"Kok gak bisa? Kan biasanya juga Ibu minta sama kamu. Kenapa sekarang harus sama Raka?" tanya Ibu dengan nada yang sedikit dinaikkan.Dia sepertinya kesal karena penolakan Lusi. Tetapi, maaf saja. Karena perbuatan Raka, Ibu harus terkena imbasnya."Sekarang lain lagi, Bu. Atau begini saja. Lusa Ibu ikut saja denganku menemui Mas Raka, nanti kita minta sama-sama, ya, Bu?""Em, I-iya, deh."Terdengar Ibu meragu. Tetapi, dia juga tidak punya pilihan lain. Lusi juga melakukan ini bukan tanpa alasan.Besok, Lusi akan bertemu dengan dua pengkhianat itu. Dia ingin mempercepat pernikahan Mila dan Raka. Setelah itu, barulah akan diberitahu Mila siapa Raka sebenarnya.Kalau benar Mila mencintai suaminya, Lusi yakin dia akan menerima Raka bagaimanapun keadaannya. Lalu, kalau Mila protes dan tak terima keadaan Raka, maka cintanya itu hanyalah omong kosong belaka.Lusi mengakhiri panggilan dengan Ibu dan bergegas untuk istirahat. Badan, pikiran dan hatinya amat lelah. Semoga saja besok hati Lusi l
"Ya Tuhan!"Lusi berseru sembari refleks melempar isi amplop itu ke meja. Syok, jantungnya sampai berdetak tak menentu. Keringat dingin bercucuran begitu saja.Apa penglihatannya tak salah? Dengan gemetar, tangan Lusi kembali meraih isi amplop itu. Foto-foto Mila tengah beradegan syur dan bahkan ada yang tanpa busana."Tuhan, apa ini? Kenapa foto-foto ini ada di meja kerja suamiku? Akh, apa yang aku lewatkan?!"Lusi meremas rambut dengan kencang, berusaha mengingat-ingat tentang kejadian yang mungkin saja ada kaitannya dengan foto-foto itu. Tetapi, hasilnya nihil.Lusi tidak merasa ada kejadian janggal sampai foto-foto itu ada di meja ini. Sesuatu tiba-tiba saja terlintas di benaknya.Tentu saja. Raka bisa dengan bebas menyimpan barang tak bermutu ini di ruang kerjanya. Karena selama ini, Lusi jarang bahkan hampir tidak pernah mengecek secara detail di ruangan ini.Lusi terlalu percaya kepada Raka, sampai tidak melihat celah yang bisa saja menjadi sebab suaminya berbuat jahat seperti
"Kamu harus hadir, Lus. Menyaksikan betapa bahagianya kami melangsungkan pernikahan yang mewah dan membahagiakan. Dan kupastikan itu lebih dari semua yang pernah kamu alami dengan Mas Raka," tuturnya tiba-tiba membuat Lusi terdiam sembari menatapnya dengan datar.Dilirik sekilas Raka yang hanya diam dan menatap Lusi sendu. Dia sama sekali tidak menghentikan mulut jahat pacarnya itu. Raka pengecut sekali."Ah, iya. Setelah aku sudah menikah dengan Mas Raka, maka aku yang akan menjadi Nyonya besar dan Nyonya utama. Dia akan membelikan rumah yang mewah, lebih mewah dari rumah yang kamu tinggali," lanjut Mila, kali ini membuat Raka langsung menoleh."Apa maksudmu? Aku tidak pernah menjanjikan itu, Mila," elak Raka dengan wajah tegang."Loh, memang tidak. Tapi, aku mau rumah besar yang lebih besar dari punya Lusi."Raka menatapnya tajam sembari menggeleng-gelengkan kepala. Dia pasti kewalahan karena permintaan Mila. Apalagi Raka belum jujur juga siapa dirinya sebenarnya?Harga diri suaminy
Setelah Lusi membuat laporan ke kantor polisi, dia pun memilih pulang. Sebelumnya, Lusi meminta polisi menggerebek mereka besok pagi.Kalau sekarang, Lusi yakin mereka sedang tidak ada di kontrakan. Sekarang, dia memilih di rumah untuk membereskan semua barang-barang Raka. Jadi, kalau penggerebekan itu berhasil, Lusi tinggal lempar koper berisi baju dan barang-barangnya.Selain itu juga, Lusi mencari semua berkas-berkas penting yang berisi tentang kepemilikan usahanya. Termasuk kepemilikan kos-kosan dan kontrakan yang dihuni si jalang itu.Kalau Mila tidak percaya jika kekayaan yang Raka kelola itu miliknya, Lusi akan memperlihatkan bukti-bukti valid yang berkekuatan hukum. Pasti Mila syok dan malu berat.Namun, itulah tujuan Lusi. Membuat jalang itu merasa malu, saking malunya tak ada tempat untuknya bersembunyi. Lihat saja nanti.Cukup lama Lusi membereskan semuanya, sampai tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 11 siang. Dia beristirahat sejenak, sembari mempersiapkan makan siang
"Loh, Lus. Ngapain ada polisi? Lagian, kenapa kita ke sini? Ini, kan, kontrakan kamu," ucap Ibu mengajukan banyak pertanyaan pada Lusi.Lusi hanya tersenyum tanpa memberikan jawaban sepatah kata pun. Dia memilih berbicara dengan polisi untuk menyusun strategi penangkapan pasangan kumpul kebo itu."Lus, ini ada apa, sih? Jangan buat Ibu takut, dong. Siapa yang mau digerebek?" Ibu terus-terusan bertanya dan lagi-lagi Lusi hanya tersenyum padanya. "Nanti juga Ibu tahu. Ibu ikut saja, ya.""Loh, gak bisa gitu dong, Lus. Kan Ibu ikut kamu mau ketemu Raka, bukan mau ikut-ikutan grebek orang. Gimana, sih kamu!" Kali ini, Lusi tak menimpali ucapan Ibu dan memilih fokus mengikuti langkah polisi. Beberapa penghuni kontrakan sudah keluar, entah untuk bekerja atau menyaksikan mereka yang sedang berjalan menuju kontrakan paling ujung.Ibu masih saja meracau dan Lusi membiarkannya saja. Jantungnya berdetak dengan sangat kencang. Bahkan Lusi merasakan telapak tangan yang mulai dingin.Ini memang r
"Apa? Jangan asal bicara kamu, Lus! Mana mungkin anak saya seperti itu!" sergah Ibu dengan nada tinggi.Lusi tak menyahutnya dan memilih untuk mempersilakan Pak polisi untuk masuk, tapi tiba-tiba saja Raka menghalangi."Tu-tunggu, Pak. Kalian tidak bisa masuk tanpa surat penangkapan," ujar Raka membuat Lusi curiga.Kenapa dia menahan polisi untuk masuk? Padahal, biasanya laki-laki itu hanya akan diam jika posisinya sudah terpojok. Pasti ada sesuatu yang membuatnya seperti ini.Salah satu dari polisi itu menyerahkan surat penangkapan. Terlihat Raka terburu membuka isinya, lalu wajah itu pun langsung pasi dan tegang."Lus, kamu melaporkan aku dan Mila?" tanya Raka dengan nada bergetar, tangannya pun ikut bergetar.Terlihat Ibu kembali kaget. Dia menatap Lusi dengan melotot. "A-apa? Kamu melaporkan suamimu sendiri? Istri macam apa kamu?!" Ibu langsung menunjuk wajah Lusi yang secara langsung menunjuk kamera yang sedang aktif.Terlihat banyak komentar bermunculan. Mereka memaki Ibu dan
Penghungi kontrakan ini berkumpul di luar rumah, sementara 2 polisi, 2 pengkhianat, Lusi berserta Ibu memilih untuk di dalam. Lusi membiarkan pintu terbuka, karena mereka menunggu RT setempat.Ini juga Lusi lakukan agar semua orang tahu kalau Raka dan Mila itu sepasang jalang yang wajib dihukum sosial maupun pidana.Lusi masih mengaktifkan siarang langsung. Akun tadi yang menawar harga Mila kembali berkomentar dan mungkin ini kesempatan Lusi lagi untuk mempermalukan wanita ular itu."Oh, Mila. Ada satu akun yang mau menawarmu. Katanya, dia berani bayar mahal agar bisa tidur denganmu," ucap Lusi menggundang riuh omongan orang-orang yang berkerumun di luar.Beberapa di antara mereka bahkan mengeluarkan ponselnya dan ikut melakukan siaran langsung. Hebat sekali. Ini adalah hari yang tak akan pernah Lusi lupakan.Mila mendelik kepada Lusi dengan wajah yang kembali memerah. Dia tak memberikan kata-kata timpalan, melainkan menunduk dan menyembunyikan wajahnya dengan rambutnya yang tergerai
Lusi kembali berdiri dan membiarkan siaran langsung terus menyala. Biarkan saja kamera tidak fokus, terpenting pembicaraan dan kejadian ini bisa terekspos ke media.Lusi menghadap Ibu yang tengah marah dengan napas memburu. Wanita tua ini sepertinya lupa diri."Hei, Bu. Apa kata Ibu tadi? Membuat malu? Anak Ibu yang buat malu! Udah selingkuh sama teman sendiri, mengemis mau tetap denganku pula. Harusnya kata-kata itu buat laki-laki brengsek seperti anak Ibu!" seru Lusi sembari membentak Ibu.Ibu melotot saat Lusi menaikkan nada bicara padanya. Hah, biarkan saja. Toh, sebentar lagi dia akan jadi mantan mertuanya. Wanita tua yang gila harta dan parasit."Lus, jaga ucapanmu! Dia itu ibuku!" Raka tiba-tiba saja berseru sembari berdiri.Lusi langsung menaikkan jari telunjuk di depan wajahnya untuk kembali duduk dan diam."Hei, diam kamu, Mas. Aku berhak mengatakan ini, karena ibumu memang patut ditegur. Harusnya, kamu bilang pada ibumu, jangan terus mengemis uang padaku. Itu menjijikkan."
Kali ini Raka cukup lama sekali diam dibandingkan dengan pertanyaan sebelumnya. Winda sudah mulai takut kalau apa yang ditanyakan itu membuat Raka murka. Dia tidak mau ada pertengkaran di hari bulan madunya, berharap kalau Raka bisa mengabulkan semua permintaannya. Termasuk pertanyaan yang diucapkan oleh Winda barusan. Sebab selama berhari-hari bulan madu dengan Raka, pria itu lebih banyak diam dan melamun. Ini membuat sang wanita merasa kalau bulan madunya ini hanya berjalan apa adanya. Tidak ada yang lebih baik kecuali mereka menghabiskan waktu bersama. Itupun Raka berkali-kali terus saja memikirkan Alia. Tetapi Winda hanya bisa mengerti dan bersabar, berharap kalau Raka punya inisiatif sendiri untuk memberikan kejutan di hari bulan madu.Namun, sampai detik ini pun tak ada yang lebih spesial kecuali pertanyaan ini dan berharap pria itu mau menjawab semuanya."Kamu diam artinya kamu tidak mau punya anak dariku," ucap Winda dengan nada kecewa. Raka tahu pasti, Winda menginginkan ha
Raka kembali menatap Winda dalam diam. Apakah wanita itu benar-benar ingin tahu apa yang sedang dipikirkan oleh dirinya? Lalu, untuk apa? Begitu pikir Raka. Tetapi kalau tidak dijawab juga Winda pasti akan terus bertanya dan itu akan diulang-ulang sampai wanita ini mendapatkan jawabannya entah kapan. Tetapi rasanya Raka akan kelas kalau terus ditanya hal yang serupa. "Apakah kamu sangat penasaran dengan jawabanku?" tanya Raka, tiba-tiba saja membuat Winda terkesiap. "Bukan begitu, Mas. Maksudku, kita kan sudah jadi suami istri. Memang aku sudah berjanji untuk tidak saling ikut campur antara aku dan urusan Mila. Tetapi apakah aku salah hanya bertanya? Aku tidak akan menyalahi semua keputusanmu. Aku hanya ingin bertanya. Anggaplah ini rasa penasaranku, karena kalau tidak dilakukan mungkin aku akan terus-terusan kepikiran dan hanya ingin tahu jawaban apa yang akan kamu berikan jika pertanyaan serupa kembali diucapkan," ungkap Winda, sesuai dengan pemikiran Raka sebelumnya. Pria itu me
Raka kaget mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Winda. Bahkan pria itu sampai tidak berkedip, seolah apa yang dikatakan oleh Winda barusan itu sebuah bom yang hampir meledak. "Maksudnya hamil?""Ya, Mas. Aku mau tanya, kalau misalkan aku hamil kamu akan gimana?""Gimana apanya, Winda? Aku tidak paham dengan maksudmu." "Aku tahu kamu menikahi Mila karena dia sedang mengandung anakmu, kan? Tetapi kalau misalkan aku juga mengandung anakmu, bagaimana, Mas? Atau Seandainya Mila tidak mengandung anakmu, apakah kamu juga akan tetap bersamanya?" tanya Winda. Sebenarnya dia butuh validasi dari Raka. Apakah benar yang dikatakan Bu Sinta dan Maura tentang hubungan Mila dan Raka yang diikat hanya karena ada anak di antara mereka. Raka menatap Winda dalam, tapi wanita itu tidak bisa mengartikan semuanya. Lalu sang pria menoleh lurus ke depan. Ada sesuatu yang mengganjal di hati dan pikiran. Apakah dia harus mengatakan yang sebenarnya kepada Winda atau memilih untuk diam? Rasanya sudah se
Tempat pukul 12.00 siang akhirnya Maura istirahat. Ternyata di sana tidak disediakan makan siang dan membeli sendiri. Kalau tahu begini, harusnya wanita itu membawa saja makanan di rumah Mila. Tetapi sayangnya semua sudah terlambat. Dia pun akhirnya memilih untuk makan apa saja yang tersedia di sekitar supermarket, yang penting bisa mengenyangkan.Namun, lagi-lagi ada suasana yang tidak mengenakan sang wanita. Di mana para pegawai yang begitu antipati dan menjauh kepada Maura. Awalnya dia merasa kesal, tetapi lama-lama tidak mempermasalahkan. Lagipula dia sudah kenal dengan Winda. Kalau memang ada yang macam-macam, tinggal lapor saja kepada wanita itu.Maura memilih untuk membeli siomay saja, lebih murah tapi mengenyangkan. Dia pun duduk agak jauh dari teman-temannya, karena memang di sini yang baru hanya Maura saja, jadi dia tidak punya teman yang satu angkatan dan memilih untuk diam. Tidak ada inisiatif sama sekali untuk berbaur atau memperkenalkan diri.Lagi pula di sini niatnya u
Mila menyantap makanan yang dibeli lewat online. Imel pun sama, tetapi gadis itu tampak sekali berbeda dari biasanya. Seperti ada yang dipikirkan dan semua gerak-gerik dari Imel membuat Mila merasa tidak nyaman. Wanita hamil itu pun menghentikan makannya dan berusaha berbicara baik-baik kepada Imel. "Kamu kenapa sih, Mel? Kok diam saja?" tanya Mila tiba-tiba, membuat Imel terkesiap. Dia sedikit bingung, tapi ada juga rasa takut. Namun demikian sang gadis tetap menjawab pertanyaan dari majikannya, takut malah salah paham. "Enggak kok, Bu. Saya cuma berpikir aja, bisa nggak ya melaksanakan tugas dari Ibu? Mengatur semuanya," ungkap gadis itu sebab sebelumnya setelah Imel selesai membereskan isi kamar dia dan Mila sama-sama menyusun jobdesk apa saja yang akan Imel laksanakan di rumah ini, termasuk menyiapkan makanan untuk Mila. Itulah yang paling berat dilakukan oleh sang gadis. Bagaimana kalau Ibu hamil ini rewel dan dia harus mencari makanan susah? Bukankah itu adalah tugasnya seo
Di tempat lain, saat ini Raka dan Winda sedang bersiap-siap untuk pulang. Tetapi hanya packing saja, karena kepulangannya nanti malam Raka akan langsung pulang ke rumah Mila. Sementara Winda ke rumahnya sendiri. "Mas, hari ini kita mau ke mana dulu?" tanya Winda, memastikan karena dia ingin menghabiskan waktu yang sebentar ini. Sebab setelah 7 hari baru dia bisa bertemu dengan Raka lagi."Apa kamu sudah menemukan jejak Alia?" tanya Raka tiba-tiba saja membuat harapan Winda langsung putus. Dia lagi-lagi harus bisa sadar kalau dirinya hanya dimanfaatkan untuk mencari Alia. Tetapi wanita itu akan tetap bersabar dan menjalani semua ini dengan ikhlas. Sesuatu yang dijalani dengan tulus pasti akan berbuah manis. "Belum, Mas. Aku sudah coba tanya sama temen-temen di berbagai kota yang memang ada penyetok barang-barang di supermarket aku, katanya sih belum pernah lihat. Tapi kita coba aja lihat ya, Mas. Moga-moga saja minggu depan atau mungkin besok lusa ada kabar baik," ungkap Winda. Dia
Sesudah zuhur berkumandang, Lusi pun segera bersiap. David memang dari tadi sedang menunggu wanita itu, mencoba untuk mengikutinya. Dia akan mengajak Lusi untuk sama-sama berangkat kerja. Sementara itu Adiba saat ini bekerja di rumah. Dia bisa mengerjakan projectnya dan tidak perlu ke kantor. Jadi, gadis itu bisa menjaga Alia. Lusi sudah semangat untuk pergi bekerja. Ini hari pertama dan harus menjadi momen yang paling berharga. David yang melihat wanita itu keluar pun berusaha untuk mengejarnya. "Hai, mau berangkat kerja, ya?" tanya David, tiba-tiba saja membuat Lusi terkesiap. Dia langsung menoleh kepada pria itu."Oh, hai. Kamu juga mau berangkat kerja?""Iya." "Shif siang?" tanya Lusi, memastikan."Iya," jawab David sembari tersenyum. Lusi hanya tersenyum kikuk, merasa perkataan Adiba tempo hari ada benarnya. Mungkin saja pria ini punya maksud buruk, karena semuanya itu serba mendadak. Tetapi melihat bagaimana pria ini tidak melakukan hal yang di luar batas membuat Lusi mas
Di kamar yang sudah disediakan oleh Mila, Imel hanya termenung menatap lurus. Dia sama sekali tidak merasa antusias untuk melihat kamar yang akan ditempatinya. Meskipun ukurannya sama seperti kontrakan yang sebelumnya dia tinggali, tetapi kali ini pikirannya benar-benar kacau. Apa yang harus dia lakukan mendengar berita-berita itu? Apakah Imel harus menelepon orang yang memasang iklan memberitahukan alamat Mila yang sebenarnya? Gadis itu akan mendapatkan uang yang banyak, bisa membuka usaha atau membeli kios untuknya. Terlepas dari status sebagai buruh. Tetapi, bagaimana kalau Mila tahu dan malah balas dendam kepadanya? Gadis itu tidak tahu bagaimana sifat Mila yang sebenarnya, jadi harus hati-hati dengan segala perlakuan Mila. Ini benar-benar membingungkan juga syok. Dia tidak tahu harus melakukan apa sekarang.Tiba-tiba saja suara Mila terdengar menyerukan nama Imel. Gadis itu langsung terkesiap dan memilih untuk menghampiri bosnya."Iya, Bu. Bagaimana?""Kamu sudah beres-beresnya
Setelah membereskan barang-barang di kontrakan yang dahulu, Imel berpamitan dan langsung pergi menggunakan angkot. Sebelumnya dia memang ingin menggunakan taksi, tetapi tarifnya pasti mahal. Tidak masalah kalau menggunakan angkot. Lagi pula barang bawaannya hanya sedikit.Saat di dalam angkutan umum, dia mendengar pembicaraan kalau ada iklan yang memberikan hadiah besar bagi yang bisa menemukan dan memberi informasi tentang Mila. "Oh, aku tahu! Ini yang dulu sempat viral kan gara-gara dia selingkuh dan digrebek sama istrinya? Benar-benar enggak tahu diri, ya!" "Kayaknya ini orang juga membuat masalah sampai dicari sama yang pasang iklan," timpal seseorang membuat Imel langsung menoleh. Dia kaget sebab yang disebutkan oleh penumpang angkot lainnya itu Mila. Imel terperanjat sebab dikatakan kalau Mila ini adalah orang yang dulu sempat digerebek karena perselingkuhan, ini sama persis yang seperti yang dikatakan oleh Maura tempo hari, saat mereka masih ada di rumah sakit.Kalau benar b