Share

Bab 4 Alasan Berkhianat

"Mas!" Lusi menaikkan nada bicara karena kesal pada Raka.

Untuk apa Raka memohon pada Lusi jika tidak mau jujur? Tadi saja memaksanya untuk mendengarkan penjelasan Raka. Tetapi, sekarang? Kenapa dia bungkam? Apakah dia sudah berubah pikiran? Semua pertanyaan itu berputar di benak Lusi.

"Kalau kamu tidak jawab pertanyaanku, maka--"

"Tiga bulan, Lus." Jawaban Raka seperti petir yang menggelegar di atas kepala Lusi.

Menyentak jantung dan meluluh lantak1an persendiannya. Apa katanya? Tiga bulan? Itu artinya saat Lusi mencarikan kontrakan baru untuk Mila dan itu kontrakan milik Lusi.

Gila! Bagaimana bisa mereka melakukan pengkhianatan di belakang Lusi semulus ini? Lusi kecolongan sampai akhirnya Mila hamil duluan.

"Hahaha. Luar biasa, Mas."

Entah apa yang mendorongnya sampai tertawa seperti ini. Tidak ada yang lucu, justru hanya ada kepiluan dan miris akan nasib diri. Lusi menertawakan diri sendiri yang bodoh karena terpedaya oleh dua orang pengkhianat itu.

"Tiga bulan? Itu artinya setelah sebulan aku mengenalkanmu pada Mila, kalian bermain gila? Apakah kamu melakukannya di kontrakanku?" tanya Lusi menyelidik.

Raka hanya menunduk pasrah. Tidak ada satu kata yang terucap dari mulutnya, dan itu artinya dia tidak menyangkal tebakan Lusi.

Plak!

Tangan Lusi bergetar dengan rasa pedas yang menjalar di telapak tangan. Terlihat Raka tetap diam kala tamparan mendarat mulus di pipinya. Saking mulusnya, gambar tangan itu begitu jelas.

"Biadab! Berengsek! Bajingan! Kamu laki-laki jahat dan kotor, Mas! Apa yang membuatmu seperti ini? Kenapa kamu melakukannya padaku? Apa salahku, Mas? Apa!"

Lusi menarik kerah kemeja Raka lagi, hingga wajah Raka terangkat. Dia tidak berani menatap Lusi, tapi wajahnya terlihat pasrah saat diperlakukan kasar.

"Apa yang ada di pikiranmu, Mas? Kenapa kamu tega? Kenapa?!" Lusi menangis tersedu-sedu. Sesak, sangat sesak sampai yang keluar dari mulutnya adalah isakan tertahan.

Lusi mendorong tubuh Raka hingga terjerembab ke lantai. Dia tidak mengerti. Selama ini, rumah tangga mereka baik-baik saja. Tidak ada pertengkaran yang begitu berarti. Bahkan, dia tidak menemukan gelagat aneh dari suaminya. Tetapi, kenapa semua ini bisa terjadi? Apa yang salah? Di mana letak salahnya?

Semua pertanyaan itu berlomba-lomba memenuhi benak. Lusi sangat hancur.

"Kamu tidak salah, Lus. Aku sudah katakan itu. Kamu juga tidak ada kekurangan. Tapi, karena kamu yang terlalu sempurna membuatku seperti ini."

Lusi terdiam dan tangis itu langsung berhenti. Suami brengsek itu masih saja menunduk. Dia berbicara sembari bersimpuh di hadapannya.

"Aku merasa tidak ada gunanya di depanmu, Lus. Kamu sangat sempurna, sampai aku tak terlihat oleh orang lain. Kamu terlalu baik padaku hingga aku merasa hanya bisa menyusahkanmu. Semuanya salahku, Lus."

Lusi masih diam. Muak, memang. Tetapi, dia ingin mendengarkan semua penjelasan Raka.

"Aku berada di zona nyaman dan tidak pernah mengalami kesulitan yang berarti. Hingga, rasa jenuh itu muncul, Lus. Dari sanalah semua ini terjadi. Aku salah, dan menyesal." Sekarang pria itu mendongak dengan mata memerah. Ada sesal juga pengharapan yang nyata. Tetapi, apakah semua itu berguna sekarang? Tentu tidak.

"Aku mohon ampun padamu, Lus. Aku salah, aku berengsek, aku biadab, aku bajingan dan apa pun sebutan yang pantas untukku, lontarkan saja. Tapi, aku mohon. Jangan tinggalkan aku, Lus."

Lusi terdiam sesaat, lalu tak lama kemudian terkekeh sembari menatap wajah Raka. Melihatnya memohon seperti itu, Lusi jadi penasaran dengannya.

"Mas, apa alasanmu ingin bertahan denganku? Jangan katakan soal cinta, karena kamu saja berani berkhianat. Jawab, Mas. Apa alasanmu yang sebenarnya?"

"Kenapa kamu diam, Mas? Katakan sesuatu. Jangan membuatku muak dan memilih menceraikanmu!" seru Lusi, kesal.

Pria itu masih saja diam. Dia malah menunduk di pangkuan Lusi sembari mengeratkan genggaman di tangan itu.

Lusi mencoba menyingkirkannya, tapi Raka malah menangis tersedu-sedu. Air mata buaya yang membuatnya muak.

Ini memang  kali pertama dia melihatnya menangis, tapi langsung muak karena air mata itu sebuah sesal dari pengkhianatannya.

"Aku mencintaimu, Lus. Sungguh. Aku  khilaf, karena telah main gila di belakangmu. Kalau saja Mila tidak hamil, aku tidak akan mau menikahinya," ujar Raka, suaranya terdengar parau.

Lusi sontak tertawa. Tetapi sialnya, air mata itu malah ikut keluar. Drama sekali hidup Raka.

"Lalu, kamu pikir aku akan tetap bertahan denganmu meski Mila tidak hamil? Tentu saja tidak, Mas! Aku masih waras untuk tidak menderita di sampingmu."

Enteng sekali Raka bilang begitu. Dia bilang tidak mau menikahi Mila, padahal dia sendiri yang sudah merenggut kesucian Mila. pengecut, kan?

"Aku, kan sudah bilang, Mas. Jangan bawa-bawa nama cinta kalau kamu saja berani mendua. Kebohongan besar itu, Mas! Dan aku tidak percaya lagi dengan perkataanmu."

Raka masih setia menunduk. Genggaman di tangan Lusi pun semakin erat. Apakah dia mulai putus asa?

Lusi diam sejenak, menjeda emosi yang sebelumnya membuncah. Beberapa kali dia menarik napas dan membuangnya secara perlahan.

Lusi masih tidak percaya kalau semua ini terjadi. Sungguh seperti mimpi buruk yang tak berujung. Tak bisa lagi tergambarkan kesakitan dan hancurnya perasaan itu.

Sekarang, Lusi berpikir untuk mencari jalan keluar dari masalah ini. Jika Lusi bercerai, bagaimana dengan Alia? Dia tidak mau anaknya menjadi korban broken home. Tetapi, dia juga tidak sudi harus berbagi suami dengan wanita jalang itu. Tidak.

Lusi harus berpikir jernih. Tidak bisa diputuskan hari ini. Dia tidak akan rugi jika kehilangan Raka, tapi gantinya, Alia yang akan kehilangan kasih sayang ayahnya.

Apalagi Mila akan punya anak. Perhatian Raka pasti fokus pada anak Mila yang masih bayi. 

'Tuhan, kenapa semua ini bisa terjadi? Apa yang harus aku lakukan?'

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Elin Marlina
laki2 kdg mnrt mreka hanya iseng sprti mnguji diri masih laku apa ga, mreka g sadar prbuatan mrrka berakibat fatal, giliran ketauan nyesel
goodnovel comment avatar
Noval
Iyaaa di ulang2 terus katanya, gak asik ceritanya
goodnovel comment avatar
Hazreh Mandiri
terlalu bertele-tele... belum apa2 sdh bikin malas
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status