"Sepertinya kamu sudah benar-benar enggak waras, ya, Maura? Ngapain kamu menyuruhku untuk melakukan hal keji seperti itu? Kamu tahu? Ide apa yang kamu katakan barusan itu sudah benar-benar di luar batas!" ungkap Winda dengan nada yang agak tinggi. Dia benar-benar tidak bisa berpikir jernih saat Maura mengatakan hal seperti itu. "Loh, Mbak kok marah-marah, sih? Aku kan cuma ngasih ide, cara yang cepat menjatuhkan Mbak Mila juga cara yang paling ampuh dan Mbak bisa mendapatkan Mas Raka." Winda terduduk sembari memijat kepalanya yang berdenyut, bukannya memberikan solusi, Maura malah membuat dia stres karena harus memikirkan ide Maura berulang-ulang. Jangan sampai malah merugikan dirinya sendiri. "Aku tidak bisa mengambil keputusan sekarang, nanti aku akan hubungi kamu lagi." Setelah itu Winda mematikan panggilan. Maura hanya terperangah sembari menatap ponselnya yang berubah menjadi gelap. "Padahal kan aku cuma kasih solusi saja. Kalau misalkan enggak mau ya udah, ngapain juga kay
Suara pintu diketuk dengan sangat keras membuat Maura terkesiap. Wanita itu sebelumnya masih tidur. Dia melihat jam di dinding, sudah pukul 06.00. "Sial! Aku kesiangan!" seru Maura membuat dirinya langsung terduduk dengan rasa takut.Di depan sana terdengar suara Mila yang terus menggedor-gedor pintu agar Maura keluar. "Heh, wanita malas. Keluar! Kamu gila, ya? Kamu di sini numpang, tapi masih bisa bangun siang. Apa kamu tidak merasa malu, hah?!" seru Mila membuat Maura semakin ketakutan. Tubuhnya bahkan bergetar hebat, tidak tahu harus bagaimana. Kalau diam saja bisa-bisa wanita ini dipukul juga diusir. Sementara dirinya belum mendapatkan tempat tinggal yang layak.Kalau tidak keluar, mungkin dia akan dianiaya oleh Mila. sebuah keputusan yang membuatnya bingung. "Kalau kamu tidak keluar, hari ini juga akan kubuat kamu menyesal, Maura!" seru Mila lagi dengan berteriak, membuat Maura tidak punya pilihan. Akhirnya dengan ketakutan yang masih mengungkung, wanita itu pun membuka pint
Di tempat lain, saat ini Lusi, Adiba beserta Bu Melati sudah sampai. Alia juga bangun dan melihat pemandangan yang begitu menakjubkan. Hawa dingin menyusup tubuh, membuat Alia langsung merapatkan jaketnya. "Ternyata di Bandung itu benar-benar dingin, ya, Bu?" Bu Melati tersenyum, sementara Lusi hanya mengusap kepala anaknya itu. "Ya, Sayang. Di sini beda dengan di Jakarta. Pasti dingin dan nyaman. Semoga Alia suka, ya? Kita nggak apa-apa kan tinggal di sini?" Alia mendongak sembari menganggukkan kepala dengan senang. "Tentu saja, dengan begitu Alia akan punya teman. Jadi, kalau misalkan Ibu bekerja, Alia masih ada teman," ujar Alia membuat hati Lusi merenyut sakit.Dia benar-benar tidak menginginkan keadaan ini, harus meninggalkan anak demi mencari nafkah. Tetapi kalau terus-terusan bersama Raka pun bukan solusi yang terbaik. Dia akan menjalani hubungan toxic dengan Raka, ditambah lagi mertua seperti Bu Sinta. Bukanlah jalan terbaik untuk terus hidup bersama."Maaf, ya. Kalau mis
"Sekarang tenang dulu, ya. Ibu, udah sarapan sebelum ke sini?" "Sudah, tadi Ibu sudah sarapan karena Ibu pikir hari ini juga bisa menemui Raka lagi. Jadi, Ibu harus banyak tenaga," ujar Bu Sinta setelah dipersilakan duduk di daerah rumah Winda yang kebetulan disediakan kursi dan meja. Winda tampak kebingungan. Dia ingin menceritakan apa yang dikatakan Maura malam tadi, tapi takut kalau Bu Sinta akan marah besar. Bagaimanapun yang ada di dalam kandungan Mila itu adalah cucunya. Dia berpikir, mungkin wanita paruh baya ini tidak akan tega kalau misalkan menghilangkan calon cucunya. Namun kalau misalkan tidak diceritakan juga bingung mencari alasan dan solusi, apalagi untuk mendekati Raka agar mau kembali kepada Bu Sinta dan mendekat kepadanya juga susah. "Bu, kalau misalkan kita tunggu beberapa hari atau beberapa minggu sampai Mas Raka berpikir tentang kedatangan kita kemarin, bagaimana?""Beberapa minggu? Nggak, Win! Ibu, nggak mau menunggu selama itu. Bagaimana kalau misalkan Raka
"Pertama, katanya harus membuat Mila keguguran." Bu Sinta terkesiap. Mata wanita paruh baya itu membulat sempurna, membuat Winda benar-benar ketakutan jika terjadi sesuatu yang buruk kepada dirinya, karena sudah mengadukan hal yang dikatakan oleh Maura semalam.Lalu, tak lama kemudian tatapan mata Bu Sinta kembali normal dan bertanya apalagi yang dikatakan oleh Maura kepada Winda."Yang kedua, buat Mas Raka bertekuk lutut kepadaku dengan cara ilmu gaib," tambah Winda masih dengan berbicara hati-hati, takut Bu Sinta marah dengan apa yang dikatakan barusan.Wanita paruh baya itu diam sejenak. Reaksi yang diberikan oleh Bu Sinta membuat Winda bingung sendiri. Sebenarnya kenapa wanita paruh baya ini tidak marah-marah atau memberikan tanggapan apa-apa dan hanya diam?Beberapa saat, wanita itu jadi bingung juga, apa yang harus dia lakukan kepada Bu Sinta Jika sang wanita paruh baya hanya diam seperti ini."Jadi, gimana, Bu?" tanya Winda. Sebab sedari tadi Bu Sinta sama sekali tidak bersua
"Dasar wanita tidak berguna!" seru Bu Sinta, tiba-tiba saja sembari berdiri. Membuat Winda terkesiap, kaget."Loh, maksud Ibu apa?""Iya, kamu itu tidak berguna! Kenapa kamu itu selalu berpikiran jalan lurus dan jalan yang benar? Padahal kamu sendiri mengajar-ngejar anakku, kan? Kamu pikir itu udah benar? Harusnya kamu itu mengejar-ngejar pria lain, bukan malah berusaha untuk mendapatkan Raka yang sudah jelas-jelas tidak mau kepadamu," ungkap Bu Sinta, membuat Winda terperangah, kaget. Dia seperti melihat dua kepribadian yang berbeda dari Bu Sinta. Padahal kemarin terlihat sekali kalau wanita paruh baya itu sangat mendukungnya, tetapi kenapa tiba-tiba saja seperti ini? Benar-benar tidak dipahami oleh Winda. "Ibu, kenapa tiba-tiba marah kepadaku seperti ini?" "Ya bagaimana tidak marah? Kamu harusnya mendukung apa pun yang aku lakukan, ini juga demi kebaikan kalian. Kalau Raka terlepas dari Mila, itu artinya Raka akan kembali kepadamu. Bukan malah seperti ini. Kamu itu benar-benar ti
Raka jadi mulai gelisah. Kalau misalkan Maura sudah keluar setelah 1 minggu, sementara rencananya belum berhasil, maka dia akan benar-benar kehilangan kesempatan untuk menyatukan Raka dan Devan. Dia tidak mau sampai pria itu bersama Lusi. Kalau Raka tidak bisa bersama dengan Lusi kembali, maka siapa pun tak boleh. Termasuk Devan. "Aku sampai lupa, seharusnya kemarin itu ke rumah Lusi dan bertemu Alia. Ah! Semua ini gara-gara Mila yang mempermasalahkan pelanggan itu," ungkap Raka, saat dia sendiri di ruangan. Sementara Mila sedang mengecek stok barang. Pria itu harus segera bertemu dengan Alia dan memastikan rencananya. Sementara itu, saat ini Maura sedang membersihkan rumah. Belum juga selesai, sebab banyak sekali yang harus dikerjakan. Sang wanita merutuki kakaknya yang sengaja mempermainkannya. Dia benar-benar gila. "Kakak itu nggak punya otak! Ngapain juga harus menyiksaku seperti ini? Kalau memang sudah ada ART, sudah kerjakan saja oleh ART. Kenapa harus mengerjaiku dengan pe
"Gimana, ya, Bu? Sebenarnya aku mau-mau aja, tapi masalahnya pekerja rumah itu belum selesai." Bu Sinta berdecak pelan. Anak ini susah sekali untuk dirayu. Apakah harus dengan materi, Maura baru mau mengikuti semua permintaannya? Sementara dia juga tidak punya waktu lama, harus segera menghilangkan nyawa bayi yang ada di dalam kandungan Mila. Jangan sampai semakin besar dan sulit untuk dikeluarkan secara paksa. "Gini, deh. Sebentar aja, kok. Ibu janji akan mengabulkan satu permintaanmu, setelah kita makan." Mendengarnya Maura terdiam. Dia benar-benar bingung dengan kedatangan wanita paruh baya itu. Tetapi jika Bu Sinta menawarkan sesuatu kepadanya, tentu saja Maura tidak boleh melewatkan semua ini. Mungkin saja sang wanita bisa meminta HP baru, agar dia bisa update dan mengikuti trending topik sekarang. "Oke, kalau gitu aku siap-siap dulu, ya, Bu. Tapi mohon maaf, Ibu harus di sini dulu. Takut kalau misalkan Mbak Mila dan Mas Raka tiba-tiba datang, Ibu ada di dalam, aku akan dimar
Sementara itu di tempat lain, saat ini Raka dan Winda sedang menikmati bulan madu. Seharian mereka berkeliling puncak. Mereka berdua sudah cek in, tetapi Raka mengajak untuk keluar. Entah kenapa dia tidak mau sampai terjadi hubungan suami istri di antara keduanya. Pikiran pria itu benar-benar kacau. Dia hanya berharap bisa menemukan anaknya dan mantan istri, setidaknya jika tahu keberadaan Alia, hatinya bisa tenang. Mungkin sesekali akan mengunjungi Alia, tentu tanpa sepengetahuan Mila. Tetapi dia tidak tahu bagaimana mengatakan semua ini kepada Winda, agar wanita itu paham kalau dirinya saat ini benar-benar membutuhkan ruang untuk mencari anaknya. "Mas, kenapa sih kamu dari tadi diam aja? Apa kamu tidak suka dengan hotel yang akan kita tempati?" tanya Winda karena dari berangkat dia melihat kalau Raka tidak fokus. Dia terus saja seperti gelisah dan memikirkan sesuatu. "Maafkan aku, Winda. Kalau boleh jujur, aku itu sedang memikirkan Alia. Ke mana kira-kira dia pergi," ucap Raka, m
Sepeninggalnya Maura, Imel hanya mematung di tempat. Dia jadi berpikiran macam-macam. Mungkinkah bosnya ini memang pelakor di masa lalu dan sekarang sedang berusaha untuk memperbaiki diri atau memang wanita hamil itu masih tetap menjadi pelaku dan berusaha menyembunyikan identitasnya?Semua pertanyaan-pertanyaan itu tiba-tiba saja dan bermunculan di benak sang gadis. Mila yang melihatnya pun mulai khawatir kalau karyawan barunya ini akan berpikiran macam-macam atau lebih parahnya dia akan menyebarkan semua informasi ini. Tidak ada yang tahu hati seseorang. Meskipun Mila merasa kalau dia sudah bersikap baik kepada Imel, tetapi tidak tahu dengan tanggapan gadis itu sendiri. Mila berdehem beberapa kali, berusaha untuk menetralkan perasaan. Dia harus tenang menghadapi situasi seperti ini. Wanita hamil itu akan berbicara baik-baik kepada Imel dan memberikan pengertian kalau semua yang dikatakan Maura itu adalah kebohongan belaka. Berharap Imel tidak akan mencari tahu melewati internet,
"Tidak akan. Aku jamin dia tidak akan tahu masalah ini, kecuali kamu yang ngomong. Tapi sepertinya kalau kamu ngomong pun jika tidak ada bukti percuma," ucap Mila. Dia tidak sadar kalau dari tadi Maura sedang mengambil buktinya. Wanita itu juga tidak berniat untuk mengatakan kalau dirinya punya bukti. Dia akan menyimpan ini baik-baik dan menjadi kejutan untuk Mila, memberikan semua ini kepada Raka tanpa sepengetahuan wanita hamil itu. Ingin tahu, betapa terkejutnya Mila setelah Raka mengambil tindakan. Karena Maura yakin, Raka tidak akan diam saja jika diperlakukan tidak baik oleh istrinya. Apalagi martabatnya sebagai seorang suami diinjak-injak begitu saja."Dengar, ya. Sekali lagi aku tegaskan, kamu jangan macam-macam sama aku dan jangan terlalu senang seolah Mas Raka itu akan benar-benar mendukungmu, kecuali kalau kamu itu adalah pelakor," ujar Mila dengan santai.Maura hanya diam saja. Dia memilih untuk mematikan rekaman dan hendak pergi dari sana, tetapi baru juga beberapa lang
"Apa tadi Mbak bilang? Mas Raka itu hidup dari uang Kakak, begitu?" tanya Maura memperjelas.Dia ingin merekam semua perkataan Mila. Dengan begitu secara kontan Raka pasti akan sakit hati dan meninggalkan Mila. Menurutnya tak masalah kalau Raka tiba-tiba saja meninggalkan Mila dengan alasan yang jelas. Lagi pula masalah perceraian bisa diurus setelah anak yang ada dalam kandungan Mila lahir. "Iya, kamu nggak sadar juga? Suamiku itu bisa hidup karena aku. Dia juga bisa mendapatkan apa-apa juga sebab uangku. Jadi, kamu jangan merasa senang karena dibela oleh Mas Raka. Karena dia juga akan tergantung padaku. Lalu, apa kamu pikir Mas Raka akan memberikan uang kepadamu? Tidak, kecuali dariku. Uang Mas Raka juga itu uangku. Apa kamu tidak menyadarinya?" ucap Mila. Dia sama sekali tidak curiga kepada Maura, apalagi wanita itu mengatakan hal tersebut sembari makan bubur. Perutnya sangat lapar. Anak yang ada dalam kandungan juga sudah menendang-nendang. Dia benar-benar merasa kalau hari ini
Awalnya Maura takut saat kakaknya tiba-tiba bertanya seperti itu, tetapi karena kelicikan yang sudah terlatih membuat dia berpikir lebih baik mempermainkan perasaan kakaknya itu, akan sangat menghancurkan Siapa tahu dengan tidak sengaja bisa berakibat fatal kepada anak yang ada dalam kandungan. Jadi, dia tidak perlu susah-susah menggugurkan kandungan Mila. Tinggal buat saja mental ibunya down, pasti anaknya ada dalam kandungan pun ikut terkena dampaknya. "Oh, Kakak mau tahu kenapa aku sampai yakin sekali kalau Mas Raka itu pasti membelaku? Sebab Mas Raka lebih percaya sama aku ketimbang sama istrinya. Kakak nggak sadar, ya? Kalau selama ini Mas Raka itu sudah lelah sekali berhubungan dengan Kak Mila, tetapi karena anak yang ada dalam kandungan itulah Mas Raka akhirnya bertahan. Dia sebenarnya berharap Kak Mila bisa berubah lebih baik, tidak terus mengekang dan cemburu buta. Tapi, sayangnya itu tidak terjadi juga. Aku yakin, memang itu ada sifat asli Kak Mila, kan? Pencemburu dan mend
Maura istirahat sejenak di sebuah masjid, tapi dia sama sekali tidak salat. Hanya berteduh. Sebelumnya wanita itu pergi ke kantin rumah sakit untuk makan. Sebab dia tidak mungkin menunggu terus Mila, sementara kakaknya itu menyebalkan. Ada saja kata-kata yang membuat dirinya semakin kesal.Wanita itu makan sambil melamun, banyak pikiran yang terus bergerilya di benak. Apa yang harus dia lakukan saat ini? Sementara Raka sama sekali tidak bisa dihubungi. Kalau misalkan dirinya pulang dengan Mila, apakah semua akan baik-baik saja dan rencananya untuk mengerjai kakaknya itu akan berhasil? Pertanyaan itu juga semakin menjadi-jadi di benaknya. Dia tak tahu harus melakukan apa. "Ah, capeknya! Aku harus benar-benar menerima semua ini. Lagi pula nggak ada salahnya, kan? Aku sudah menolongnya juga. Aku akan memulai aksiku nanti kalau sudah sampai rumah," gumam wanita itu langsung menghabiskan makanan.Dia memilih untuk kembali ke kamar kakaknya dan melihat kalau Mila sedang terduduk sembari he
"Sekarang masih diam lagi, kan? Berarti itu Kakak mengaku kalau selama ini aku belajar cara kejam dari Kakak. Aku tidak mungkin belajar dari orang lain. Pasti dari orang terdekat dulu. Coba saja dari awal saat aku datang ke sini untuk menjenguk Kakak di penjara, mungkin kejadiannya akan beda kalau Kakak bersikap baik saat itu. Ini pun aku pasti akan melupakan semua dendam dan kesakitan yang sudah Kakak beri. Sayangnya sampai detik terakhir, Kakak bersikap seperti ini. Jadi, untuk apa aku lembut dan tetap diam saja? Tidak, aku tidak mau bodoh dan menderita kedua kalinya. Sekarang terserah. Kalau misalkan aku harus keluar rumah, tanggung akibatnya. Kalau tidak mau, lakukan sesuai dengan keinginanku," ujar Maura. Setelah itu dia pergi dari hadapannya, membuat wanita hamil itu mengerang dengan hati yang dipenuhi amarah. "Maura, kurang ajar kamu! Awas! Aku akan buat perhitungan padamu!" seru Mila dengan suara parau. Maura memilih untuk keluar dan menenangkan diri terlebih dahulu. Tidak
Mila sampai tidak bisa berkata-kata mendengar semua perkataan adiknya. Jadi, selama ini Maura itu menyimpan dendam begitu banyak. Dia kira wanita itu tidak akan melakukan hal seperti ini, sebab tahu kalau dirinya adalah keluarga satu-satunya di sini. Melihat diamnya Mila, Maura tersenyum sinis sembari melipat tangan di depan dada."Kakak tahu? Ini adalah curahan hatiku selama ini. Inginnya aku memakai-maki Kakak sebisaku, tetapi sayang ini rumah sakit. Aku tidak bisa begitu saja mengeluarkan unek-unek. Tetapi satu hal yang pasti, Kakak jangan mengharapkan apa-apa dariku. Kecuali kalau bisa membayarku dengan uang yang mahal," ucap Maura menantang. Mila hanya diam saja memandangi adiknya yang dulu polos dan penurut, setelah masuk ke dunia luar dan tinggal di kota sifatnya berubah drastis seperti ini. Entah siapa yang sudah meracuni Maura, tetapi Mila yakin wanita ini tidak tiba-tiba seperti ini. Padahal belum lama di Jakarta, tapi sudah berubah drastis. Diyakini ada yang meracuni piki
"Dari dulu aku ingin tahu, bagaimana rasanya menyiksa Kakak seperti ini? Memang Tuhan itu Maha Adil. DIA akan memberikan balasan yang setimpal untuk orang-orang yang jahat seperti Kakak. sSekarang Kakak sendiri yang merasakan bagaimana sendiri tanpa bantuan siapapun. Harusnya dari dulu Kakak itu tahu kalau Kakak tidak bisa apa-apa sendiri tanpa bantuan orang lain, tapi sayangnya Kakak meremehkanku. Coba Kakak akan dibantu siapa kalau keadaan seperti ini?" papar Maura sepertinya masih belum puas mengeluarkan unek-uneknya kepada wanita hamil itu. Di saat seperti ini Mila bisa saja mengamuk. Tetapi dia tidak berdaya dengan keadaannya. Jadi, wanita itu pun memilih untuk tenang. Menghela nafas berkali-kali dan berusaha untuk menetralkan emosi yang tiba-tiba saja naik karena perkataan adiknya.Mila tahu, Maura pasti akan memancing emosi dan berusaha untuk membuatnya menderita. Tetapi Mila tidak mau disetel oleh anak ini. Dia harus memenangkan semua peperangan antara dirinya dan Maura. Ter