bisa saja mendapatkan pria kaya, melebihi siapa pun termasuk Raka. Tetapi entah kenapa dia merasa kalau kebahagiaannya pasti ada bersama pria itu. Walaupun harus menjadi yang kedua, Winda rela. Lagi pula yang dicari bukanlah harta, tetapi kasih sayang dari laki-laki yang dicintai. Raka menyematkan cincin di jari manis Winda, lalu mencium keningnya. Ada haru biru yang menyelimuti acara ini. Bu Sinta sampai menantikan air mata, akhirnya sang anak mendapatkan istri yang baik menurut pandangan Bu Sinta. Winda